Bab 15
"SHUT UP
YOU KNOW MY NAME
BUT NOT MY STORY"
----------------------------------------------------------------------------------------
Tok...
Tok...
Tok...
Tok...
Tok...
Tok...
Ketukan pada pintu itu terus terdengar. Tak lama, pintu itu terbuka. Menampakkan seseorang dengan raut wajah yang tidak dapat diartikan. Pemilik rumah menatap sang pengetuk dengan tatapan yang sulit untuk diartikan. 30 detik hilang, hanya untuk saling menatap.
Sang pengetuk mulai merutuk dirinya sendiri atas kecorobohan yang ia lakukan. Berbeda dengan sang pemilik rumah, ia menatap sang pengetuk dengan pandangan yang tidak dapat diartikan.
Keduanya terdiam. Tanpa ada yang ingin disampaikan.
Sampai akhirnya...
"Apa yang kau lakukan disini?" Tanya sang pemilik rumah. Sang pengetuk hanya tersenyum. Senyum yang terkesan miris.
"Mengambil semua barang yang aku miliki" Ucap sang pengetuk. Sang pemilik rumah terkejut, namun dengan cepat dapat membalikkan raut wajahnya ke semula.
"Barang apa yang kau maksud?" Tanya sang pemilik rumah.
"Barang yang aku beli dengan uang aku sendiri. Jadi, bisakah kau minggir dari hadapanku. Nona Watson" Ucap sang pengetuk kepada pemilik rumah.
Yap, dia adalah Nona Watson atau lebih dikenal dengan Bella. Tak lama, Bella menyingkir dari pintu. Membiarkan sang pengetuk masuk, untuk mengambil barangnya.
Sang pengetuk masuk, dan langsung melangkahkan kakinya ke dalam kamarnya.
Tanpa disadari sang pengetuk, Bella menatapnya dengan pandangan nanar. Pandangan yang terlihat merindukan, mungkin.
Sementara itu....
Sang pengetuk sedang berada di kamarnya, mengambil koper dan memasukkan barang-barangnya. Barang yang ia beli sendiri. Mengambil surat-surat kepentingan miliknya sendiri. Sang pengetuk pun sekalian mengganti pakaiannya. Karena, saat datang ke rumah ini ia memakai pakaian seragam sekolahnya.
Setelah selesai, dia membawa koper itu turun. Dan melangkahkan kakinya menuju dapur. Mencari seseorang yang ia rindukan.
"Non Xia" Ucap seseorang. Seseorang yang ia rindukan. Dan yap, sang pengetuk tadi adalah Xia.
"Bik Asih" Ucap Xia. Seseorang yang dicarinya tadi adalah Bik Asih. Seseorang yang merawatnya, menjaganya, dan melindunginya yang harusnya itu bukanlah tugasnya melainkan tugas orang tuanya. Namun, sepertinya takdir memang tidak begitu menyukainya. Hingga hidupnya menjadi seperti ini.
"Non darimana aja? Bibi nyariin non. Non gak pulang selama seminggu" Ucap Bik Asih dengan pandangan khawatir. Tersenyum itu yang Xia lakukan sekarang.
"Bibi gak usah khawatir, Xia baik-baik aja kok. Seminggu kemaren Xia di apartemen. Biasalah males pulang." Ucap Xia. Yap, Bik Asih tau tentang Xia yang memiliki apartemen. Bahkan orang yang bukan siapa-siapanya tau semuanya tentangnya.
"Ya sudah. Lalu, itu Non Xia mau kemana. Kok bibi liat ada kopernya Non Xia di ruang tamu" tanya Bik Asih. Akhirnya, Xia menceritakan semuanya dari omanya yang memintanya untuk tinggal bersama sampai akhirnya ia koma karena mendonorkan darahnya dan menyerahnya ia untuk mendapatkan hati orang tuanya.
"Jadi, non menyerah." Ucap Bik Asih dengan nada sedihnya. Xia hanya tersenyum lalu menarik Bik Asih ke dalam pelukannya.
"Bibi gak usah khawatir. Kalau bibi mau bibi bisa kerja di apart Xia. Biar sering ketemu. Lagian masih ada waktu 1 tahun kok, sebelum Xia di bawa oma" Ucap Xia.
Bik Asih hanya mengangguk, lalu membalas pelukan Xia. Tak lama, pelukan tersebut terurai. Meninggalkan bekas yang menyakitkan untuk mereka berdua.
"Ehm bik, Xia mau ke kolam sebentar ya. Sekalian mau ngenang sesuatu" Ucap Xia dengan tertawa yang terdengar miris.
"Iya non, nanti bibi bawain teh ya non" Ucap Bik Asih dengan tatapan sendu.
Xia, hanya mengangguk. Lalu, melangkahkan kakinya menuju kolam renang yang berada di sisi kanan rumah tersebut. Mengingat setiap pojokan rumah, tidak ada kebahagiaan hanya kesakitan yang ada di dalam memorinya.
Menutup matanya sebentar, lalu membukanya. Meyakinkan keputusan yang ia ambil benar. Sesampainya di kolam renang ia melipat celana jeansnya, dan memasukkan kedua kakinya dalam kolam. Memejamkan mata dan merasakan setiap memori dan ingatan tanh terlintas di dalam otaknya.
Mebuka matanya, matanya yang memerah menandakan ia sudah lelah. Entah memerah karena lelah pada tubuhnya, atau memerah karena lelah akan cobaan dalam hidupnya.
"Non, ini tehnya" Ucap Bik Asih. Xia hanya mengangguk tanpa mengalihkan pandangannya dari kolam. Bik asih yang mengerti akan sikap majikannya tersebut memilih meninggalkannya. Namun, langkahnya terhenti saat sang majikan bersuara.
"Bik, mobil yang dari oma tolong siapin ya. Tadi Xia kesini naik taksi." Ucap Xia. Bik Asih mengiyakan, lalu pergi dari hadapan majikkannya.
Memasuki rumah ini adalah cobaan terberat dalam hidupku. Memasuki rumah yang sudah kau tinggali selama hampir 16 tahun dalam hidupmu. Rumah yang tidak memiliki kesan indah dalam hidupku.
Aku terdiam, menghela napas, dan mengusap wajahku dengan kasar adalah sesuatu yang harus aku lakukan saat ini. Entah darimana kebiasaanku ini kudapat, namun aku menyukainya.
"Maaf" Ucap seseorang di belakangku, aku membalikkan badanku dan menatap orang tersebut. Bella. Ya, dia adalah Bella, kakakku. Entahlah, haruskah aku menganggapnya kakakku atau tidak.
Mengabaikannya dan mengembalikkan badanku dan pandanganku ke kolam. Menggoyangkan kakiku di dalam kolam, dan tersenyum miris.
Dulu aku sangat ingin digendong oleh kedua orang tuaku dan bermain air di kolam renang. Namun, keinginanku tidak tercapai. Aku yang menginginkan, namun Bella yang merasakan. Iri, oh tentu saja aku iri. Dia kakakku dan merasakan semua yang aku ingin rasakan. Namun, aku bisa apa. Tak ada yang dapat aku lakukan.
"Xi" Panggil Bella sekali lagi.
"Jangan panggil gw dengan sebutan itu. Panggilan itu hanya untuk orang yang kenal gw" Aku menatapnya dengan sengit.
Panggilan aku-kamu seakan hilang dari otakku. Aku bukanlah adiknya dan sebaliknya dia bukanlah kakakku. Bukankah selama ini dia tidak pernah menganggapku.
"Tapi, aku kenal kamu Xi. Kamu adik aku satu-satunya." Ucap Bella dengan nada sedihnya. Aku menaikkan satu alisku, menatapnya dengan remeh.
"Apa yang barusan lo bilang" Ucap Xia dengan nada remeh.
"Kamu adik aku, bahkan aku tau semuanya tentang kamu" Ucap Bella.
"Lo tau semuanya tentang gw? Apa yang lo tau. Lo tau warna kesukaan gw? Atau lo tau makanan kesukaan gw? Atau lo tau apa yang selama ini gw mau?" Tanya ku kepadanya. Dia terdiam.
"Lo gak tau apa-apa kan. Yang lo tau, cuma nama gw, gak dengan kehidupan gw." Ucapku dengan mata yang mulai memerah.
"Maaf, Xi. Maaf" Ucap Bella dengan isakannya.
"Gw gak tau salah gw apa, Bel? Gw ngerasa gw gak pernah buat salah. Gw gak kenal sama lo, gw gak kenal sama mama dan papa. Yang gw kenal cuma Bik Asih dan oma. Gw bahkan gak tau apa yang harus gw lakuin sekarang. GW GAK TAU BEL. KENAPA MAMA DAN PAPA BENCI SAMA GW. KENAPA MEREKA BEDAIN GW, GW GAK TAU BEL. BAHKAN GW GAK TAU SELAMA INI GW TINGGAL SAMA SIAPA. GW GAK TAU BEL" Ucapku diiringi dengan isakan.
Bella menatapku dengan mata merahnya, aku memalingkan wajahku darinya menghembuskan napas dan mengusap air mata yang jatuh di pipiku.
"Sekarang lo denger gw baik-baik. Gw Xenia Deli, gak ada kata Watson di belakang nama gw. Gw udah mati. Lupain fakta kalau lo punya adik. Dan lupain fakta kalau adik lo suka sama pacar lo" Ucapku dengan mantap. Bella yang mendengar ucapan terakhirku terkejut.
"Jangan pikir gw gak tau, kalau lo baca buku diary gw. Yang isinya tentang Alex semua" Ucapku, yang kemudian berlalu dari hadapannya. Namun, terhenti saat mendengarnya...
"Maaf. Sekali lagi maaf, Xia" Ucap Bella dengan isakannya.
"Lo gak perlu minta maaf sama gw. Dan sekali lagi jangan panggil gw dengan sebutan Xia. Karena, sebutan itu hanya buat orang terdekat gw" Ucapku dengan lirih, lalu berlalu darinya.
Melangkahkan kakiku untuk mengambil koper, namun dengan cepat langkahku terhenti saat melihat Bella dihadapanku.
"Minggir" Ucapku dengan datar.
"Gak. Lo adik gw dan lo harus denger penjelasan gw" Ucapnya.
"Gak ada yang perlu dijelasin lagi" Ucapku lalu mencoba mengambil koperku yang terhalang oleh badannya.
"GW IRI" Teriaknya yang diiringi dengan isakannya. Aku terdiam. Iri, katanya.
Aku menatapnya dengan datar, lalu Bella tiba-tiba luruh dihadapanku. Menunduk di depanku.
"Gw iri sama kamu, Xi. Kamu disayang oma, diperhatiin Alex, memiliki teman-teman yang murni ingin berteman denganmu. Sedangkan aku, aku jarang malah tidak pernah mendapatkan kasih sayang oma. Aku iri, Xi. Iri" Ucapnya dengan isakannya yang makin menjadi.
"Lo salah kalau lo iri sama gw. Kasih sayang oma beda sama kasih sayang mama dan papa. Kalau lo masih iri sama gw, lo salah. Gak ada yang perlu lo iriin dari gw. Bahkan, sekarang lo udah mendapatkan semuanya kan. Tunggu gw mati, maka kasih sayang oma bakal lo dapat" Setelah mengucapkan itu. Aku pergi dari hadapannya dan mengambil koperku.
Pergi dari rumah ini membuatku tenang. Melupakan kenangan di rumah ini membuatku bahagia.
Semoga saja...
tbc
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top