XIII : Lost
Reiji sepertinya tahu sesuatu.
"Hanya bagian di masa lalu tapi aku ingin memastikannya sendiri. Sampai jumpa, kouhai-chan."
Aku tengah berbaring sambil mendengar suara kunci yang terbuka dari luar pintu. Refleks aku langsung terbangun dan menghampiri pintu kamarku.
"Sepertinya kau sangat menanti-nantikan saat ini, ya?" Laki-laki berambut kuning itu, Syo melipat tangan membuka pintu kamarku.
Dengan mata berbinar-binar, aku berlari menghampirinya, "Syo!"
Ia terkejut mundur beberapa langkah, "O-oi, bukan berarti aku peduli, hanya saja kau i--"
Melalui tatapan suka cita beralih ke seringai ngeri, aku menarik dasi hitamnya yang terkait dengan kemeja cokelat terangnya.
"Hm, bagaimana kalau kau katakan alasan aku dikurung. Se-ka-rang!"
Syo terbatuk-batuk menepuk tangan kananku yang menarik dasinya, "Ohok, Ohok! I-iya aku ceritakan! Tapi le-lepasin dulu!"
Shinomiya hadir di belakang Syo dengan senyuman ceria, aku bisa melihat background bunga imajiner di belakangnya.
Syo menoleh ngeri berkata, "Natsukeh! Kabur sana, ohok! Dia mau siksa kita! Ohoek, ohoek!"
Shinomiya tersenyum lebar seolah ucapan Syo bukanlah ancaman, "Ah, iya?"
Wajahnya langsung berubah pucat, "Ka-kabur! Cepetan!"
Syo akhirnya berusaha melepas tarikanku kabur bersama Shinomiya. Geram, aku langsung mengejar mereka. Padahal mereka yang mengurungku (oke, aku menurut karena tidak ada pilihan) dan aku menagih alasannya.
Aku berlari melintasi lorong dan menemukan mereka. Yap, mereka ada di sana -- bersembunyi tepat di belakang tubuh Ai.
Dasar bocah-bocah payah berkamuflase prajurit, mencari beking segala!
Refleks, aku mengerem langkahku tepat di hadapannya. Melambaikan tangan penuh kaku ketika menemui Ai.
"Ha-hai,"sapaku menggigit bibir bawahku.
Ia menyelipkan jemarinya di dalam saku, "Syo, Shinomiya, dia kenapa menyusul kalian?"
Syo mendecih, "Dia habis mencekikku!"
Aku memutar manikku malas, "Habisnya aku perlu tahu alasannya!"
Perselisihan kami lebih mirip seperti kedua anak yang sedang berkelahi dan ditangkap basah oleh sang bunda yang menagih laporan.
Tapi nasibku ini ehem, bagian dari Ai juga. Gimana bilangnya ya, pacar? Tapi dia tidak ...
Dia tidak ada bilang, 'Maukah kau menjadi pacarku?'
Ini hubungan tanpa status, 'kan?
Tetap kalem seperti biasa, ia berkata, "Ya sudah kalian harus urus berhadap-hadapan, bukan bermain kejar-kejaran sinetron India begini."
Aku melongo. Bukankah dia seharusnya membelaku? Jatuh cinta sama laki-laki yang kayak es batu itu penuh perjuangan. Kadang mengejutkan karena sikapnya dingin, kadang mendebarkan karena sikapnya yang membuat diri ini 'meleleh'.
Mungkin aku yang terlalu banyak membaca fiksi romansa.
Namun perselisihan kami sepertinya harus dihentikan karena kini tangan kanan Ai -- Camus dan Kurosaki hadir di antara kami.
"Kalian lihat Reiji?"tanya Camus.
Kami menggeleng. Biasanya hari akan tetap berisik karena kehadiran sang penasihat itu.
Aku menatap Kurosaki, "Kalian kenapa panik begitu, sih?"
Kurosaki mendecih menatap walkie-talkie miliknya, "Sejak kemarin malam, dia tidak bisa dihubungi."
Ai mengusap dagu, "Aku belum melihatnya sejak pagi ini. Apa kalian sudah menanyakan informasi kepada penjaga gerbang?"
Camus mengangguk, "Mikaze-sama, laporan sebelumnya dari penjaga gerbang bilang kalau Reiji mengabarkan dirinya keluar ke bar."
Bar. Sebuah tempat minum yang terdekat di sini yang dirintis oleh Hijirikawa dan Jinguji -- berkemungkinan didatangi oleh Reiji.
Aku bahkan enggan ke sana malam-malam karena mendominasi berbau alkohol yang menguar cukup menolak keinginanku seketika. Tapi kuyakin Reiji akan segera kembali. Ia bukan tipikal yang menghilang tanpa alasan.
"Biarkan aku yang pergi, ya? Nanti kukabari ke kalian?"usulku karena memang ingin mencarinya plus menikmati udara segar.
Shinomiya mengambil walkie-talkie-nya berkata, "Biar kukontak si Ren atau Masato dulu. Moshi-moshi, kemarin malam Reiji ada ke bar kalian? Tidak ada, hee--- baiklah."
Aku mengernyitkan dahi. Dialog terakhir di antara aku dan Reiji yaitu kemarin siang. Selebihnya dia jadi tidak diketahui eksistensinya.
"Apa jangan-jangan karena aku membahas masalah itu?"ungkapku menggaruk tengkuk.
Ai menatapku, "Masalah apa?"
Semua pasang mata menatapku ingin tahu, menginginkan apa yang kumaksudkan. Entah kini aku merasa dijadikan kambing hitam atau apa namun intuisiku cukup tajam.
Aku menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan, "Mengenai seorang eksistensi yang kutemui identik dengan Ai."
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Mereka tidak kunjung bersuara setelah aku berkata-kata. Aku malah menatap mereka bingung. Adakah yang salah?
"[Reader], April Mop itu sudah lewat walaupun baru awal bulan, tahu?" Syo menyikutku disertai kekehan.
Aku bahkan tidak ingat hari itu.
"Dan masa ada yang sama, sih?" Shinomiya menggeleng pelan.
Aku tahu makna yang kukatakan menggantung cuman itu kenyataan. Real.
Camus mendecih, "Kau memulai candaan di saat serius itu keterlaluan."
"Yang benar saja!" Kurosaki menatapku tajam.
Keempat laki-laki itu mengumbar penolakan atas argumenku. Ya Tuhan, ini aku serius mengungkapkannya malah dianggap bercanda!
Aku beralih menatap pasangan hati, ehm -- Ai yang mengusap dagu. Dia yang belum berkomentar apapun. Mungkinkah ia akan langsung pergi karena aku bilang seperti itu atau ia akan mengkritik asumsiku?
"Kalau begitu, kau memang harus mencarinya," jawaban yang paling berbeda dari yang lain tapi sangat kuharapkan
"Ka-kau percaya yang dia bicarakan?" Kurosaki mengernyitkan dahi terhadap jawaban Ai.
Aku mengangguk yakin sedangkan keempat laki-laki itu menatap sang raja dengan tatapan tidak percaya.
"Baiklah! Aku siap untuk pergi, bos!"aku mengatupkan jempolku, membiarkan empat jariku di ujung dahi kananku.
Ia membuka blazer kemudian memakaikannya kepadaku, "Aku akan ikut denganmu tapi setidaknya kau ganti pakaian lebih dulu."
Aku mulai menatap pakaian yang kukenakan -- kaus putih yang tidak berlengan dengan celana berwarna abu-abu sepanjang lutut. Memegang blazer-nya dengan kaku, aku merasakan wajahku memanas lagi. Apalagi aku terang-terangan mengenakan piyama sambil mengejar Syo dan Shinomiya!
"Ehm, bisakah kalian tidak menunjukkan adegan drama di sini?"Kurosaki berdeham.
Aku mengerucutkan bibirku. Pakaian yang kukenakan ini memang kurang pantas ketika sedang beaktivitas secara outdoor, lagi pula cuaca sedang sejuk-sejuknya. Tidak heran kalau berpakaian tipis bisa membuat suhu tubuh meningkat dan berujung terkena influenza.
"Baik, aku ganti kok! Jangan tinggalin aku yaa!"pesanku berlari menuju kamar.
Reiji hilang kok akunya senang? Oh ngga, maksudnya karena mencarinya bersama Ai, I mean ketika berduaan jalan-jalan itu sangatlah jarang.
Aku mengubah pakaianku -- kemeja kuning dengan rok selutut berenda putih berwarna cokelat muda.
[Reader], ini bukan kencan, tapi inilah pakaian terbaikmu!
Akhirnya setelah lama bercermin, aku keluar dari kamar. Suasana istana yang tadi ribut itu kini jadi sepi seketika. Lokasi yang kujejaki bersama kelima cowok tadi kini tiada siapapun. Namun kesunyian itu beralih menuju kericuhan yang disengaja. Kehebohan yang tidak kuyakini membawa arah yang lebih baik.
Tepat kedua pasang kakiku berada di depan gerbang yang masih tertutup rapat tanpa ada penjaga, aku mendengar suara protes itu dari luar. Pintu gerbang itu juga mulai seolah didobrak dari luar.
Brak. Brak.
"Turunkan jabatanmu!"
"Berhentilah menjadi raja Asvagarde!"
"Dasar makhluk kamuflase!"
Walaupun protes itu tidak ditujukan langsung kepadaku, ucapan itu jelas-jelas malah melukai sudut hatiku. Merobek-robeknya walau tidak berwujud. Ai yang kini sedang dihujat tidak terlihat di mana pun.
Sebenarnya apa yang mereka keluhkan?
Sebenarnya apa yang mereka tidak sukai?
Aku menggigit bibir bawahku, beralih mengejar mereka.
Bruk.
Aku menabrak tubuh bidang seseorang hingga jatuh terduduk. Kulihat uluran tangan itu ke arahku.
"[Reader]-chan?"
Aku menatapnya tanpa membalas uluran tangannya. Namun laki-laki itu langsung merobek lengan bajuku dengan pedang kecil, menampilkan batu di lenganku yang kini bersinar baginya tanpa peduli darah yang kini menetes perlahan mengucur ke tanah.
"Kutemui dirimu,"
Di-dia siapa, menyusup ke sini?
• To be Continued •
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top