II : The Head Captain

"Apa kita harus memanggil tabib untuk mengobatinya?"

Suara siapa lagi itu, tapi terdengar mencemaskanku. Alangkah baiknya jika mata ini ingin terbuka sesuai kehendakku.

"Tetapi Tomochika-san sudah mengobatinya. Dia bilang baik-baik saja. Ini sudah hari ketiga, loh,"

Hari ketiga? Kabarku bagaimana setelah pingsan tergeletak di kabin kapal itu berlabuh?

Kedua manikku terbuka dengan paksa. Alhasil, yang memandangiku langsung terkejut. Dikiranya mumi hidup, mungkin.

"Di-Dia sudah bangun!"ungkap laki-laki bersurai merah dengan warna manik yang sama. Laki-laki itu mengelap bagian dahiku.

Siapa dia?

"Kenapa aku ada di sini?"aku memaksakan diriku bangun, melihat ke sekeliling. Masih berada di dalam ruangan kayu, tubuhku terasa terombang ambing karena goyangan pelan arus laut.

"Namaku Ittoki Otoya, dan laki-laki di sebelahku adalah Ichinose Tokiya. Kami adalah herbalis yang hidup merangkap sebagai perompak,"laki-laki itu memperkenalkan diri dan menunjuk temannya yang bersurai indigo.

Kenapa mereka mau menolongku?

"Dasar nekat! Syukurlah kami perompak yang baik,"tegur laki-laki tukang omel yang kuingat sejak diriku terjun sok cantik dengan berakhir jatuh terluka sampai tidak sadarkan diri seperti ini.

"Syo, sudahlah jangan marah-marah. Nona, bolehkah kami bertanya?"laki-laki bersurai kuning dengan kacamata itu memanggil nama temannya segera duduk di sebelahku dengan tatapan ramah.

"Natsuki, lanjutkan ke topik utama saja. Gadis ini sepertinya sudah pulih. Dia ternyata cantik melebihi dugaan kita," Muncul lagi laki-laki cantik bermulut manis yang bersurai jingga diikat ponytail menepuk bahuku. "Mangsa manis, namaku Jinguji Ren,"

Aku mengernyitkan dahi. Sekarang ada lima cowok di sekitarku kemudian ..

Krek.

Seorang laki-laki bertubuh gelap mengacungkan senjata berupa pisau pendek di hadapanku. Seolah itu sinyal darinya, kelima laki-laki barusan mengacungkan senjata yang sama ke arahku.

"Harta atau nyawa?"

Aku, [Reader] berusia enam belas tahun. Belum pernah punya pacar (kalau ada anggaplah saja belum). Belum punya teman. Belum punya tujuan hidup. Karena takut dijual aku pun kabur dengan terjun ke sebuah kapal dan sekarang aku mau dibunuh?

"Iya. Alasan berdasarkan rumor, dia akan dijual oleh perompak. Kasihan ya,"

Suara prajurit itu kembali terngiang di dalam benakku. Dan kini? Aku terjebak di sebual kapal perompak. Aku bahkan ingin menertawakan diriku sendiri. Aku bahkan merelakan diriku kepada mereka.

Seharusnya aku sudah tahu, aku kelewat bodoh untuk bersyukur terlolos dari alam baka. Tapi aku akan merasa lebih terhormat karena melarikan diri dibandingkan dijual oleh nenek sihir sialan itu.

♡ ♡ ♡ ♡ ♡

"Hahahahaha!"laki-laki bernama Kotobuki Reiji tertawa terpingkal-pingkal sampai menitikkan air mata sambil menepuk meja.

"Dia langsung teriak di dalam kapal. Benar-benar payah,"diikuti ledekan berikutnya, laki-laki berambut abu dengan warna heterokrom bernama Kurosaki Ranmaru itu menyesap kopi.

"Itu memang khas wanita elegan,"dan ditambah Camus, laki-laki bersurai silver pucat itu menambahkan empat balok gula padat ke dalam kopinya. Aku tahu Camus menyindirku.

Aku menelan getir rasa maluku di antara tiga orang yang telah berada di meja yang sama denganku. Ternyata sodoran pedang itu hanyalah salam khusus ala perompak. Bagiku, siapapun akan tertipu kalau itu hanyalah candaan. Sekarang, aku menerma sajian masakan yang asing di hadapanku oleh seorang laki-laki bersurai biru tua.

"Silakan dimakan. Namaku Hijirikawa Masato. Chef di antara perompak lainnya,"

Walaupun aroma masakannya menggoda, aku tidak akan sudi memakannya! Nanti mereka akan tertawa karena tahu aku dibodohi memakan makanan beracun.

Aku tidak akan memakannya. Kruuk.

Perutku bacot sekali, sih.

"Harus dimakan loh, ya. Apa tubuhmu terasa agak baikan?" Aku mungkin bisa bernafas lega karena ada seorang gadis bersurai merah bergelombang menghampiriku dan berkata seolah dia bisa membaca pikiranku. Setidaknya aku tidak benar-benar seorang diri sebagai gadis.

"Kenapa aku ditolong?"aku mendesah. Rasanya aku bahkan tidak bisa tenang di antara lautan yang bermil-mil luasnya.

"Kata bos, kau tidak boleh dibiarkan mati begitu saja. Berkatmu terjun ke sini, kami, perompak bisa langsung melarikan diri tanpa harus menggunakan pasukan tambahan ke dalam istana,"jawab gadis bersurai merah itu tersenyum lembut.

Tepatnya, aku seperti membantu mereka secara tidak langsung. Aku melihat sekujur tubuhku yang dibalut oleh perban. Sepertinya gadis ini yang melakukannya. Dan aku harus berterima kasih kepadanya.

Bos yang manakah, di sebuah kapal besar yang menampung diriku dan belasan orang lainnya. Sudahkah dia mengetahui diriku?

♡ ♡ ♡ ♡ ♡

Sejak saat itu, aku merasakan tubuhku semakin membaik. Memar-memar di bahuku juga mulai mengecil. Sayang, aku hanyalah orang asing yang terjebak selama seminggu setelah kejadian itu.

"Kita sudah hampir sampai!"seru Syo yang menggelegar dari luar. "Siapkan jangkar untuk menghentikan kapal!"

Pulau baru. Suasana baru. Hidup yang baru. Orang-orang yang baru.

Aku pun keluar dari ruanganku. Banyak burung yang terbang melayap di angkasa raya yang cerah dengan lukisan biru langit ditemani oleh gumpalan awan.

"Uwahh. Udara di pagi hari sangatlah menyegarkan!"seruku sambil merentangkan kedua tanganku.

Tap. Tap. Kudengar langkah kaki yang mendekatiku di belakang.

"Jadi kau orangnya?"

Aku terkejut karena mendengar intonasi tinggi yang membelakangiku. Kutoleh pemilik suara itu. Laki-laki bersurai cyan dengan sepasang manik yang sama mengenakan pakaian yang rapi -- kemeja cokelat dengan celana hitam, tidak lupa dengan sepasang pantofel hitam mengkilat yang melekat di kakinya.

Siapa dia? Dia memang tampan tapi aku baru melihatnya.

"B-bos! Ini data pulau yang kami cari di dalam gudang!"Reiji pun menghampiri laki-laki itu segera membungkukkan badan di hadapannya.

Diliriknya diriku yang masih dalam diam menatapnya balik, Reiji menyikutku diikuti bisikan halus. "Hus, cepat bungkukkan badanmu. Dia bos perompak yang kami maksud kemarin-kemarin!"

Oh, jadi itu dia?

Aku belum melakukan perintah Reiji, masih memicing ke arah laki-laki yang berwajah datar tapi tidak berhenti menatapku.

"Apa kau baik-baik saja?"

Detik berikutnya, aku mengerjapkan mataku berkali-kali karena terkejut. Aku kira aku akan disodori pedang kecil seperti sebelumnya oleh pasukannya.

Aku tidak akan tertipu sama candaan mereka lagi. Tidak akan!

Aku pun mengangguk,"O-oh, aku baik-baik saja. Terima kasih, pasukanmu baik seka--"

Kini aku ditatap tajam olehnya.

"Aku beritahu, pengobatanmu tidak gratis. Tidak ada yang bisa didapatkan secara cuma-cuma di dunia ini. Jika tidak ada balasan, semua ini hanya akan membuang waktuku,"ucapnya terdengar bijak dan logis yang segera direspek oleh Reiji.

Oke, dia menyebalkan. Tapi aku memang harus bertanggung jawab.

"Kau mau aku menjadi apa? Pembantu kapal ini?"

"B-Bos Mikaze, dia baru saja pulih,"Reiji seolah berpihak padaku, mencolek bahu laki-laki itu.

"Tidak sesimpel itu. Aku ingin kau menemukan penulis ini,"

Disodorkannya sebuah buku berwarna indigo kepadaku. Aku menatap buku ini seolah bisa kukenali dengan jelas. Buku ini adalah jejak yang kuukir dari benakku.

Yang jelas, akulah penulisnya!

"Penulis ini menginspirasiku. Kalau kau bisa menemukannya, kau boleh tinggal dan makan di pulau yang kita tuju sesuka hatimu,"tatapnya sombong seolah itu adalah tawaran yang sulit dan tidak akan pernah bisa kugapai.

Aku menahan kekehan dari tenggorokan dan akhirnya terkikik sejadi-jadinya. Makasih loh, bos Mikaze. Ternyata bukuku bisa sampai di tanganmu sebagai pembaca.

"Aku yang tulis itu,"tunjukku tepat di dadanya. "Dan aku berhasil menginspirasimu dengan jemari ini,"

Reiji melongo lebar sambil menatap kami bergantian. Dikiranya aku sedang mengumbar kebohongan belaka dengan berkata besar. "E-eto, sepertinya kau gagal menipu bos Mikaze apalagi aku, Junior-chan."

"Namaku adalah [Reader], sesuai dengan nama penulis di buku itu. Aku bisa membuktikannya,"

Kalau aku bisa menginspirasinya lewat rajutan kata yang tertulis di buku, maka seharusnya aku bisa menginspirasi dirinya melalui jiwanya.

Wah, aku merasa tertantang olehnya.

"Buktikan saja selama kau bisa melakukannya,"ungkapnya dengan wajah datar berbalik badan kemudian meninggalkanku.

Aku mencibirnya habis-habisan karena sebal dengan pembawaan sok berkuasa dan kalem itu meskipun telah kutantang.

Kaget saja tidak! Awas saja, dia!

Seiring melihat bahunya yang telah menjauh hingga akhirnya tidak lagi bisa kulihat karena dirinya menutup pintu dari dalam, aku jatuh terduduk. Kurasakan tubuhku bergetar.

Aku tidak takut kepadanya. Detik berikutnya, bulir yang berasal dari sepasang manik menetes begitu saja. Aku segera menghapus kedua air mataku karena anehnya aku justru menangis tanpa perasaan sedih sama sekali.

Mungkinkah aku baru saja tersentuh?

"Junior-chan! Apa kau baik-baik saja? Seharusnya kau tidak menantang bos seperti itu,"Reiji berjongkok sambil menatapku khawatir.

Aku menggeleng cepat. Bukan rasa takut yang kurasakan. Bukan rasa terintimidasi yang membuat kedua manikku jatuh sebanyak ini. Mengalir sejadi-jadinya, tetapi kutahan untuk tidak terisak.

Yang ada, hatiku terasa begitu hangat. Walaupun tatapan dingin itu seharusnya menusuk batin, aku tidak merasakan itu sedikitpun. Apalagi buku itu ternyata bisa menginspirasi dirinya. Buku yang selama ini adalah catatan jejakku selama terus dikurung di dalam menara estate hampir seumur hidupku.

Ternyata ada seseorang yang tahu bahwa aku merajut kata-kata ini. Ternyata ada seseorang yang menghargai rajutan kata milikku.

Meskipun dialah seorang bos perompak.

To be Continued..

A/N : Akhirnya Ai muncul juga :D
Ada yang tungguin kehadirannya nggak sih? Hehehe. Mulai chapter ini Ai sudah pasti muncul, loh. Sebelumnya terima kasih untuk vomment dari kalian :3

See ya on the next part!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top