☆Ai's Side Story : Before He Met You☆

Yahoo~
Untuk episode berikutnya ditunda dulu yak :3
Sengaja dibuat penasaran // nggak.
Cuman biar ada yang melengkapi jadi aku sengaja buat one shot (lagi).
Happy reading ♡

Lautan biru yang mengalir dengan arus ombak, burung-burung yang terbang bebas melata di angkasa, dan udara yang berhembus penuh kedamaian adalah suasana yang pas bagi sang majikan.

Yap, Mikaze Ai adalah orangnya. Ia tengah duduk bersandar dengan membaca sebuah buku tebal berkover jingga kemerahan yang dikarang oleh [Reader]. Ia selalu menghabiskan masa santainya dengan membaca literatur.

Namun sadar tidak sadar majikannya, salah satu anak buahnya yaitu Syo kerap menemui keanehan sirat wajah Mikaze. Ia menyadari majikannya berekspresi sedih atau senang dengan melihat sudut bibirnya walau hanya bergeser sepersekian milimeter.

Bagi Mikaze, membaca lembar demi lembar karya fiksimu adalah menjejaki sesuatu yang tidak pernah ia temui. Ia tidak merasa bosan. Ia terjun dalam hanyutan kata. Ia berharap bisa menemuimu. Lembaran demi lembaran katamu bagaikan kafein -- candu yang membuatnya terus ketagihan.

Feel The Soul
Ai's Side Story : Before He Met You
One shot
Warning : Ai OOC, typo, dan aneh
.
.
.

Masa membajak wilayah sepertinya sudah cukup bagi Mikaze. Banyak pihak yang mengharapkan Mikaze bisa membantu walaupun tahu dirinya adalah bajak laut. Salah satu destinasi yang mengharapkan dirinya adalah Asvagarde. Namun perjalanan itu membutuhkan tiga hari penuh melalui destinasi sementara yang mereka jejaki hari ini.

Pasukannya kini bisa bersantai sebelum ke destinasi akhir mereka jadi sesampainya di sana, mereka pun telah berpencar. Mikaze pun berbaring di bawah pohon yang diikat tali berupa jaring untuk membopong tubuhnya. Ia lelah terus berada di dalam ruangan.

Terpisah oleh celah pagar besi yang membatasi wilayah penginapan dan jalanan luar, Mikaze melihat segerombolan remaja duduk di sana. Bercerita.

"Eh, kalian pernah dengar menara hantu?"

Sang pemulai topik itu berhasil membuat kawan-kawannya menyeringai ngeri. Kebanyakan dari mereka menggeleng. Bagi Mikaze, mitos itu hanyalah angin lalu.

"Di seberang lautan dari desa kita, ada sebuah pulau terpencil yang angker. Di sana ada perempuan yang tinggal di puncak menara itu mau dijual. Pokoknya, jangan sampai kita ke sana! Bisa saja cewek itu mati dan jadi hantu!"

"Ih, ngeriii,"sahut seorang gadis mungil berkuncir dua tinggi-tinggi menyeringai ketakutan.

Si pencerita yang mengenakan topi bundar cokelat itu mengedikkan bahu, "Yang jelas, ayahku sebagai nelayan selalu menjauhi pulau itu karena terlihat dikeramatkan!"

Mikaze bisa mendengar ocehan mitos  belaka itu sambil memejamkan mata. Penginapan yang ditinggalinya pas berada di tepi lautan. Dalam jarak penglihatannya, ia melirik setitik pulau yang dimaksudkan bocah-bocah barusan.

Sang raja tentu tidak mempercayai adanya 'hantu'. Ia akan mempercayai logika dibandingkan intuisi. Dan itulah keyakinan yang bisa ia percayai seutuhnya. Namun ada gerangan yang membuatnya tidak bisa berhenti memikirkan rumor barusan.

Entah apa, tapi ia akan mencari jawabannya.

♡ ♡ ♡ ♡ ♡

"Jadi kita mulai berangkat ke Asvagarde kan?" Ittoki menjinjing kopernya menuju kapal.

Mikaze menatap pulau itu kemudian mencolek punggung Reiji, "Suruh mereka arahkan kapal ke sana lebih dulu."

Sang raja menunjuk pulau terpencil yang berhasil membuat sang penasihat menyeringai. Kelihatannya sang raja lagi-lagi punya rasa ingin tahu banyak hal.

"Anda serius?" Reiji merapikan fedora-nya.

Ia mengangguk pelan kemudian menatap sang chef, "Aku penasaran karena ada menara di situ. Dan Jinguji ..,"

Laki-laki berambut jingga yang tengah membawa sekarung arang menoleh karena dipanggil, "Ada apa, Master?"

Mikaze menepuk bahunya, "Aku ingin kau memancing informasi soal bangunan ini. Kalau ada yang menyimpang, beritahu aku."

Ucapan sang raja adalah titah. Tidak perlu menunggu waktu lama setelah ia menyampaikan idenya, kapal telah bersedia untuk berlayar. Mereka sengaja hadir dengan personil yang tidak banyak. Hanya sang raja bersama kesepuluh orang kepercayaannya.

Angin darat berhembus kencang di malam hari sekaligus mampu menusuk tulang bagi orang-orang yang belum mampu berada di lautan. Tiba sekitar dua puluh menit, Jinguji turun dan menghampiri menara yang ternyata berada di tepi lautan.

"Ada perlu apa ke sini?" seorang prajurit yang datang tentu saja penasaran dengan kehadiran Jinguji.

Pria itu mengibas rambut gondrong jingganya, "Aku ada perlu dengan tuan kalian. Sepertinya ada sesuatu kan di sini?"

Prajurit itu menunjuk Jinguji penuh keterkejutan, "Ja-jangan-jangan kau itu perompak yang berencana membayar aset itu? Hei, cepat berkumpul dan panggillah Nyonya!"

Jinguji sekilas mengernyitkan dahi. Sebagai chef yang cenderung berkutat di dapur dari perkumpulan perompak, ia tidak pernah mendengar rencana jual beli aset dari tuannya. Ia pun segera menoleh ke belakang. Tuan dan penasihat itu telah bersiap dan mengangguk melihat kode dari Jinguji untuk mengiyakan rencana mereka.

"Benar sekali," jawab Jinguji membenarkan helaian rambut gondrong jingga keemasan miliknya.

Tidak menunggu waktu lama, muncul seorang wanita paruh baya dari dalam menara itu dengan dandanan menor tersipu melihat paras tampan Jinguji.

"Um, apa kau klienku?"

Jinguji tersenyum, "Benar sekali, Nyonya. Senang bisa bertemu dengan Anda."

Wanita itu mencolek bahu Jinguji dengan tatapan genit, "Kau tampan sekali. Ehm, kau bisa menerima aset itu ..., kalau kau mau bermalam denganku."

Walaupun mendengar dari jauh, sang penasihat langsung facepalm mendengar makna ambigu tersebut. Tapi Jinguji bukanlah laki-laki yang mudah terpincut meskipun populer di antara perempuan. Ia mungkin suka menyentuh, tapi dia sadar akan batasan. Dan lagi pula, Jinguji punya selera tersendiri.

"Em, kira-kira aku bisa tahu soal asetmu?" Jinguji sengaja mengalihkan pembicaraan.

Wanita itu mendengus, "Dia seorang gadis yang akan kujual kepadamu karena dia punya batu mistik. Tapi selain itu, dia kurang berguna."

"Hee? Kalau tim perompak kami tidak ingin membayar, bagaimana?"Jinguji melipat tangan dengan senyum miring, sepertinya mengorek informasinya sudah perlu diakhiri.

"Maksudmu?"

Prajurit lain yang berada di tepi lautan menghampir majikannya dengan tatapan panik, "Nyonya! Dia bukan klien kita! Klien asli kita diserang tim perompak ini!"

Wanita itu menganga memandang kejauhan. Terlihat perselisihan benturan senjata di sana. Ia beralih menatap Jinguji.

"Sepertinya asetmu akan menetap atau ..., kabur kan kalau sampai tahu ada perselisihan seperti ini?"

Wanita itu menatap sebal Jinguji kemudian berseru, "Serang klien gadungan  i--"

Jinguji membekap mulut wanita itu, "Ternyata tuanku pandai menganalisa sesuatu dan kaulah penyebab hal itu."

Mikaze dan Reiji melihat anggota mereka berperang. Mikaze langsung mengambil rapier miliknya. Bergerak perlahan kembali ke kapalnya bersama Jinguji. Kapal perompak lain sepertinya akan tenggelam karena lemparan bom. Entah ulah salah satu anak buahnya yang kreatif itu tapi itulah kesempatan kapal Mikaze cs berangkat kembali.

"Mikaze-sama, sudah main-mainnya? Kita tidak akan dapat apa-apa dari keingintahuanmu itu."cetus Camus terdengar ketus melipat tangan.

Mikaze menyipitkan mata kemudian terfokus melihat seorang gadis yang menancap tombak penuh asa. Diliriknya Camus.

"Camus, suruh mereka dekatkan kapal ke menara itu."

"T-tapi mereka sudah mau menyerang kita lagi!"

Mikaze menatap datar dan mau tidak mau Camus menurut. Tidak sampai beberapa menit, celah yang ditusuk dengan tombak itu terbuka. Hadir sosok dirimu itu sekali lagi, seolah malaikat yang jatuh dari langit.

Banyak anak buah yang melihat aksi itu penuh kehebohan, apalagi setelah mendengar suara tubrukan keras. Pas sekali  terjatuh di kapal Mikaze.

Tidak butuh waktu lama, kehebohan itu berlangsung dihadiri anak buahnya yang ingin tahu.

"Dia seorang perempuan .. yang bukan berasal dari keluarga miskin? Lihat saja pakaiannya,"Syo mengusap dagu ketika menghampiri arah gadis yang terkapar itu.

"Sepertinya dia terjatuh dari jarak yang cukup tinggi,"ungkap Ichinose memandang arah jatuh gadis itu.

"Kita harus menghubungi bos!"Shinomiya langsung berlari tapi melihat Mikaze telah berjalan ke arahnya.

"Dia mangsa yang menarik, sayang untuk dilewatkan," Jinguji yang baru saja kembali sebagai percobaan itu berjongkok, memegang beberapa helai rambut gadis itu.

"Lihat, lengannya memiliki batu berwarna safir yang berkilauan. Dia bukan orang biasa!"Hijirikawa memandang manik biru gelap yang bersinar itu.

Namun pendapat itu disudahi karena kehadiran Mikaze bersama Tomochika. Tanpa disuruh, sekotak pengobatan pertolongan pertama segera dipergunakan.

"Dia memar dan patah tulang di beberapa tempat," sang perawat itu mendiagnosa setelah membalut kaki dan lengan gadis misterius itu.

Mikaze memandang lekat-lekat kemudian mengangkat tubuhmu itu. Entah saat ia memandang, menyentuh tubuhmu yang mungil, ia merasakan sengatan singkat. Tidak menyakitkan namun membuatnya tidak mengerti akan arti kehadiranmu.

"Mikaze-sama, biar aku saja yang membopongnya," Jinguji menawarkan.

Ia menggeleng, "Tidak masalah. Bantu aku arahkan ruangan untuknya beristirahat."
Peperangan. Aset. Lautan luas. Kehadiranmu kini yang memulai kehidupan Mikaze cs dalam perjalanan menuju Asvagarde.

Note : Setting waktu Before Story adalah Part 0, setelah Prolog.

Hai! Bagian After Story mungkin bakal kutulis tapi belum pasti hoho. Padahal draf ini sempat jadi minggu lalu tapi hilang // mewek.

Selamat menunggu part selanjutnya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top