☆ Ai's Side Story : After He Met You ☆
Laki-laki bermanik cyan itu tidak menyangka gadis bernama [Reader] akan menolaknya.
"Aku takkan ikut denganmu ke istana sampai kita menikah nanti,"ucap gadis itu masuk ke dalam klinik.
Satu tahun berlalu, ketika mereka mengalami peristiwa tragis di antara mereka. Ya, mungkin meski perasaan yang sama tidak selalu bisa menjadi jembatan yang mulus dalam sebuah hubungan.
☆ Ai's Side Story : After He Met You ☆
Feel The Soul
Uta no Prince-sama (c) Kuruhana Chinatsu, Broccoli, Sentai Filmworks
Warn : 3rd POV, OOC, minor typo(s)
By agashii-san
.
.
.
"Mikaze-sama ditolak? Hee apakah ini akan berlanjut lagi?"Reiji mengusap dagu.
"Jangan mengarang cerita baru. Cerita utamanya 'kan sudah tamat! Ngarep ada sekuel, gitu?"Kurosaki menyela.
"Tapi [Reader] sudah lama sekali tidak ke sini. Aku jadi rindu mengajarinya,"ungkap Syo memandangi pedang pendeknya.
Sejak kejadian atasannya diduga mati, [Reader] tak pernah lagi menginjakkan kakinya ke sini. Seolah ia benar-benar tidak bertemu gadis itu sama sekali.
Ai duduk termenung di ruangannya. Sekotak berbahan beludru berwarna merah dengan sepasang cincin berbandul safir itu ditatapnya nanar.
"Kenapa dia menolakku, ya?"
Dan awalnya, untuk pertama kalinya, ia tidak merasa nyaman kembali menjadi sosok yang terhormat.
♡ ♡ ♡ ♡ ♡
Dan, Ai benar-benar berjuang (?)
Ketika [Reader] berada di bar yang dirintis Jinguji dan Hijirikawa, Ai justru telah berada di dalam. Berjalan membawa setumpuk roti lapis stroberi dan aneka buah lainnya.
"Ai?"gadis itu tidak menyangka laki-laki itu begitu sibuk.
Sang raja itu berpakaian kasual, dengan apron cokelat.
"Untukmu,"ucapnya menyodorkan piring lalu menaruh di meja gadis itu.
Gadis itu menatapnya bingung. Jemarinya menunjuk punggung Jinguji yang sedang menuangkan mocktail di hadapannya.
"Jinguji-san, dia kenapa bisa di sini, sih?"
Laki-laki berambut gondrong jingga itu tersenyum, "Kurasa dia ingin merasakan menjadi 'rakyat jelata', katanya."
Gadis itu mengernyitkan dahi. Memandang laki-laki itu telah sibuk menaruh pesanan. Sambil mengobservasi, ia membelah menjadi potongan kecil lalu menancap roti dengan garpu.
Sang raja itu memang tampan dalam balutan pakaian apapun -- terhitung penampilan kasual yang dilihatnya hari ini.
Tetapi ada satu yang membuat mood gadis itu turun drastis.
Kerumunan gadis 'gatel' yang sengaja mendekati calon husbando-nya. Walau gadis itu meyakini bahwa pemuda itu mencintainya pula, hanya saja kalau berada di situasi seperti itu, hatinya jadi meragu.
"Kau yakin kalau dia orang seperti kita -- maksudku, rakyat jelata, kau akan tenang bersamanya?"singgung Ren.
Gadis itu memandang roti yang Ai berikan untuknya. Selera makannya jadi hilang.
"[Reader]-san, kurasa dia mengajakmu ke istana karena suatu hal,"tambah Hijirikawa yang tengah mengelap gelas wine.
Memang [Reader] tidak tahu juga alasannya. Ia hanya menolak karena ia telah nyaman dengan situasi di luar istana. Ia memutuskan menunda penulisannya lalu menarik lengan baju pemuda itu.
"Aku ingin bicara denganmu. Berdua,"ungkap gadis itu setelahnya berjalan meninggalkan bar.
Dan pemuda itu pun mengiyakan.
♡ ♡ ♡ ♡ ♡
"Kenapa kau malah berada di bar? Bukankah kau sibuk?"tanya [Reader] melipat tangan. Wajahnya masam, tak memandang pemuda di hadapannya itu.
Pemuda itu mengusap dagu, "Aku tidak sibuk dan mencari kesibukan tidak buruk."
Gadis itu memutar maniknya malas. Ia berbalik badan tetapi pemuda itu menarik pergelangan tangannya.
"Besok ke istana, ya?"ajak Ai, tak biasanya berinisiatif.
[Reader] menggeleng. "Aku sudah bilang, aku tak mau ke sana."
Ai memegang bahu gadis itu, "Ini permintaan ayah. Ia ingin bicara denganmu."
'Ayah' -- Paman Aine, seorang ilmuwan itu beberapa waktu lalu menimbulkan kekacauan Asvagarde. Gadis itu sempat ingin merutuknya karena menganggap pria itulah biang dari permasalahan ini, tetapi ia berusaha untuk memaafkan semua itu.
"Ayah sekarang berada di istana untuk perawatan terhadap kesehatannya. Dia terus menuntutku untuk menemuimu,"ucap Ai membuat gadis itu tak enak hati.
Gadis itu mengangguk kecil oleh bujukan Ai. Pemuda itu beralih memegang puncak kepalanya, mengelusnya pelan.
"Terima kasih mau mendengarkanku."
♡ ♡ ♡ ♡ ♡
Gadis itu menginjakkan kakinya lagi menuju hunian mewah yang seolah tak pantas untuk ia lalui.
Setahun yang lalu, tempat ini mengawali kenangan.
"[Reader]!"
Gadis itu menoleh ketika sang koki menghampiri. Dia yang melarang [Reader] masuk ke dalam dapur [ Ch. Valentine Edition : That Wish].
"Lama tidak berjumpa,"ucap gadis itu menjabat uluran tangan sang koki.
Ia tersenyum simpul. "Kalau sudah mau pulang, katakan saja. Aku akan memberimu sekotak stroberi."
Gadis itu terkekeh lalu pamit. Langkahnya terhenti ketika ia berada di depan ruangan Ai. Tepat ia mengetuk pelan, Ai keluar bersama Reiji.
"[Reader], aku rin--"
Gadis itu mencubit lengan Reiji, "Kenapa kau tidak bilang-bilang soal Ai kepadaku, sih?"
Pemuda berambut cokelat gondrong itu menjerit sesekali terkekeh, "Itu karena Ai ingin menyampaikannya sendiri. Ada apa ke sini? Mau menikah?"
[Reader] terkekeh. "Belum secepat itu."
Mendengar respon [Reader], Ai menunjukkan ekspresi masam -- walaupun sepanjang waktunya berekspresi poker face.
"Dia mau ketemu ayah,"ralat Ai membawa [Reader] -- mendorong pelan bahunya.
Seisi istana belum banyak berubah bagi gadis itu. Ksatria yang berlatih dan lorong sunyi yang luas membuat memorinya kembali berputar bagaikan kaset. Ai dan [Reader] berjalan dalam diam, menaiki anak tangga lalu berhenti di depan pintu.
[Reader] mengepalkan tangannya di depan dada. Tangannya bergetar hebat. Ai menyadari hal itu, mengenggam jemari mungil gadis itu.
"Semua akan baik-baik saja. Aku tunggu di luar,"kata Ai menenangkan.
Dia tahu gadis itu masih trauma. Takut segalanya merapuh seperti waktu itu. Tetapi gadis itu menuruti kata-katanya, memegang kenop pintu.
Kriet.
Manik gadis itu menemukan Paman Aine duduk di tempat tidur berukuran king size, menghadap jendela namun beralih menatapnya.
[Reader] berdiri tepat di belakang pintu yang telah tertutup rapat kembali.
"Duduklah. Ada hal yang ingin kubincangkan,"ucapnya menepuk sebuah kursi di sebelah tempat tidurnya.
Masih takut-takut, [Reader] duduk di sana.
"Apa kabarmu, Paman Aine?"
Pria paruh baya itu tersenyum getir, "Aku merasa lebih baik dengan pengobatan. Tenang, aku tak lagi mengincar batu di lenganmu itu."
Bagi gadis itu, ucapan Paman Aine seolah melegakan ketakutannya tahap satu.
"Ah, begitu. Syukurlah,"sahut gadis itu.
Suasana benar-benar canggung dan gadis itu tak tahu mau memulai pembicaraan apa.
Paman Aine tersenyum tipis, "Kau pasti sangat membenciku, 'kan?"
[Reader] menggeleng pelan, "Dulu sih iya, tetapi aku telah memaafkanmu."
Terdengar siulan burung seiring guguran daun yang mendarat ketika hari telah menjelang senja.
"Sebenarnya aku memang tidak sungguhan ingin Mikaze nonaktif waktu itu. Aku sengaja menggertak,"
[Reader] memegang dahinya, "Paman demam?"
Paman Aine menghela napas, "Inilah yang sebenarnya. Usiaku yang renta tak lagi mampu berbuat apa-apa. Lagi pula, aku tak menyangka Aine dan Ai bisa bersama-sama waktu itu."
Beberapa balutan di anggota tubuh serta beraneka jenis obat-obatan cukup menjelaskan semuanya bagi [Reader]. Memang kini Paman Aine cukup dibenci oleh penduduk, bahkan dituntuti hukuman mati berdasarkan rumor. Hanya saja, sang ciptaannya itu tak mendengar. Ia menolong tanpa pamrih, bersama dengan kawan-kawannya yang terus berada di sisinya.
"Paman, jangan lupa bahagia. Ingat, kau tak sendirian,"pesan [Reader] kini bisa tersenyum tulus.
Paman Aine mengangguk, "Salah satu kebahagiaanku adalah melihatmu menikah bersama Ai. Aku merestui kalian."
Wajah gadis itu memerah padam. Ia berdiri lalu melangkah sampai di depan pintu. Sebelum kenop pintu itu ia pegang, ia berbalik badan. "Sa-sampai jumpa lagi, Paman,"
Pria renta itu mengangguk.
Blam.
Ai yang berdiri sambil menopang dagu di teras menoleh ketika menemui [Reader] keluar dari ruangan.
"Bagaimana?"
[Reader] mengangguk. "Jauh lebih baik setelah bicara dengannya."
Mereka berdua menuruni anak tangga. Pemuda berambut cyan diikat pony tail itu menyahut tanggapan [Reader], "Syukurlah. Aku yakin ayah takkan berbuat buruk kepada--"
Ucapan pemuda itu berhenti ketika sang prajurit, Syo datang membawa dua koper besar yang sangat familier bagi [Reader].
"Barangnya sudah sampai tujuan!"
[Reader] mengernyitkan dahi, "Ini barang-barangku! Kenapa dibawa ke sini, hah!"
Ai merangkulmu, "Aku menyuruhmu datang tak sekadar untuk menemui ayah. Tapi untuk menjemputmu."
Jemput. Gadis itu mengerjap. Wajahnya memanas, lebih terang dibandingkan Paman Aine merestuinya barusan.
"H-HEE--"
"Lagipula Mikaze-sama sudah bertunangan dengan [Reader], jadi memang seharusnya berada di sini juga kan?"Syo menggaruk kepalanya yang tak gatal.
"SYOOO--"seru [Reader] ingin mengejar Syo tetapi Ai mencegatnya.
"Apa aku salah memulai hidup kita, dari awal? Atau kau tak mau hidup bersamaku?"
Gadis itu tak bisa berkutik ketika ditanyai seperti itu.
"T-tapi kita belum menikah. Masih beberapa bulan la--"
Ai mengangguk, "Benar. Tetapi kau hanya harus menyesuaikannya. Dan kita bisa mulai hari ini, di kamarku,"
Gadis itu berkeringat dingin. Kupu-kupu di perutnya beterbangan seiring kepanikannya menjadi-jadi.
"Kau tak punya kuasa untuk menolak, Nona Mikaze!"Shinomiya yang lewat lorong ikut terkekeh.
"T-tapi nanti sang koki tidak akan memberikanku stroberi karena aku tidak pulang,"elak gadis itu mencari alasan.
Ai mencubit pipi gadis itu sambil berkata, "Tak perlu khawatir, kau takkan kehilangan stroberimu. Aku akan menyuruhnya menyajikannya sebagai dessert nanti malam,"
Demikianlah goresan peristiwa lika-liku seorang penulis fiksi dengan seorang raja yang sebelumnya seorang perompak. Dipertemukan oleh sebuah kapal dan kini mereka menjalani hidup bersama dari awal.
Tentunya, dengan perjalanan yang kini berwarna.
- Fin -
A/N : AAAAA TELAT BANGET YAH RILISNYA :3
Seneng banget baca komentar-komentar pembaca terhadap karya ini. Tak kusangka, aku akan mengakhirinya setelah perjuangan panjang //disepak.
Mungkin nanti-nanti aku bakal rilis serial utapri lagi (entah kapan), tetapi sebisa mungkin tahun ini akan tetap update DoS, kok! :3
Terima kasih banyak telah membaca sampai akhir!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top