Ch 6
Sebenarnya mau kutunda updatenya hingga bulan depan kalau nggak capai target komen sama vote nya. Kalau ini komennya dikit karena siders, sampai ketemu bulan depan untuk chap berikutnya ^^
.
.
.
Kali ini Xiao Zhan benar-benar harus menjaga omongannya jika berbicara dengan Yibo. Karena apa yang ia guraukan tempo lalu benar-benar terjadi. Kini, pria 28 tahun itu membawanya ke restoran mewah di tengah kota dengan interior yang begitu memukau. Jujur, dirinya baru pertama kali menginjakkan kakinya di sini selama hampir 10 tahun tingga di Beijing.
"Aku tidak bohong, kan? Aku membawamu ke tempat terindah di kota ini."
Pria manis itu menunduk dan berbicara dalam nada rendah, "apa mahal? Berapa biaya reservasinya saja di sini?"
Yibo pun tertawa terbahak mendengarnya. Bukannya membalas apa yang tadi Xiao Zhan tanyakan, pria tampan itu malam membuka buku menu yang sudah disediakan dengan apik di meja mereka.
"Mau pesan apa, Ge?"
"Heh! Jawab dulu pertanyaanku, dasar cassanova kampungan!"
"Cassanova kampungan tidak akan membawamu ke sini, Ge." Lalu ia tertawa lagi, membuat Xiao Zhan mengumpat untuk kesekian kalinya di dalam hati.
Serius, dia ingin membungkam mulut Yibo dengan wortel atau bahkan cabai sekalipun biar dia diam dan tidak terus menerus tertawa seperti seorang yang bodoh.
"Ge, tahu tidak aku membawamu ke sini tujuannya untuk apa?"
Pria manis itu menggeleng lemah sambil terus melihat ke buku menu. Ia semakin mengernyitkan dahinya saat melihat harga-harga makanan yang begitu mahal. 1 porsi nasi putih bahkan harganya bisa buat dia makan 3 kali.
"Tidak tahu. Kau kan memang tidak jelas orangnya."
"Yaaa makanya mau aku bikin jelas, nih."
Akhirnya Xiao Zhan pun menaikkan kepalanya dan memandang Yibo yang sedang tersenyum sangat manis hingga membuatnya ingin menaikkan sebelah alisnya karena heran.
"Jelas gimana?"
Pria muda itu menoleh ke kanan dan ke kiri, restoran ini memang sepi. Dan inilah saat yang tepat untuk dirinya mengakui perasaannya pada pria manis yang sedang memandangnya heran.
Dengan hati-hati, ia pun mengambil sebelah tangan Xiao Zhan dan menggenggamnya lembut, "Ge."
"Yibo, kau sedang apa? Bagaimana kalau ada yang lihat?!" Desis pria manis itu yang sekarang sedang waspada juga, siapa tahu ada yang melihatnya meskipun pada kenyataan, memang restoran itu cukup sepi.
"Ge." Ulang Yibo, "sebulan ini aku tidak bisa berpikir dengan jernih setelah bertemu denganmu."
Xiao Zhan diam, otaknya berpikir, "apa kau ada hutang di cafeku hingga terus kepikiran tentangku?"
"Ck!" Yibo berdecak keras, momen romantis malah sedikit hancur karena pria manis itu tidak peka sama sekali. Okay, kalau begitu. Dirinya harus langsung to the point saja dari pada bertele-tele seperti ini.
"Ge, mau jadi kekasihku? Aku jamin, masa-masa kita berkencan akan sangat berkesan hingga kau berpikir beratus kali jika ingin meninggalkanku."
"Hah?" Sepertinya teman masa kecilnya ini otaknya sudah sangat bermasalah.
"Iya, Ge. Aku sedang mengungkapkan perasaanku padamu." Ucapnya disertai dengan cengiran lebar, "aku tidak tahu kapan ini terjadi. Tapi aku simpulkan, apa yang aku rasakan belakangan ini, karena aku jatuh cinta padamu."
Xiao Zhan mengorek kedua telinganya. Siapa tahu ada kotoran sehingga ia mendengar hal-hal yang aneh dari mulut Yibo.
"Kau bercanda 'kan, Bo-Di?"
Yibo tidak suka dengan panggilan itu. Terdengar sangat kekanakan karena Xiao Zhan masih saja menganggapnya anak kecil. Dia tidak tahu saja bahwa Yibo sudah memiliki anak berumur sepuluh tahun di rumah.
"Apa wajahku seperti sedang bercanda mengatakan itu?"
Xiao Zhan meneliti wajah pria yang ada di depannya dengan kedua mata bulatnya. Ia berkali-kali berkedip untuk melihat wajah Yibo. Tapi semakin dilihat, wajahnya memanas karena sahabat masa kecilnya itu sungguh sangat tampan.
Sadarlah Xiao Zhan! Dasar Bodoh!
Pria manis itu tersentak kaget saat Yibo langsung menggenggam kedua tangannya dengan erat dan membawanya ke depan bibir pria itu untuk dicium.
"EEEKKKHHH –"
"Kita coba berkencan, ya, Ge? Siapa tahu kita cocok jadi pasangan."
Tolong, siapa saja, bangunkan Xiao Zhan dari mimpi yang indah ini. Apakah benar yang ada di depannya ini adalah Yibo, teman, sahabat dan juga adik yang dulu bersamanya sejak kecil?
"Gege diam, berarti mau. Terimakasih telah menerimaku."
"What?! Aku tidak bilang begitu."
"Anggap saja begitu, kalau kau telah menerimaku. Mulai sekarang, kita sepasang kekasih."
Xiao Zhan tidak tahu, dirinya harus benar-benar menyerahkan hatinya pada Yibo atau tidak, sementara dirinya belum bisa 100% percaya dengan hati pria ini meskipun dirinya juga ada rasa suka terhadap Yibo.
.
.
.
Xiao Zhan menoleh sebentar ke arah meja makan flat kecilnya dengan dengkusan kesal. Bagaimana tidak kesal ketika pagi hari di mana kau sedang nyaman bersantai sebelum membuka cafe, tiba-tiba ada orang bertamu.
Bukan hanya itu, sekarang tamu itu malah meminta sarapan darinya. Padahal Xiao Zhan berniat pagi ini hanya mau sarapan sereal dan jus apel saja. Sudah. Lebih cepat selesainya karena jam sudah menunjukkan pukul 8, satu jam lagi dia harus membereskan cafenya sebelum buka jam 10.
"Ini sarapanmu."
Pria manis itu hanya membuat nasi goreng yang dicampur dengan sosis serta toping telur mata sapi. Ia tidak ingin repot-repot membuat makanan banyak di pagi hari seperti ini.
"Terimakasih. Ini pertama kalinya aku makan sarapan dari pacar."
Oh benar. Sekarang mereka adalah sepasang kekasih. Semalam memang Xiao Zhan benar-benar menerima Yibo sebagai kekasihnya dengan berdasarkan 'masa percobaan' dulu karena dia tidak mau tersakiti lagi seperti mantan-mantannya yang dulu.
Yibo bukan murni gay seperti dirinya, sama seperti mantan kekasihnya yang tega memutuskannya hanya karena telah menghamili wanita.
Dirinya tidak ingin kisah cintanya dengan Yibo juga berakhir dengan hal seperti itu. Jadi, dia berusaha untuk mencintai Yibo, tapi memiliki batasan tentu saja agar suatu saat dia tidak terlalu sakit hati ketika Yibo meninggalkannya.
Tapi bisakah? Bagaimana jika dirinya berakhir mencintai Yibo sangat dalam?
"Berangkat siang?" Tanya Xiao Zhan sembari mendudukkan dirinya di kursi.
"Aku bos. Jadi bebas mau berangkat jam berapa."
Pria manis itu tersenyum, ia lalu menjulurkan tangan kanannya untuk menyeka nasi yang menempel di bawah bibir pria yang sekarang menjadi kekasihnya itu.
"Apa kau bocah? Kenapa makanmu berantakan seperti itu?"
Bukannya kesal, Yibo malah tertawa, "habis masakanmu sangat enak. Cocok jadi isteriku. Jadi pengin kunikahi besok."
Xiao Zhan mendesis, lalu memukul kepala pria tampan itu.
"Kau ini! Aku ini pria. Sama sepertimu. Bagaimana bisa menjadi isteri?"
"Habis Zhan-Ge pintar masak, sabar, dan pengertian pula. Pasti kau juga suka anak kecil."
Yibo sedikit menyinggung ini. meskipun ia belum tahu kapan akan membuka rahasia terbesarnya pada kekasihnya ini, tapi tak apa menyinggung tentang anak, bukan? Lagi pula jika benar-benar mereka menikah, Xiao Zhan harus terbiasa dengan Harry karena menikahi duda beranak satu seperti dirinya.
"Aku suka anak kecil –"
Yibo langsung lega mendengarnya.
"Aku bahkan berniat ingin mengadopsi anak bila menemukan suami yang tepat untukku."
"Wait. Bukannya aku sudah tepat? Aku bisa jadi ayah dan suami yang baik." Aku Yibo dengan cukup bangga. Tentu saja dia ayah yang baik. Lihatlah Harry, dia tumbuh dengan baik, bukan? Yah...meskipun dirinya tidak menemani Harry 24 jam penuh.
Suara tawa langsung terdengar begitu Xiao Zhan mendengar penuturan pria bermarga Wang itu. "Sungguh?"
"Sungguh!"
"Baiklah. Aku percaya." Ucapnya sambil menepuk-nepuk punggung sang kekasih. "kasian sekali kau setiap berangkat bekerja tidak sarapan. Perlukah aku datang ke apartemenmu untuk membuatkanmu sarapan setiap hari?"
Tapi dirinya bahkan tidak tahu tempat tinggal Wang Yibo. Bagaimana bisa pria itu menjadikan kekasihnya, tapi tidak memberitahu alamat tempat tinggalnya?
"Jangan!" Jawab Yibo segera, membuat pria manis yang ada di depannya mengernyi heran. "Maksudku....biar aku ke sini saja. Kan searah dengan kantor."
Xiao Zhan sebenarnya curiga. Kenapa Yibo bersikukuh tidak memberikan ijin padanya untuk datang ke apartemennya? Apa ada yang Yibo sembunyikan darinya? Tapi ia sengaja tidk memperpanjang masalah ini.
Jika Yibo memang berniat untuk menyakiti perasaannya dengan apapun rahasia yang ia sembunyikan, dirinya akan siap menerimanya. Untuk saat ini, biarkan dia menikmati waktu yang indah sebagai pasangan kekasih dengannya.
*****
Harry kabur lagi dari pengawasan bibi pengasuhnya dengan pulang lewat pintu belakang sekolah, agar tidak bertemu dengan sang bibi yang menunggunya di gerbang depan.
Ia sudah rindu dengan kue-kue dari cafe yang dekat dengan kantor Papanya. Ia suka kue, dan dari sekian banyak kue yang ia coba di kota ini, menurutnya, kue dari cafe dekat kantor Papanya yang paling enak.
Dirinya juga sudah punya uang banyak, ia telah menahan diri untuk tidak jajan selama 3 hari untuk bisa membeli kue di cafe yang sekarang berada di depannya.
Sekarang sudah pukul dua siang. Cafe pun sudah tidak terlalu banyak pengunjung. Segera saja, ia masuk ke dalam dan pandangan kaget dari pria manis itu yang menyambutnya pertama kali.
"Harry?"
Pria itu dengan cepat keluar dari meja kasir dan menghampiri anak manis itu dengan masih menyunggingkan senyum termanisnya. Saat sudah berada di depan bocah itu, Xiao Zhan sedikit menundukkan tubuhnya akan sejajar dengan bocah yang dulu pernah mampir ke cafenya.
"Kau datang lagi?"
Harry mengangguk. Ia pun berjalan menuju etalase kaca yang menghidangkan berbagai kue lezat dengan pencahayaan lampu cerah, menambah keindahan dari kue yang dipajang itu. pria 29 tahun itu pun mengikuti langkah kaki anak itu pergi.
"Aku mau beli kue lagi." Ucap bocah 10 tahun itu dengan polos. Lalu ia menurunkan tas ranselnya untuk mengeluarkan sesuatu yang ternyata adalah beberapa lembar uang, "aku sudah punya uang. Ini!"
Xiao Zhan menganga tak percaya, anak itu bahkan membawa jumlah uang yang lebih banyak dari tempo lalu. Ia pun menerima semua uang anak tersebut dan berkata,
"Harry, bukankah kau harus memilih kue dulu baru bayar?"
"Aku mau membeli kue apapun pilihan Gege dengan jumlah uang itu."
Pria manis itu pun tertawa mendengar ucapan anak yang ada di depannya. Baru ada pelanggan yang melakukan ini padanya.
"Baiklah. Gege akan memilihkan kue yang paling enak. Tapi..." Ia pun melihat uang lembaran milik Harry yang ada di tangannya, lalu memberikan setengahnya lagi kepada anak tersebut.
"lebih baik, kau simpan setengahnya, ya?"
"Apa tidak kurang? Aku mau 2 jenis kue."
Ia menggeleng dan berjongkok di depan Harry, "tentu saja tidak. Uang ini, lebih dari cukup."
"Bahkan untuk minumnya juga?"
"Benar. Harry mau minum apa?"
Dengan polos, ia mendongak ke atas seperti sedang memikirkan sesuatu, membuat Xiao Zhan tak berhenti tersenyum melihat tingkah anak ini. Dia memang suka anak kecil, tak diragukan lagi. Bahkan dulu dia hampir masuk sebagai guru TK jika kantornya yang dulu, tak menerimanya.
"Coklat dingin. Uangnya cukup, kan?"
Xiao Zhan pura-pura menghitung uang yang ada di tangannya dan langsung tersenyum ke arah anak itu, "cukup. Gege buatkan pesananmu. Silakan tuan muda duduk sambil menunggu pesanan datang."
Bocah berwajah barat itu mengangguk dan berjalan menuju salah satu kursi favoritnya –dekat dengan jendela. Sementara Xiao Zhan langsung memilih 2 kue yang mungkin anak itu sukai dan juga membuatkan coklat dingin.
.
.
.
.
"Sudah habis!"
Xiao Zhan bertepuk tangan lirih mendengar anak itu seperti sangat bangga menghabiskan 2 kue sekaligus.
"Anak pintar." Pria manis itu mengambil tisu dan segera mengelap sisa krim kue yang ada di bibir anak tersebut. "Ada sisa krim. Nah, sudah bersih. Kau semakin tampan."
Mendengarnya, kedua pipi tembam Harry bersemu kemerahan. Entah kenapa, ia merasa nyaman dengan pria pemilik cafe ini padahal baru 2 kali ini mereka saling bertemu. Apa karena pria itu begitu baik memberikannya kue yang enak-enak?
"Gege sudah punya anak?"
Ucapan anak itu sukses membuat Xiao Zhan tersedak ludahnya sendiri. Ia pun batuk sebentar dan memperbaiki posisi duduknya yang tiba-tiba merasa kurang nyaman.
"Uhh...memang kenapa? Apa wajahku seperti sudah mempunyai anak?"
Harry memakan sisa krim pada kuenya tadi dengan garpu kecil dan memasukkannya ke mulutnya. Setelah itu, ia pun menggeleng.
"Kau sangat perhatian denganku. Papaku saja tidak pernah menyeka mulutku setelah makan."
Pria 29 tahun itu tertawa hambar. Ia tidak tahu harus menanggapi apa. Apakah mungkin dirinya terlalu berlebihan? Tapi dia rasa tidak. Harry memang masih kecil, bukan? Akan sangat mengganggu bila mulutnya belepotan. Itu hal wajar.
"Ah, Mungkin Harry makannya pintar sehingga tidak ada sisa makanan yang menempel di sekitar mulut. Jadi, Papamu tak perlu menyeka mulutmu."
Harry kembali menggeleng, "tidak. Papaku selalu menyuruhku membersihkan sisa makanan di mulutku sendiri. Kau seperti Mamaku yang selalu menyeka mulutku sehabis makan."
Oh, benar. Dari awal bertemu, Harry selalu membicarakan tentang Papanya. Baru kali ini ia mau membuka diri perihal ibunya ini.
"Benar, kan? Kau bisa meminta bantuan Mamamu untuk menyeka mulutmu. Seorang ayah memang kadang tidak melakukan itu kepada anaknya."
Tiba-tiba raut wajah Harry menjadi sedih. Dia pun seperti tak bersemangat untuk memakan kuenya seperti sebelumnya. Membuat Xiao Zhan heran dan sedikit takut –takut jika ucapannya ada yang salah.
"Mama tidak tinggal di sini."
"Eh?"
"Papa sama Mama sudah cerai. Sebelumnya, aku saja tidak tahu arti cerai itu apa. Ternyata artinya pisah." Ia menghela napas dengan berat. "Mama berubah sejak beberapa bulan yang lalu dan tiba-tiba Papa membawaku ke China."
Aduh....aku salah ngomong!
Xiao Zhan ingin membenturkan kepalanya sendiri ke meja karena membuat anak semanis Harry yang tadi ceria, kini berubah menjadi murung. Dan setelahnya, Xiao Zhan pun beranjak dari duduknya dan berdiri di samping anak itu untuk membelai punggung sempitnya.
"Maaf, ya. Gege tidak tahu..."
"Tidak apa-apa. Mama mungkin sudah bahagia tinggal di Brooklyn tanpa aku yang menjadi bebannya."
Harry ingat, kurun waktu 5 bulan sebelum kedua orang tuanya cerai, ibunya mulai berubah. Ia sering sekali dititipkan di rumah sang nenek dan dijemput ketika dirinya sudah tertidur. Sementara Yibo, Papanya, memang sering ke China untuk membangun perusahaan yang sedang dijalankan sekarang sehingga dirinya harus tinggal berdua dengan sang ibu.
Elizabeth, yang awalnya seorang ibu ramah, lembut dan selalu memamasakkan makanan kesukaannya, berubah menjadi wanita acuh dan selalu memarahinya.
Sampai suatu ketika, Papanya pulang ke Amerika dan dirinya baru saja pulang sekolah bersama bibi pengasuh, mereka berdua bertengkar hebat hingga gagang pintu kamar terlepas karena didobrak Yibo.
Harry tidak mengerti, kenapa ada pria asing yang bertelanjang dada keluar dari kamar kedua orang tuanya?
Sejak itulah, baik Mama dan Papanya tak saling sapa meski dalam satu rumah. Yibo juga sering berada di China, dan dirinya menetap di rumah sang nenek hingga Yibo kembali datang dan menjemputnya untuk ikut ke China.
Harry tidak ingin mengingat itu lagi, karena kejadian itu membuatnya sedih sepanjang waktu. Dia memang rindu dengan sang Mama, tapi ketika ia ingin menelpon Elizabeth, Yibo langsung marah dan menyuruhnya untuk tidur saja.
"Tidak ada anak yang menjadi beban." Xiao Zhan berjongkok di samping Harry dan membelai kepalanya. Harry pun kembali tersenyum dan mulai lagi menyantap kue keduanya.
Xiao Zhan pun menunggu anak itu selesai makan dan kembali menyeka mulut Harry. Dia memang sesekali ke meja kasirnya untuk melayani pesanan, tapi setelah itu kembali lagi ke meja bocah 10 tahun tersebut.
"Apa Bibi pengasuhmu mau menjemputmu lagi?" Tanya pria bergigi kelinci itu saat Harry telah selesai menyantap dua kue dan satu gelas coklat dingin.
Tepat saat itu, wanita yang tempo lalu ia lihat, kini berada di depan cafenya dengan napas tersengal tapi wajahnya menggambarkan kelegaan yang luar biasa.
"Harry, jangan kabur lagi, ya? Kasihan Bibi. Dia pasti lelah mencarimu."
Harry pun mengangguk. Sebelum ia melangkah keluar menuju sang pengasuh, ia merogoj sesuatu dari kantong celananya.
Ternyata itu adalah beberapa buah permen. Xiao Zhan pun merasa heran saat permen-permen yang ada di tangan mungil anak itu, diangsurkan padanya.
"Untuk Gege?"
Harry mengangguk. Lalu ia menyerahkan semua permen yang ia punya ke tangan lebar Xiao Zhan.
"Untuk Gege, karena Gege sudah sangat baik denganku, jadi semua permenku, boleh Gege miliki. Kapan-kapan, Gege boleh main ke rumahku."
Setelah berkata seperti itu, Harry pun sedikit membungkuk sopan dan berlari menuju luar cafe untuk menemui bibi pengasuhnya.
Sementara Xiao Zhan hanya mendengkus senyum dengan memandang permen-permen yang ada di tangannya.
"Harry sungguh manis."
.
.
.
Tbc
Udah dulu. Kapan-kapan lagi kalau kalian baik, pasti cepet update. Kalau kalian jahat, ya aku nggak bakal update cepet ^^
Akhir kata,
Arigacthu~ :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top