Ch 3
Masih ada yang nunggu cerita ini? setelah baca, vote dan komen ya ^^
.
.
.
"Kenapa Gege terus menatapku? Apa ada yang salah dengan wajahku?"
Xiao Zhan tertawa kecil melihat muka polos bocah berumur 10 tahun itu. Ya tentu saja anak itu menanyakan tentang hal ini. Mana ada yang benar dengan menatap orang yang sedang makan? Tapi Harry –bocah 10 tahun yang ada di depannya ini sangat manis ketika sedang makan. Jadi, Xiao Zhan tak bisa untuk tidak memandangnya.
"Tidak. Kau sangat lucu kalau makan."
"Aku tidak lucu. Aku sudah besar. Bukan anak-anak lagi!" di akhir, Harry suaranya meninggi. Lalu dia meminum Mango Smoothie untuk melegakan tenggorokannya.
Mendengar hal tersebut, Xiao Zhan tertawa. Anak laki-laki memang seperti itu, tidak mau dianggap anak kecil meskipun pada kenyataannya masih anak-anak.
Ngomong-ngomong, dirinya juga sedang menunggu seseorang yang akan menjemput anak ini. tadi sebelum Xiao Zhan membuat Smoothie untuk bocah tampan tersebut, Xiao Zhan pun menghubungi nomor yang diberikan Harry di kertas kecil yang dia bawa.
Katanya, itu adalah nomor bibi yang bekerja di rumahnya. Mungkin juga baby sitter anak itu. jadi, sambil menunggu Harry dijemput dan mumpung cafe hanya beberapa pengunjung saja, ia pun duduk menemani Harry makan.
"Oh iya. Aku mau tanya. Kenapa kau bisa sampai di sini? Mau menemui seseorang?"
Harry menggeleng, mulut kecilnya masih mengunyah kue yang tadi ia lahap.
"Terus?"
"Aku bosan di rumah."
"Tidak sekolah?"
Sejenak, anak itu terdiam hingga menghentikan kegiatan makannya sambil menatap pria itu yang masih tersenyum manis dengannya. "sekolahku sedang libur."
"Benarkah?" Pria 29 tahun itu pun seperti berpikir. Karena setahunya tidak ada hari apapun yang membuat sekolah libur.
"Iya." Ia lalu makan lagi, "Ge, kantor di seberang jalan itu, seringnya pulangnya jam berapa?"
Xiao Zhan pun mengikuti arah yang ditunjuk oleh Harry, "Uhm...kurang tahu. Jam 7 atau 8, mungkin? Apa ayahmu kerja di gedung kantor itu?"
Xiao Zhan dengar dari Yibo bawa gedung tersebut dihuni oleh 3 perusahaan karena memang gedung tersebut memiliki 9 lantai dan cukup besar. Akan sangat mahal harga sewanya bila satu perusahaan menyewa satu gedung itu.
"Iya. Papaku kerja di gedung itu."
"Oh..jadi kau mau menemui Papamu? Mungkin Gege bisa mengantarmu untuk menemukan Papamu."
Anak itu menggeleng, "enggak usah. Aku mau pulang sama Bibi aja nanti."
Pria itu pun hanya mengangguk-angguk mengerti. Lalu ia tersenyum lagi manakala bibir anak itu belepotan coklat dari kue yang ia makan dalam potongan besar. Xiao Zhan pun mengambil tisu di meja dan menyeka mulut Harry dengan pelan.
"Katanya sudah besar, kok makannya masih belepotan?" lalu ia terkikik, "tapi tak apa. Kau tetap tampan. Pasti Papamu juga tak kalah tampan."
Harry tidak setuju itu. Mana mungkin Gege itu mengatakan ayahnya tampan sementara ia belum melihatnya?
"Papaku tidak tampan. Dia sebenarnya sangat jelek. Kalau tidur suka mendengkur. Berisik! Dia akan berteriak heboh kalau ada kecoa di kamar mandi. Sungguh menggelikan."
Xiao Zhan langsung tertawa mendengarnya. "Benarkah? Tapi kau terlihat sangat tampan. Mana mungkin Papamu jelek?"
Harry selesai meminum mango smoothie nya. Terakhir, ia mengambil tisu dan membersihkan mulutnya sendiri sebelum menanggapi ucapan pria itu, "aku tampan karena menuruni wajah Mamaku. Dia orang Brooklyn yang paling cantik."
"Oh jadi Papamu yang orang China?"
Anak itu mengangguk. Lalu, pria manis itu berdiri saat melihat seorang wanita berpakaian seperti pelayan masuk ke cafe. Ia langsung menebak, itu adalah Bibi yang tadi ia hubungi.
Pria itu pun datang menghampiri dan mempersilakan untuk masuk dan mengantarkannya ke meja yang ditempati Harry.
"Harry, Nak, ayo pulang."
Anak itu pun menurut dan berdiri. Langsung tangannya digenggam wanita paruh baya itu.
"Bi, nanti tolong jangan kasih tahu Papa, ya. Dia nanti bisa marah kalau aku keluar hingga sejauh ini."
Wanita itu pun hanya tersenyum kaku. Ia juga tak berani mengatakannya pada sang Tuan. Bisa saja dia juga dimarahi karena bisa lepas pengawasan pada puteranya hingga bisa pergi sejauh ini.
"Kalau begitu Tuan Xiao Zhan, saya berterimakasih kepada Anda. Untung Anda segera menghubungi saya. Sudah pusing dari siang hingga sore mencari Harry."
"Sama-sama, Bu." Xiao Zhan pun sedikit membungkukkan tubuhnya untuk melihat lebih dekat pada Harry, "Kau jangan kabur-kaburan lagi ya? Kasihan Bibi nanti."
Anak itu tak menjawab, ia malah membuang muka ke arah lain dan menarik tangan wanita yang bersamanya itu untuk bisa pergi dari cafenya.
Xiao Zhan pun menggeleng tidak percaya. Padahal sudah dikasih gratisan, tapi anak itu masih bersikap dingin padanya. Benar-benar anak itu mengingatkannya dengan Yibo ketika masih anak-anak dulu.
****
Yibo menatap heran pada seorang pria yang dengan berantakannya menaruh beberapa karton kardus yang entah isinya apa dan koper di lorong unit apartemennya. Ia sungguh bertambah kesal saat dirinya tahu bahwa pria yang sangat ia kenal itu, ternyata telah menyewa unit apartemen berseberangan dengan unitnya.
"Ge. Kenapa kau harus menyewa apartemen di sini, sih? Di tempat lain juga banyak."
"Adikku yang paling kusayangi hingga kumati –" Yibo ingin muntah mengetahui ucapan pria tersebut. "Aku itu ingin dekat dengan kau, dik. Dan juga ponakanku." Lanjutnya, sambil membelai kepala Harry yang ada di samping Yibo.
"Paman Haikuan tidak dipecat dari kantor Shanghai, kan?"
"Apa? Oh, tidak, Nak." Ia pun membuka pintu apartemennya. "Yibo, bisa bantu aku memasukkan semua barang-barangku?"
"Tidak." Jawab Yibo langsung to the point. "Harry, ayo kita tidur. Sudah malam."
"Dik! Adik!" Haikuan mendesis keras. Pria 30 tahun itu sangat kesal ketika adiknya ini tak pernah baik dengannya. Sejak dulu hingga sekarang memang seperti itu. Padahal dia sudah sangat senang ketika kantornya mengirimnya ke Beijing, dia bisa tinggal dekat dengan adiknya yang 6 bulan ini telah berada di Beijing setelah bertahun-tahun berada di Amerika.
.
.
Yibo memang menolak untuk membantu kakak sepupunya ini pindahan. Tapi ia juga tidak mengijinkan pula kakak sepupunya itu tidur di apartemennya untuk malam ini. tapi Haikuan sudah nangkring saja di sofa sambil tiduran dan memakan camilan Harry yang ia simpan di lemari.
Untunglah anak itu sudah tidur. Bila belum, mungkin Yibo akan sangat penat melihat anak dan juga kakaknya berteriak memperebutkan makanan. Dia memang seperti itu, waktu di Amerika pun juga.
Haikuan ini seorang Pengacara, ia pun dulu dibantu saat proses pengambilan hak asuh Harry. Yibo berterimakasih akan hal itu. Tapi bukan berarti Haikuan bisa seenaknya menginvasi rumahnya seperti ini.
"Wah...apartemenmu sungguh bagus. Haruskah aku meniru desain interiormu, dik?"
"Ge, rumah ini didesain dengan baik agar nyaman dan aman untuk anak-anak. Kau kan jomblo. Tak usah meniruku."
"Eh? Siapa bilang? Aku sudah ada calonnya, tahu!"
"Siapa?" setahu Yibo, kakak sepupunya ini tipe orang yang sangat canggung jika dengan wanita, mana mungkin sudah punya calon?
"Ada. Masih dijaga sama Tuhan." Lalu pria 30 tahun itu tertawa terbahak.
Yibo langsung memasang wajah paling keruh setelah mendengar ucapan Haikuan yang tak pernah benar.
"Dik, enak jadi duda?"
"Ge, bisa tidak kau diam saja? Aku masih ada kerjaan!"
Memang, sedari tadi ia memang sibuk dengan laptop dan berbagai dokumen yang berserakan di meja. Setelah ia berhasil menidurkan Harry, bukannya bisa santai sambil mengerjakan tugas kantor, Haikuan malah datang dan malah membuat kekacauan.
"Cari isteri baru saja. Kasihan keponakanku itu. Kenapa sekarang dia kurus sekali? Pasti karena tidak ada yang mengurusnya di rumah."
"Aku menyewa pengasuh untuknya. Sementara aku setiap hari pulang awal dan yang menidurkannya. Aku baik-baik saja menjadi duda. Begitu pun dengan Harry yang hidup baik tanpa Mamanya."
"Ck." Haikuan lalu memposisikan dirinya untuk duduk, "padahal menikah lagi juga tak apa. Kau masih muda. Sesekali, coba tanyakan ke Harry, mau Mama baru atau tidak?"
Terkadang kakaknya yang tak berguna ini omongannya selalu benar. 6 bulan setelah berpisah dengan Elizabeth, memang Yibo belum pernah memikirkan untuk menikah lagi. ia masih menikmati hidup berdua dengan sang anak.
Tapi, terkadang dirinya juga sangat hampa. Ketika dirinya pulang hanya disambut Harry dan juga sang asisten rumah tangga. Di kamar, lebih seringnya ia habiskan untuk menatap kerjaannya dan ketiduran karena lelah. Dan itu rutinitas yang setiap hari ia lakukan.
"Mau kukenalkan dengan teman kantorku di Shanghai? Aku –"
"Ge, lebih baik kau yang cari jodoh saja dari pada memikirkan jodoh orang lain."
Setelah itu, Haikuan langsung diam dan kembali menonton TV.
****
"Suntuk sekali." Pria manis itu menaruh secangkir latte di meja yang ditempat sahabatnya itu.
"Aku bilang Americano. Kenapa Latte?"
"Biar tidak bosan, Yibo. Meminum Americano setiap hari juga tidak baik untuk lambungmu."
"Tapi bisa menahan rasa kantukku."
Xiao Zhan melihat wajah sahabat masa kecilnya itu. Memang, bawah matanya sedikit menghitam dan berkantong. Apakah dia lembur kerja?
"Kukira kau selalu pulang pukul 7 malam. Kenapa tidak istirahat cukup saja?"
"Tentu saja karena semua kerjaan kubawa ke rumah."
Pria 29 tahun itu sedikit menaikkan sebelah alisnya. "Sebaiknya kau selesaikan tugasmu di kantor. Sementara di rumah kau bisa istirahat."
Yibo pun menghela napas, ia sanggah kepalanya dengan tangan, "tentu saja tidak bisa. Di rumah ada –" ia segera berhenti berbicara saat tahu ia akan mengatakan hal yang tidak bisa ia katakan.
"Di rumahmu ada siapa?" Lalu Xiao Zhan menyipit dan tersenyum mengejek, "eiii~ ada pacarmu, ya?" Entah kenapa saat dirinya mengatakan hal itu, ada rasa tidak rela. Ugh, apaan sih? Yibo kan temannya, dia normal pula. Tentu saja dia pasti memiliki wanita pujaannya.
"Hah? Tentu saja bukan. Aku belum memikirkan hal itu." –selain itu, dia juga masih lebih memprioritaskan anaknya dari pada memikirkan percintaan untuk dirinya sendiri.
"Ya...siapa tahu. Umurmu kan sudah 28 tahun."
"Iya memang. Sebentar lagi 29 tahun. Kalau aku belum juga dapat pasangan, Zhan-Ge mau aku lamar?"
"APA?!"
Tiba-tiba jantung Xiao Zhan berdetak 10 kali lipat lebih kencang dengan ucapan Yibo yang mendadak itu.
Melihat pria manis itu yang terlihat kaget, Yibo pun tertawa, "bercanda. Habisnya kita kan di sini sama-sama lajang. Dari pada kau menyuruhku untuk terus mencari kekasih, kenapa tidak mengencani Zhan-Ge saja?"
Xiao Zhan masih menetralkan detak jantungnya. Ia mungkin ada ketertarikan tersendiri dengan sang sahabat, tapi ia tak begitu mengharap mereka bisa bersama sebagai sepasang kekasih. Bagaimana seorang Gay seperti dirinya menjalin hubungan dengan pria straight seperti Yibo? Yang ada nanti dirinya yang akan tersingkir.
"Jangan bercanda seperti itu, Yibo."
Pria tampan itu masih tertawa sambil sesekali menyeruput lattenya, "tapi serius, Ge. Jika aku sudah tidak mendapatkan jodoh, aku akan melamarmu."
"Jadi, aku di sini sebagai cadanganmu saja?" Enak saja! Dirinya ini ingin seseorang yang tulus mencintainya, bukannya jadi cadangan. Pemerintah sudah meresmikan pernikahan sesama jenis, ia pun berharap bisa menemukan suami yang pas dengannya. Bila suami masa depannya mau, ia juga berniat mengadopsi anak agar seperti keluarga pada umumnya.
"Ohh... jadi Zhan-Ge mau aku lamar sekarang?"
"Apaan sih?!" Tiba-tiba wajahnya panas hingga menjalar ke kedua telinganya. Ia pun berdiri dari duduknya untuk menuju ke meja kasir dan menunggu pelanggan yang akan masuk dan memesan. Tapi tangan besar Yibo memegangnya dan mencegahnya untuk pergi dari sana.
"Tapi, semisal aku serius dengan Zhan-Ge, apa Zhan-Ge mau menerimaku?"
Mereka saling berpandangan dan Yibo masih memegang lengan Xiao Zhan. Kedua telinga pria manis itu bertambah merah.
Tidak!
Ia tidak boleh terlena. Yibo ini sahabatnya. Ketemu saja hanya di cafe, habis itu mereka tak ada saling kontak selain bertemu di cafe setiap hari. Yibo pasti sedang bercanda. Ia jangan terlalu senang dulu, nanti bisa berharap lebih.
Xiao Zhan tersenyum kaku, dan ia dengan halus melepaskan tangan besar pria yang lebih muda darinya itu, "biarkan waktu yang menjawab."
Terlihat, Yibo memandangnya kosong setelah ia menengok ke belakang dan berjalan kembali menuju meja kopinya yang ada di dekat kasirnya.
"Anak itu....kenapa dari dulu suka ngomong seenaknya?!"
Xiao Zhan kembali teringat, dulu waktu Yibo berumur 9 tahun dan dirinya 10 tahun. Setiap hari bermain bersama. Ada kalanya Yibo di tengah-tengah bermain bersama, selalu bilang kalau kelak saat dirinya sudah besar, mau menikahinya.
Sungguh konyol. Bahkan sekarang diumurnya yang sudah 28 tahun, Yibo masih mengatakan hal itu juga? Apa dia sedang ingat ucapannya di masa lalu hingga ia mengucapkannya lagi?
Sudahlah. Lebih baik dirinya fokus saja bekerja. Yibo memang brengsek! Merusak konsentrasinya saja. Mungkin nanti ia akan tutup jam 9 malam saja, tiba-tiba kepalanya terasa pening.
TBC
A/N : Jujur, aku nulis cerita ini sambil lihat kakakku ngasuh anaknya. Iya kakakku itu seumuran sama Zhan-Ge, dan baru punya anak masih umur 1 tahun. Contohin gimana bapak-bapak umur 28 tahun main sama anaknya, ternyata gak berhasil. Kakakku malah main anaknya dengan masukin ke koper terus diseret anaknya yang ada di dalam koper
-_- iya kakakku masih bocah ternyata.
Semenjak jadi YiZhan Shipper, aku liat kakakku ma adekku beda. Kakakku seumuran Zhan ge, adekku yang seumuran Yibo. Terus dipasangin /oi
Ya emang aku cewek geblek. Btw adekku tahu aku fujo dari masih SD. bayangin aku jelasin pengertian fujo sama anak SD dulu? yups, aku digetok sama kakak.
Jadi pas udah gede tahu kalau kakak ceweknya ini sedeng suka jodoh-jodohin uke ke dia XD tapi gk berhasil, teman kampusnya jelek semua. Adekku aja yang ganteng kayak Yibo idungnya mancung. Siapa yang mau? Entar aku kenalin /oi
Eh astagaaa curhatanku panjang amat ya? Yaudah, minta vote dan komen ya. Next chapter mau kuupdate hari Rabu setelah lebaran. Mohon maaf lahir batin semua ^^
Akhir kata,
Arigatchu~ :*
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top