Ch 2


Tunggu, ini pada suka nggak sih sama cerita ini? kok yang vote sama komen sedikit? Kalau sepi, aku updatenya gak seminggu sekali ya. Tapi sesuai target vote dan komennya ^^

Selamat berbuka!

.

.

.

Tiba-tiba pening merambat di kepala ayah muda itu. Dia tidak bisa berkata apa-apa saat dirinya sedang mempersiapkan presentasi meeting dua hari ke depan, tiba-tiba ada nomor asing yang masuk, dan ternyata itu dari sekolah anaknya.

Di seberang sana mengabarkan kalau Harry –anak satu-satunya telah berbuat kekacauan di kelas dengan memukul temannya hingga mengalami pendarahan di hidungnya. Memikirkan itu, kepala bagian belakangnya menjadi kaku.

Ia kira dirinya masih muda, kenapa bisa tiba-tiba pusing seperti ini? Apakah karena efek telah menjadi seorang ayah?

Yibo menghela napas keras, ia perbaiki posisi duduknya di hadapan sang kepala sekolah anaknya. Ya, benar. Dia langsung berlari menuju ke sekolah anaknya. Bahan presentasi langsung ia serahkan ke sekretarisnya agar diselesaikan sisanya.

Wanita sekitaran umur 50 tahun itu memandang Yibo tak percaya, dan pria muda itu pun tahu apa yang ada di pikiran sang kepala sekolah.

"Anda benar yang bernama Tuan Wang Yibo? Wali murid dari Harry?"

Sabar. Yibo mencoba sabar. Ini sudah terjadi berkali-kali, "benar, ibu kepala sekolah." Yibo lalu melirik seorang guru muda di sebelah kepala sekolah, yang tiba-tiba membenarkan roknya untuk sedikit dinaikkan. Yibo sedikit bergidik ngeri saat guru muda itu meliriknya dengan senyum nakal.

Wanita yang menjabat sebagai kepala sekolah pun menurunkan kacamatanya dan kembali memandang Yibo, "Anda muda sekali untuk ukuran ayah dari anak berumur 10 tahun."

"Saya menikah muda, Bu. Apa ada yang salah?"

Ibu kepala sekolah melihat data diri dari muridnya yang bernama Harry. Melihat tanggal kelahiran ayah Harry, kepala sekolah itu pun sedikit kaget. Sekarang 28 tahun. Berarti dia memiliki Harry saat umurnya 18 tahun.

"Dasar anak muda zaman sekarang." Gumam sang kepala sekolah. Ia lalu menghela napas dan menegakkan duduknya untuk kembali memandang wali murid yang sangat tampan itu.

"Harry memukul temannya di kelas hingga hidungnya berdarah"

"Anda sudah katakan itu di telepon, Bu. Tapi saya rasa, anak saya juga tak akan melakukan hal itu jika tidak ada penyebabnya."

"Tapi ini di sekolah. Tidak boleh ada kekerasan, Tuan!"

"Apakah ibu sudah menanyakan alasan Harry memukul temannya itu?"

"Bu Guru Jiao," sang kepala sekolah menoleh ke arah seorang guru muda yang sjak tadi berdiri di sebelahnya, "coba kau panggil Harry dan Zhouyang untuk masuk."

Guru muda itu itu pun menurut, tapi sebelum keluar, ia sempat kembali mengerling nakal pada Yibo yang membuat pria itu mendecih kesal.

Belum sampai 2 menit, guru itu sudah membawa Harry dan bocah tambun yang Yibo tebak adalah Zhouyang. Anak itu menyumpal lubang hidung bagian kirinya dengan tisu.

Harry terlihat kaget melihat papanya sudah ada di ruangan kepala sekolah dia pun langsung menunduk, tak berani melihat ke arah papanya yang sedang memandangnya tajam.

"Harry, boleh ibu tanya?" Guru muda itu mulai menundukkan sedikit tubuhnya dan memegang bahu anak bule itu. "apa alasan kamu memukul Zhouyang?"

Harry diam. Mulut tipisnya tetap terkatup rapat. Namun, matanya kini memandang sang ayah dengan takut.

"Harry?"

"Dia memukulku tanpa alasan, Bu! Hukum Harry saja! Atau keluarkan dari sekolah ini!"

Bila Yibo tidak mengendalikan diri dengan baik, mungkin dia sudah melempar bocah tambun itu karena telah berkata yang tidak-tidak kepada anaknya.

Baik kepala sekolah dan guru muda itu tidak menanggapi omongan Zhouyang. Mereka masih memandang Harry untuk meminta penjelasan, tapi malah anak manis itu tetap diam dan kini malah menunduk sambil memainkan bajunya.

"Harry, 6 bulan kau jadi siswa di sini selalu berperilaku baik, kenapa bisa memukul Zhouyang? Apa alasannya, nak?"

Yibo mendecih, kesal sendiri dengan sikap anaknya yang begitu tertutup. Entah kenapa ia sangat jengkel karena Harry menuruni semua sifatnya yang dingin dan sangat tertutup. Sampai saat ini bahkan orang tuanya tidak tahu alasan ia menceraikan Elizabeth.

Harry masih diam. Dia pun tidak mengeluarkan air mata dan rasa penyesalan karena perbuatannya. Ia berani memandang kepala sekolah dan gurunya, tapi tak pernah berani memandang ayahnya itu.

Sampai akhirnya seorang wanita yang ternyata ibu dari Zhouyang datang. Wanita itu pun segera berjongkok dan melihat kondisi anaknya sambil berteriak heboh.

"Bu, bisa tenang? Ini ruangan kepala sekolah jika ibu belum tahu."

Bukannya menurut, wanita dengan dandanan yang tebal itu menoleh ke arah Harry dengan pandangan dendam. "Dasar anak tidak tahu diri. Bagaimana orang tuamu mendidik, hah? Anakku yang malang malah jadi korbannya!"

Yibo yang melihat anaknya dibentak-bentak seperti itu, akhirnya berdiri dan menepuk bahu ibu-ibu itu.

"Maaf bu. Tapi anak saya tidak mungkin memukul anak ibu tanpa alasan. Jangan pernah Anda menghina anak saya atau ibu tahu sendiri akibatnya."

Ibu dari Zhouyang ini melihat Yibo dari atas sampai bawah. Lalu mendengkus mengejek, "pantas saja anaknya kasar. Lihatlah! Ayahnya sangat muda dan kata-katanya sangat kasar terhadap orang yang lebih tua."

"Nyonya juga kasar. Kenapa nyonya berkata kepada Zhouyang, kalau Papaku bodoh dan Mamaku menceraikan Papa karena butuh lelaki banyak? Di sini, siapa yang bermulut kotor?"

Semua orang di ruangan itu segera menoleh ke arah Harry yang memandang ibu Zhouyang dengan tatapan menusuk tanpa ada rasa takut. Bocah yang sedari tadi diam, kini bersuara karena sudah tidak menahan emosi saat ayahnya dimaki-maki.

Ia tidak terima itu!

*****

Ayah muda 28 tahun itu, langsung menggandeng tangan kecil anaknya ketika sampai basement apartemen. Sepasang anak dan ayah itu diam selama perjalanan menuju unit apartemen yang mereka tinggali.

Sekarang jam menunjukkan pukul 11 siang. Bukan jamnya Harry pulang, pun dengan Yibo. Tapi kini mereka berdua telah masuk ke dalam apartemen dan mengagetkan asisten rumah tangganya yang sedang ada di dapur.

"Siapa yang mengajarimu berbuat kasar di sekolah?"

Anak itu terduduk di sofa saat sang ayah melepaskan tautan tangannya dengan kasar hingga ia terdorong dan jatuh terduduk.

"Jawab!"

"Dia yang mulai duluan! Aku tidak mau Papa dan Mama dihina. Papa bukan laki-laki Asia bodoh, dan Mama bukanlah wanita yang suka mengoleksi banyak laki-laki! Aku tidak terima!"

Yibo mendorong anakan rambutnya ke belakang, ia kira mengurus anak bisa semudah ketika ia masih berada di Amerika. Dulu Harry memang anaknya manis dan cenderung pendiam. Tapi, entah kenapa setelah berada di China, anaknya berubah jadi anak yang susah diatur.

Dua Minggu yang lalu bahkan dirinya terkena tegur pihak apartemen karena kedapatan Harry telah menumpahkan seluruh koleksi kelerengnya di lorong unit apartemen lantai bawah.

"Tapi bukan dengan kekerasan. It's not nice, son! I told you."

Harry diam dan tak bergeming. Yibo malah menginginkan anaknya lebih mengungkapkan emosinya dari pada diam dan berwajah dingin seperti itu.

"Sekarang kamu kena skors 3 hari. Papa tidak tahu harus berbuat apa denganmu ini."

Untung saja anaknya tidak kena poin penalty –yaitu dikeluarkan. Pihak sekolah untungnya berbuat adil dan mempertimbangkan perlakuan Harry pada Zhouyang karena ingin membela diri.

Anak tambun itu pun dihukum untuk membersihkan lapangan seminggu penuh karena telah berkata kasar dan menyebarkan rumor tak baik tentang keluarga Harry. Yibo tak bisa berbuat apa-apa lagi, dia ingin marah, tapi melihat anaknya yang diam seperti ini justru membuatnya bingung.

Jadi, begini rasanya menghadapi masalah ketika sudah mempunyai anak? Dia tidak tahu bisa sememusingkan ini. Namun, dirinya harus dewasa. Dirinya memang terbilang masih muda, tapi kini ia memiliki tanggung jawab besar sebagai seorang ayah tunggal dari anak berumur 10 tahun.

Yibo pun menghela napas keras, ia berjalan mendekati anaknya dan berjongkok. Sebelah tangannya ia usap dengan sayang pada rambut kecoklatan milik puteranya. "Maafkan Papa."

Harry mendongak, kenapa Papanya meminta maaf? Dirinya semakin heran karena Papanya malah memeluknya dengan erat.

"Maaf karena Papa membuatmu menghadapi semua masalah ini di umurmu yang masih sangat muda."

Ya, dirinya telah bersalah karena bercerai dan membuat anaknya menjadi berubah. Dirinya bersalah juga karena dengan berani mengambil hak asuh Harry, namun dirinya sibuk bekerja. Dirinya sangat bersalah karena hanya bisa memarahi Harry saat anaknya berbuat kesalahan hingga diskors.

Di sini, dirinya yang harus disalahkan karena tak mampu menjadi orang tua yang baik. Harry hanya membelanya dan juga Elizabeth. Dia anak baik dan sangat mencintai orang tuanya. Tapi Yibo malah mencoba menutup dirinya dan malah memarahi anaknya.

"Maafkan Papa."

Harry yang masih bingung, hanya menepuk-nepuk punggung ayahnya dengan tangan kecilnya dan membalas ucapan ayahnya dengan singat, "hm."

*****

Harry senang karena bibinya sudah tidak mengejarnya lagi. Kali ini dia bebas. Dirinya sangat bosan di hari pertama skorsnya ini, malah berdiam di rumah sambil bermain game. Dirinya juga ingin keluar.

Jam sudah menunjukkan pukul 3 siang. Dirinya tadi hanya makan sedikit, ingin sekali mencari camilan yang lezat. Untunglah dia membawa uang. Dirinya tahu alamat kantor Papanya, dengan bermodalkan bertanya pada orang lain dan supir bus, Harry pun kini sudah sampai di kawasan kantor papanya.

Ia pun memandang gedung kantor ayahnya dengan pandangan kosong. Sebenarnya ia tidak berniat untuk datang ke kantor itu. Biarlah papanya itu mengaku sebagai pria lajang. Dia juga tidak berminat mengenalkan diri ke karyawan papanya sebagai anaknya.

Mata abu-abunya pun kembali bergulir, dan bibir kecilnya menyunggingkan senyum manis, kala ia menemukan cafe kecil dengan di dalamnya memamerkan kue dan roti yang cukup enak di etalase kaca.

Harry memang sangat suka kue. Dan kini, dia sangat menginginkannya. Anak itu pun berlari menuju cafe tersebut. Namun, ia tak langsung masuk, ada sedikit keraguan di hatinya. Jadi dia hanya memandang kue dan roti di cafe tersebut dari luar jendela kaca besar.

Ia takut, jika ke sana, uang yang dibawanya nanti kurang. Bagaimana dia akan pulang jika uangnya habis?

Sebuah tepukan mengagetkannya hingga membawanya keluar dari pikirannya tentang uang dan kue.

Seorang pria dewasa berapron coklat yang membawa keranjang sampah kecil, memandangnya dengan heran.

"Uhmm...what are you doin' here, kid?"

Ah, pria itu mungkin mengira dirinya tidak bisa berbahasa China. Jadi, dia menggunakan bahasa Inggris. Padahal dirinya sudah nyaman menggunakan bahasa Mandarin.

"Aku mau kue."

"Eh?"

Pria itu pun tersenyum. Sepertinya menertawakan dirinya karena mendengar Harry bisa menggunakan bahasa Mandarin sama seperti dirinya.

"Kau ke sini sama siapa, nak?"

"Sendiri."

Pria yang terlihat manis itu pun sedikit kaget. Ia melihat ke sekitar, mungkin bisa menemukan orang tua dari anak ini.

"Berapa umurmu?" Dengan senyum manisnya, pria itu sedikit menundukkan tubuhnya agar bisa melihat langsung kedua mata Harry.

"10 tahun."

"Berbahaya sekali kau bepergian sendiri, nak."

Harry diam saja. Ia sebenarnya biasa saja. Di Brooklyn juga dia sering pulang sekolah sendiri jika Mama dan Papanya tidak menjemputnya.

"Aku mau kue."

"Kue?"

Harry mengangguk, "tapi sepertinya uangku tidak cukup."

Pria itu pun kembali tersenyum. Bukannya menimpali ucapannya, pria tersebut malah menggandeng tangan Harry dan membawanya untuk masuk ke dalam.

"Siapa namamu?"

"Harry."

"Baiklah Harry. Kau mau kue yang mana?"

Harry memandang pria dewasa itu dengan heran. Mengetahui apa yang ada di isi kepalanya, pria itu pun tertawa.

"Aku pemilik cafe ini. Jadi, karena kau sangat manis, aku akan memberimu kue gratis kali ini."

Harry pun mengedip-ngedipkan kedua matanya dengan polos, dirinya masih mencerna ucapa pria tadi ternyata, "benarkah?"

Pria itu mengangguk, "Uhm."

"Namamu siapa?"

"Xiao Zhan."

"Xiao Zhan." Ulang Harry.

Pria manis itu pun mengangguk, "benar. Xiao Zhan."

"Zhan-Ge." Ucap Harry dengan suaranya yang lucu. Membuat pria bernama Xiao Zhan itu tertawa. Ia tidak menyangka masih dipanggil Gege oleh anak seumuran Harry ini. Dia kira, dirinya akan dipanggil setidaknya 'Tuan' atau 'Paman'

"Zhan-Ge, Aku mau kue ini." tunjuknya ke sebuah kue krim coklat yang ada di dalam etalase kaca. "Bolehkah aku minta air putih untuk minum? Karena makan kue tanpa minum, mudah membuatku cepat serat." Lanjut anak itu lagi.

Xiao Zhan tidak tahu lagi. kenapa bocah ini begitu polos dan lucu? Dan kenapa ia bisa sampai di cafenya tanpa diikuti orang dewasa? Apakah anak ini tersesat dan terpisah dari orang tuanya?

Didengar dari caranya berbicara, sepertinya bocah berwajah bule ini sudah lama tinggal di Beijing.

"Boleh. Harry boleh pesan minuman apa saja. Tapi sebelumya, ada nomor yang bisa dihubungi?"

Karena Xiao Zhan khawatir jika anak ini memang anak hilang dan sedang dicari orang tuanya. Siapa tahu anak itu memegang salah satu nomor anggota keluarganya, jadi dirinya bisa menghubungi keluarga anak tersebut.

"Ada. Tapi aku mau makan kue dulu."

Xiao Zhan tidak tahu, kenapa anak ini bisa sedari tadi tanpa ekspresi untuk ukuran anak berumur 10 tahun. Ia jadi teringat sahabat masa kecilnya, Yibo. Pria itu juga dulunya sangat susah berekspresi.

Tbc

Sudah. Kapan-kapan lagi. sekarang saya minta vote dan komen. Jangan pelit! Jangan malas! Lol.

Akhir kata,

Arigatchu~ :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top