Ch 17
Halo...
Masih ingat sama cerita ini? yups, aku update. Bukan tipuan lagi atau pengumuman. Baca juga A/N di bawah setelah baca ini. tes ombak juga, kalau masih banyak yang baca, aku lanjut, kalau enggak, lihat pengumuman di bawah. Thankyouuu!
HAPPY READING!
.
.
"Ohooo~ angkat lagi tanganmu, Harry. Raise your hands up!"
Bocah yang 2 bulan lagi berumur 11 tahun itu ingin menangis saat dengan tak berperasaan, ayahnya menghukum di pagi hari.
Demi neptunus, ini hari libur dan dirinya ingin berbuat semaunya! Kenapa ayahnya sungguh bawel, sih?!
"Pa, tangan Harry sakit."
Yibo yang sedang makan sandwitch hanya mengangguk saja, tidak menanggapi ucapan sang anak yang kini sedang meratapi nasibnya berdiri di samping counter dapur.
"Pa!"
"Jadi, ini salah siapa?"
Dengan kesal, anak itu mengerucut dan menjawab ayahnya dengan ketus, "iyaa! Harry salah!"
"Apa salahmu?"
"Makan snack dan coklat di pagi hari..."
Yibo menyeringai, ayah muda itu sangat suka menghukum anaknya yang kadang bandel ini. memang kejam, tapi ini demi Harry juga agar mau disiplin.
"Terus? Papa kira masih ada lanjutannya."
Harry mendecih. Sungguh kesal melihat wajah ayahnya yang tersenyum licik, "...dan memakannya sebelum sarapan."
"Pintar." Yibo pun tersenyum puas mendengar ucapan anaknya itu. Ia segera berdiri dan menepuk kepala anak tunggalnya itu yang sudah 10 menit berdiri di sana.
"Sudah, Pa, hukumannya?"
"5 menit lagi, ya..."
Harry kembali mendengkus keras. Padahal tangannya sudah sangat sakit karena terus terangkat. Turun sedikit, ayahnya akan memarahinya.
Memang, dari dia kecil juga sering dihukum oleh Yibo. Terutama ketika ia makan snack atau coklat sebelum sarapan dan sebelum tidur. Pasti ayahnya itu langsung marah. Maka dari itu, ia sangat suka ketika disuruh menginap di rumah Paman Haikuan.
Pria itu sangat memanjakannya. Mau makan snack kapan saja boleh. Memilih coklat tipe aja juga tidak mengapa. Asalkan dirinya diam dan paman Haikuan bisa bekerja dengan baik, itu sudah cukup.
Yibo sedikit menundukkan tubuhnya, pria 29 tahun itu melihat mata anaknya, memegang bahu anaknya, "dengar, nak." Jeda sejenak untuk menunggu Harry balik menatap matanya, "kau boleh makan snack dan cokelat. Tapi nanti setelah sarapan."
"Harry makan sedikit, kok."
"Tapi kau itu tipe anak yang mudah kenyang. Sarapan itu penting. Meskipun libur, bukan berarti sarapan dilewatkan begitu saja."
Harry masih diam sambil menatap mata ayahnya dengan kedua mata abu-abunya. Ia masih meresapi apa yang ayahnya katakan itu.
Mungkin sedari tadi kalian semua heran, ke mana perginya Xiao Zhan hingga pasangan ayah dan anak itu hanya berdua di apartemen.
Pria manis itu ternyata pulang ke kampung halaman untuk menghadiri pesta saudara sepupunya. Awalnya, Yibo sebenarnya kekeh ikut. Sekalian ingin bertemu dengan kedua orang tua pria itu.
Tapi Xiao Zhan menolak keras karena ia tidak tega jika Harry hanya bersama sang bibi pengasuh. Lagi pula, jika Yibo ikut, harus bagaimana ia mengenalkan dia pada keluarganya. Mengesampingkan kedua orang tuanya tahu jika dirinya Gay, bukan berarti Xiao Zhan bebas dan langsung mengenalkan Yibo pada mereka.
"Pa, apa sudah 5 menit?"
Ayah muda yang sedari tadi sedang memikirkan sang kekasih, langsung tersadar setelah Harry menanyakannya. Ia melihat ke arah jam dinding dapur. Ah, entah lah. Dirinya tidak tahu sudah 5 menit atau belum,
"Sudah." Pada akhirnya Yibo mengiyakan. Merasa kasihan melihat Harry yang lengannya sudah lelah karena sedari tadi terangkat.
Ia pun menepuk punggung kecil anaknya untuk duduk di meja makan. Meski, sarapan kali ini hanya bread toast dan telur, tapi cukup mengenyangkan. Lagi pula, nanti siang kekasihnya pulang. Pasti akan memasakkannya.
"Pa, Mama Zhan masih lama, ya pulangnya?"
Harry sudah sangat merindukan senyuman pria itu, ia ingin bermanja-manja dengannya serta menikmati kue khusus yang dibuatnya di rumah, bukan cafe. Dua malam ini, Harry merasa kesal karena Papanya hanya memesan makanan dari luar yang kurang enak.
Paman Haikuan sedang tugas di luar, Harry seperti kekurangan kasih sayang meskipun Yibo sebenarnya sangat sayang padanya. Tapi papanya itu terlalu kaku dan keras padanya.
"Nanti siang."
Mendengar jawaban dari sang ayah, Harry langsung tersenyum lebar dan semakin semangat untuk memakan sarapan yang dibuat ayahnya itu. ia sudah tidak sabar bertemu dengan pria manis itu lagi.
*****
Yibo terlihat gelisah sambil terus menatap Xiao Zhan yang kini sedang beberes setelah kepulangannya dari rumah orang tuanya. Memang, ia pulangnya siang hari. Tapi setelah itu, Harry terus menempel padanya dan baru bisa membereskan semua barangnya dari tasnya setelah anak manis itu tertidur.
Mungkin karena saking kangennya dengan dirinya, anak itu enggan tidur siang dan di pukul 9, Harry sudah mengantuk dan tertidur saat sedang menonton acara kuis malam di TV. Sekarang, ia bisa istirahat setelah acara beberesnya selesai.
Tapi dari ranjang, ia melihat Yibo mentapnya dengan ekspresi yang tidak biasa. Pria itu terlihat tidak tenang dan ingin mengatakan sesuatu.
"Ada apa, Yibo?"
Xiao Zhan berhenti melakukan kegiatannya dan melihat sang kekasih karena merasa ada yang tidak beres. Tapi, Yibo sama sekali tidak menjawabnya karena terlihat dari gerak-geriknya, Yibo bingung mau menjelaskannya.
"Berantem lagi dengan Wenhan?" Tebaknya. Karena Seminggu lalu memang Yibo bercerita telah berkelahi dengan temannya itu di kantor karena semua informasinya di sini, diungkapkan Wenhan pada Elizabeth.
"Aku bahkan sudah 3 hari tidak bertemu lagi dengan si brengsek itu."
"Lalu?"
Yibo beranjak dari ranjangnya dan menarik pelan tangan kekasihnya untuk duduk di sofa ujung kamar.
"Apa ada sesuatu yang terlewat selama aku pergi?" Tanyanya. Karena Yibo memang seperti ingin mengatakan sesuatu yang penting.
"Ya."
Pria manis itu sengaja mengontrol ekspresinya agar tidak terlihat terkejut meski kenyataannya begitu. "Apa?"
"Janji untuk tidak terkejut."
Xiao Zhan hanya mengangguk saja meskipun hatinya kini merasa resah dengan apa yang nanti Yibo katakan padanya.
"Minggu depan Elizabeth akan datang ke sini."
Benar, kan?
Begitu batin Xiao Zhan setelah mendengarnya. Ia tidak tahu harus menanggapi apa tentang hal ini karena dirinya sama sekali tidak mengenal mantan isteri Yibo –sekaligus ibu kandung Harry itu.
"Hari apa?" Kenapa rasanya lidahnya kelu setelah mendengar berita itu? ini tidak seperti Yibo akan kembali rujuk dengan mantan isterinya itu.
"Senin."
Sekarang Jum'at. Berarti 3 hari lagi. Ah, kenapa tiba-tiba Xiao Zhan ingin wanita itu tidak ke sini? Padahal waktu itu dirinya sudah memberi Yibo semangat bahwa kedatangan wanita tersebut bukanlah apa-apa.
Tapi kenapa perasaannya tidak enak seperti ini?
Xiso Zhan merasa sudah tidak bertenaga untuk memisahkan pakaiannya yang tadi ada di tas. Ia pun menghentikan kegiatannya dan berjalan menuju sang kekasih di ranjang.
"Dia tidak akan membawa Harry, kan?"
Tanya pria manis itu saat sudah duduk bersebelahan dengan Yibo. Dirinya bukan mencintai Harry karena ia adalah anak kekasihnya, bukan itu.
Dia sungguh mencintai Harry tulus seperti anaknya. Membayangkan mantan isteri kekasihnya membawa anak itu ke Amerika, rasa-rasanya dia ingin menangis. Terlebih lagi kata Yibo, Elizabeth tipe wanita yang suka berpesta. Bagaimana bisa seorang anak diasuh oleh orang tua seperti itu?
Yibo menghela napas berat, kepalanya ia tolehkan ke samping saat Xiao Zhan mulai menyandarkan kepalanya di bahu. Akhirnya, tangannya pun bergerak dan melingkarkannya di tubuh ramping sang kekasih, mencoba menengkannya.
"Tidak akan kubiarkan dia membawa Harry, anak kita."
"Anak kita?" pria bergigi kelinci itu mendongak untuk menatap Yibo yang tersenyum kecil padanya.
"Ya. Bukankah kau juga menganggap Harry anakmu juga?"
Dia tersenyum dan semakin merapatkan dirinya pada tubuh kekasihnya itu. dua hari tidak bertemu, sangat rindu dengannya. Meskipun Yibo memang sedikit nakal dan selalu menggodanya, tapi pelukannya sangat menenangkan. Ia baru pertama kali mengencani pria lebih muda darinya itu.
Namun, Xiao han malah merasa, Yibo sangat dewasa dan seperti sangat melindungi dirinya serta putra semata wayangnya itu. Mungkin karena pria itu dituntut untuk lebih dewasa karena harus menjadi ayah di usia sangat muda.
"Tentu. Harry anakku juga. Anak kita."
Gemas dengan senyuman manisnya, Yibo menangkup sisi kepala sang kekasih untuk ia dekatkan ke bibirnya. Kecupan ringan di pucuk kepala sangat menenangkan di saat hati gundah seperti ini.
Sama sekali tidak adil. Baru juga ia dan Xiao Zhan mengumpulkan puing-puing kebahagiaan. Belum juga membentuk pondasi kokoh, malah datang kerikil tajam.
"Tidurlah. Aku tahu, kau kelelahan. Terlebih lagi, Harry tidak ingin melepaskanmu dari tadi siang."
"Kau cemburu?" Pria itu mengengkus tak percaya saat Yibo tak membalas pertanyaannya tapi malah berdecak keras.
"Bila aku cemburu, sangat tidak etis, bukan? Harry masih 10 tahun dan dia anakku sendiri."
Mendengar itu, Xiao Zhan tertawa dan mencium pipi sang kekasih, untuk kemudian mengacak rambutnya gemas.
"Ternyata pacarku sudah cukup dewasa."
"Ei –aku sudah 29 tahun. Mana mungkin kekanakan?"
"O ya?" Tantangnya karena tidak percya dengan ucapan kekasihnya. Mengingat yang lalu-lalu, Yibo saja sering membuat Harry menangis saat main game, tidak mau mengalah dengan makanan dan bahkan pernah sekali menyingkirkan Harry darinya karena Yibo juga ingin memeluknya seperti Harry.
Hah...dasar!
"Aku mau selesaiin beres-beres dan mandi. Kau tidurlah dulu."
Yibo menggeleng. "Aku tunggu kau saja. Besok aku tidak masuk kantor."
"Loh? Kenapa?"
Sebelum menjawab, Yibo mengambil remote TV dan menyalakannya. Sementara itu, ia rebahkan tubuhnya ke kasur, "aku bos. Jadi bebas mau berangkat atau tidak. Toh, seminggu ini tidak ada rapat penting."
Hah! Xiao Zhan tidak percaya ini. bagaimana seorang bos bisa malas seperti itu? tidak memberikan contoh baik pada karyawannya.
*****
"Ekh –"
Xiao Zhan kaget saat ada lengan besar yang memeluk pinggangnya disusul kulit lehernya yang menghangat karena orang dibelakangnya sedang mengendus-endus lehernya.
Demi Tuhan. Ini masih jam 7 pagi dan dirinya yang sedang masak harus menahan beban berat dari sang kekasih karena menempelinya seperti ini!
"Yibo! Ini masih pagi, mau apa kau?"
"Mengendusmu. Baumu enak. Jadi pengin."
Tiba-tiba Xiao Zhan ingin mencipratkan minyak panas yang sedang sedang ia gunakan untuk goreng ikan. Dia kira, semalam mengizinkannya tidur tanpa meminta yang tidak-tidak, akan memberinya istirahat. Ternyata baru dipuji, paginya langsung berkata seperti tadi.
"Heh, dasar mesum. Lepaskan aku atau kuciprat pakai spatula?"
Yibo yang masih mengendus leher putih kekasihnya segera berdecak sebal dan melepaskan pelukannya itu.
"Padahal sudah 2 malam ditinggal..." gumamnya. Bukannya jera, Yibo malah kembali memeluknya dari belakang dan sekarang malah menjilat cuping telinga kekasih manisnya itu.
"Yibo! Geli tahu!"
"Aku sedang menghitung tahi lalatmu di telinga, sayang."
"Kenapa malah menjilatnya? Dasar mesum!"
"Ya...menghitung sambil dijilat."
Merasa percuma karena kali ini genggaman Yibo lebih kuat, Xiao Zhan akhirnya pasrah dan mematikan kompornya. Lama-lama jika Yibo seperti ini terus, dirinya akan terpancing. Mana kakinya sudah cukup lemas.
Padahal dirinya sudah mengigit bibirnya untuk menghindari suara aneh yang keluar dari mulutnya. Nyatanya, sekarang Yibo malah turun dan kembali mengendus leher sekaligus menciumnya.
Mereka akan terus seperti ini, bila keduanya tidak mendengar sebuah suara kamera yang sedang memotret.
Xiao Zhan segera membuka kedua matanya dan menoleh ke samping. Terlihat Harry sedang berdiri di luar dapur dengan kedua tangannya memegang ponsel dengan terus memotret dirinya dan juga Yibo.
Segera saja dia mendorong kepala kekasihnya hingga pria tampan itu terdorong mundur hingga punggungnya menabrak konter meja dapur di belakangnya.
"Yups! Fotonya bagus." Setelah mengatakan itu, Harry tersenyum manis.
"Harry. Sejak kapan kau di sana?" Seperti biasa, Yibo memang cukup kesal ketika kegiatannya diganggu oleh anaknya.
Anak 10 tahun itu sejenak berpikir, "Hm...sejak Mama mematikan kompor dan Papa menciu m leher Mama."
Wajah Xiao Zhan memerah mendengar ucapan dari Harry. Sungguh memalukan. Setelah ini ia akan memukul Yibo karena bertindak sembrono lagi dan tidak ingat bahwa di apartemen ini, tidak hanya mereka berdua yang tinggal, tapi ada anak kecil yang sangat tidak layak melihat mereka berdua mera-mesraan.
"Semuanya telah kusimpan di ponselku ini. Tenang saja. Nanti, aku cetak untuk kalian." Lanjut anak itu. Harry tersenyum dan membungkukkan tubuhnya untuk pamit dari sana. Karena anak itu memang segera berbalik pergi dengan jalan santai menuju ke kamarnya lagi.
Dua orang dewasa tadi melihat Harry menjauh, sejenak baik Xiao Zhan dan Yibo saling pandang tidak tahu harus menanggapi apa atas ucapan anaknya itu.
"Tunggu...sejak kapan Harry memiliki ponsel sendiri?" Akhirnya Yibo mulai menyuarakan pikirannya. Ya, ia tidak pernah membelikan Harry ponsel. Bagaimana bisa sekarang anak itu memegang ponsel yang bukan miliknya ataupun milik Xiao Zhan?
"Benar kau tidak membelikannya?" Xiao Zhan tidak percaya. Kalau bukan Yibo yang membelikannya, siapa lagi?
"Bukan. Aku berani bersumpah."
"Yibo..."
"Ya?"
"Tadi Harry bilang, dia menyimpan foto kita tadi dan –" Xiao Zhan sejenak menjeda kalimatnya karena masih mengatur napas dengan baik, " –dia akan mencetaknya."
"SHIT! HARRY, PLEASE, DON'T DO THAT!"
Setelah itu, Yibo berlari keluar darri dapur dan langsung masuk ke kamar anaknya yang tertawa senang karena berhasil membuat ayahnya kesal di pagi hari.
Xiao Zhan mendengar nama Haikuan terucap beberapa kali, mungkin pria itu yang membelikan ponsel pada Harry. Tidak heran, sih. Haikuan memang royal pada keponakannya itu. membeli ponsel untuknya bukan masalah.
Setelah ini, dirinya harus mendengar kekasih dan juga kakak sepupunya yang ribut karena anak kecil berumur 10 tahun. Oh my god. Rasa-rasanya ia tinggal dengan 2 orang anak kecil yang tidak pernah akur dengan anak tetangga lainnya.
TBC
A/N : udah lah. Baru awal update jadi singkat aja dulu. Ngetes juga. Kalau memang ini masih banyak yang vote dan komen, aku lanjut. Masih sepi, ya udah. Kalau gak aku bikin pdf, ya gak aku terusin.
Aku tunggu feedback kalian!
Arigatchu ~ : *
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top