Ch 13

Hai, sedulur...! masih ingat cerita ini? karena saya sibuk dan juga sakit, Minggu kemarin nggak bisa nulis cerita ini TAT maafin ya sedulur. Jika lupa, bisa baca lagi chapter terakhir. Tetep, jangan siders! Setelah baca wajib vote dan komen ^^

ENJOY!

.

.

.

Xiao Zhan berusaha bangun dari ranjangnya dengan pelan. Takut laki-laki kecil berpipi merah itu bangun dan merengek lagi.

Pria manis itu bernapas lega saat berhasil turun dari ranjangnya tanpa membuat anak itu bangun, dan ia pun keluar dari kamar. Seketika itu pula, ia melihat pria tampan yang ia cintai itu juga tertidur di sofa.

Kasihan ayah muda itu. pasti kelelahan sehabis kerja dan harus menuruti permintaan anaknya.

Tadi ketika ia menutup cafe pada pukul 11 malam, Harry dan Yibo sudah berada di depan luar cafenya. Xiao Zhan langsung merasa kasihan saat melihat Harry dengan mata memerah dan air mata tak henti langsung memeluknya.

Yibo langsung berkata, bahwa Harry ingin tidur dengan Xiao Zhan, tapi karena Yibo terlalu lelah, dia enggan menuruti permintaan Harry karena sudah ingin tidur.

"Harusnya kau turuti saja, Yibo. Aku juga pasti menyetujui datang ke apartemenmu." Ujar dirinya dengan memeluk Harry yang masih menangis tadi di depan cafe.

Tapi permasalahannya Harry malah ingin tidur di rumah Xiao Zhan. Itu yang membuat Yibo enggan menurutinya dan berakhirlah anak itu yang tantrum, memukuli dirinya dan mengancam ingin keluar sendiri menuju rumah pria manis itu.

Xiao Zhan yang mengingat itu hanya mendengkus tersenyum. Ia tak menyangka jika Harry begitu menyukainya hingga beberapa hari ini, bocah 10 tahun selalu ia temani untuk tidur. Meskipun pada akhirnya ia juga langsung pulang setelah Harry tertidur pulas.

Ia pun berjalan ke arah sofa satu-satunya di apartemennya, di mana kekasihnya itu sedang tidur dengan pulas. Dasi kemejanya sudah terlepas, dan pakaiannya sudah tak rapi lagi. pasti Yibo hari ini sangat kelelahan.

Dengan senyum manisnya, Xiao Zhan pun menunduk dan membangunkan Yibo pelan.

"Yibo..." Ia menyentuh bahunya, berusaha membangunkan pria itu dengan mengusap bahu lebar pria itu, "bangun."

Pria 28 tahun itu membuka kedua matanya pelan, dan segera bangun begitu kedua retinanya menangkap sosok sang terkasih sedang memandangnya.

"Harry sudah tidur?"

Xiao Zhan mengangguk dan tersenyum. Ia melihat Yibo yang kini memposisikannya untuk duduk dan melihat ke arah pintu kamar pria manis yang ada di sebelahnya.

"Aku harus membawa Harry pulang."

"Tidak bisakah Harry tidur di sini? Dia akan terbangun ketika kau menggendongnya."

Pria tampan itu pun menggeleng dan membelai pipi pria manis yang ada di hadapannya ini. "Besok Harry sekolah, semua keperluannya ada di apartemen. Besok bisa telat dia."

Oh. Benar.

Sudah 3 hari anak itu mulai bersekolah memang. Yibo juga telah menemukan pengasuh Harry. Jadi anak itu sudah tidak lagi dibawa ke kantornya. Melegakan untuk diri Xiao Zhan. Ia suka kasihan pada Harry yang terkadang bosan menunggu ayahnya selesai bekerja di sofa kantor ayahnya.

"Baiklah. Kau hati-hati menggendong Harry. Kasian dia."

Yibo mengangguk. Ia pun mencium sebentar bibir merah mudah kekasihnya itu. setelahnya, ia teringat akan sesuatu yang telah mengganjal di benaknya beberapa hari belakangan.

Pria tampan berhidung mancung itu menarik sang kekasih manisnya hingga Xiao Zhan kini terduduk pada sofa di sampingnya.

"Ada apa, Yibo?"

"Zhan, kau tidak menolak tawaranku, kan?"

Pria itu pun mengernyitkan dahinya hingga sebelah alisnya terangkat karena bingung. "Tawaran apa?"

Menikah? Bukannya dirinya sudah bilang dengan Yibo untuk tidak pernah membicarakan ini lagi?

"Tawaran untuk tinggal di rumahku. Membantuku membesarkan Harry."

"Yibo –"

"Kau tak lihat? Anakku setiap malam mencarimu, Zhan. Dia sudah sangat nyaman denganmu." Yibo memotong ucapan Xiao Zhan karena ia sudah cukup kasihan juga melihat Harry yang tiap malam ingin bersama pria manis itu dari pada dengannya.

Itu karena Xiao Zhan sangat perhatian dengan Harry seperti sosok ibunya yang sudah hampir setahun ini, Harry sudah tak mendapatkannya lagi.

Xiao Zhan menatap ayah muda itu yang terlihat sangat berharap darinya. Bukannya ia tak peduli dengan Harry. Ia juga ingin setiap hari bersama anak manis itu. Namun, mereka hanya sepasang kekasih tanpa status menikah. Apa nanti tidak mengundang kecurigaan dari keluarga Yibo jika mereka berkunjung?

"Zhan..."

Pria bertahi lalat di bawah bibir itu kaget saat kedua tangannya digenggam oleh Yibo. Ia pun semakin menoleh ke samping untuk bisa berhadapan dengan sang kekasih.

"Tinggalah bersama kami, Ya?"

Xiao Zhan menggigit bawah bibirnya, sekadar untuk berpikir karena ini merupakan keputusan yang cukup besar.

"Tapi, Yibo...apa keluargamu tidak apa dengan hubungan kita?"

"Itu bisa diatur." Jawab Yibo cepat. Karena ia tahu, hal terburuk lainnya bila dia bilang kedua orang tuanya akan menolak pria itu. Tidak bisa. "Aku sudah dewasa. Punya anak, punya kehidupanku sendiri. Jadi, semua yang ada pada kehidupanku, aku yang memutuskan."

Pria manis itu pun kembali memandang kedua mata sang kekasih untuk meyakinkan, apakah semua ucapannya benar-benar dari hati atau tidak.

"Beri aku waktu."

Dan Yibo pun tersenyum dengan masih memegang tangan kecil kekasihnya. "Aku menunggumu, Zhan."

Melihat sang kekasih tersenyum lebar, Xiao Zhan pun ikut tersenyum senang, "Bawa lah Harry sebelum pukul 12." Ia melirik jam dinding ruangannya dan baru sadar, ini hampir tengah malam.

"Baiklah."

"Besok pagi, aku akan datang ke rumahmu agar Harry tidak tantrum lagi."

Mendengar pernyataan itu, senyum Yibo pun semakin lebar. Ia dengan senang langsung mengapit kedua pipi putih Xiao Zhan dengan kedua tangan lebarnya untuk kemudian ia menariknya untuk dicium.

"Terimakasih. Harry pasti besok tidak akan menangis lagi setelah melihatmu besok pagi."

****

"Pagi, Harry."

Begitu membuka kedua matanya, bocah berpipi gempal nan merah itu disambut senyuman manis dari orang yang dalam beberapa hari ini, memberikannya kasih sayang penuh seperti sang ibu.

"Gege!"

"Morning."

Segera saja, bocah itu bangun dan menghambur ke pelukan pria 29 tahun itu dan memeluknya dengan erat sambil menciumi wajah pria manis itu. membuat Xiao Zhan tertawa atas tingkah Harry.

"Okay, stop, Harry. Ayahmu melihat kita."

Mereka berdua pun melihat ke arah pintu dan menemukan Yibo berdiri dengan masih menggunakan piyama, bersandar pada daun pintu. Pria itu memandangnya tajam.

"Aku tidak tahu, kenapa aku bisa cemburu dengan anakku sendiri?"

Mendengar itu, bukannya Harry menyingkirikan kedua tangannya dari leher Xiao Zhan, anak itu justru lebih mengeratkan pelukannya pada pria itu hingga kini menempel pada tubuh Xiao Zhan yang membuatnya tambah tertawa.

"Harry senang Gege berada di sini. Kenapa Harry sudah ada di rumah?" Tanya anak itu, kini sudah melepaskan pelukannya pada pria manis itu dan memandang dengan kedua mata bulatnya.

"Semua perlengkapan sekolahmu ada di rumah. Jadi semalam Papa membawamu pulang." Yibo masuk ke dalam kamar anaknya dan berdiri di samping ranjang sambil mengusap kepala anaknya yang kini mengembungkan pipinya kesal.

"Harusnya Papa yang pulang ke rumah. Ambil perlengkapan sekolah Harry."

"Papa lagi?" Yibo menatap anaknya tak percaya, "Papa capek pulang kerja, kau nangis minta ke rumah Gege, habis itu Papa balik lagi ke rumah? Kau berniat menyiksa Papa?"

"Lihat, Ge! Papa memang suka marah-marah. Aku mau sama Gege saja. Biarin Papa sendirian." Anak itu kembali memeluk Xiao Zhan dan malah duduk di pangkuannya, Harry pun menjulurkan lidahnya ke arah sang ayah –sengaja meledeknya.

"Kau –"

"Yibo, sudahlah. Kau sama saja kayak Harry. Apa kau 10 tahun?"

Pria itu berdecak kesal. Ia jadi malu terlihat kekanakan di depan kekasihnya. Ya...apa boleh buat? Dirinya memang belum begitu dewasa. Dirinya memang sering bertengkar dengan anaknya untuk hal-hal sepele. Tak jarang juga, Harry menangis karena itu.

Untung ada Haikuan yang dengan pengertian, sering membawa Harry ke apartemen sepupunya itu, agar dirinya tidak membuat keributan dengan anaknya lagi.

"Gege tidak tidur dengan Papa lagi, kan?"

"Tidak." Jawab Xiao Zhan. Telinganya memerah mengingat kejadian lusa, di mana Harry masuk ke kamar Yibo dengan menemukan mereka telanjang di kamar.

"Lain kali, kalau kalian tidur tidak pakai baju, pintu dikunci, ya? Itu kan tidak baik buat Harry."

"Yibo!" Xiao Zhan mendelik ke arah Yibo, dia tak percaya bahwa Yibo menjelaskan sesuatu yang tabu begini untuk anak semuda Harry. Kenapa tidak berbicara dulu padanya? Xiao Zhan bisa menjelaskannya dengan cara yang bisa dijangkau anak-anak.

"Bu-bukan aku! Sumpah! Aku tidak berkata apa-apa pada Harry." Lalu ayah muda itu melirik ke arah anaknya, "kau bertanya pada orang lain? Kau tanya siapa?"

Karena Yibo tidak menjawab pertanyaan Harry sejak kemarin, anak itu pasti bertanya pada orang lain. Ia tahu, anaknya ini memiliki rasa penasaran yang tinggi. Ketika belum menemukan jawabannya, pasti dia masih tetap mencarinya.

"Paman Kuan. Dia malah mau marahin Papa katanya kalau pulang ke Beijing."

Sungguh, Xiao Zhan sangat kesal dengan pria yang lebih muda setahun dengannya itu. karena kekurang sabarannya, Harry jadi melihat yang tidak-tidak.

Bukannya Yibo menatap anaknya, ia malah menatap Xiao Zhan dengan pandangan memelas, dan ia berdoa agar pria manis itu masih mengijinkannya untuk menjamah tubuh Xiao Zhan lagi.

Haikuan memang sempat pulang dua hari yang lalu. Mungkin kakak sepupunya itu menemui Harry tanpa ia ketahui. Setelah pulang nanti, ia akan berusaha menghindari Haikuan jika tidak ingin diceramahi ini dan itu.

.

.

Yibo tidak menyangka dirinya memiliki niat jahat untuk mengunci Harry lagi ke kamar. Bagaimana bisa ia cemburu terhadap anaknya sendiri yang sedang disuapi oleh kekasihnya itu?

Hah...

Sabar, Yibo. Dirinya memang masih 28 tahun. Masih umum berpacaran, merasa cemburu dan berdebar jika berdekatan dengan sang pujaan hati. Ya, umur 28 tahun juga bisa egois jika ingin terus bersama kekasihnya.

Tapi dirinya pria 28 tahun yang sudah memiliki anak. Bagaimana dirinya akan egois? Negara taruhannya. Bisa-bisa dia dilaporkan ke departemen perlindungan anak karena dianggap menelantarkan anak kandungnya.

Untuk meringankan rasa cemburunya, Yibo berdeham keras dan meminum air putih banyak-banyak setelanya.

"Harry, November nanti kau sudah 11 tahun. Masa masih disuapi?"

"Tak apa. Toh, masih anak-anak juga. Dia lebih banyak makan saat kusuapi, Yibo."

Sudah seminggu ini, pria pemilik cafe depan kantornya, setiap pagi datang ke rumahnya, membuatkan sarapan dan menyiapkan perlengkapan sekolah Harry. Bahkan pria itu menyarankan, sang pengasuh berangkat siangan saja agar urusan Harry di pagi hari, ia yang memegangnya.

Tapi...sampai saat ini Xiao Zhan belum menyetujui untuk tinggal bersamanya. Padahal waktu itu Xiao Zhan sudah bilang akan memberi jawaban sesegera mungkin.

"Zhan."

"Ya?" Pria manis itu memang sudah mulai terbiasa ketika Yibo memanggilnya tanpa embel-embel 'Ge'. Katanya, dirinya nanti sama seperti Harry yang memanggil pria itu 'Gege' juga.

"Aku masih menunggu jawabanmu."

Xiao Zhan pun beralih sebentar pada Harry untuk menyeka nasi yang menempel pada bawah bibirnya. Ia pun kembali memandang kekasihnya itu dan meringis kaku.

"Sewa apartementku belum habis. Sangat sayang bila langsung ditinggal."

"Memang kapan habis sisa sewanya?"

"Satu bulan lagi."

Itu lama sekali. Akan sangat sulit dirinya jika beberapa kali Harry minta ke rumah pria manis itu. iya, tak apa, bila jarak apartemen dari apartemen pria manis itu dekat. Sayangnya tidak.

Xiao Zhan jug nanti pasti lelah bolak-balik ke apartemennya tiap pagi. Terlebih lagi pria manis itu tak memiliki kendaraan pribadi.

"Aku akan mengganti uang sewa sebulan itu. Besok kau bisa tinggal di sini, ya?"

"Gege...Gege... mau tinggal di sini sama Harry dan Papa?"

Anak yang sedari tadi diam memperhatikan kedua orang dewasa itu, kini bersuara dan menatap Xiao Zhan dengan kedua mata yang berbinar. Ia seperti mendapat mainan baru ketika melihat dirinya.

"Harry pasti senang kau tinggal di sini."

Harry langsung mengangguk setuju atas ucapan ayahnya itu.

"Tenang saja, kau masih bisa membuka cafemu. Pekerjaan rumah ini, akan diserahkan pada Bibi Chou, termasuk menjemput Harry dari sekolah."

Xiao Zhan seperti sedang berpikir dengan beberapa kali memainkan sumpit di mangkok makanan Harry.

"Sebenarnya, aku sudah mendapatkan karyawan untuk bekerja di cafeku. Jadi, aku bisa lebih lama bersama Harry."

Mendengar itu, senyum ayah muda itu mengembang sangat lebat, "itu bagus, Zhan. Tapi tetap saja, Bibi Chou mengerjakan apa yang sudah kusuruh."

Harry menatap penuh harap pada Xiao Zhan. Tangan kecilnya ia arahkan ke tangan pria manis itu dan menggenggamnya. "Ge, mau, ya, tinggal sama Harry dan Papa? Harry janji tidak nakal, kok."

Bagus.

Yibo jadi bersyukur memiliki anak seperti Harry yang sangat kooperatif dengannya. Mana bisa Xiao Zhan menolak setelah melihat kedua mata polos Harry yang penuh harap itu?

Akhirnya, pria itu menghela napas pasrah, "baiklah bila itu mau kalian."

Yibo hendak beranjak dari duduknya untuk memeluk sang kekasih karena menyetujui usulnya. Tapi Harry yang ada di sebelah pria manis itu, langsung memeluknya erat. Hal itu membuat Xiao Zhan tertawa senang dan balik memeluk anaknya itu.

Melihat pemandangan yang menhangatkan itu, mau tak mau Yibo pun tersenyum meski tak mendapat pelukan dari kekasihnya.

Akhirnya, mulai besok dirinya, Xiao Zhan dan Harry tinggal di satu atap. Ia berharap, suatu hari ia bisa menikahi Xiao Zhan secara resmi. Akan sangat melegakan tentu saja bila pernikahan itu terjadi. Karena berarti Xiao Zhan akan terus bersamanya hingga mau menjemput.

*****

Yibo tak pernah sebahagia ini ketika masuk ke kantornya. Bahkan tadi karyawan yang membawa tumpukan kertas, sempat menabrak bahunya, Yibo mengabaikan dan malah membantu karyawan pria itu dengan mengambil setengah kertas yang ia bawa.

Bagaimana tak bahagia? Pagi yang menyenangkan saat menemukan orang yang kau cintai, langsung ditemui ketika membuka mata. Membuatkan sarapan untuknya dan juga Harry.

Setelah itu, ia dengan senang hati mengantarkan Harry bersama Xiao Zhan yang juga ikut duduk di sebelahnya. Sebelum sampai kantor, ia menurunkan pria manis itu ke cafenya dengan mendapatkan ciuman hangan sebelum turun.

Hari yang begitu indah yang tak Yibo percayai bahwa ini benar-benar nyata.

"Pak, ini hasil rapat direksi dengan perusahaan makanan tempo lalu. Pihak sana sudah menyetujui. Silakan Bapak bisa lihat dulu laporannya."

Bahkan yang biasanya Yibo akan merengut kesal saat membaca laporan hasil rapat, kini ia tersnyum layaknya orang bodoh. Tentu saja karyawan yang sedang berdiri di seberang mejanya menaikkan sebelah alisnya heran.

"Kalau begitu, saya keluar dulu, Pak. Nanti hubungi saya saja jika sudah selesai."

"Oke."

Karyawannya sungguh heran. Biasanya kalau dirinya pamit keluar untuk kembali ke meja kerjanya, malah dimarahi, disuruh berdiri saja di sampai si bos muda itu selesai membaca laporannya.

Ah, mungkin suasana hatinya sedang senang saja. Dari pada menunggu lama, karyawan pria itu pun segera keluar sebelum bosnya berubah pikiran.

Yibo membaca laporannya dengan baik, dan ia rasa tak ada yang diubah dari kesepakatan dengan perusahaan tersebut. Tanpa ragu, ia pun langsung menandatangani laporan itu dan meminggirkannya ke samping meja. Nanti saja menghubungi bawahannya. Toh, paling ini diserahkan besok.

Ia pun kembali memeriksa laporan karyawan yang lainnya lagi. Tapi sebuah panggilan di ponselnya berbunyi. Membuatnya harus berhenti menatap layar monitor dan mengambil ponsel yang ia taruh di samping keyboard.

Ia mengernyitkan dahinya saat melihat nomor yang tertera di layar ponselnya adalah nomor dari luar negeri.

Tanpa ragu, ia pun mengangkatnya.

"Hello?" Jawabnya menggunakan bahasa Inggris mengetahui ini panggilan bukan berasal dari nomor yang ia ketahui dan berada di luar negeri.

"Ni hao, Yibo. Did you recognize my voice?"

Jantung Yibo seperti berhenti. Ia refleks berdiri dri duduknya dengan kedua mata yang melebar dan otot kaku.

Tidak, ini yang ia takutkan. Harusnya wanita itu tidak tahu nomornya karena ia sudah menggantinya. Apa ia melihat profil perusahaannya? Tapi di profil perusahaan juga ia tak mencantumkan nomor pribadinya.

"Elizabeth."

"Benar. Ini aku. Mantan isterimu. Syukurlah kau masih ingat suaraku ini." Setelah berkata seperti itu, Elizabeth tertawa di seberang sana.

"Ada apa kau menelponku? Tahu dari mana nomorku ini?"

"Jahat sekali. Aku hanya ingin menyapamu. Aku tentu tahu nomormu. Kau ingat? Koneksiku banyak."

Ah, benar. Elizabeth adalah anak seorang profesor senior dari sebuah universitas besar di Amerika. Ibunya juga seorang dokter. Dia kaya raya. Sangat mudah menemukan nomornya jika membayar detektif.

"Apa tujuanmu menghubungiku?"

"Aku ingin bertemu Harry."

Yibo menyeringai mengejek. Bertemu? Setelah ia tak peduli soal gugatan hak asuh anak dengan langsung menyetujui Harry tinggal bersamanya, kini ia mencari Harry?

"Jangan pura-pura peduli. Harry sudah nyaman tinggal denganku."

"Aku tetap ibunya dia. Apa salah jika aku berkata kangen dengannya?"

Dasar wanita tak punya muka. Apa dia lupa 8 bulan lalu telah membuang anaknya begitu saja? Pasti ada maksud kenapa ia sekarang menghubunginya dan ingin bertemu Harry.

Dalam hati, sebenarnya ada rasa ketakutan pada diri Yibo. Dengan seberapa kuat keluarga Elizabeth, ia takut jika Harry diambil dari sisinya.

Ini tak boleh terjadi. Mau jadi apa jika Harry dirawat oleh ibunya yang suka berpesta dan berselingkuh?

"Pergi dari kehidupanku, Lizbeth. Harry tak akan kupertemukan denganmu."

Tanpa menunggu jawaban dari mantan isterinya, Yibo pun menutup sambungan telepon itu. ia juga tak lupa untuk memblokir nomor Elizabeth itu.

Ia tak ingin wanita itu menghubunginya lagi, menanyakan Harry dan berniat membawanya.

Oh Tuhan....

Baru saja Yibo merasa bahagia. Kenapa tiba-tiba ada percikan api yang mulai mengenainya? Ia harap percikan api ini tak membesar. Ia akan melupakan kejadian ini, dan tak akan membiarkan Harry dan Xiao Zhan tahu bahwa Elizabeth pernah menghubunginya seperti tadi.

Tbc

A/N : pecah telor ketiga. Akhirnya Elizabeth muncul. Hohoho...hidupmu tak akan semudah itu, Yibo. Enak aja. Entar bakal rumit juga. Haahahaha...

Maaf ya gaes updatenya ngaret, itu karena aku sibuk terus aku sakit. Jadi sehabis kerja tidur dan nggak bisa lihat layar laptop lagi.

Tapi tetap, minta vote dan komen demi kelancaran cerita ini.

Akhir kata,

Arigatchu~ :*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top