Ch 1
Baca Ini dulu!
Hai para readers...saya balik lagi dengan cerita yang ngaco tapi berusaha ingin menghibur. Gak jadi diupload hari senin, dong ini karena kayak terlalu lama. Karena saya memang lagi passion banget nulis cerita YiZhan tema keluarga, akhirnya saya bikin ini. Kalau ada yang nemu cerita yang sama kayak gini, berarti itu punya saya, karena aku terinspirasi dari FF Kpop yang dulu.
FF YiZhan pertama saya tanpa meremake ya! Mari berdoa agar saya, Hiki, bisa nyelesaiin cerita ini karena yang dulu aja gak selesai pas konfliknya memuncak. Oke langsung saja, bisa baca langsung, semoga suka. Jangan lupa, vote dan komen, ya! Semakin banyak siders, update nya makin lama ^^
Yibo's Son
.
.
.
"Siang, Yibo."
Orang yang disapa langsung tersenyum manis dan berjalan menuju meja kasir –tempat sang penjaga kasir sekalifus pemilik cafe ini berdiri sambil memamerkan senyum indahnya.
"Siang."
"Makan siang, kok, di sini? Cafeku tidak ada nasi ataupun daging panggang."
Yibo belum menjawab. Pria 28 tahun itu masih memandang sang pemilik cafe tanpa berkedip. "Ge."
"Ya?"
"Aku tidak tahu ketika siang hari kau terlihat sangat manis."
Pria pemilik cafe itu pun menaikkan sebelah alisnya, sedikit risih karena di siang bolong sudah ada yang menggodanya, "omong kosong! Aku bahkan sedang menahan kantuk. Pasti wajahku sangat kusut sekarang."
Yibo menggeleng, "kau masih terlihat manis, Zhan Ge."
Xiao Zhan –pria pemilik cafe itu mendengkus geli. Sejak 2 Minggu yang lalu saat setelah dirinya tahu pria pemilik kantor di seberang sana adalah sahabat masa kecilnya, mereka jadi sering bertemu. Ah, tidak. Lebih tepatnya Yibo yang setiap hari datang ke cafenya.
Mereka memang dulu sangat akrab. Bahkan dirinya pernah sakit hampir 3 Minggu sejak Yibo dan keluarganya pindah ke Amerika karena ayahnya membuka usaha di sana. Xiao Zhan pikir, mereka berdua sudah tak bertemu lagi, nyatanya takdir berkata lain.
Wang Yibo, yang dulu hanya bocah 10 tahun dengan badan gempal serta kedua pipi chubby nya selalu mengikuti dirinya ke mana pun, kini telah bertransformasi menjadi pria tampan nan gagah yang bisa membuat ratusan wanita bertekuk lutut.
Ah, bahkan dirinya saja tadi hampir bersemu kemerahan, saat pria yang setahun lebih muda darinya itu menggodanya.
"Apa kau tidak sibuk hingga 2 Minggu ini selalu mengunjungi cafeku?"
"Aku sibuk. Ada banyak permintaan barang dari konsumen. Gudang juga belum aku cek."
"Terus, kenapa sering sekali kau ke sini?"
Pria itu menyeringai dengan mendorong anakan rambutnya ke belakang, "melihat wajah manis Zhan Ge."
"Konyol." Ia lalu mengambil note kecil serta puplen, "kau datang ke sini harusnya pesan sesuatu, Tuan. Mau pesan apa?"
"Seperti biasa."
"Aku lebih suka siang-siang seperti ini, kau ke restoran ayam atau kedai mie di block sana. Kau harus makan berat ketika siang hari, Tuan Yibo."
Bukannya menurut, Yibo malah menarik tangan Xiao Zhan untuk keluar dari counter kasirnya dan pria itu membawanya ke salah satu kursi di dekat jendela.
"Yibo, bagaimana kalau ada pelanggan lain pesan? Aku harus stand by di meja kasir. Tuan, aku belum memiliki karyawan. Tak ada waktu santai."
"Duduk sebentar, toh, cafemu masih sepi."
"Baiklah. Tapi aku bikinkan Americano untukmu dulu."
Yibo mengangguk dan melepaskan genggamannya pada pergelangan tangan Xiao Zhan. Setelah hampir 7 menit, pria 29 tahun itu datang dengan membawa nampan yang berisi Americano dan Cruissant kesukaan Yibo.
"Aku ingin berbicara santai denganmu, Ge. Sejak kita bertemu, aku datang ke sini hanya jadi pelangganmu saja."
"Iya...iya...tapi kau 'kan juga sibuk. Mana ada waktu duduk-duduk sambil berbicara masalah hidup?"
"Zhan Ge sebelum kau buka cafe, kerja apa?" karena Yibo dengar bahwa Xiao Zhan memang baru membuka cafe ini baru 2 bulanan.
"Desainer grafis. Di sebuah perusahaan percetakan. Aku bosan. Jadi, keluar dan lebih baik membuka cafe. Aku lebih suka membuat kue dan meracik kopi."
Pria tampan itu tersenyum sambi terus memandang sahabat masa kecilnya itu. entah kenapa, ia tak pernah bosan memandang wajah manis pria itu. "Zhan Ge dari kecil memang sudah suka memasak. Tak heran jika sekarang bisa menjalankan cafe seorang diri."
Pria manis itu lalu berpangku tangan dan mendekatkan dirinya pada Yibo, "lalu, Bo-Di selama di Amerika, bagaimana kehidupanmu? Apa kau mendapat kekasih bule?"
Sejenak, Yibo terdiam. Jika ia menjawab jujur tentang kisah hidupnya di Negeri Paman Sam, tentu jawabannya kacau. Dari mana ia mulai bercerita? Ia bahkan ragu Xiao Zhan mau dekat dengannya setelah tahu dia telah memiliki anak di umurnya yang masih 18 tahun.
"Uh, hidupku di Amerika baik. Buktinya aku bisa lulus dari Universitas yang cukup bergengsi di sana."
Ya, sisi positifnya, ia lulus menyandang gelar sarjana di Universitas yang cukup ternama di Amerika. Lalu, urusan dia sekarang statusnya duda beranak satu, tunggu waktu yang tepat untuk menceritakannya kepada Xiao Zhan. Entah kenapa ia enggan menceritakan perihal kenyataan yang lainnya.
"Aku tahu, Bo-Di memang sangat pandai."
"Oh, tentu saja." Ucapnya bangga. "Zhan-Ge sudah punya kekasih?" Lanjut Yibo. Pasalnya, selama ini tak ada tanda-tanda ada perempuan yang mendatangi cafe Xiao Zhan. Jadi dirinya cukup penasaran.
"Aku jomblo."
"Masa? Orang semanis dan sebaik Zhan-Ge masa tidak laku?"
Dengan cepat, pria manis itu memukul kepala Yibo hingga sang pemilik mengaduh kesakitan namun masih bisa menyeringai senang.
"Belum ada yang cocok. Kayak kau punya kekasih saja."
Aku bahkan seorang duda beranak satu, Ge –tentu saja itu Yibo ucapkan dalam hati. Ia belum siap mengungkapkan jati dirinya. Untunglah tempat tinggalnya jauh dari pria manis itu. Jadi kemungkinan untuk mengetahui statusnya, sangatlah minim.
Xiao Zhan diam, sementara Yibo kini sedang menikmati kopi dan juga pastry pesanannya. Mana mungkin dia punya kekasih wanita sementara dirinya adalah seorang Gay? Ia pun mendengkus.
Bahkan sejak ia tahu teman masa kecilnya kini berubah jadi pria tampan yang cukup mapan, kadang dirinya sering tersipu malu menatap Yibo. Apalagi pria itu selalu terang-terangan menggodanya, membuatnya sesekali berdebar. Dia berharap, ini hanya perasaan singkatnya saja.
*****
"Bi, Harry mana?"
"Sedang di ruang tengah, Tuan. Kalau begitu saya pamit. Besok saya kembali lagi."
Yibo mengangguk. Hampir 6 bulan ia tinggal Di Beijing, ia lebih memilih menyewa asisten rumah tangga harian. Wanita setengah abad itu tidak tinggal di rumahnya. Sang asisten pulang ketika dirinya sudah kembali dari kantor.
Selain mengurus rumah, memang wanita itu memiliki tugas utama untuk mengurus puteranya yang berumur 10 tahun itu, termasuk menjemputnya dari sekolah. Karena ketika berangkat, Yibo masih sempat mengantarnya seorang diri.
Yibo pun berjalan menuju ruang tengah setelah mengunci pintu rumahnya. Ia tersenyum saat melihat anak semata wayangnya sedang bermain game di lantai yang beralaskan karpet beludru.
"Papa pulang!"
Anak manis itu menoleh ke arah belakang tanpa me-pause game nya dulu. Berbeda dari anak kebanyakan, Harry yang melihat ayahnya pulang tak memberikan senyum sama sekali. Ia malah kembali mengarah ke layar TV plasma nya untuk meneruskan game.
"Apa anak Papa sedang mengacuhkan Papa?"
Ada ide jahil yang terlintas di otak pria itu. ia pun melempar tasnya dan dengan tiba-tiba mengangkat tubuh kecil anaknya.
"LEPASKAN AKUUU!"
"Papa tidak suka kamu mengacuhkan Papa, Harry!"
"Lepasin! Papa bau! Aku nggak mau dekat-dekat Papa!"
Bukannya dilepaskan, Yibo malah membawa anaknya itu pada meja di ruang tengah. Di mana ada buku dan juga beberapa alat tulis yang berserakan. Yibo tahu, anaknya pasti belum menyelesaikan tugas rumahnya.
"Jangan main terus. Sekarang kerjakan PRmu."
Bocah laki-laki berwajah barat itu mendengkus keras. Pipinya yang merah, mengembung. Ingin sekali Yibo mencubit pipi anaknya. Namun, ia urungkan karena dirinya tahu anaknya akan kesal jika dicubit pipinya.
"Aku sudah selesai mengerjakannya tadi sama Bibi."
Pria 28 tahu itu hanya mengangguk-anggukkan kepalanya, ia pun melihat buku pelajaran anaknya dan ternyata ucapan sang anak adalah kebohongan.
"Sekarang kerjakan nomor 8 sampai 15. Papa akan mengawasimu di sini."
Mau tidak mau, Harry mendudukkan dirinya di samping sang ayah dan mulai mengerjakan tugas dari sekolanya itu. Sebenarnya Harry tidak suka jika ayahnya sudah sok mengaturnya seperti ini. Ia juga ingin senang-senang setelah seharian bersekolah hingga sore.
"Papa menyekolahkanmu di sekolah mahal, jadi jangan malas. Jadilah pintar biar bisa melanjutkan bisnis Papa."
Ini lagi. padahal dirinya kan masih 10 tahun. Mana tahu bisnis ayahnya itu? dirinya saja datang ke kantornya tidak boleh. Kata Papanya, katanya dirinya akan bosan di kantor. Padahal itu hanya alasan saja. Wang Yibo, ayahnya itu hanya ingin berperilaku seperti lelaki lajang hingga dirinya tak boleh diperkenalkan kepada para karyawannya.
Tanpa Harry sadari, ia pun mendecih. Raut mukanya berubah keruh. Tempramennya memang sangat menuruni ayahnya yang pemarah dan terlihat dingin seperti tak peduli akan apapun.
15 menit pasangan ayah dan anak itu terdiam. Harry sibuk mengerjakan tugasnya, karena sekali dia berhenti, Yibo langsung memukul bahunya. Meski tidak keras, tapi Harry sangat kesal dengan perbuatan ayahnya itu.
"Papa, aku sudah selesai –"
Harry menganga saat menengok ke belakang, ayahnya kini telah tertidur dengan bersandar pada sofa di belakangnya. Kedua tangannya bersedekap dan kepalanya mendongak. Ia yakin, jika Papanya bangun, lehernya akan sakit.
Tapi bocah 10 tahun itu tidak tega untuk membangunkan ayahnya. Ia jadi berdiri dan berlari menuju kamar ayahnya. Setelah keluar dari sana, Harry telah membawa selimut berwarna krem dan segera berlari ke arah sofa ruang tengah.
Dengan pelan, anak itu menyelimuti ayahnya yang tetap diam bergeming karena tertidur dengan nyenyak.
Harry pun mendengkus. Ayahnya ini memang tipe pekerja keras. Bahkan sepulang kerja saja, dia masih sempat-sempatnya menemaninya mengerjakan PR. Harry jadi merasa bersalah telah mengumpat pada sang ayah tadi.
"Selamat malam, Papa."
Harry pun menyelusup ke dalam selimut dan ikut tidur di pangkuan Yibo. Mana mungkin ia meninggalkan Papanya sendirian di ruang tengah?
*****
"Harry!"
Seorang anak yang umurnya sama dengan dirinya, berlari dan menepuk bahunya dengan keras. Membuat bocah bule itu melirik sinis pada teman kelasnya yang sudah ia kenal sejak 6 bulan yang lalu.
"Morning Haaarrrwwyy~~"
Harry bergidik ngeri. Sejak mereka berteman, memang anak ini sok-sokan menggunakan bahasa Inggris. Mana kacau pula pengucapannya.
"Guo Cheng, aku bisa menggunakan bahasa China. Tak perlu memakai bahasa Inggrismu yang parah itu."
Anak superaktif itu pun langsung mengerucut sebal. Teman bule nya ini sangat dingin, sulit sekali diajak bercanda. Heran, dia meniru siapa sifat dingin untuk ukuran anak berumur 10 tahun?
"Aku tahu bahasa Inggrisku kacau. Tapi jangan menghinaku terang-terangan, Tuan Wang."
Tiba-tiba ia teringat akan sesuatu. Sebuah hal yang ingin ia tanyakan pada sahabatnya setelah dirinya numpang main ke rumah Harry dan bertemu ayah dari temannya itu.
"Harry"
"Hm?"
"Apa Papamu bukanlah seorang Aktor ataupun Idol? Damn. Dia tampan sekali. Aku mau Papa kayak Tuan Wang."
Harry memutar bola matanya bosan. Itulah kenapa ia enggan mengenalkan teman-temannya dengan ayahnya. Mereka pasti bakal berkomentar demikian. Salahkan Papanya yang selalu berpenampilan sangat stylist itu.
"Bukan. Papaku hanya pekerja kantoran biasa. Dan dia tidak tampan. Dia hanya sok tampan!"
Guo Cheng hanya menggangguk-angguk saja. Padahal dia tidak setuju dengan perkataan Harry karena Papa temannya itu memang benar-benar tampan. Dia jadi heran.
"Aku jadi heran, kenapa Mamamu menceraikan Papamu? Padahal dia sangat tampan."
"Tentu saja karena Papanya Harry adalah orang Asia yang bodoh."
Itu bukan suara Harry, melainkan dari arah lain, di mana seorang bocah laki-laki bertubuh tambun beserta dua temannya tiba-tiba datang mendekati Harry dan Guo Cheng di bangkunya.
"Apa Maksudmu, Zhaoyang?!" Guo Cheng sangat sebal dengan teman kelasnya yang satu ini karena memang mulutnya sangat tak sopan, suka menindas teman yang lebih lemah pula.
"Tentu saja aku sedang membicarakan Papanya Harry. Dan Mamanya yang bule hingga tidak ingin bersamanya lagi. karena Mamanya juga tidak puas hanya dengan satu laki-laki saja. Itu kata Mamaku."
Guo Cheng melihat ke arah Harry yang terlihat menahan kesal. Kedua tangannya terkepal erat.
Oh tidak! Jangan!
Sebelum Guo Cheng berdiri dari bangkunya, Harry sudah langsung melayangkan tinjuannya ke arah Zhaoyang hingga anak tambun itu terpental jatuh.
2 temannya yang lain menganga tak percaya. Bagaimana bisa percaya? Zhaouyang itu besar dan gemuk, sementara Harry tubuhnya kecil. Bagaimana bisa memukulnya hingga terpental seperti ini?
"Kau boleh menghinaku! Tapi tidak dengan Papa dan Mamaku. Tahu apa kau tentang orang tuaku? Tutup mulut Mamamu juga! Dasar tukang Gosip!"
Setelah mengatakan itu, Harry berbalik pergi dari dalam kelas. Entah ke mana dan membuat sang sahabat diam berdiri di dekat bangkunya.
"Oh my gawd. Dia dalam masalah besar." Desis Guo Cheng. Karena setelah kepergian temannya, ada guru yang masuk dan heboh melihat Zhaoyang menangis dan kini hidungnya mengeluarkan darah.
Tbc
udah. besok lagi. saya update nya seminggu sekali ya! kalau tidak hari Senin, bisa juga Rabu. sekarang saya minta vote dan komen ^^
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top