bab 7 : reveal identity
FAVOMPIRE.
sejak nama bian terucap dari mulut pucat juan, jaydan balik lagi ke kampus untuk menemui gadis itu. dengan mobil hitam yang baru saja dean parkirkan, jaydan mengendarai dengan kecepatan cukup cepat.
sebenarnya lebih mudah untuk menggunakan kekuatan lari vampire, namun siang bolong gini tidak mungkin, kan?
begitu tiba dan selesai memarkirkan mobil di lahan parkir, jaydan mempercepat langkahnya menuju ruang rapat untuk mahasiswa teknik. ia ingat jelas bahwa pagi tadi juan bilang begini kepadanya, “nanti lo pulang duluan aja, ya, bang. gue mau kumpul dulu sama kelompok di ruang rapat mahasiswa.”
siang terik menuju pukul dua, matahari semakin menaikkan suhunya membuat kulit jaydan sedikit terasa terbakar. lelaki itu menarik ujung lengan cardy rajutnya sampai menutupi seluruh telapak tangan besarnya. baru jaydan lanjut melangkah menuju ruang rapat.
“lah, dan? elo ngapain balik lagi?” itu malik, teman satu kelasnya.
“ada yang ketinggalan,” jawab jaydan singkat. hendak melanjutkan langkahnya lagi ingin mengabaikan, namun terurung karena tangan malik menahannya. “ikut dong. mau ke kelas, kan?”
“engga, ke tempat lain.”
“ya udah gue temenin, tapi 'ntar lo temenin gue ke kelas.”
jaydan terdiam, kemudian menggeleng. “engga perlu. lo duluan aja.”
“cieee, mau ketemu cewek ya lo makanya gak mau gue temenin?” ledekan malik membuat jaydan mau tak mau membiarkan malik untuk ikut dengannya. meski mereka berjalan dengan beriringan, tapi tetap jaydan yang memimpin jalan.
fakultas yang luas dengan beberapa gedung di dalamnya tampak sedikit membingungkan. bahkan malik yang sudah jadi mahasiswa selama setahun lebih pun kadang masih suka tersasar kalau ingin ke kelas temannya dari jurusan lain.
melihat jaydan jalan lurus lalu belok kemudian lurus lagi, malik tidak tahan untuk tidak bertanya.
“mau kemana dah lo?”
kaki jaydan berhenti melangkah. ia menoleh melihat raut wajah bingung temannya itu. berkedip beberapa kali, kepala jaydan memikirkan jawaban apa yang harus ia berikan. lantas beberapa detik setelahnya, jaydan menjawab, “dompet gue ilang.”
“DEH KOK BISA?!”
“ya bisa aja.”
“ILANG DIMANA???”
ya, gak tau. kan gue ngarang. “kalau gue tau, gue gak bakal muter-muter nyari.” jawaban dari jaydan membuat malik tertawa dan merangkulnya. “lo abis dari toilet gak? siapa tau aja ketinggalan atau jatuh di sana.”
tanpa menunggu respon dari temannya itu, malik seperti menyeret jaydan—karena hanya diam saja mengikuti langkah kaki malik. sampai lupa bahwa tujuan ia ke kampus karena ingin menemui bian; target keluarga mereka serta seseorang yang membuat juan keracunan.
setelah mencari ke semua bilik toilet, jaydan baru ingat bahwa dompet hilang yang ia katakan hanya sebuah kebohongan, terus kenapa sampai mencari ke semua sisi di toilet besar lantai bawah gedung A fakultas teknik?
“kayaknya jatuh di jalan,” ujar jaydan ingin segera mengakhiri. “ayo gue temenin lo ke kelas.”
“seriusan lo gak mau lanjut nyari?” tanya malik sedikit terkejut, karena jika ia yang kehilangan dompet maka akan kelimpungan luar biasa dan merepotkan semua orang agar dompetnya segera kembali. tapi jaydan sejak tadi lempeng saja.
jaydan mengangguk. “mau gue temenin gak?”
“ya, ayo!” seru lelaki itu dengan semangat, kembali merangkul teman barunya itu menuju kelas terakhir mereka hari ini di lantai dua.
—————————————————
jaydan menggunakan kekuatannya untuk berlari secepat kilat memanfaatkan situasi yang ada. lantai dua gedung A benar-benar sepi, sepertinya para mahasiswa sudah pulang ke rumah karena langit mulai bergemuruh. meninggalkan malik yang fokus mengambil barang miliknya karena sepertinya terjatuh di kolong meja yang ia tempati saat kelas berlangsung.
hanya sampai lantai satu dari tangga ujung jaydan menggunakan kekuatannya. kemudian ia berjalan dengan langkah biasa, kembali menyamarkan dirinya diantara para manusia. ketika hampir sampai ke ruang rapat, jaydan berlari kecil.
tepat depan ruangan tersebut, jaydan tak langsung masuk karena pintunya tertutup. tak lama ada yang keluar.
“mau cari siapa, ya?”
“bian,” jawab jaydan.
“baru aja pulang. baru banget.”
tanpa mengatakan apapun, tanpa berterima kasih, jaydan berlari kecil ke arah gerbang fakultas seraya menajamkan indera penciumannya. darah bian adalah darah spesial, baunya berbeda dari kebanyakan manusia. semakin tercium, semakin dekat dengan keberadaan gadis itu. mata jaydan menangkap sosok bian yang sedang berjalan sendirian dengan sesekali melihat ke arah ponsel.
jaydan melirik ke kanan dan kiri, tampak sepi dan tidak ada seorang pun. kembali menggunakan kekuatan cepatnya untuk menghapus jarak.
“anjir, kaget!” seru bian ketika ada angin berhembus di lehernya. seorang laki-laki tinggi dengan bahu bidang dan kulit pucat berdiri menatapnya lurus.
melihat jaydan hanya diam dengan tatapan lurus tepat ke matanya, bian kemudian bertanya, “kenapa, ya? ada urusan sama gue?”
“bian.” jaydan tak menjawab pertanyaan bian, melainkan hanya menyebutkan nama gadis itu.
“kenal gue?” tanyanya sedikit terkejut. sejujurnya bian agak hati-hati berbicara dan takut jika yang di hadapannya adalah seorang kakak tingkat.
“kamu udah buat adik saya muntah-muntah.”
mendengar hal itu, bian panik bukan kepalang. gue diprank gak nih?! siapa yang gue racunin, astaga. “siapa?” tanyanya ragu dengan suara pelan.
“juan.”
jangan-jangan ...
“kamu kasih adik saya cilok.”
buset, beneran karena cilok.
“kak, maaf banget. gak ada maksud buat racunin.” bian menunduk, tidak berani menatap wajah orang di hadapannya yang mengaku kakaknya juan. “juan di rumah sakit mana? mau ketemu dan tanggung jawab.”
“ke rumah saya.”
bian terdiam, teringat pesan yang sering ibunya sampaikan bahwa jangan mau diajak ke rumah seseorang yang tak ia kenal. tapi, kan, yang di depan ia adalah kakak dari orang yang ia racuni. jadi nggak mungkin ada niat jahat, kan?
baru saja bian akan menjawab bahwa ia setuju, suara menggelegar memanggil namanya. “bian!”
itu alkais, kakak tingkat juga tetangga sebelah kosnya.
“iya, kak?”
“si wisha kecelakaan. ayo pulang.”
“BOONG DOSA YA LO KAK!!!”
“bocah, berisik.” alkais menoyor pelan kepala bian. “udah ayo cepetan keburu ujan.”
tak ada lagi yang bian prioritaskan kecuali pulang ke kosan. maka sebelum benar-benar beranjak pulang dengan motor matic milik alkais, bian menoleh ke jaydan yang ekspresi wajahnya entah kenapa sedikit berubah. seperti menahan rasa kesal? entahlah, bian tidak ingin mengambil kesimpulan sendiri.
“kak, sorry banget. nanti aku hubungin juan buat janjian jenguk dia. maaf banget, ya, kak.”
kemudian berlari menghampiri alkais yang sudah berada di atas motor maticnya yang telah menyala. tidak lagi menoleh pada jaydan yang bahkan belum membalas atau menyetujui atas ucapan sepihak itu.
hingga ketika keduanya hilang dari pandangan, jaydan tersenyum miring dengan samar.
I know who you are, alkais.
——————————————————
begitu sampai, alkais menghentikan motornya tepat di depan gerbang kosan tempat di mana bian tinggali. gadis itu masih panik sampai-sampai hampir jatuh begitu turun dari motor. membuka gerbang dengan grasak-grusuk dan berlari memasuki rumah. alkais mengikutinya dari belakang, meski tau bahwa nanti ia akan kena damprat dari bian.
hal pertama yang bian lihat ketika membuka pintu adalah wisha yang mengarah ke arahnya seraya membawa plastik besar hitam yang diyakini berisi sampah dapur.
“kak ...”
alis wisha terangkat sebelah, bingung mengapa bian seperti terkejut melihatnya. bingung mengapa mata bian berkaca-kaca yang kemudian berubah menjadi tangisan. bian membalikkan badan, langsung memukuli alkais.
“BOONG KAN LO!!! TEGA ANJIR BIKIN GUE PANIK!” teriaknya disela tangisan.
wisha panik melihat alkais dipukuli dengan keras oleh bian. “eh, kenapa ini? bian, stop!” serunya. wisha menarik tubuh bian dan memeluknya. “kenapa? coba sini cerita.”
kejadian itu tentu mengundang erin, joyya, dan aruna yang sejak tadi memang ada di kamarnya masing-masing. hanya tidak ada jihan, karena gadis itu masih di kampus.
“kak kais bohong. bercandaannya gak lucu.”
“parah, lo apain adek gue?!” tanya erin seraya menatap tajam alkais.
“dia bilang lo kecelakaan, kak. makanya gue buru-buru pulang.” bian memberi jeda sebentar, agak susah berbicara disela-sela isak tangisnya. “tadi gue mau jenguk juan, keracunan gara-gara gue. tapi gak jadi karena gue takut lo kenapa-kenapa, kak wisha.”
“ih brengsek lo!” pekik aruna. “gak lucu banget.”
para gadis ini—selain bian dan jihan— sudah cukup akrab dengan alkais dan teman-temannya dari kos sebelah. karena mereka sudah tinggal lebih dulu. hanya mengenal biasa, tau nama, tau karakter, selebihnya untuk asal usul tentu tidak tau karena tidak sedekat itu.
“gue bisa jelasin,” ujar alkais membela diri. “ini menyangkut keselamatan lo, bian.”
“gue yang jadi tumbal,” timpal wisha dengan ekspresi sebal.
alkais tertawa malu. “haha, maaf ya.”
“udah lah, gue males. mau ke kamar!” bian benar-benar benci dibohongi seperti ini, apalagi main-main dengan nyawa. apa-apaan bilang kecelakaan padahal orangnya sehat wal-afiat?! maka ia segera menuju kamar dan menutupnya setengah membanting sampai-sampai terdengar bunyi brak. aruna dan erin menyusul untuk menenangkan bian yang menyeramkan kalau lagi marah.
“gue rasa, kita perlu bahas ini.” alkais merasa bahwa identitasnya sebagai bangsa serigala akan ia perkenalkan pada wisha; sang penanggungjawab keluarga penyihir “geifren”. sejak dahulu, bangsa serigala selalu mempunyai visi untuk melindungi manusia yang sedang menjadi incaran para vampire. bukan hal tabu bagi mereka mengetahui mana yang vampire dan mana yang manusia biasa.
bangsa serigala memang tak sehebat vampire untuk mengetahui siapa pemilik darah suci. tapi, ketika mereka menyadari ada vampire yang sedang mendekati dengan intens salah seorang manusia—terlebih lagi seorang perempuan, maka sudah dipastikan bahwa vampire itu sedang mengincar sang pemilik darah suci. mereka membutuhkan itu untuk memperpanjang umur untuk hidup di dunia. untuk menambah kekuatan. untuk hidup abadi.
“gue tau bian punya darah yang murni dan suci,” ujarnya tanpa basa basi.
wisha dan joyya terkejut. mereka telah mati-matian merahasiakan dan melakukan berbagai upaya untuk melindungi bian. terus mengapa tetangga sebelah mereka bisa mengetahui. sebenarnya, siapa alkais?
“bian diincar bangsa vampire, makanya tadi gue bohong.” alkais menarik napas dan menghembuskannya perlahan. “dan gue tebak, kalian penyihir.”
“lo—” napas wisha tercekat. apa sih, alkais ini sebenarnya siapa? tadi bian yang identitasnya terungkap, terus sekarang mereka?
“as you think. yes, gue dari bangsa serigala. dan gue akan lindungin bian.”
wisha lemas mendengarnya. entah harus merasa lega atau takut.
to be continue.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top