bab 6 : cilok incident
FAVOMPIRE.
juan tiba di sebuah ruangan yang biasa anak teknik gunakan untuk rapat organisasi. usai kuliah selesai, yaitu pukul sebelas, kelompok 205 mata kuliah kewirausahaan mengadakan pertemuan pertama untuk langsung membahas tugas mereka. salah satu anggotanya merupakan adik dari ketua bem teknik, hal ini membuat mereka dengan mudah meminjam satu ruangan yang biasa anak bem gunakan untuk rapat.
begitu tiba, sekitar lima orang sudah berkumpul. kurang empat orang lagi termasuk bian. juan duduk sedikit memisah dengan sekumpulan itu, ia hanya ingin berinteraksi dengan bian.
“elo juan, kan?” tanya salah satu gadis yang mendekat bersama dengan satu temannya.
yang dipanggil langsung menoleh, mengunci layar ponselnya hingga warna hitam. “iya. lo tau gue?”
gadis dengan rambut bergelombang panjang itu tersenyum. “sempet rame pada ngomongin lo.”
“gue kenapa?”
“aura lo kuat,” jawab gadis itu. juan mengernyit dan menatap malas. “terus lo sempet diomongin karena berani nyaut kating pas ditegur. menurut gue, lo keren.”
“oh.”
iya, respon juan sesingkat itu. gadis di depannya memang cantik, sih. cuma entah kenapa auranya terasa menyebalkan. tatapan matanya terlihat jelas sekali memuja-muja wajah tampan juan.
tidak lama bian tiba, di tangannya terdapat sekantung jajanan dan di tangan satunya memegang gelas minuman plastik entah apa.
“bi!” panggil juan, bermaksud meminta bian untuk duduk di dekatnya saja.
bian menghampiri, langsung duduk agak menyerong dari tempat juan duduk. “mau gak?” tawar gadis itu. rupanya seplastik cilok dengan bumbu kacang yang dibawa gadis itu.
“engga, gue gak doyan.”
“padahal enak banget,” balas gadis itu sedikit mendelik. tangannya lanjut menusuk bulat kenyal itu dengan tusukan kayu warna cokelat muda. juan memperhatikan cara bian makan, wajahnya tampak sangat menikmati setiap gigitan cilok yang entah bagaimana rasanya. kalau dilihat dari teksturnya mungkin agak kenyal. entahlah. juan penasaran tapi tentu saja tidak bisa.
bian menyadari bahwa sejak tadi juan menatapnya. “lo kenapa liatin gue? mau?”
“lucu aja bola kenyel gitu lo makan.”
“cilok anjir namanya,” ujar bian. “lo beneran gak suka atau gak pernah makan?”
“dua-duanya.”
“coba satu nih aaaaaa—” bian menyodorkan satu buah cilok yang sudah ditusuk menuju mulut juan. lelaki itu panik, melambaikan tangannya cepat dengan beberapa kali menolak suapan bian.
gadis yang tadi menghampiri juan berdecak kesal. “lo caper banget, itu juan gak mau.”
bian melirik, ikut sewot dengan tatapan tidak suka. apa-apaan kenal juga enggak tapi ngatain caper?!
“ya udah sih bercanda doang, gak usah ngatain caper, mba.” nada bian terdengar biasa, tapi bagi mereka yang sudah tau situasinya, pasti mengerti bahwa gadis itu menahan rasa kesalnya. “lagian gue sama juan juga temen deket.”
eh?
dibilang seperti itu, juan jadi merasa senang. artinya status mereka semakin naik tingkat. gadis itu sendiri yang mengakui. juan diam-diam menahan senyumnya, namun melihat wajah bian kesal, juan jadi merasa tidak enak.
tapi kalo gue makan ciloknya, entar gue muntah-muntah ...
ah, masa bodo. juan akan lebih menyesal jika membiarkan bian mendapat musuh di semester awal menjadi mahasiswa. lalu begitu saja, hap, cilok itu masuk ke dalam mulut juan.
“udah gak usah ribut, jangan ngatain bian caper lagi. kita yang bercanda kok lo yang sewot?”
haha, kicep kan lo, batin bian berbicara.
satu kunyahan, dua kunyahan. dari awal gigitan pun rasanya sudah aneh dan asing. jadi ini rasa cilok yang disukai banyak orang? rasa tepung yang digunakan oleh seluruh manusia sebagai salah satu bahan masakan? jujur, sebenarnya enak-enak saja. apalagi bumbu kacang pedas yang menjadi saos cilok tersebut. tapi ... perut juan jelas menolaknya.
“enak, kan?”
juan memaksa menelan cilok yang sudah terkunyah. bibir lelaki itu tersenyum paksa sebagai respon atas pertanyaan bian. juan membuka ponsel, menghubungi salah satu abangnya untuk segera menjemput.
ting!
bang dean
tadi kata lo mau kumpul kelompok dulu? ga jadi?
juan
bang ngebut ya....
juan
gue udah ga tahan...
bang dean
anjing
bang dean
lo kenapa
bang dean
gue ngebut
“gais, sorry, gue ada acara keluarga. udah dijemput abang.” juan berdiri hendak menuju pintu. “sorry banget, ya.”
“iya, santai aja. entar kalo udah ada pembagian tugas kita share di grup,” balas salah seorang laki-laki.
juan menoleh ke bian, “bi, gue duluan ya. kalo ada apa-apa infoin ke gue ya.”
“eh?” bian masih mencerna kenapa juan mendadak pulang secepat ini. apa jangan-jangan karena cilok tadi? namun dia urung untuk bahas, bisa-bisa nanti malah adu debat sama gadis nyebelin tadi. “oke, hati-hati lo.”
—————————————————
sepanjang perjalanan dean khawatir akan juan yang tiba-tiba pucat sekali. vampire memang pucat, tapi tak sepucat ini, apalagi karena sudah lebih dari seratus tahun berdampingan dengan manusia, kulit mereka sudah tak terlalu pucat terutama di bagian bibir. beberapa kali menoleh dan melihat juan menyender dan memegangi perutnya. dean diam saja, tak lagi bertanya. sebelumnya sudah bawel menanyakan ini itu tapi tak juan gubris.
sesampainya di depan gerbang, juan turun dan berlari menuju toilet yang letaknya di dalam rumah luas itu. meninggalkan dean yang berteriak memanggil namanya. lantas dean buru-buru memarkirkan mobil hitam milik keluarga ke dalam garasi.
suara malvin terdengar meneriaki nama laki-laki itu. “BANG DEAN, SINI BANG BURU!”
dean semakin mempercepat langkahnya dan menemukan malvin yang hendak menghampiri dirinya. “bang juan sakit? dia muntah-muntah!” mendengar perkataan malvin, dean segera berlari menuju toilet untuk tamu—letaknya dekat dengan ruang tamu jadi tak terlalu jauh jaraknya dibanding toilet untuk keluarga. dean sudah tau bahwa ini akan terjadi sejak dalam ia menjemput juan di kampus.
begitu sampai, ada thala yang mengurut leher juan sampai laki-laki itu lega mengeluarkan isi perutnya yang terasa tidak enak.
“abis nelen racun atau gimana?” tanya dean. sebenarnya pertanyaan ini sudah ditanyakan saat di mobil, hanya saja juan cuma diam. “lo kalo muntah-muntah gini berarti abis makan makanan manusia!”
“gue nelponin lo.” jaydan tiba dan berdiri di sebelah dean. “kata bang jo minta jemput sama lo.”
dean bergeser satu langkah karena terkejut tiba-tiba ada suara berat di sebelahnya. “sorry banget, dan. gue belom sempet cek handphone.” wajahnya terlihat nampak bersalah. “lo jadinya pulang sama siapa?”
“online car.” jaydan hanya menjawab singkat. sebenarnya kesal, tapi melihat situasi yang ada, ia jadi merasa tidak pantas jika marah di saat seperti ini. jaydan diam menatap ke arah juan yang masih mengeluarkan seluruh cairan tidak mengenakan dari perutnya.
sekitar lima menitan, juan meminta thala untuk menuntunnya ke sofa. tenaganya sudah habis.
juan menyandar di punggung sofa dengan lemas. buru-buru malvin mengambilkan sebotol darah merah segar dari lemari pendingin untuk mengisi kembali energi juan yang terkuras.
“sekarang lo jawab gue, abis makan apa?”
juan tak mau menjawab, kebodohan yang ia lakukan tidak boleh diketahui anggota keluarganya.
“jawab atau gue laporin ayah?”
yah, ngaduan.
kalau sudah begini, jelas tidak ada pilihan. mau tak mau juan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi. lebih baik mereka yang tau daripada ayah.
“gue makan cilok.”
semuanya diam tak bergeming. sampai suara bruk terdengar, mereka menoleh. itu harsa, menjatuhkan kantung hitam besar yang kemudian muncul kepala rusa yang bergelinding ke lantai dengan darah yang masih ada sedikit. si bungsu baru pulang berburu bersama teman satu bangsanya, lalu pulang-pulang disambut hal konyol? yang benar aja.
“yang bener aja lo bang!” seru harsa terheran. kemudian menunduk dan mengambil kepala rusa itu, dimasukkan kembali ke kantung hitam. “sorry, nanti gue beresin bekasnya,” lanjut harsa setelah melihat tatapan thala yang seakan menyuruh untuk membersihkan lantai yang tercecer darah.
“siapa yang nyuruh lo makan cilok?” tanya dean kesal. “terus kok lo mau aja, sih?”
juan diam, mempertimbangkan apakah ia harus menyebutkan nama bian sebagai pemilik dari cilok yang ia makan? atau harus bungkam yang kemudian akan diancam lagi oleh—
“jawab atau gue laporin ayah.”
—nah, kan. dean brengsek, cepu banget.
“bian nawarin gue awalnya, baik-baik. terus ada cewek rese ngatain bian caper, ya udah gue makan aja ciloknya biar nunjukin kalo guenya juga fine-fine aja.”
“bentar lagi bakal masuk paguyuban bulol, ya, bang.” harsa mengangkat ujung sudut bibirnya dengan suara tawa pelan.
“paguyuban bulol apa?” tanya thala.
“kumpulan bucin tolol,” jawab harsa. “tau bucin gak, bang? jangan-jangan gak tau juga.”
malvin tertawa keras karena sudah menduga bahwa thala memang tidak mengetahui apa artinya. “bucin singkatan budak cinta, apapun bakal dilakuin demi orang yang disayang.”
“hadeh, dasar anak muda.” thala menghela napas seraya menggelengkan kepala. anak muda katanya, padahal dua termuda ini umurnya bukan dua puluhan tahun.
tidak ada yang mempermasalahkan lagi mengenai juan yang bulol kalau kata harsa. tanpa sadar bahwa jaydan sudah hilang ekstensinya sejak nama bian terucap dari mulut juan.
to be continue.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top