bab 5 : hello again
FAVOMPIRE.
alkais memasuki kost khusus putra tempat ia tinggal setelah tubuh bian hilang dari pandangannya. sama dengan kost yang ditempati bian dan teman-temannya, kost ini juga hanya menampung enam mahasiswa laki-laki. dua diantaranya ada teman dekat alkais yang juga termasuk bangsa serigala, yaitu chiko dan sean. sementara tiga sisanya hanyalah manusia biasa.
begitu masuk, chiko dan sean yang sedang tertawa, entah menertawakan apa, menjadi yang pertama terlihat dalam pandangannya. kemudian alkais bergabung untuk mendaratkan tubuhnya duduk di sebelah chiko.
"gue abis ketemu vampire," bisik alkais di telinga chiko.
chiko tak bisa mengendalikan ekspresinya. suara lantang karena kaget langsung memenuhi seisi ruangan. "SERIUSAN LO?"
"jangan berisik, caplang."
"apa sih? ada apaan?" sean yang sejak tadi terhanyut dalam dunia permainan di ponselnya jadi menoleh dengan penasaran. game yang berjalan langsung disudahi dan menaruh ponselnya asal. kemudian chiko membisikkan kalimat yang alkais sampaikan dengan persis. sean membelalakan mata, membuat mulutnya berbentuk o sebagai bentuk keterkejutannya. tak sampai berisik seperti sean.
alkais menyandarkan punggungnya pada sisi sofa. "lo inget maba songong yang gue tegur gara-gara celingukan gak, ko?" tanya alkais. chiko mengerutkan dahi dan mengingat-ingat. ada ribuan maba yang ia ospek-kan.
"yang mana, sih?"
"yang bilang gue jangan baper soalnya dia masih normal." alkais benci sekali mengingat-ingat kejadian itu. chiko langsung heboh dan tertawa terbahak-bahak sambil bertepuk tangan. "brengsekk, itu kejadian lucu banget, sumpah!"
"chiko mulut lo minta gue sumpel banget, ye," ujar alkais sebal. sean yang tidak mengetahui kejadian itu karena ia bukan panitia ospek hanya diam memasang wajah datar. "ya, pokoknya itu lah. gue yakin banget kalo dia dari bangsa itu," ujar alkais dengan suara pelan.
"kok lo yakin banget?" tanya sean.
"dia beli daging mentah," jawab alkais. "penciuman gue juga kayak nyium bau tubuh vampire."
"bisa aja buat masak rendang. jangan suudzon dulu lah."
"chiko lo nyebelin banget, anjing." alkais menerjang chiko dan membekapnya dengan bantal sofa. sean hanya tertawa pelan melihat pertengkaran yang sudah sangat sering terjadi diantara keduanya.
——————————————
hari pertama memulai pembelajaran di dunia baru. di hari pertama, dosen yang hadir adalah ketua prodi yang mana kedatangannya adalah untuk menyambut mahasiswa baru serta memberikan beberapa info penting terkait mata kuliah.
juan yang duduk di barisan belakang hanya menyimak dengan malas. situasi ini sudah sering sekali ia rasakan. entah sudah berapa ratus teman dan ribuan orang yang ia ajak kenalan saat menjalankan misi penyamaran.
kemudian dosen pamit meninggalkan ruangan karena durasi sudah habis. para mahasiswa di kelas sibuk berbincang mengenai mata kuliah universitas yang wajib diikuti dan akan dibentuk dalam sebuah kelompok berisi gabungan dari seluruh mahasiswa jurusan manapun.
tiba-tiba rasa malas juan hilang begitu saja menguar entah kemana. ia baru ingat bahwa hal ini bisa dijadikan kesempatan jika takdir kembali berpihak kepadanya.
“no, cek dimana pembagian kelompoknya?" tanya juan pada lino yang duduk tepat di depannya.
"di website kampus, nanti jam tiga sore rebutan tema sekaligus kelompok."
juan mengernyitkan dahi. di beberapa kampus sebelumnya yang ia tempati untuk penyamaran, tidak pernah ada rebutan tema. lagipula, untuk apa?
"ada mata kuliah kewirausahaan, mirip-mirip kayak kkn cuma versi mini. nanti kita bakal jalanin projek gitu bareng kelompok." lino menjelaskan dengan tenang. kemudian menyadari sesuatu, lelaki itu menimpuk juan dengan remukan kertas bekas coretan gagalnya. "ye, gak nyimak ya lo?"
juan hanya membalas dengan cengiran. tanpa menjawab lagi, ia langsung membuka ponsel dan menuju ruang obrolan dengan bian.
“jam sebelas nih, lo pulang kapan?” tanya lino. juan mengangkat kepalanya yang sejak tadi menunduk menatap layar ponselnya. meja lino sudah rapih, semua peralatan tulis sudah dimasukkan ke dalam tas ransel hitam.
juan berpikir sejenak sebelum pada akhirnya menjawab, “ini gue mau pulang, nunggu jemputan.”
“yah.” reaksi spontan lino membuat juan langsung bertanya. “kenapa?”
“makan siang dulu lah di kantin,” ujar lino. “hari pertama jadi maba aneh banget gak cobain makanan kantin.”
aduh gimana gue jawabnya ya.
“ah, lo telat ngajaknya. gue udah bilang abang gue buat jemput.”
wajah sedih lino membuat juan yang memiliki rasa tidak enakan jadi kasihan. “ya udah ayo gue temenin makan. nemenin doang. nanti kalo abang gue udah sampe, lo gue tinggal.” wajah lino langsung berubah menjadi senang, tangannya merangkul bahu juan dan mengajak menuju kantin fakultas.
jika terheran mengapa juan memiliki rasa tidak enakan padahal sebenarnya vampire tidak mempunyai perasaan, jawabannya adalah karena vampire yang sudah lama berdampingan hidup dengan manusia, akan ada banyak perubahan yang terjadi. berbeda dengan vampire yang hanya tinggal dalam kawasan khusus tanpa keluar dari zonasi, mereka akan pure memiliki kehidupan sebagai vampire dengan jiwa dan raga yang murni.
perbedaan paling jelas antara vampire yang berdampingan dengan manusia dan yang hanya menetap dalam kawasan vampire, yaitu kulit mereka. juan termasuk sudah bisa beradaptasi. kulitnya cukup diolesi krim khusus maka ia sudah bisa beraktivitas di bawah teriknya matahari meski tetap harus menggunakan pakaian tertutup. sementara vampire murni walau sudah memakai krim khusus, itu tidak akan bertahan lama. mungkin hanya kurang dari satu jam karena kulit mereka yang masih belum bisa beradaptasi.
juan kadang kepikiran, apakah beberapa tahun ke depan ia dapat benar-benar bisa beradaptasi layaknya manusia sungguhan? seperti makan dan minum yang umum. karena sejujurnya, ia sering sekali tak tahan untuk mencoba makanan manusia yang terlihat nikmat sekali.
pernah sekali, juan nyaris mati karena mencoba makanan manusia yang matang dengan bumbu dapur khas mereka, salah satunya yang sering digunakan yaitu bawang putih. vampire dan bawang putih seperti musuh, tubuh mereka akan kepanasan dan terasa menyakitkan ketika didekatkan dengan bawang putih. jelas juan nyaris mati. bukan hanya dekat dengan bawang putih, tapi bahkan sampai menelannya.
kantin yang padat akan manusia membuat kerongkongan juan terasa haus. ini hal yang paling ia benci. vampire paling tidak bisa berada dalam kerumunan manusia karena bau darah dari tubuh orang-orang ini semakin tercium dengan cekat.
tahan, tahan.
“lo ngapain merem dah?” lino tiba dengan nampan berisikan satu mangkok bakso dan segelas es teh. lelaki itu lalu duduk di hadapan juan. “muka lo kayak naber, sih. kebelet?”
fakta lucunya, sejak hidup lebih dari lima puluh tahun, membuat juan dan keluarganya merasakan apa yang namanya buang air.
“engga, gue cuma bosen.”
“oooh.” lino menganggukkan kepalanya dan mulai menyantap bakso yang ia pesan. “lo seriusan gak mau pesen makanan?”
juan menggeleng. “lo aja udah, gue gak laper.”
“kuat banget, anjir, terakhir makan pagi kan lo sebelum ke kampus?”
juan menggeleng lagi. “pagi gue minum susu doang.”
bohong, sih. minum darah doang gue.
“alig,” decak lino setengah kagum setengah heran. “gue jadi lo udah lemes gak bisa diri, sih.”
“abang lo—”
“eh, gue duluan, ya. abang-abang gue dah sampe, nih.”
“baru mau gue tanyain,” ujar lino sendirian. “oh, oke, tiati bro.”
juan berdiri setelah menyampirkan ransel hitamnya di satu bahu, kemudian pamit dan berlari kecil menuju parkiran fakultas.
———————————————
“idih, idih. ini manusia nyasar kali ya?”
datang-datang harsa langsung menjahili juan yang sedang memangku laptopnya dan menatapi website kampus. kemudian si bungsu duduk di sofa satunya yang bukan diduduki juan.
juan melirik singkat, kemudian lanjut menatapi layarnya dengan gugup. lima menit lagi. lima menit menuju rebutan tema dan kelompok yang mana akan menentukan nasib juan setelahnya.
“bang, anjir. gue beneran dikacangin?!” seru harsa sebal.
jonathan datang dengan dua gelas berisi darah segar dan sepiring irisan tipis daging sapi yang masih mentah. anak barisan tertua itu kemudian duduk di sebelah juan.
“kenapa berisik, harsa?”
“bang jo, bang juan nih. masa gue dicuekin.”
“juan lagi ada urusan, jangan ganggu dulu.”
harsa memasang wajah julidnya. merasa kecewa karena kakaknya yang satu itu tidak memihak kepada dirinya.
“jelek banget muka lo kalo marah.” dean datang dengan sindirannya untuk harsa. bersama dengan yuka dan jaydan, mereka kemudian duduk di beberapa spot sofa yang masih kosong.
harsa kembali mencibir, melempar dean dengan bantal sofa. “dateng-dateng gak usah ngajak ribut!” serunya.
dean dan harsa seperti tom and jerry-nya keluarga neozen. tiada hari tanpa keributan baik fisik maupun adu mulut. entah sekadar bercanda atau bertengkar beneran, intinya ada saja kericuhan yang mereka buat di tengah sepinya rumah besar mereka.
“HAH?!” teriak juan tiba-tiba, lelaki itu berdiri dan menatap tak percaya pada layar laptopnya yang menampilkan website kampus, menghentikan keributan antara dean dan harsa. “SEKELOMPOK LAGI, YES!”
semua yang ada di ruang tengah menatap lelaki itu dengan heran.
“lo ... kenapa?”
“gue sekelompok mata kuliah kewirausahaan sama bian, bang!” jawab juan dengan penuh semangat. “misinya bakal berjalan lancar karena selama satu semester kedepan, gue akan sering interaksi sama dia.”
tidak ada yang merespon dengan antusias juga seperti yang juan lakukan. juan duduk dengan wajah yang masih menunjukkan bahwa ia benar-benar bahagia. ini terlalu mulus. ah, mulus banget malah. juan tidak menyangka jika lagi-lagi takdir berpihak dan membantu dirinya dalam misi utama ini.
“bang, lo serem.”
harsa menjadi yang pertama berkomentar. juan menoleh, menatap si bungsu dengan dahi mengerut. tidak mengerti atas konteks apa harsa mengatakan itu.
juan menoleh ke sisi kiri saat tangan seseorang menepuk pundaknya.
“jangan terlalu dibawa perasaan.”
setelah berkata demikian, jonathan lantas pergi meninggalkan ruang tengah. langkahnya disusul oleh semua anggota, meninggalkan juan sendirian dengan isi kepala yang terhantui kalimat jonathan.
apa, sih. emangnya gue kenapa.
to be continue.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top