bab 3 : understanding

FAVOMPIRE.

suara riuh dari arah lapangan menyambut juan yang baru saja tiba. matanya berpendar mencari wajah anggota sekelompok. untung saja semalam sudah mengadakan pertemuan online melalui zoom, jadi setidaknya juan tidak terlalu sulit untuk mencari wajah-wajah itu.

“juan!” teriak seseorang.

lelaki itu mengedarkan pandangannya dan mencari seseorang yang baru saja berteriak memanggil namanya. juan sedikit tersentak kala tangan besar seseorang merangkul bahunya. Itu wildan.

“wildan, kan?” tanya juan memastikan. wildan tertawa dengan suara beratnya dan mengangguk. “parah ah belom hapal.”

“udah apal, hahaha, cuma gue mastiin aja.” juan tertawa kecil, masih sedikit canggung dengan lelaki menjulang tinggi dengan badan besarnya. “lo kok bisa nemu gue?”

“gampang, gila. kulit lo putih pucet gitu jadi langsung tau.”

ya gimana, ya. hahahaha.

keduanya berjalan mengitari lapangan luas milik fakultas teknik untuk menemukan anggota lain. wildan menepuk bahu juan seraya menunjuk heboh kumpulan mahasiswa di bawah pohon besar pinggir lapangan. rupanya ada sonia, fauzan, lino, yasha, dan jeje yang sudah hadir. pantas saja tidak terlihat diantara kerumunan di lapangan, ternyata malah pada ngadem di bawah pohon.

“enak bener ye ngadem,” cerocos wildan dengan wajah sewot.

“udah gue kabarin di grupchat, panjul.” lino membalas sambil menunjukan ponselnya yang membuka grup obrolan LINE. wildan segera memeriksa ponselnya dan benar saja, lino sudah mengabari untuk berkumpul di pinggir lapangan dekat pohon besar. wildan terkekeh dan meminta maaf.

“tinggal bintang sama bian, nih, yang belom dateng.” lino memeriksa jam tangan hitam yang melingkar di tangan kirinya. “masih sepuluh menit lagi, tapi coba telponin dah. takut banget gue kalo telat.”

sonia mengajukan diri untuk menghubungi bian. tidak perlu menunggu lama karena langsung diangkat panggilan dari ujung sana, suara berisik bintang langsung menyambut telinga sonia.

lo kalo mau ke arah sana ya udah sendiri aja. gue mau ke arah sini.

kok gitu?! barengan aja.” ini suara bintang.

ya makanya jangan berisik, bintaaangggg.

sonia tertawa keras sekali mengundang tatapan penasaran dari teman-teman yang lain. buru-buru mengaktifkan speaker agar yang lain bisa mendengar. keduanya masih berisik berdebat.

“berisik banget pasutri!" teriak fauzan. lelaki ini telah berteman dengan bintang sejak putih-abu, jadi sudah mengenal bian dan persahabatan keduanya.

“urusan rumah tangga jangan dibawa ke kampus hei!” sonia ikut menjahili. mengundang teriakan dari bintang di ujung sana. “YEEEE APASI WAKAKAK.”

“berisik banget bocah freak,” ujar bian galak. kemudian suara dari ujung sana terdengaar hanya kresek kresek. “tolongin gue dong, ini bian ngelakuin KDRT.”

tawa sonia pecah kala sambungan telepon diputus bian setelah bintang meminta tolong. beberapa lelaki di kelompok ini langsung gibahin bintang, mereka juga buat hipotesis kalau bintang terjebak friendzone.

baru saja diomongin, bian dan bintang datang masih dengan kerusuhan yang terjadi diantara keduanya. mereka datang tepat dua menit sebelum pada akhirnya panitia berbicara melalui speaker bahwa acara akan segera dimulai. bintang merenggut, baru juga duduk, tetapi acara sudah mau dimulai saja.

___________________________





“ada pertanyaan?” tanya salah satu kakak panitia. setelah menunggu dan melihat sekitar tidak ada yang ingin bertanya, mahasiswa baru hanya diam saja. panitia itu mengangguk dan tersenyum. “oke, kalo gak ada. langsung diskusi sama kelompok aja. inget, waktunya setengah jam aja.”

“siap, kak!”

lino yang berdiri di baris depan langsung menoleh, wajah yasha langsung menyambutnya. “gais, ayo kumpul di pohon tadi.” lino maju beberapa langkah dan menghitung jumlah anggota kelompoknya. “lah, kurang dua.”

“ojan sama wildan mana?”

“PAK KETUUUU SINI!” ini suara fauzan, jelas sekali. lino berjinjit dan langsung melihat ke arah pohon tempat mereka tadi pagi berkumpul. dua orang yang dicari sudah duduk santai menyandar di batang pohon yang besar. setelah melotot kepada mereka, lino mengajak seluruh anggotanya untuk segera ke tempat tadi.

benar, secara tak resmi biar lino yang jadi ketua kelompok.

“kampret. kalo mau pergi bilang dulu, biar gue gak mikir siapa yang ilang.”

“nge-tag tempat dulu, bre. kelamaan entar malah gak dapet tempat yang pewe.” wildan segera memberi alasan begitu lino menyemprotnya. fauzan mengangguk.

“koreo udah jadi, kan?” tanya lino. bian dan juan mengangguk. “lo semua udah pada hapal yel-yelnya?”

“udah,” jawab beberapa serentak.

tapi ...

“bel—”

“oke, bagus. emang harusnya udah hapal semua. awas aja ada yang belom hapal.”

lino menyerahkan bian dan juan untuk selanjutnya memimpin kelompok. di awal lagu, bian yang mengajarkan koreo. juan membantu untuk melihat anggota lain apabila ada yang bingung dan masih belum bisa. kemudian dua bait yel-yel di akhir, beralih ke juan yang memperagakan koreonya. bian menyimak, menghapalkannya diam-diam. koreo ini juan buat sendiri ketika keduanya menghentikan zoom karena bian mulai mengantuk.

juan mengulang sekali lagi gerakannya. “gimana? ayo coba gue liat.”

“1 2 3," ujar juan memulai. matanya melihat satu-satu dengan bergantian. “bi, abis gini kayak gini,” tegur lelaki itu seraya memperagakan gerakan yang ia maksud. bian mengangguk salah tingkah karena salah gerakan, kemudian meminta maaf. sebenarnya gadis itu salah tingkah lebih dikarenakan panggilan nama depannya yaitu bi. orang mungkin akan salah mengira jika tidak mengetahui nama gadis itu.

“tangannya gini.” bian tersentak kala tangan juan membenarkan gerakan tangannya yang salah. ya ... harusnya, kan, bisa jika tidak dadakan. rasa salah tingkahnya semakin menjadi kala tatapan mereka bertemu dengan cukup lama. seakan terikat dengan netra cokelat indah milik juan.

juan menyadari. maka ia segera mundur beberapa langkah. “ah, maaf, bi. lo kaget, ya.”

padahal, juan sendiri juga salah tingkah. ia diam bukan karena sengaja. tepatnya, tatapan juan juga seakan terhipnotis dengan mata indah milik gadis itu.


—————————————




ini tengah malam, tapi juan tak juga kunjung bisa tidur. perlu diketahui, walau bangsa vampire bisa tidak tidur hingga berhari-hari, tapi tetap saja, alangkah lebih baik untuk menghemat tenaga jika tidak ada kegiatan apapun. selama ratusan tahun hidup berdampingan dengan manusia, tubuh mereka juga mulai bereaksi dan berbaur. jika dahulu mereka hanya mengisi perut dengan darah, setelah cukup lama hidup berdampingan dengan manusia, mereka juga sudah bisa mengkonsumsi yang lain. salah satunya daging. namun harus mentah dan masih ada bercak darahnya.

juan turun ke lantai bawah dan melangkah ke dapur untuk meminum darah yang telah dikotak-kotakan seperti kotak susu yang tersedia banyak sekali di kulkas. rupanya ada harsa sedang duduk dengan sepiring daging sapi mentah.

“kok gak tidur, bang?”

juan mengangkat bahunya acuh. “makan mulu lo,” ujar juan mengalihkan topik. harsa membalas seperti, “nye nye nye.” dengan wajah menyebalkan.

“eh, bang. itu gimana?”

“apanya?”

“misinya.” harsa berhenti sejenak untuk minum segelas darah karena kerongkongannya terasa kering setelah daging di piringnya habis. “itu cewek menurut lo gimana?”

juan tak langsung menjawab, ia diam sebentar karena kepalanya langsung menayangkan sosok bianca bak layar kaca. “bian, ya ....”

“... cantik.”

“serem banget lo gila. Ga usah senyum-senyum!”

lelaki itu tersadar dan melempar harsa; si bungsu dengan kotak minuman darah yang sudah habis tak tersisa. “senyum sebagian dari ibadah, ya. gak usah protes.”

“lah, lo tau dari mana dah? kita kan ga beragama, bang.”

“emen manusia gue lah.” juan berdiri dan hendak meninggalkan harsa sendirian. “udah, ya, gue ke kamar. mau tidur besok kuliah.”

“sok bener manusia jadi-jadian.” harsa mencibir. kemudian ia teringat akan sesuatu. “bang juan!” teriaknya memanggil juan yang sudah berada cukup jauh. juan menoleh ketika kakinya baru saja menaiki anak tangga. tanpa sahutan, lelaki itu hanya memasang ekspresi bertanya untuk merespon.

“jangan gagal.”

“oke.”

juan melanjutkan langkahnya dengan wajah malas. sudah menduga jika adik bungsunya agak sedikit tidak jelas. namun, pendengaran vampire memang tidak pernah salah. peka dan dapat mendengar dari jarak jauh.

“semoga lo gak gagal karena perasaan.”

perasaan?

“jangan jatuh cinta sama mangsa sendiri ya, bang.”

harsa berkata lirih, namun juan bisa mendengarnya.

to be continue.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top