bab 13 : love can blind

FAVOMPIRE.







sekarang pukul setengah sebelas malam, yang mana setengah jam lagi kamar akan dikunci dan mereka akan terjebak selama tiga hari.

“bang, di kamar lo ada persediaan?” tanya juan yang sejak tadi memikirkan bagaimana mereka untuk tiga hari ke depan tanpa pengisi energi sama sekali.

sudah dua kali juan gagal menyelundupkan daging mentah dan beberapa kotak darah dari kulkas karena yuka yang tak juga pergi dari ruang makan. kulkas berada tak jauh dari meja makan, karena itu juan belum bisa mengambilnya.

“gak ada. gue gak pernah simpen daging atau darah di kamar.”

“duh, gimana, ya. bang yuka gak pergi-pergi dari ruang makan. nyebelin banget tuh orang satu.”

jaydan berdiri, mengabaikan juan yang kemudian bertanya tanpa suara; mau ke mana, bang?!

“ke kamar mandi.”

tadinya juan ingin ikut, tapi setelah dipikir-pikir lebih baik secara bergantian saja agar tidak timbul kecurigaan.

ah, tapi, memangnya jaydan mau diam-diam ambil persediaan darah dan daging, atau hanya benar-benar ingin ke kamar mandi?

omong-omong soal kamar mandi, juan jadi panik dan baru terpikirkan. bagaimana kalau selama tiga hari dikurung nanti ia kebelet buang air kecil ataupun besar? seriusan, kayaknya ini jonathan asal main kasih hukuman. gak pikir panjang dan aneh banget?!

jaydan kembali dan melihat juan yang mondar mandir dengan wajah panik. “lo kenapa lagi?”

“GUE KEPIKIRAN,” seru juan sedikit ngegas.kalo nanti kebelet gimana?”

“di botol.”

“jangan bercanda dulu, edan.”

“jaydan, bukan edan.”

“bodo amat.”

jaydan tertawa renyah, menampakkan lesung pipinya. lelaki itu duduk di tepi kasur, mengambil sesuatu dari saku celananya. beberapa strip pil darah yang terlihat seperti obat.

“kok cuma itu???” protes juan menatap jaydan tak percaya.

“susah, juan.”

“satu gitu, bang. masa gak bisa.”

“lo bisa gak?”

“engga, sih, hehehehehe.”

habis bagaimana, ya. jaydan pun sebenarnya sudah berusaha maksimal semampu yang ia bisa. strip pil darah itu terletak di dalam kotak p3k yang tersimpan di rak kayu tak jauh dari ruang keluarga. untung saja sedang sepi tidak ada siapa pun—pengecualian buat yuka yang sekarang ditemani dean masih di ruang makan.

“terus minumnya gimana, bang?”

“langsung telen, gak usah pake minum.”

“LAH GUE GAK BISA???” teriak lelaki itu. “bang, demi gue gak bisa minum pil kalo gak ada minum! aaargh bang jo sialan!”

panik juan teriak, jaydan membekap mulut lelaki itu. “berisik. nanti bang jo denger.”

suara derap kaki menyadarkan mereka bahwa waktu sudah tepat pukul sebelas, menandakan kalau sudah tidak ada waktu lagi. juan panik, jaydan biasa saja. lelaki itu sudah tidak peduli lagi jika nantinya ia akan jatuh sakit karena tidak dapat asupan darah—atau mungkin bisa sampai mati. jaydan pikir, mati akan menjadi pilihan terbaik. faktanya, hidup sebagai vampire itu tidak enak.

dugaan juan soal derap langkah yang diduga milik jonathan memang benar adanya. sang tertua masuk dengan tubuh tegap dan wajah tegasnya. rupanya ada marvin yang tubuhnya tersembunyi di balik badan besar jonathan.

“kunci kamar,” pinta jonathan menengadahkan telapak tangannya.

mau tidak mau jaydan memang harus menyerahkannya. begitu pintunya mau ditutup, juan secara spontan akting kalau ia kebelet buang air.

“bang, tunggu. kebelet bangeet.” juan berlari dan menahan lengan jonathan yang hendak menutup pintu.

marvin tau kalau juan hanya pura-pura. “bang jo istirahat ke kamar duluan aja. biar gue yang awasin juan dan kunci pintunya nanti.”

selama ini marvin memang lebih dapat dipercaya dibanding harsa atau thala yang tidak tegaan. maka ia setuju untuk membiarkan adiknya mengambil alih. sebelum kembali ke kamarnya yang terletak di paling ujung dekat teras atas, jonathan memperingati juan agar tidak macam-macam dan segera kembali ke kamar tanpa membuat masalah.

juan berlari lebih dulu ke bawah masih dengan kepura-puraannya itu. setelah jonathan benar-benar hilang dari pandangan, barulah marvin turun ke bawah mengejar juan yang entah benar-benar ke kamar mandi atau tidak.

“bang! tunggu!”

“gue kebelet beneran abis lari, aduh.” juan loncat-loncat pelan. “lo bisa gak ngumpetin beberapa?”

“hah? ah—”

juan mendorong marvin ke ruang makan tempat di mana kulkas ada. lalu ia dengan tergesa masuk ke kamar mandi. awalnya pura-pura tapi begitu sampai di dekat kamar mandi eh malah beneran kebelet.

sebenarnya marvin seperti ini pun memang juga sudah direncanakan juga. karena lelaki itu satu kamar dengan harsa, maka keduanya ikut bersimpati dan mencari cara untuk membantu kedua kakaknya. setidaknya membantu menyembunyikan satu-dua persediaan kotak darah pun sudah sangat cukup bagi jaydan serta juan.

marvin sengaja memakai hoodie doraemon yang memiliki kantong besar di bagian depan untuk memasukkan beberapa. awalnya marvin dengan serakah memasukkan banyak, tapi setelah dipikir-pikir, pasti nanti pada curiga kalau isi kulkas banyak yang lenyap. maka pada akhirnya hanya memasukkan satu kotak slice daging dan dua kotak darah.

ew, pasti hoodie marvin setelah ini bau daging banget.

juan datang, ikut mengambil beberapa juga seperti yang marvin ambil. karena ya ... makanan vampire terbatas. tidak beranekaragam layaknya manusia dengan variasi bumbu yang tak terbatas.

setelah sampai ke kamar jaydan dengan usaha mengendap-endap seperti maling, marvin segera mengeluarkan apa saja yang berhasil ia bawa dalam kantong ajaib doraemonnya.

“semangat ya, bang-abang. semoga cukup buat tiga hari ke depan. masalah kebelet, kayaknya harus tahan-tahan deh. hehe.”

“sekarang gue khawatir soal kebelet!!!”

“nanti gue coba bujuk bang jo deh, ketok pintu aja teriak kalo kebelet, ya.”

thank you, marvin.”

anytime, bang.”










—————————————————————











hari pertama terlewat dengan damai tanpa ocehan juan yang berlebih. tidak ada kejadian khusus yang terjadi. juan sibuk mengobrol dengan bian via roomchat, dan jaydan yang selalu membaca buku dengan musik klasik terputar di kamarnya.

juan tengkurap di kasur besar jaydan seraya menopang dagu, memandangi jaydan yang di hari kedua pun masih sama, tengah membaca buku kuno dengan piringan hitam yang berputar di atas alat. sejak tadi juan mencoba mengajak jaydan ngobrol karena bosan mulai melanda dirinya.

“bang, lo baca apa, sih? serius amat tuh muka.”

“bian gak bales chat lo, ya?”

“???”

“lo berisik.”

“ya udah si maap.” juan berdecak. “lagian ini jadinya kapan bahas bian? lo di pihak gue, bukan?”

jaydan menutup buku yang ia baca dan meletakkan asal di atas nakas. matanya masih menatap lurus tepat ke netra juan. tidak keluar sepatah katapun, jaydan hanya diam dengan tatapan datarnya.

“jangan-jangan gue salah, ya,” ujar juan tertawa. “lo cuma pura-pura, kan, biar gue percaya dan nitipin bian semisal gue lagi gak ada?”

“juan.”

“sekarang tinggal jawab, deh, lo di pihak gue apa bukan? lo beneran mau bian jadi korban selanjutnya atau engga?”

“gue—”

“lo ragu gini tandanya bener ya dugaan gue.” juan lagi-lagi tertawa dengan sarkasnya.

tok tok!

bang, gue taro surat lewat bawah, ya.”

suara bisikan kelewat pelan nyaris benar-benar tidak terdengar jika dalam indera pendengaran manusia terdengar dari balik pintu. disusul selembar kertas dengan tulisan di atasnya yang masuk melalui sela-sela bawah pintu super tipis. karena seluruh kaum vampire memiliki kelebihan seperti itu, maka juan dengan cepat mengambil surat yang entah dari siapa. intonasi suaranya tidak terlalu terdengar jelas. mungkinkah marvin?


juan membaca surat yang rupanya dari harsa. tulisan tangan tidak rapih terkesan terburu-buru ditulis. si bungsu pembuat onar tapi sebenarnya paling peduli kepada semua abangnya. juan tertawa membaca isi surat tersebut.

“surat dari siapa?”

“harsa,” jawab juan. “dia di pihak gue.”

“kenapa?”

juan memicingkan mata begitu jaydan bertanya. “lo baca dah suratnya. dia bilang lagi naksir sama cewek namanya riyyu.”

jaydan tersenyum kecil, lesungnya tampak muncul walau tidak terlalu menonjol. rupanya cinta memang membuat buta. sekalipun nyawa yang harus terbayar. sekalipun harus menentang takdir.













to be continue.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top