bab 12 : the little girl
FAVOMPIRE.
selama perjalanan pulang, hanya keheningan yang ada diantara keduanya. baik jaydan dan bian sama-sama diam tak ingin memulai pembicaraan. mungkin karena keduanya yang tidak pernah berinteraksi sekalipun secara akrab.
kepala bian terasa sedikit pusing karena rasa perih di telapak tangannya. bian menyandar dan melihat ke arah luar melalui kaca mobil. kejadian tadi di rumah juan benar-benar tidak bisa hilang dari kepalanya. ada banyak hal yang mengganggu pikiran dengan hal mengganjal. tentang orang-orang di keluarga juan yang berkulit putih pucat, tentang juan yang mendorong saudaranya—yang entah siapa namanya karena bian masih belum kenalan—sampai terpental dan menggeser sofa cukup kencang, dan tentang lelaki di sebelahnya.
kesan pertama yang bian dapat dari seorang jaydan adalah wajah dinginnya sewaktu menuntut tanggung jawab atas insiden cilok yang menimpa juan. karena itu, bian jadi sedikit kaget karena jaydan mau mengantar dirinya untuk pulang.
“saya gak sejahat itu.”
“eh?” bian menoleh dengan tatapan terkejutnya. tuh, kan, jaydan kalau dilihat-lihat sedikit menyeramkan, ya. jangan-jangan bisa baca pikiran?
jaydan tertawa pelan. “jangan mikir aneh-aneh. raut wajah kamu kebaca kalau takut sama saya.”
“enggak ya! sok tau.” seru bian dengan raut tidak terima. tapi, tapi ... tadi penglihatannya tidak salah lihat, kan? seorang jaydan tertawa?
isengin, ah. “by the way, kak jaydan ganteng kalo senyum gitu.”
“udah tau.”
“dih?” bian tidak terima. niatnya mau buat lelaki itu salah tingkah, kok jadi sombong gini? “gak jadi ganteng.”
jaydan tertawa lagi. lucu sekali mendengar suara dari mulut langsung gadis itu maupun suara-suara dalam kepalanya. pantas saja juan menyukai bian. kini jaydan mengerti.
—————————————————————
“lo kenapa?”
baru saja sampai rumah, tetapi langsung disambut pertanyaan demikian. theo berdiri di depan pintu masuk dengan tangan bersidekap di dada.
“gue kenapa apanya kenapa? baik-baik aja.”
padahal jaydan tau kemana arah pembicaraan ini. dibanding membahas, jaydan lebih milih menghindarinya. lagi pula sebenarnya ia tak ingin ikut-ikutan ritual ini. mengorbankan gadis tak bersalah demi hidup abadi, katanya. bukankah itu terlalu kejam? melawan arus takdir saja sudah sangat salah.
mungkin dibanding semua saudaranya, jaydan yang terlihat paling berdarah dingin. padahal sebaliknya. jika bisa memilih, jaydan ingin menjadi manusia normal saja. menjalani kehidupan biasa layaknya orang-orang. merasakan jatuh cinta, patah hati, dan susahnya kehidupan.
di umurnya yang tahun ini menginjak seratus tiga puluh tahun serta setelah hidup menyamar menjadi manusia selama kurang lebih enam puluh tahun demi sebuah misi, membuat jaydan memahami apa arti kehidupan yang sebenarnya. tanpa keluarganya ketahui, diam-diam lelaki itu sudah mencari tau melalui buku-buku tua tentang bagaimana cara vampire berubah menjadi manusia. beberapa cara sudah pernah jaydan coba. salah satunya adalah membiasakan makan makanan manusia. tetap tidak berhasil. lelaki itu justru memuntahkan semua yang ditolak perutnya dan berakhir lemas seperti tidak punya energi.
melihat theo yang tidak beranjak juga dari tempatnya, jaydan hendak masuk saja ke dalam, ingin langsung istirahat di kamar. theo menahan lengannya, menyeret jaydan ke ruangan tempat di mana pesta tadi dilaksanakan.
“nah, ini orangnya,” ujar yuka menyambut jaydan dengan nada sarkasnya.
kata orang, untuk menghadapi situasi yang mungkin akan menaikkan emosi, harus duduk terlebih dahulu. maka jaydan mengambil tempat di sebelah harsa untuk mendaratkan tubuhnya. matanya menatap lurus ke arah yuka.
“kenapa bawa bian pulang, jaydan?” tanya jonathan dengan nada tanpa emosi.
“bian luka, keliatan kesakitan.” jaydan tau bahwa pembukaan jawaban ini tidak akan diterima keluarganya. benar dugaannya, itu memancing yuka yang paling berambisi untuk hidup abadi semakin marah. “cuma karena itu lo gagalin ritual kita?!”
“dengerin gue dulu lah.”
“bang, udah bang. dengerin bang jaydan dulu,” ujar harsa.
“bian gak bawa glass bead-nya. percuma juga. ritual gak akan bisa berjalan tanpa itu.”
yuka tertawa tidak suka. “gue udah tau ini pasti kerjaannya juan.”
juan yang sejak tadi diam jadi panik ketika jaydan membahas soal glass bead. “lo kira gampang nyuruh orang bawa glass bead ke pesta?” tanya juan dengan nada kesal seperti menantang yuka.
thala sebagai yang tertua menoleh ke jonathan yang tampak memijat pelipisnya. menepuk pundak jonathan untuk memberi ketenangan. thala sendiri dianggap sebagai vampire terlemah di keluarga. jadi thala dipercaya dan diberi tugas untuk menjaga rumah dan adik-adiknya saja. untuk urusan misi utama, thala sama sekali tidak mengerti—dan sebenarnya, tidak ingin terlalu ikut campur. ia termasuk anggota yang kecewa karena terlahir sebagai vampire. sebelas dua belas dengan jaydan. hanya saja thala kadang merasa ini sudah cukup karena ia tidak terlalu dilibatkan urusan vampire, jadi thala terkadang merasa sudah hidup biasa layaknya manusia di luaran sana.
berbeda dengan jaydan dan juan yang selalu menjadi peran utama dalam misi. thala tau bahwa ini sangat berat. sebagai yang tertua dan peka terhadap adik-adiknya, lelaki itu tau mana saja yang benar-benar berambisi hidup abadi sebagai vampire, dan mana yang menentang.
helaan napas jonathan terdengar sekali. thala yang sedang prihatin memandangi jaydan dan juan jadi menoleh. “udah, jangan ribut. sesuai ramalan, bulan purnama muncul lagi bulan depan.”
“nunggu mulu sampe bulukan,” sarkas yuka.
“sebagai hukumannya—” napas juan tercekat begitu mendengar kata hukuman. menunggu jonathan melanjutkan perkataannya. “—selama tiga hari kalian akan dikunciin di kamar. renungi kesalahan. gak ada makan atau minum.”
“jo!” theo meninggikan suaranya. mendengar kalimat terakhir membuat emosinya memuncak. “lo gila?!”
“yes, I am.”
“dikunciin di satu kamar, please?”
jaydan menoleh ke juan. terkejut mendengar permohonan adiknya yang satu itu. buat apa satu kamar? yang ada sakit kepala karena juan akan terus mengajaknya bicara jika sedang bosan.
juan menoleh dan menatap balik jaydan. karena tau jaydan adalah satu-satunya yang bisa mendengar suara pikiran maupun hati, maka juan menjelaskan rencananya melalui kepala agar jaydan bisa memahami.
“gue berterima kasih banget sama lo. sorry selama ini udah salah paham dan sering kesel sama lo. sekarang gue tau kalo lo ada di pihak gue, bang. jadi ayo kita susun rencana di kamar selama hukuman berlangsung. hehehe.”
jaydan berdecak mendengar itu. harsa tertawa mendengarnya. “tahan-tahan, ya, bang, sekamar sama bang juan.”
“kenapa mau sekamar?” tanya jonathan sedikit mulai curiga.
menghela napas frustasi, juan memulai aktingnya. memasang wajah melas namun sedikit ada ekspresi kesal juga. “lo pikir aja, sih, bang. tiga hari di kamar sendirian apa gak bosen? mana gak dikasih makan.”
“—pembunuhan berencana, sih, ini mah.”
“iya, iya. terserah. jam sebelas nanti mulai gue kunci. sekarang bubar.”
—————————————————————
tau bahwa juan benar-benar mengikuti dirinya dari belakang sampai kamar, jaydan bertanya tanpa menoleh sembari tetap melanjutkan langkah santainya menuju kasur besar miliknya.
“lo seriusan mau dikunci bareng gue?”
“yaaaa ... seriusan.”
juan mengitari kamar jaydan yang jauh lebih banyak memiliki barang-barang klasik dibanding kamarnya. jaydan duduk di tepi kasur. matanya tetap fokus mengikuti pergerakan adiknya itu.
“lo hampir gak pernah ngebolehin gue ke kamar ini,” ujar juan dengan tatapannya yang menghadap lurus ke lukisan besar. jaydan berdecak. “nah, itu lo tau. terus kenapa ngide begitu?”
“emang lo tetep mau ikut ritual gak jelas ini?” tanya juan dengan jengkel. lelaki itu mendekat dan duduk di sebelah jaydan. suaranya mulai dipelankan karena takut jika kamar ini tidak kedap suara. “cukup sekali aja gue ikut ritual gak jelas itu, bang. pertama dan terakhir. gak mau lagi.”
ingatan jaydan kembali ketika ia berusia tiga puluh dua tahun dalam usia vampire, tepat sembilan puluh tujuh tahun yang lalu, waktu dimana ritual pertama diadakan untuk memperpanjang kehidupan abadi para anak di keluarga neozen. saat itu semua mengikuti ritual dengan baik, tidak ada yang berani melawan, tidak ada yang berani menggagalkan misi. seperti sesuatu kegiatan yang baru, mau tidak mau mereka hanya mengikuti dengan patuh.
ritual pertama jauh lebih kejam. yang mana keluarga neozen kebagian mangsa pemilik darah suci berupa seorang anak perempuan yang masih sangat muda. umurnya sepuluh tahun, tapi pemikirannya seperti sudah berusia dua kali lipatnya. anak cantik dan baik. tidak seharusnya ditakdirkan seperti itu. jaydan yang terkenal akan aura dinginnya pun bahkan hatinya menghangat begitu mengenal anak itu.
claire, namanya.
masih ingat betul beberapa kalimat terakhir yang claire ujarkan dapat menghangatkan hati dingin jaydan. merubah pandangan hidup. merubah segalanya.
“claire tau, pasti sulit sekali terlahir sebagai vampire. walaupun begitu, vampire dan manusia itu tidak jauh berbeda. perasaan dan kebiasaan itu karena dibentuk. jadi, claire yakin. yakiiiiin sekali, meskipun di luar kalian terasa dingin, tapi dalamnya pasti hangat.”
“...hanya saja, mungkin bukan sekarang. karena kalau pun iya, claire pasti tidak akan ada di sini.”
jaydan memejamkan mata. gadis itu tidak punya orang tua, hanya tinggal bersama nenek satu-satunya. lalu ketika sang ayah menculik dan mengurungnya di rumah besar mereka—waktu itu rumah mereka bukan yang ini, jaydan jadi lebih mengenal sosok kecil claire.
“ingat claire?” tanya juan begitu melihat perubahan ekspresi dari wajah jaydan. lelaki itu diam tak menjawab, karena entahlah, ia hanya tidak tau harus menjawab apa.
“gue tau lo sama kayak gue, bang. gak mau ritual itu terulang kembali. walaupun bian bukan seperti claire yang masih kecil dan cuma punya nenek, tapi biar gimana pun, bian juga tetap punya hak untuk hidup.”
jaydan menoleh. “lebih tepatnya karena lo suka cewek itu.”
“ya ... iya, sih. itu alesan utamanya. hehe.”
juan menoleh lagi. menatap serius pada jaydan yang masih tampak larut dalam pikirannya. “jadi gimana? mau kerjasama bareng gue gak?”
lo harus mau, sih, bang.
to be continue.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top