bab 11 : red party

FAVOMPIRE.



pesta keluarga juan dimulai pukul delapan malam. karena itu bian sudah siap dengan balutan dress merah dengan slim bag hitam berukuran kecil. tidak lupa rambutnya yang tetap digerai dengan masing-masing sisinya diambil dan diikat bagian belakang.


gadis itu menunggu di teras kosan sejak pukul setengah delapan. katanya juan akan tiba untuk menjemputnya.

bian bukan tipe perempuan yang sudah biasa mendatangi tempat-tempat pesta atau ramai sendirian. sejak kecil ia selalu dikekang oleh mamanya untuk tetap di rumah saja. katanya, dunia luar terlalu jahat dan tidak aman. ketika sekolah dari dasar sampai menengah atas, bian juga selalu dijaga dengan ketat. berangkat dan pulang selalu dijemput yang kemudian gadis itu akan kembali berdiam diri di rumah tanpa berbaur dengan lingkungan luar.

ketika gadis itu nekat daftar di kampus yang cukup jauh dari mamanya karena sudah lelah dikekang, barulah sang ibu mengizinkan bian untuk tinggal jauh dari rumah. walaupun orang-orang di kos rasanya juga selalu mengekang dan menjaganya, terutama wisha yang seakan begitu mengenal latar belakang dirinya.

suara mesin mobil terdengar dalam indera pendengarannya. gadis itu yang sejak tadi diam menatap lurus ke depan dengan pikiran penuh, langsung tersadar dan buru-buru menghampiri juan yang masih di kursi pengemudi mobil hitamnya. kaca mobil terbuka, juan tersenyum menyapa bian.

really. you look so gorgeous.”

eung ... thanks?”

ya,” balas lelaki itu mengangguk, tidak lupa senyum manisnya yang masih bertengger. “silakan masuk, tuan puteri. kita berangkat sekarang.” juan membuka pintu mobil sisi satunya dari dalam untuk mempersilakan bian masuk. mendengar dipanggil tuan puteri, bian diam-diam tersipu malu.

selama perjalanan, beberapa kali gadis itu curi-curi pandangan ke wajah juan yang fokus menyetir mobil. ia sedikit terkejut karena malam ini juan benar-benar terlihat berbeda. jika biasanya dahi lelaki itu selalu tertutupi dengan poninya, yang mana membuat juan terlihat sangat gemas dan murni. malam ini dahi juan terekspos. aura laki-laki itu memancar seperti pancaran cahaya bulan purnama malam ini.

omong-omong bulan purnama, ini adalah salah satu alasan keluarga juan mengadakan pesta. bulan purnama membantu menyempurnakan ritual darah suci. gabungan sinar bulan purnama dengan cahaya dari glass bead adalah langkah utama untuk melakukan ritual.

juan melirik gadis di sebelahnya yang ternyata tengah menoleh juga kepadanya. tadi juan hendak melihat-lihat apakah mungkin jika bian membawa glass bead-nya. tapi karena tatapan mereka bertemu, keduanya jadi sama-sama membuang pandangan ke arah depan.

“ini masuk hutan?”

seriusan, bian mulai merasa takut. jalan sepi yang dikelilingi pohon tinggi jarang sekali dilewati oleh orang-orang. juan tertawa mendengar itu. “ini cuma jalan pintas, bian. nanti ada perumahan di depan.”

napas yang tertahan kini terhembus lega. makin terasa lega karena yang dikatakan lelaki itu benar adanya. perumahan besar yang terdiri atas enam rumah sedikit berjauhan.

setelah parkir, keduanya masuk ke dalam dan langsung disambut oleh seorang lelaki tinggi dengan tubuh yang tegap. “halo, selamat datang—” jonathan menjeda sejenak menyapa dengan senyumnya. “—bian.”

bian menoleh ke juan dengan tatapan heran seakan menanyakan, ini siapa? kok kenal gue?

“ini abang gue, namanya jonathan.”

“oooh.” kenal gue karena juan pernah cerita kali, ya. lalu suara-suara dalam kepalanya mulai berdebat bahwa itu tidak mungkin. eh, apa deh, haha. kepedean bener gue.

“ayo masuk, sudah ramai di dalam.”

pesta diadakan di ruang keluarga yang sangat luas. hal pertama yang bian lihat begitu tiba adalah dekor pesta yang sangat sederhana. ada beberapa gelas kaca berisi sirup merah. mungkin sirup marjan, batin gadis itu. sejak masih di kosan, bian selalu berdoa jika ia bukanlah gadis satu-satunya di pesta itu. bersyukurnya, harapan gadis itu dikabulkan. meskipun lebih banyak kaum lelaki, tapi bian tetap lega karena setidaknya ada empat perempuan yang bisa menemaninya.

“ini yang datang cuma keluarga aja?”

juan mengangguk. “semua lelaki di sini abang gue, kecuali dua itu,” ujar juan seraya menunjuk harsa dan marvin yang sedang mengobrol seraya sesekali bisik-bisikan dan tertawa. “mereka adek gue.”

“saudara kandung lo banyak juga, ya,” balas bian dengan nada terkejut. “terus kalo empat cewek itu siapa?”

“sepupu.”

dua sepupu perempuan juan mendekati bian. salah satu gadis dengan rambut blonde menyapa ramah dengan senyum cerianya. “haiii!! temen kak juan, ya?”

“hehe, iya,” balas bian sedikit canggung. agak kaget juga karena gadis di hadapannya ramah sekali. “bian,” lanjut bian menyebutkan nama untuk memperkenalkan dirinya.

“nina,” balas gadis itu yang ternyata bernama nina seraya mengulurkan tangannya. setelah bian balas jabat, nina melanjutkan, “kalau ini karin. dan dua di belakang itu gisella sama winta.”

bian mengangguk disertai senyuman untuk merespon nina.

“kak juan, ini kak bian gabung sama kita aja gimana?” tanya karin menawarkan. juan melirik bian, melalui ekspresi wajahnya ia seakan menyerahkan jawabannya kepada gadis itu.

“juan, gue sama mereka, ya. gak apa, kan?”

“cuma di situ doang, ya ampun, kak.” karin menunjuk ke tempat gisella dan winta berada. dekat area minuman yang sebenarnya tidak jauh dari tempat juan dan bian berdiri. lalu juan mengizinkan, toh, sepupunya itu sudah diberitahu soal bian yang statusnya manusia—dan memiliki darah suci yang diperuntukkan khusus keluarga neozen.

lantas bian mengikuti. masih kental sekali rasa canggungnya. tapi ia cukup senang karena nina dapat mencairkan suasana. keempat gadis ini ramah semua, hanya saja yang bernama winta sedikit diam dan terus menerus menatapnya tanpa bicara.

“sorry, gue boleh minum gak ya? agak sedikit haus, hehe.”

karin mengangguk dan menunjuk deretan gelas kaca berisi minuman merah yang tadi bian yakini adalah sirup marjan. bian izin permisi untuk mengambil salah satu gelas, ketika hendak meminumnya, ia dikejutkan dengan hentakan tangan nina pada gelasnya.

“jangan diminum!” seru gadis itu.

entah nina yang menyentak gelasnya dengan kencang atau bian yang terlalu kaget dengan gerakan tiba-tiba itu sampai terjatuh dan telapak tangannya mengenai pecahan gelas di lantai. bian masih mencerna apa yang terjadi. ia bukan sosok yang gampang jatuh hanya sekali hentakan. bahkan bintang aja—sahabat sejak zaman putih abu—sering protes sakit kalau bian tabokin.

karin panik ketika melihat darah menetes dari telapak tangan bian. “WHAT THE HELL ARE YOU DOING, NINA?!”

sorry, karin. I didn't mean to hurt her." nina menunduk, memainkan jemarinya.

sebenarnya karin sadar bahwa ini bukan sepenuhnya salah nina, tapi juga sebagian besar dari dirinya yang lupa jika deretan minum di meja sisinya adalah khusus keluarga mereka, yang berarti hanya bisa diminum untuk kaum vampire. minuman untuk bian telah disediakan di atas nampan bulat lengkap beserta cemilan kering.

“gisella,” panggil karin. “tolong ambil obat dan perban.”

karin berdiri dan memeluk nina. “i'm sorry, I was too shocked. It's my fault too, not entirely your fault."

juan yang baru balik dari kamar karena marvin mengajaknya berbicara terkejut melihat situasi yang terjadi. bian terduduk dengan pecahan gelas, nina nyaris menangis dengan wajah bersalah karin di dekatnya, dan sisanya yang diam membeku. juan tau alasan mengapa saudaranya hanya mendiam tanpa membantu.

mata juan melirik ke arah tangan bian. benar dugaannya, ada darah yang mengalir karena tergores pecahan kaca. perasaan juan mulai tidak enak. menoleh ke arah saudaranya, memperhatikan satu-satu apakah mereka akan kuat menahannya. ketika matanya berhenti di yuka yang seperti tidak bisa menahan dan siap menerkam, juan ikut berlari ke arah bian.

yuka cepat sekali. benar-benar tidak bisa mengendalikan. dan untungnya juan tepat waktu berlari untuk mendorong yuka agar tidak mendekati bian. dorongannya keras sekali sampai-sampai yuka terpental dan membuat sofa tergeser.

theo dengan sigap menahan yuka walau tenaganya sedikit kalah. thala dan dean pun ikut menenangkan yuka yang sudah di luar kendali. jiwa vampire mengusai raga yuka sepenuhnya.

bian jelas semakin terkejut akan situasi ini. tapi dibanding mendongak untuk melihat apa yang sedang terjadi, mata bian terlalu fokus melihat ke arah tangannya yang terasa perih. gisella datang bersama jonathan dengan kotak p3k.

“kamu gak apa?” tanya jonathan. sejak tadi ia tak berada di ruang keluarga. jonathan mendapat panggilan dari ayah sehingga harus mengangkatnya dan mengobrol dengan ayah cukup lama di kamar pribadinya. ia datang tergesa-gesa karena tadi harsa mendatangi kamar dengan panik.

kok nanya sih mas?! jelas-jelas luka ini, perih!!

di ujung sana, jaydan berdiri dengan kedua tangannya bersidekap di dada. tertawa mendengar suara hati bian yang kesal atas pertanyaan jonathan.

“sakit,” jawab bian. “maaf juga bikin kacau.”

“bukan salah kamu, jangan minta maaf.” jonathan menarik tangan bian dengan hati-hati. meminta gisella mengeluarkan beberapa yang dibutuhkan, kemudian jonathan mengobatinya dengan hati-hati.

“nah, udah selesai,” ujar jonathan setelah menyelesaikan perban yang membalut telapak tangan bian.

jonathan menoleh ke juan yang tak berani mendekat. “juan,” panggilnya. “anter bian ke kamar tamu dulu, biar dia istirahat.”

bian berdiri dengan hati-hati agar kakinya tidak terkena pecahan kaca. matanya melirik juan yang sejak tadi tidak berani melihatnya balik. sedikit kecewa karena bian merasa juan tidak khawatir kepadanya.

jadi ini cara mainnya. juan tertawa kecil. baru saja hendak menolak, tapi—

“ayo pulang.”

—jaydan menarik tangan bian satunya yang tidak terluka. bukan hanya bian yang terkejut, tapi semua di sini pun sama. terutama juan, tentu saja.

bian melirik dan menatap wajah jaydan. loh, ini kan yang nyuruh gue tanggung jawab pas insiden cilok?

mengabaikan yang lain, jaydan tetap menarik tangan bian dan membawanya menuju garasi. lelaki itu akan mengantarkan bian pulang ke kosan.












to be continue.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top