Sepuluh Besar

Seminggu sudah ulangan telah berakhir, akhirnya bisa bernafas lega juga.

Kini, aku lagi duduk di taman belakang sekolah sendirian--karna jadwal seminggu ini class metting dan tak lama lagi aku sudah menerima rapot untuk terakhir kalinya karna aku sudah mau naik kelas akhir-- sambil dengerin lagu.

Disini sepi, karna murid-murid disini lagi ikut kegiatan eskul-eskul.

"ASTAGA, BASKETT" Seruku terkejut tersaat aku teringat kalau aku ada tanding lawan kelas IPS1.

Akupun langsung matikan lagunya dan berlari mencari Ulan. Saat aku cari dikelas, rupanya mereka semua sudah pada ngumpul dengan baju khusus untuk kelasku.

"Dari mana Za? Cepat sana ganti baju, bentar lagi kelas kita main" kata Ulan dengan buru-buru. Aku ngangguk.

Aku sedikit berlari menuju ke loker dan saat sudah sampai aku langsung ambil pakaian dan berjalan cepat ke ruang ganti baju. Saat sudah ganti baju aku kembali lagi keloker untuk simpan seragamku. Aku berjalan lagi ke kelas sampai akhirnya aku mendegar pengumuman kalau kelas 11 IPA1 harus berkumpul dilapangan basket.

Tetapi aku tetap jalan menuju kelas, belum sampai dikelas, anak kelasku baru keluar dari kelas. Aku lihat Ulan yang lagi gelisah mungkin menungguku batinku. Aku menghampirnya dan menepuk pundaknya.

"Ehh kok lo masih disini? Yukk kelapangan" ajakku.

"Gue nunggu lo kali, lama amat ganti bajunya" sungutnya.

"Itu udah paling cepet kali Lan" kataku sambil mutar bola mata.

"Udalah yuk, Nabila suruh cepat ke lapangan" aku ngangguk. Akhirnya kami berjalan agak cepat menuju kelapangan, rupanya semua lagi berkumpul.

"Untuk anak kelas 11IPA1 dan 11IPS1 permainan akan dimulai 5 menit lagi" panitia bersuara a.k.a Tiara adalah teman sekelasku yang merupakan kapten basket perempuan. Dia tidak ikut karna dia adalah kaptennya, akhirnya dia dipilih jadi panitia.

Akupun berkumpul membentuk bundaran. Nabila mengasi arahan kepada kami karna dia kapten timku. Saat sudah bunyinya pluit anak kelasku dan lawanku turun ke lepangan. Nabila yang berhadapan dengan Tari sedangkan aku dan Ulan dibelakangnya. Kami memang hanya bermain 3 orang saja.

Saat Tiara mempluitkan, bola langsung melambung keatas dan..
Happ

Nabila mendapatkannya, Nabila terus mendribel bola, saat ada Monica--lawan kelas kami-- didepan Nabila, Nabila langsung melemparkannya ke Ulan yang pas berada didekat ring, dan skor pertama untuk kelas kami.

Saat sudah bola jatuh dari ring, kini aku mengusai bola, aku mengdribelnya dulu sampai akhirnya Tari dari arah belakang mengambil bola, Tari langsung mendribel bola dekat ringku sampai akhirnya Ulan menghadangnya untuk masuk kering dan sayangnya bola itu tak masuk kering. Aku langsung mengusai bola itu dan saat aku akan mengoper ke Nabila yang kebetulan dekat ring, tiba-tiba aku disenggol sama Rianur dari arah samping dan reflek aku terjatuh duduk. Mendadak semua yang lagi heboh berteriak menyemangati kami diam seketika dan pluit langsung bertiup kencang begitu saja.

Aku hanya meringis merasakan ngilu dekat lututku, orang yang disini mendekatiku. Ulan yang berada didepan kakiku langsung dengan cepat membujurkan kaki.

"ARRGHH, Pelan-pelan dong Lan" sungutku saat di menghentakkan kakiku begitu saja.

"Za, lutut lo berdarah. Yukk cepetan ke UKS" ajak Nabila. Aku hanya ngeleng.

"Dikasi air juga hilang" kataku.

"Lan, tolong ambilin air" perintahku. Ulan ngangguk dan berjalan ketepi lapangan mengambil air botolku.

"SEMUANYA BUBAR-BUBAR" teriakan Tiara itu membuat siswa yang lagi disekililingkupun akhirnya bubar.

"Za, bagusan lo cepet-cepet ke UKS deh, banyak bener dah tu darahnya" kata Tiara. Aku hanya ngeleng.

Ulanpun datang dengan wajah yang sedikit terburu, di langsung menghampiriku dan memberikan aku botol air minum.

Aku megoleskan tepi-tepi air yang di tutup botolku dengan perlahan, aku hanya meringis sedikit.

Aku yang masih tetap mengoleskanpun sampe tidak sadar kalau Tia, Albi, Faruq dan Aldi sudah pada didekatku. Akhirnya akupun tersadar saat Tia bersuara.

"Lan, kenapa bisa?" tanyanya. Aku mendongak. Aku hanya menyenggir.

"Biasalah jatuh doang kok" jawabku. Tia hanya memutar bola mata.

"Mangkanya hati-hati dong" kini Aldi bersuara. Dia berjongkok dekat lututku, dia meniup-niup lukaku sedikit.

"Udah dikasi air?" Tanyanya lembut. Aku ngangguk sambil senyum.

"Za, maaf ya mungkin lo bisa suruh teman kelas kita untuk menggantikan lo. Karna banyak kelas yang akan tanding" Aku ngeleng dengan penjelasan Tiara.

"Biasa aja kali Tir, gue bisa kok" kataku sambil tersenyum untuk menyakinkannya.

"Oke, terserah lo aja. Misalkan lo ngga bisa, ganti aja" kata Tiara dan berjalan menggilkan kami. Aku ngangguk.

"Fath, kaki lo masih sakit percaya sama gue. Bagus lo suruh siapa kek gantiin lo" aku ngeleng.

"Lebay lo ah" candaku. Dia hanya mutar bola mata.

"Coba aja lo berdiri, pasti ngga bisa" tantangnya. Akupun berusaha berdiri walaupun kataan Aldi itu benar, aku sempat meringis sedikit saat mau berdiri. Saat aku sudah mau berdiri, tiba-tiba aku oleng kekanan dan refleks aku memeluk leher Aldi yang dihadapanku. Emang harus siapa lagi aku akan berpegang? Hanya Aldi yang tepat saat aku hampir jatuh.

Aku langsung menatap matanya yang menusuk mataku, aku baru tau kalau sedekat ini Aldi begitu tampan dan mata hazelnya yang membuat orang jatuh cinta seketika.

Termasuk aku.

Tanpa sadar aku tersenyum dan Aldi juga sama senyumnya yang membuatku meleleh. Aku langsung tersadar saat disekitar kami ada yang berdehem, aku juga tidak tau siapa yang berdehem.

Aku langsung membenahi posisiku berdiri, walaupun kaki kiriku jadi bebannya. Rasanya pipiku memerah, aku hanya memalingkan muka.

"Udah gue bilangkan?" Tanyanya sedikit songong.

"Udah ah, gue mau ke kelas dulu" kilahku. Aku secepat mungkin berjalan walaupun aku harus berjalan pincang.

"Menyebalkan" gumamku.

"Siapa? Gue? Siapa suruh tadi meluk-meluk" aku yang masih setengah sebal dan setengah senang terkejut begitu saja saat ada Aldi disampingku, dia langsung merangkulku supaya bebanku tidak berat. Aku hanya terpaksa, bukan terpaksa sih sebenarnya, malah seneng. Banget.

"Itukan reflek kali " kataku sambil mutar bola mata.

"Bercanda" katanya sambil mengacak rambutku. Aku hanya gumam dan berjalan sampai ke kelas.

*

Hari yang paling kutunggu saat ini. Opa dan Oma lagi kesekolahan untuk mengambil rapotku, biarpun tante aku kepala sekolah pastilah wali kelasku akan menceritakan sifat-sifat cucunya ini. Dan tak lupa, Opa juga mengambil raport Aldi.

Kini aku sedang baring malas-malasan di sofa bersama Ulan dan Tia. Ceritanya sih mau nonton film horor gitu, tetapi kami yang tidurnya sendiri dan kami kompak bertiga takut begituan-begituan. Apalagi aku yang paling takut. Akhirnya kami putuskan untuk menonton romance. Eittss jangan salah sangka, kami nonton romance yang Indonesia bukan yang barat-barat. Kalau sampe hal begituan, Oma pasti akan memarahi kami yang katanya kami masih dibawah umur.

Sebenarnya Tia tidak setuju dengan film yang aku dan Ulan pilih, karna dia ngga terlalu suka begituan, menurut dia lebay. Tapi kalau hal pacaran dia yang paling lebay. Aneh bukan?

Lain ceritanya aku dan Ulan. Aku sama Ulan itu memang suka nonton yang romantis-romantis. Pernah waktu dulu aku nonton bareng Tia, Ulan film yang romance saat itu Tia nolak mentah-mentah karna dia ingin film action. Sedengkan aku paling ngga suka film action, kalau Ulan? Rada-rada dikitlah sukanya.

Waktu itu ada adegan filmnya sih cowo lagi main gitar sedangkan sih cewenya nyanyi tetapi cowonya ikut nyanyi juga. Dan saat itu aku sama Ulan terpekik ala-ala lebay. Tia hanya mencibir dengan kelakuan kami.

Oke balik ke laptop.

Saat ini masih pagi. Ngga tau juga kenapa aku, Tia dan Ulan bangunnya awal. Sarapan aja jam 7 biasanya kalau lagi libur ginian ngga sempet sarapan.

Aku yang serius lagi nonton film tiba-tiba Tia beranjak dari sofa dan berdiri.

"Kemana?" Tanyaku singkat.

"Kebawah dulu, mau bikin mie" jawabnya.

"Gue Tia" celetuk Ulan tiba-tiba sambil nyengir.

"Boleh deh kalau gitu, gue juga ya Tia. Hehe" kataku sambil nyengir juga. Dia hanya ngangguk sambil mutar bola mata.

"Ehh Za" kata Ulan sambil senggolku. Aku natapnya tetapi tidak bersuara.

"Tia kenapa ya? Kok beda?" Kata Ulan. Aku ngangkat bahu. Dan kembali natap ke tv.

"Serius Za, dari kemaren waktu lo ke kelas sama Aldi guekan ceritanya mau kekelas juga untuk ngumummin untuk menggantikan lo. Gue pamit, tanpa ngajak sih Tia, gue pikir Tia juga akan tanding Volly tetapi yang bikin gue kaget sih Faruq nyeletuk mau ngikutin gue. Mangkanya waktu kemaren gue dateng kekelas sama Faruq" cerita Ulan. Aku yang masih memandang tv akhirnya noleh dengan raut bingung.

"Mengapa jadi Tia yang beda? Bukannya sih Faruq yang beda? Tiba-tiba ingin ikut lo kekelas?" Akhirnya aku bersuara.

"Gue belum selesai Za ceritanya"

"Ngomong kok setengah-setengah" cibirku.

"Oke maaf. Saat gue dan Faruq lagi jalan menuju kekelas, Faruq tiba-tiba kek gumam gitu tapi gue dengar, yaa kan gue sampingnya" kata Ulan.

"Terus Faruq bilang apa?" Tanyaku.

"Ngga salah gue sih ya dia bilang 'pasangan bodoh'"

"Kok pasangan bodoh sih? Mungkin dia bukan bilangin sih Tia dengan Albi kali" kataku supaya tidak menyangkal yang ngga-ngga.

"Gue percaya Za kalau sih Faruq itu pasti bilangin Tia sama Albi. Karna waktu dia bilang pasangan bodoh gue menoleh kearahnya, dia hanya ngeleng. Memangnya lo juga ngga sadar juga? Selama class metting Tia ngga pernah jalankan sama Albi? Dia malah sama kita terus. Gue sih mau-mau aja karna yaa sih Zikri juga sibuk" aku ngangguk, perkataan Ulan memang ada benarnya sih.

"Tapi ya Lan, kalau Tia kek gitu pasti dia ceritalah sama kita" kataku.

"Ininih yang ngga bisa cerita ke lo, lo itu orang ngga peka-peka. Coba lo lihat gerakan Tia hari-hari ini" aku hanya ngangguk.

Selama cerita kek gitu, taklama suara Oma memenuhi satu rumah dengan suaranya yang sedikit cempreng .

"Heyyy mana cucu-cucuku?" Teriak Oma dari bawah.

Tak lama aku sempat mendengar Tia terpekik bahagia. Aku langsung memandang Ulan dan Ulan tepat memandangku juga. Secepat kilat aku dan Ulan turun kebawah. Saat itu juga Oma langsung memberikan aku raport aku dan Ulan tak kalah hebohnya karna aku masuk 10 besar dan jangan ditanya kalau Ulan masuk 5 besar.

"Yeayyy akhirnyaa masuk 10 besar" teriakku bangga dan langsung meluk kedua sahabatku.

"Samaa gue juga ngga percaya" kata Tia. Kami melepaskan pelukan.

"Ehh Aldi? Lo peringkat berapa?" Tanyaku saat tau kalau Aldi lagi duduk santai sama Opa di sofa.

"Mau tau aja atau mau tau banget?" Tanyanya songong.

"Songong" cibirku.

"Ehh Oma kedapur dulu ya, mau bikin air minum dulu" kata Oma sambil beranjak ke dapur.

"Ehh ngga usah Oma, biar aku saja, Oma pasti capek" kata Ulan dan secepat kilat dia kedapur taklama disusul Tia untuk melanjutkan masak mienya karna Aldi minta juga.

"Opa, Aldi peringkat berapa?" Tanyaku.

"Satu" jawab Opa singkat.

"Apa?" Tanyaku. Ini kelinga ku yang budeg atau aku memang yang ngga percaya sih?

"Satu Fathiya, kan udah opa bilang kalau Aldi itu pintar" kata Opa santai.

"W--hatt?! Serius?" Tanyaku heboh lalu memandang Aldi sama Oma yang pas lagi duduk disofa yang aku duduk dibawah. Mereka berdia berdua ngangguk.

"Bohong, mana raportnya? Fath mau lihat" kataku masih tak percaya. Aldi langsung beri raportnya.

"Widihhh ini serius?" Tanyaku masih tak percaya. Aku langsung menatapnya. Aldi ngangguk. Aku langsung menghembur ke pelukannya.

"Wahhh selamatt Dii, gue seneng" kataku terharu. Dia balas pelukkanku.

"Gue juga lebih seneng" katanya yang masih betah meluk aku, bahkan tangannya ngelus rambutku."makasih ya" lanjutnya saat aku ngelepaskan pelukannya. Aku ngangguk.

"Kan udah opa bilang" kata Opa dengan sedikit mengejek. Aku malah ngangguk dan tersenyum. Ntah kenapa aku bangga.

*

Okee aku tau part ini pendek dann lebay. Maafkan dakunyaa lagi. hehe.

17 Januari 2016


Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top

Tags: