Statera [5] : Together

Di bawah naungan langit yang terlukis dengan warna biru nan cerah. Di atas hamparan rerumputan hijau yang membentang dengan sentuhan sinar sang Mentari.

Mereka. Dua insan yang kini tengah melepas rindu.

Rindu yang menggema di seluruh relung hati mereka, dan berpadu dengan rasa sesak yang selalu mengiringinya.

Kini, mereka saling menatap penuh kerinduan dan damba. Tersenyum dengan lembut, selembut angin yang menyapa.

Mereka terpaku lekat dengan jendela hati yang kini sama-sama melukiskan rasa penuh bahagia. Pula rasa syukur yang terpatri pada wajah mereka.

"Ke mana saja kauselama ini?" tanya wanita itu terisak seraya memukul lemah dada pria itu berkali-kali.

Lelaki itu hanya bisa tersenyum tipis. "Aku pergi untuk menjalankan sebuah misi. Misi dari Ayahku tepatnya. Maafkan aku yang sudah membuatmu menunggu," ucapnya tulus namun tersirat kesedihan disana.

Luxy mendongakkan kepalanya, seiring tangannya yang berhenti memukul pria itu. Terlihat air mata yang kini menggenang di pelupuk matanya. "Aku memaafkanmu. Tapi ... jangan pernah melakukan itu lagi, kumohon."

Lelaki bersurai kelam itu mengembuskan napas lega. Menggenggam tangan rapuh wanita itu, dan menatapnya dalam. "Luxy.... Aku sangat merindukanmu," ujarnya yang kini tersenyum sendu.

Wanita bersurai keemasan itu terkesiap. Tak lama kemudian, ia mulai menjatuhkan air mata haru yang kini mewakili perasaannya.

Ternyata, rindunya itu dirasakan oleh pujaan hatinya. Ternyata, rindu itu tidak membelenggunya seorang diri saja.

Ia pun menarik tangannya dari genggaman pria itu, dan menghapus air matanya kasar. "Bodoh! Aku juga sangat merindukanmu tahu!" ucapnya seraya memukul dada bidang pria itu pelan, lagi.

Pria itu hanya bisa terkekeh. Kemudian, diraihnya tubuh wanita itu dan direngkuhnya erat.

"Kaulebih kurus dari biasanya. Apakah kaumakan dengan teratur?" bisik pria itu khawatir.

Wanita itu menggeleng kecil, dan semakin membenamkan wajahnya pada dada pria itu. "Aku tidak nafsu makan akhir-akhir ini," cicitnya.

Caligo hanya dapat mendesah pelan. Bagaimanapun, ini adalah kesalahannya sehingga wanita yang dicintainya itu tampak lesu dan pucat dibandingkan sebelumnya.

Ia pun mengusap kepala wanita itu lembut. "Kauharus makan teratur. Jangan seperti ini lagi, nanti kausakit," ucapnya dengan sirat kesedihan dan penyesalan disana.

Tiba-tiba Luxy mendongakkan kepalanya. Ditatapnya wajah itu yang kini tampak terkejut akibat tingkahnya. "Kaujuga tampak pucat. Apakah kausakit?" tanyanya seraya mengulurkan kedua tangannya untuk menangkup rahang kokoh pria itu.

"Hmmm ... aku tidak apa-apa. Mungkin karena sedikit kelelahan," jawabnya setelah menimbang-nimbang sejenak.

Wanita itu menyipitkan matanya tak percaya. Ia melepaskan pelukan mereka, kemudian berkecak pinggang. "Bagaimana mungkin murid terbaik di Sanctus bisa kelelahan?" tanyanya penuh selidik.

Caligo pun hanya bisa tertawa kikuk. "I-itu hanya masa lalu. Sekarang, aku tidak seperti dulu lagi," jawabnya gugup seraya memalingkan wajah.

"Kaupernah mengalahkan lima puluh orang—"

"Ah! Aku ingat. Sebenarnya aku ingin mengajakmu ke suatu tempat," potong pria itu yang membuat Luxy mendengus pelan.

"Ke mana?"

Caligo hanya tersenyum tipis, membuat wanita itu mulai penasaran dengan tempat yang ingin ditunjukkannya. Setelah itu, pria itu membalikkan tubuhnya dan menengadahkan tangan kanannya seraya mengucapkan sebuah mantra. Menciptakan sebuah kumpulan berupa kerlip hitam yang kini menari bebas di tangannya tersebut.

"Aku memanggilmu atas perjanjian darah yang mengikat. Tunjukkanlah dirimu, wahai kesatria naga yang mulia."

Kerlip hitam yang tadi berkumpul di telapak tangan pria itu, kini mulai berpencar dengan sapuan angin yang menggiringnya. Tak lama kemudian, muncullah sosok yang kini terbang gagah dengan perpaduan warna hitam pekat tubuhnya yang membuat sosok itu tampak menonjol di atas langit sana.

Ia mendarat dengan mulus di atas rerumputan hijau yang kini tertiup oleh kepakkan sayap hitamnya. "Aku datang memenuhi panggilanmu," ucapnya seraya membungkuk hormat.

Caligo pun berjalan menghampiri Dragonnya. Mulai berpijak pada salah satu kaki dragon itu, dan melompat ke atas punggung Dark dengan mudahnya.

Sedangkan Luxy hanya bisa bergeming di tempatnya. Ia terlalu terkejut dengan kedatangan Dark, dan tentu juga dengan kemampuan pria itu.

"Luxy! Ayo kesini!" teriak Caligo dari atas sana yang membuat Luxy tersadar.

"Aku tidak bisa! Dark terlalu tinggi! Bagaimana caranya aku kesana?" tanyanya dengan suara keras setelah memperkirakan tinggi dragon itu yang sekitar empat kali tinggi tubuhnya, dan tentu membuatnya kebingungan untuk naik ke atas sana.

Namun, tidak ada jawaban dari Caligo. Membuat Luxy heran, dan akhirnya memanggil pria itu. "Caligo? Apakah kaumendengarku?"

Tak lama kemudian, Dark merendahkan tubuhnya, dan akhirnya duduk beralaskan rerumputan.

"Lady, apakah ini masih terlalu tinggi untukmu?" tanya Dark seraya melipat sayapnya.

"Kurasa ... iya," jawabnya seraya mengerucutkan bibir karena tinggi dragon itu sekarang masih terbilang terlalu tinggi baginya, sekitar dua kali tinggi wanita itu.

"Kalau begitu, naiklah dari sini, Lady," ucap Dark seraya mengulurkan satu kakinya sebagai tangga agar mempermudah Luxy naik ke atas.

"Ayo Luxy, ini tidak apa-apa, kok," kata Caligo yang kini mengulurkan salah satu tangannya, dan yang satunya lagi memeluk leher Dark sebagai pegangan.

Luxy tampak ragu. Namun, ia pun akhirnya memberanikan diri dan mulai naik dengan bantuan Caligo yang kini menggenggam tangannya.

Wanita itu menggigit bibirnya gelisah. Bagaimanapun, naik dengan sepatu berhak cukup tinggi itu bukan perkara mudah. Ketika ia hampir sampai, tiba-tiba saja ia tergelincir dan akhirnya Caligo pun menarik lengannya dengan kuat sehingga ia tidak jadi terjatuh.

"Hampir saja," gumam Caligo seraya menghembuskan napas lega.

Tanpa Caligo sadari, lengan wanita itu kini tampak memerah di genggamannya. Membuat Luxy harus menahan rasa sakit dan perih akibat kejadian tadi.

Namun rupanya, Caligo menyadarinya setelah menatap lamat-lamat wajah wanita itu yang kini memerah. Tampak jelas tengah menahan rasa sakit.

Ia pun bergegas melepaskan genggamannya. Terkejut bukan main karena melihat lengan wanita itu yang memar akibat ulahnya.

"Ma-maafkan aku. Kaujadi terluka seperti ini," ucap pria itu penuh penyesalan.

Luxy mendongak dengan mata membulat. "Ah tidak! Tidak apa-apa kok! Ini tidak terlalu sakit. Lagipula, aku tahu bahwa kaumelakukannya untuk menyelamatkanku yang ceroboh ini," ucapnya seraya mengibaskan tangannya. Seolah memberikan isyarat bahwa hal tersebut bukanlah sesuatu yang harus dipermasalahkan.

Namun, tetap saja ada rasa penyesalan yang terbesit di hati pria itu. Caligo pun menundukkan kepalanya dalam. "Tapi tetap saja, ini tidak menepis kenyataan bahwa aku telah melukaimu," ucapnya lirih.

Bukan hanya hatimu yang telah kulukai, bahkan ragamu juga. Aku ... memang lelaki bodoh.

"Tidak! Jangan pernah berpikir seperti itu. Aku tahu kaumelakukannya karena ingin menyelamatkanku, bukan? Lalu, mengapa kaumerasa sangat bersalah?" tanya Luxy menggebu seraya melipat kedua tangannya.

Kali ini Caligo yang membulatkan matanya. Melihat Luxy dengan gesturnya yang seolah menuntut jawaban. Dengan suara rendah, akhirnya pria itu pun mencoba menjawab, "Karena aku...."

"Karena aku apa?"

Terdengar suara pria itu yang kini mengembuskan napas berat. Ia memejamkan matanya, seolah tengah tenggelam dalam pikirannya.

"Karena aku sangat takut melukaimu," ucapnya seraya menatap wanita itu dengan pandangan kosong.

Luxy hanya bisa terpaku menatap manik jelaga itu. Tak berselang lama, tiba-tiba wanita itu tertawa. Membuat Caligo mengernyitkan dahinya bingung.

"Luxy, kenapa kauter—"

"Oh, ayolah Caligo, Kenapa kauberlebihan seperti ini?" tanya Luxy seraya terkikik geli. "Lihatlah Caligo, ini hanya memar saja. Tidak berdarah, kan? Tenanglah, aku akan segera menyembuhkannya dengan Heiler agar kautidak perlu secemas itu," ucapnya dengan nada ceria, seperti biasanya.

Ia pun mengambil sebuah kristal Heiler dari dalam saku gaunnya, dan bergegas meneteskan cairan hijau tersebut ke lengannya yang memar.

Setelah lukanya sembuh, wanita itu langsung mencari posisi duduk yang nyaman di atas dragon hitam tersebut. Lalu, ia pun menengok ke belakang, tepatnya ke arah Caligo yang masih diam membisu.

"Bukankah kauingin mengajakku ke suatu tempat?"

Pria itu tidak menjawab.

"Kapan kita akan pergi ke tempat itu?"

Pria itu masih memilih bungkam.

Luxy mulai kesal dengan sikap tidak acuh pria itu. "Kaumasih ingin diam saja, Tuan Caligo?" tanyanya gemas.

Sekarang, pria itu memalingkan wajahnya.

Wanita itu mulai geram. "Kalau kaumasih diam saja, aku tidak ingin berbicara denganmu selama satu bulan kedepan!" ucapnya memberi ultimatum yang sontak membuat Caligo bergegas duduk tepat di belakang wanita itu.

"Ancamanmu terlalu berat untukku," gumam pria itu yang masih dapat terdengar oleh Luxy.

"Ouh~ ancamannya kurang berat, ya?" tanyanya pura-pura salah dengar.

Caligo hanya bisa mengembuskan napas dalam untuk menetralisir perasaan berkecamuk yang kini memenuhi benaknya. Ia menatap wanita itu cukup lama. Lekat. Tanpa berkedip sedikit pun.

Merasa gugup ditatap seintens itu, Luxy pun hanya bisa memiringkan kepalanya kikuk. "Ada apa? Apakah kaumarah?"

Pria itu menggelengkan kepalanya pelan. Menarik kedua sudut bibirnya, dan berdeham pelan. "Kauselalu memiliki banyak cara untuk membuatku kesal, dan menuruti seluruh kemauanmu," ucapnya seraya mencubit kedua pipi wanita itu gemas.

Luxy menepis tangan pria itu, dan mengusap kedua pipinya yang terasa berdenyut. "Itu karena kauyang duluan membuatku kesal!"

Pria itu terkekeh. "Iya, iya. Maafkan aku kalau begitu. Dan juga ... maafkan aku karena telah melukai tanganmu tadi," ucap Caligo yang kini ikut mengusap pipi wanita itu.

"Kautidak ingin meminta maaf karena telah menyubit pipiku?" tanya Luxy seraya mengerucutkan bibirnya.

Caligo tersenyum tipis. "Aku akan meminta maaf, tapi ... dengan cara seperti ini."

"Ap—"

Tanpa Luxy sadari, pria itu tiba-tiba mengecup kedua pipinya sekilas yang sontak membuat wajahnya memerah.

"Apakah itu sudah cukup?" tanya Caligo dengan tatapan jahil.

Luxy langsung membalikkan wajahnya ke arah depan. Membelakangi pria yang kini menahan tawa tersebut.

"A-apa yang kaulakukan? Metode meminta maaf macam apa itu?" tanya Luxy gugup luar biasa.

Pria tampan itu kini tersenyum lebar. Gestur gugup yang jelas digambarkan oleh Luxy, membuatnya semakin bersemangat menjahili kekasihnya tersebut.

"Mengapa kaugugup seperti ini? Bukankah aku sering mengecup keningmu, ya?"

"Itu beda cerita. Setidaknya saat itu aku sudah siap dan memang menginginkannya, tapi—"

Luxy tidak melanjutkan perkataannya. Ia baru menyadari bahwa kata-katanya tersebut terlalu berbahaya jika diucapkan kepada kekasihnya itu. Tapi ... apa daya? Ia sudah terlanjur mengatakannya, dan hanya bisa merutuki kebodohannya sendiri.

"Ah~ Aku mengerti sekarang. Kausebenarnya menginginkannya, bukan?"

Wajah Luxy semakin memerah."Caligo!"

Terjadi sebuah pertengkaran kecil namun tampak mesra tersebut. Dihiasi oleh suara gelak tawa pria itu, dan lengkingan suara wanita itu yang masih beradu argumen.

Di tengah argumen itu, mereka merasakan goncangan yang sontak membuat keduanya berhenti seketika.

"Ada apa?!" teriak Luxy panik.

Terdengar kekehan yang tertahan dari atas. Membuat Luxy menyipitkan matanya penuh selidik. "Dark, apa yang kautertawakan?" tanya wanita itu datar.

Dark menolehkan kepalanya. Menundukkan kepalanya seraya menatap kekasih Tuannya itu. "Aku merasa bahwa kalian sangat lucu ketika bertengkar seperti tadi," ucapnya seraya menahan tawa.

"Apa kaubilang?!"
"Terima kasih."

Luxy langsung melotot ke arah pria itu yang kini tersenyum lebar.

"Aku pasti akan merindukan momen-momen seperti ini kelak," ucap Dark yang akhirnya membuat kedua insan itu saling melempar senyum.

* * *

Dragon hitam itu kini melesat membelah langit biru. Berbaur dengan awan putih yang kini mewarnai angkasa.

Luxy tertawa girang ketika Dragon itu menukik tajam dengan lihainya. Terbang menembus awan, dan menimbulkan angin yang menerpa mereka dengan kuat.

Wanita itu senang, tentu saja. Hal itu tidak dapat dipungkiri karena ini adalah pertama kalinya ia menunggangi seekor Dragon, dan seolah terbang di langit.

"Pegangan!" teriak Caligo yang kini setengah memeluk wanita itu dari belakang.

Luxy pun langsung memegang sebuah tali keras berwarna hitam itu yang juga digenggam oleh Caligo agar mempermudahnya menunggangi Dragon yang wajahnya tertutup oleh sebuah topeng hitam.

Caligo menarik sisi kanan tali itu. Membuat Dark terbang menukik ke arah kanan.

"Kita akan kemana?" Tanya Luxy antusias.

Dragon itu mulai terbang dengan tenang. Tidak memperlihatkan lagi kelihaian dua sosok itu dalam berkolaborasi.

"Ke arah barat. Menuju tengah danau Viridita," jawab pria itu kemudian.

Luxy merasa tidak asing dengan nama danau itu. Dirinya mencoba mengingat-ingat, namun tetap saja bayangan tentang danau itu masih samar.

Caligo terkekeh memecah keheningan. " Kauakan ingat ketika sampai disana," ucap pria itu seolah menjawab pertanyaan yang sedari tadi memenuhi otak wanita itu.

Luxy mendengus. "Baiklah."

Caligo tersenyum sangat tipis. Menatap punggung wanita itu yang sudah tampak riang kembali.

"Caligo! Dark! Di bawah kita ada apa?" tanya Luxy semangat seraya menunjuk awan yang kini membentang luas di bawah mereka. Memperlihatkan pantulan bayangan mereka yang kini berhenti.

Luxy menekuk jari telunjuknya yang mengarah ke awan tadi. Menatap pria itu seraya mengerucutkan bibirnya. "Kenapa berhenti?" tanyanya kecewa.

Caligo tidak menjawabnya. Ia tengah sibuk membenarkan posisi duduknya. Tak berselang lama, ia pun menatap wanita itu seraya tersenyum simpul. "Sekarang, pegang tali itu kuat-kuat."

Belum sempat Luxy bertanya untuk apa, Dragon itu terbang melesat menembus awan putih di bawah mereka, dan menimbulkan embusan angin yang seolah menampar wajah wanita itu. Ia langsung memeluk dragon itu, takut. Membuat Caligo mengelengkan kepala melihat tingkahnya.

"Caligo! Hentikan ini sekarang juga!" teriak wanita itu yang tersamarkan oleh tajamnya angin, dan menampakkan raut wajah ketakutan sambil memejamkan matanya.

Caligo pun langsung menarik tali kendali itu. Membuat Dark berhenti terbang secara vertikal, kemudian menjadi terbang mendatar dengan kecepatan sedang.

Luxy yang merasakan perubahan itu kemudian membuka matanya secara perlahan. Bangkit, dan mulai melihat sekitar. Manik keemasan matanya tampak berbinar, dengan warna kebiruan yang memantul di sana. Dirinya kini sedang berada di tengah lautan biru, berteman burung-burung pemakan ikan yang kini terbang bebas di atas sana.

"Kausekarang sudah tahu, kan? Kita berada di tengah laut, Luxy," bisik pria di belakangnya.

Luxy mengangguk. Ia pun meminta pria itu untuk membuat Dark terbang lebih rendah lagi, dan langsung dituruti olehnya. Sekarang, mereka hanya berjarak sekitar setengah meter dari atas laut dengan keadaan Dragon itu yang kini terbang membelah permukaan air, dan menciptakan helaian air tipis yang mencuat ke samping.

Luxy memekik girang. Cipratan air yang timbul kini sedikit membasahi wajahnya. Membuat Wanita itu mengedipkan matanya perih karena tetesan air laut yang asin itu masuk ke matanya.

Caligo pun mengalami hal serupa. Dan akhirnya, ia pun menarik tali yang ia genggam sedari tadi untuk membuat Dragon itu kembali terbang ke langit.

"Apakah matamu tidak perih, Dark?" tanya Luxy dengan tertawa kecil seraya mengusap matanya.

"Tidak, Lady. Topeng ini membantuku."

"Lalu, bagaimana denganmu, Caligo?"

"Hmmm ... Luxy. Bolehkah kauusap kedua mataku? Ini sangat perih," jawab pria itu yang kini sedang mengedipkan kedua matanya beberapa kali dengan dahi mengernyit.

Membuat wanita itu sekaligus Dragonnya tergelak karena tingkahnya.

* * *

Dragon itu mendarat dengan mulus di tengah danau Viridita yang menjadi tempat tujuan mereka. Tepatnya di sebuah pulau kecil yang memiliki sebuah bukit di ujungnya. Ia merendahkan tubuhnya, memudahkan kedua Guardians itu turun dari punggungnya.

"Dark, tunggulah disini. Kami akan segera kembali," ucap pria bermanik pekat malam tersebut.

"Baik, Tuan, aku akan menunggu. Tapi sebaiknya kalian bergegas kembali, karena hujan akan turun."

Pria itu menengadahkan kepalanya menatap langit. Menatap awan kelabu yang kini mulai menutupi senyum sang Mentari. "Kaubenar. Kami tidak akan lama."

Dragon itu tersenyum. "Dan sebaiknya kaubergegas. Kekasihmu sudah berjalan menuju puncak bukit sedari tadi."

Mata pria itu terbelalak. Ia pun langsung membalikkan tubuhnya, menatap kekasihnya itu yang kini sedang berlari penuh semangat dengan tertawa kecil.

Ia menatap Dragon itu seolah meminta izin, dan segera pergi menyusul kekasihnya yang sudah sampai di atas.

Dark pun hanya bisa tersenyum lirih. Menatap punggung pria itu dengan tatapan sendu. "Mengapa takdir sangat kejam, Tuanku?" gumamnya sedih.
.
.
.
.
.

_To be Continued_

{Glosarium}

Heiler : Heiler merupakan ramuan obat yang dibuat khusus untuk para Guardians. Berwarna hijau dan memiliki efek penyembuhan yang sangat cepat.

🍀 🍀 🍀

Hai-Hai ^^
Chapter sebelumnya itu ada riddlenya loh~ pada nebak ngga? Muehehehe #plak #telat lu Miyuki #udah mah chapter ini digantung kek jemuran lagi

Oke-oke calm semua calm :v #plak

Maaf baru ngasih tau riddlenya sekarang hihi :3
Kalau ada yang nyadar duluan, syukur.... Kalau ngga, yaudah nih sekarang dikasih tau wkwk ^^

Btw, aku mau nanya sesuatu ke kalian.... Cerita ini bikin glosariumnya jangan? :v Dah gitu aja #plak

Terima kasih bagi yang sudah mampir ke cerita ini ^^

Hope you enjoy this story :D

Chapter selanjutnya :

"Under the Occurrens Tree"

Tunggu kelanjutannya, ya!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top