Statera [3] : Yearn and a Vague Dream

Waktu fajar mulai menyingsingkan auranya menyinari seluruh kebekuan alam semesta.

Menanggalkan rengkuhan kesunyian malam yang akan tergantikan oleh kehangatan sang Mentari.

Pada saat itu, seorang pria dengan jubah biru kebesarannya yang terkibas angin kini tampak gagah dengan seulas senyuman di wajahnya.

Dengan tegap, ia berjalan menuju altar putih yang di sekitarnya telah berdiri tiga puluh guardian yang masing-masing telah mengenakan jubah kebesaran yang mewakili kekuatan mereka.

Setelah sampai di tengah altar, tepatnya di sebuah lingkaran putih yang berukir bunga teratai di atasnya, ia pun menarik sebuah pedang berwarna silver dengan ukiran yang sama persis dengan lambang altar tersebut di sarung pedang miliknya, dan mulai mengacungkan pedang itu ke arah langit.

Tiga puluh guardians lainnya pun melakukan hal serupa. Namun, senjata mereka tentulah berbeda-beda. Ada yang berupa tombak, panah, dan senjata lainnya.

Sosok berjubah biru itu pun mengedarkan pandangannya ke sekitar.

Baik. Mari kita mulai.

Setelah semuanya siap, pria itu pun memberikan sebuah aba-aba dan akhirnya mereka pun mulai membaca mantra seraya menyalurkan kekuatan mereka ke arah pedang silver itu. Menciptakan sebuah kesatuan dari berbagai perpaduan spektrum cahaya yang menjadikannya sebuah cahaya keperakkan.

"Kami berdiri di atas altar putih ini ingin memanggilmu. Wahai bunga vitae yang tersegel dalam pohon praesidio.

Dengan ini kami akan berikan kekuatan kami untukmu agar kaudapat menyalurkannya pada dunia ini."

Setelah mereka mengucapkan mantra yang seiring dengan selesainya penggabungan kekuatan, guardian bernama Aquo itu pun langsung menancapkan pedang itu tepat di tengah lambang bunga vitae tersebut.

Ia pun mundur beberapa langkah. Dan seketika itu juga cahaya yang berwarna hijau terang menyeruak keluar dari lambang itu. Dengan perlahan, sebuah kuncup bunga berwarna silver itu mulai muncul ke permukaan.

"Bunga agung yang selalu terlihat cantik," batin semua guardians yang melihatnya.

Setelah seluruh bagian bunga tersebut muncul, semua guardians yang berada di altar itu pun menyalurkan kekuatannya menuju bunga teratai bernama Vitae tersebut.

Bunga itu pun bergerak ke atas, dan semakin lama ukurannya semakin membesar. Setelah sampai di puncak pohon, semuanya dengan serempak berkata, "Et apertis!"

Seketika itulah, bunga itu perlahan mekar dan akhirnya menyebarkan kekuatan guardians berupa kerlap-kerlip yang sangat indah. Kerlap - kerlip tersebut tertiup bersama angin yang berembus. Tersebar di dunia itu dan bersatu dengan alam.

Menjadikan pohon-pohon berbunga mulai berganti dengan daun-daun hijau yang membentuk gugusan pepohonan musim panas yang memukau. Membuai para hewan yang tengah bermimpi dengan kehangatan musim ini.

Sang Surya kini menampakkan dirinya di atas cakrawala dunia. Memancarkan cahaya keemasan dan memancarkan kebahagian.

Semua orang bersorak gembira. Menyambut anugerah sekaligus keajaiban pada pagi ini.

Angin pun seolah bernyanyi pada hari ini. Menghibur makhluk di dunia itu dengan harum semerbak khas musim panas dan menggiring dedaunan untuk menghiasi langit nan biru.

Namun, seorang wanita bermanik keemasan yang berdiri di altar itu hanya terdiam menatap berbagai keindahan dunia yang terlukis di hadapannya. Senyum manis yang biasanya terhias di wajahnya, kini tidak tersungging di bibir tipisnya.

Ia hanya bisa terpaku memandang langit. Menghembuskan napas berat dan bertanya dalam hati.

"Dimanakah kau--

Kekasihku?"

* * *

Kota Alba, yang berarti kota putih. Sebuah kota yang sesuai dengan namanya, megah dengan warna putih yang mendominasi setiap bangunan yang kokoh berdiri di sana.

Kini, terkibar sebuah bendera berlambang bunga vitae di setiap atap bangunan, dan juga di sepanjang jalan utama kota tersebut.

Sorak sorai penduduk menciptakan keramaian yang kini mengiringi rombongan para guardians yang tengah menuju the heart of town, Lingkaran Portal Caeruleus.

Lingkaran Portal Caeruleus adalah pusat dari semua portal di dunia ini. Portal yang paling besar, dan dapat menampung para guardians yang berjumlah hingga ratusan orang.

Rombongan berkuda itu pun kini tengah membalas sambutan dari para masyarakat. Membalas dengan senyuman dan sebuah lambaian tangan. Mereka memacu kuda mereka secara perlahan sehingga masyarakat dapat dengan mudah melihat mereka, orang-orang yang berjasa pada dunia ini.

Namun, ada seseorang di antara mereka yang kini tengah tenggelam dalam pikirannya. Walaupun ia ikut melambaikan tangan dan tersenyum, percayalah bahwa hatinya kini sedang bersedih.

Bersedih karena kerinduan yang amat dalam pada sosok itu.

Dan sekarang, dalam benaknya, ia sedang larut dalam masa lalu. Mengingat sebuah kenangan ketika terakhir kali bertemu sosok itu.

Pada saat itu, tepatnya satu bulan yang lalu, suara petir yang menggelegar telah membuat seluruh makhluk di dunia itu memekik ketakutan. Angin yang berembus seolah ingin menerjang gugusan pepohonan yang mulai terombang-ambing dibuatnya.

Semuanya terdiam dengan ketakutan yang jelas terukir di wajah mereka. Ditemani oleh rangkaian melodi badai yang membuat siapapun bergidik ngeri ketika berada dalam rengkuhannya.

Tidak ada keindahan sang Alam. Tidak ada kehangatan sang Mentari.

Dengan sendu mereka--para makhluk di Statera--memandang langit kelabu sambil bertanya, "Apakah dunia tengah murka?"

Namun, tak ada yang menjawab kecuali suara guntur yang semakin beradu di atas langit sana.

Di hari itu pula, seorang pria bersurai hitam tengah bermimpi dengan peluh yang terhias di wajahnya.

Ia bergerak gelisah dalam tidurnya. Menggumamkan sesuatu, namun tersembunyikan oleh hujan yang menimbulkan suara gaduh di luar sekat bening berbingkai kayu itu.

Napasnya mulai memburu. Wajah rupawannya semakin pias dan semakin berhias dengan peluh.

Dan ketika suara dentuman akibat jendela yang terhempas mulai memenuhi penjuru ruangan itu, ia pun terbangun dengan napas terengah-engah. Dengan panik, ia pun berdiri dan mulai memperhatikan sekitarnya.

Dan akhirnya, manik matanya menemukan sosok yang kini tengah berada di ambang pintu dengan wajah khawatir.

"Luxy...," panggil pria itu dengan lirih.

Wanita bernama Luxy itu pun langsung berlari menghampiri pria yang kini berwajah pucat pasi itu. Tidak peduli pada pecahan beling berisi sup yang berserakan di depan pintu ruangan bernuansa cokelat kehitaman itu.

Sebenarnya, ia ingin memberikan sup buatannya itu kepada Caligo ketika pria itu sudah bangun nanti. Tetapi sebelum ia meraih knop pintu, tiba-tiba ia mendengar suara dentuman keras yang membuatnya panik, dan akhirnya menjatuhkannya.

"Ada apa Caligo?! Apa kau terluka?!" tanya wanita itu dengan panik ketika sudah berada di hadapan pria itu.

Pria itu terdiam. Ia tidak bergerak sedikit pun yang lantas membuat wanita itu semakin khawatir.

"Ada apa Caligo?! Jawab aku!" ucapnya seraya mengguncang tubuh tegap yang kini terduduk lemas di atas tempat tidur.

"Caligo--"

Dan tanpa wanita itu kira, pria itu tiba-tiba menarik tubuhnya dan mendekapnya. Dekapannya semakin erat, tetapi tidak membuat wanita itu sesak dibuatnya.

"Ada apa Caligo? Kenapa kauseperti ini?" tanya wanita itu bingung.

"Aku...."

"Iya?"

"Aku bermimpi," ucapnya dengan lirih.

Wanita itu mengernyitkan dahi. "Mimpi apa?"

"Mimpi yang terasa sangat nyata. Bahkan aku pun tidak dapat menjelaskannya."

Wanita itu pun hanya bisa tersenyum. Ia pun mulai membalas pelukan pria yang sangat ia cintai itu.

"Aku tidak akan memaksamu untuk menceritakan mimpi itu. Tapi kauharus tahu bahwa itu hanyalah sebuah mimpi. Sebuah bunga tidur yang peluang terjadinya sangatlah kecil. Jadi, jangan takut ... karena aku akan selalu berada di sisimu."

Ucapan gadis itu tentu saja membuat hati Caligo merasa sedikit tenang. Ia pun mulai merasa bahwa yang dikatakan kekasihnya memang benar. Bahwa itu semua hanyalah mimpi belaka.

"Terima kasih Luxy.... Terima kasih," ucapnya dengan tulus.

Wanita itu pun turut senang karena sekarang pria di pelukannya ini sudah merasa lebih baik. Walaupun memang, rasa ingin tahunya sangat besar dan ia harus menahannya karena pria itu bahkan tidak bisa menjelaskan mimpi tersebut.

"Jadi, kausudah merasa lebih baik, kan? Sekarang lepaskan aku, karena aku harus membereskan pecahan beling itu."

Pria itu menggeleng. "Tolong ... Biarkan seperti ini dulu sebentar lagi," mohon pria itu.

Wanita itu pun mengembuskan napas berat. Bagaimanapun, ia merasa bersalah karena telah memecahkan mangkuk itu. Tetapi ia juga tidak tega melihat Caligo dengan kondisi seperti ini.

"Baiklah...," ucap wanita itu dengan pasrah.

Mereka pun terlarut dalam momen itu. Merasakan kehangatan yang keduanya selalu rasakan sejak bertahun-tahun yang lalu.

Namun, wanita itu tidak tahu apa yang sebenarnya dipikirkan pria itu. Dalam benaknya Caligo bertanya, "Lalu apa yang harus aku lalukan jika semua itu menjadi kenyataan?"

Dan tanpa sadar, air mata telah menetes di balik matanya yang terpejam.

* * *

Wanita itu membuka matanya perlahan. Mendesah frustrasi dan mulai menengadahkan kepalanya menatap langit yang kelam.

Binar bintang yang menghiasi langit malam itu terlihat sangat indah. Namun, tidak seindah hati dengan kerinduan yang sosok itu miliki.

Kini ia sedang terdiam di balkon kamarnya. Berusaha mengusir kerinduan dengan menikmati pekatnya nuansa langit di atasnya.

Namun, hal itu sia-sia. Karena sosok itu memang tidak akan terlupakan olehnya walau barang sejenak.

Sreet

Suara pintu terbuka telah mengalihkan perhatiannya. Ia pun membalikkan tubuhnya, dan menatap sosok yang kini berdiri beberapa meter di hadapannya.

"Putriku, kenapa kaubelum tidur?" tanya sosok itu dengan lembut.

"Aku hanya ingin menikmati malam, Ayah. Mungkin ini bisa mengusir rasa rinduku padanya," jawabnya dengan nada ceria walau tersirat kesedihan di sana.

Pria paruh baya itu pun menipiskan bibirnya. Berjalan menghampiri Luxy, dan ikut menikmati malam berhias bintang di samping putrinya.

"Kau sangat rindu padanya, ya?" tanyanya tanpa menoleh.

"Tentu saja, Ayah. Sudah satu bulan aku belum bertemu dengannya, bahkan ia tidak mengabariku sedikit pun." Wanita itu kesal. Mengingat fakta bahwa kekasihnya itu menghilang tanpa kabar. Mungkin jika Caligo memberinya kabar, ia tidak akan seterpuruk ini, pikirnya.

Ayahnya pun hanya terkekeh mendengar keluhan putrinya tersebut. Ia pun menoleh dan mengusap kepala putrinya dengan lembut.

"Aku yakin Caligo memiliki alasan tersendiri untuk melakukan ini semua. Coba tanyakan pada dirimu sendiri, mengapa Caligo melakukan semua ini? Apakah kaumulai ragu padanya?"

Mata wanita itu membulat. Mencoba membenarkan perkataan Ayahnya barusan.

Bagaimana mungkin ia setega ini padaku? Apakah aku mulai ragu padanya?

Luxy pun menggelengkan kepalanya sambil tersenyum. "Apa pun yang terjadi. Dan apa pun yang ia lakukan. Aku akan selalu percaya dan mencintainya," ujarnya dengan teguh dalam hatinya.

"Iya, Ayah, kaubenar. Aku akan percaya padanya. Selalu." Ia menolehkan kepalanya. Tersenyum manis kembali setelah murung selama satu bulan terakhir ini.

Pria paruh baya itu terkekeh lagi. Menampakkan dua buah lesung pipinya yang memesona. "Ini baru Luxyku!" ucapnya sambil mengacak rambut putrinya gemas.

"Ayah hentikan!" Dengan mengerucutkan bibirnya, Luxy pun merapikan rambutnya kembali yang sekarang terlihat sangat tidak berbentuk.

"Sudahlah, sekarang waktunya kautidur. Ini sudah terlalu larut untuk gadis sepertimu. Ayo!" ucap ayahnya yang kini menarik putrinya menuju tempat tidur.

"Baiklah Ayah, baiklah."

Luxy pun berbaring di ranjangnya. Menutup matanya dan tak lama kemudian, ia mulai bernapas dengan teratur.

Aquo pun hanya dapat menggelengkan kepalanya sambil tertawa kecil. "Cepat sekali ia tertidur," batinnya.

Ia pun menarik sebuah selimut dan menyelimuti anaknya yang kini benar-benar terbuai oleh mimpi. Setelah menutup pintu balkon, ia pun secara berhati-hati keluar dari kamar itu agar tidak mengganggu tidur putrinya.

Namun pada malam itu, kedua orang itu tidak menyadari bahwa sedari tadi mereka diperhatikan oleh seseorang yang kini tersenyum dengan tipis.

Siluet tubuhnya memang tertutup oleh semak-semak dan tersamarkan oleh pekat malam, sehingga tidak heran bahwa kedua guardian itu tidak mengetahui keberadaannya.

Tidak lama kemudian, sosok itu pun membalikkan tubuhnya. Berjalan beberapa langkah dan kemudian menghilang tanpa jejak seiring embusan dinginnya angin malam.

* * *

Di ruang bacanya, kini Aquo tengah kalut dalam pikirannya. Mencari jawaban atas ketidak-hadiran anak sahabatnya itu selama sebulan ini.

Ditemani oleh sebuah cahaya lilin dan buku berwarna perak yang berdebu, ia mulai memikirkan beberapa kemungkinan.

Mungkinkah Ia sedang sakit?

Atau mungkin ... Ia ada keperluan yang mendesak?

Namun, kemungkinan-kemungkinan yang ia pikirkan sama sekali tidak menunjukkan sedikit pun titik terang.

Ia pun akhirnya bersandar pada kursi kayu yang berukir bunga vitae itu. Memijat pelipinya seraya mendesah lelah.

Dalam benaknya ia bertanya, "Di manakah kau? Dan mengapa kaupergi tanpa kabar?"

Ia terus mengulang pertanyaan itu sampai tiba-tiba cahaya lilin yang berada di atas meja tersebut padam. Hal tersebut tentu membuyarkan lamunannya, dan membuatnya mulai mengawasi sekitar.

"Siapa kau?" ucapnya dingin ketika mendengar suara langkah kaki yang menghampirinya.

Tak lama kemudian, cahaya lilin itu kembali hidup secara tiba-tiba. Membuat Aquo dapat melihat dengan jelas sosok yang kini berdiri di hadapannya.

"K-kau--"
.
.
.
.
.

_To be Continued_

{Glosarium}

Bunga vitae : Bunga yang menjadi lambang Guardian dan Statera. Bunga ini adalah bunga spiritual yang berperan penting pada berbagai macam ritual. Bunga ini memiliki bentuk seperti bunga teratai, dan memiliki ukuran yang besar. Warna bunga ini adalah silver.

Pohon praesidio : Pohon ini terletak di tengah Nature Kingdom. Memiliki ukuran 'sangat raksasa', dan batangnya berwarna putih. Di puncak pohon, terdapat Altar Putih Vitae. Pohon ini berfungsi sebagai pelindung bunga vitae.

Kota Alba : Kota Alba dibangun di sekeliling pohon praesidio. Bangunan-bangunan di sini didominasi oleh warna putih. Kota ini adalah Ibu kota Statera.

🍀 🍀 🍀

Hai ^^
Sudah lama ya MiHa ngga update :'"
Terlalu banyak yang terjadi sampai-sampai aku hiatus dari watty hmmm.... 6 Bulan? #plak :v

Chapter ini juga baru aku buat 2 minggu yang lalu haha #plak #Terus kenapa baru update sekarang?!

Aku baru update karena sebenernya selama 2 minggu ini aku nyicil buatnya :v 3 hari 400 kata haha #dikeroyok massa
Lagian kan habis UAS :v
#Nekat banget bikin cerita waktu UAS

Semoga chapter ini ngga mengecewakan ya T-T Aku sudah berusaha sekuat tenaga karena udah lama ninggalin dunia kepenulisan gitu aja haha :v #Salah sendiri #Emang yang sebelumnya juga udah bagus?

Ah pokoknya aku harap aku bisa update cerita ini secepatnya, hehe :3
Doakan saja ya ( '-' )/

We hope you enjoy this story ^^

Vomments?

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top