Mine & Mine

Fate Mate & Love by Akaneko

Kimetsu no Yaiba copyright by Gotouge Koyoharu

Pairing : Rengoku Kyoujurou x Kamado Tanjirou // Uzui Tengen x Agatsuma Zenitsu

Warning : Omegaverse, R18, rape, soulmate, high school.

*

*

*

"Hei, sadarlah! Aduh, bagaimana ini?"

Samar ia mendengar suara pemuda yang tampak panik di dekatnya. Dirinya hanya bisa terpejam dan kelelahan terduduk di dekat tumpukan sampah di gang sempit. Rasa sakit dan cairan hangat mengalir dari tubuhnya yang terluka, itu pasti darahnya. Ia membuka matanya perlahan dan memperhatikan si pemuda panik tersebut.

"Aku akan memanggil ambulans."

Sosok pria yang tengah terkapar itu hanya diam dan mengatur napasnya. Berikutnya ia merasakan sentuhan di wajahnya. Dilihatnya si pemuda pirang yang mencoba membersihkan wajahnya. Pemuda itu tampak begitu mengkhawatirkannya dan dapat dilihat air mata yang menggenang di pelupuk mata si pirang.

Samar ia bisa merasakan aroma manis menguar dari pemuda ini. Rupanya pemuda ini seorang Omega. Namun kesadarannya semakin memudar ketika ia mendengar suara sirine dari jauh. Saat ia terbangun, dirinya berada di rumah sakit dengan bau obat-obatan yang menusuk. Ia merindukan aroma manis itu.

*

*

*

"Baiklah, pelajaran hari ini sampai di sini dulu. Kalian cepatlah pulang dan jangan mampir ke mana-mana, ya?" pesan sang guru sejarah.

"Baik, Rengoku-sensei!"

Semua murid kelas 1-C SMA Kimetsu Gakuen segera membereskan barang-barang mereka dan bersiap pulang. Pelajaran terakhir adalah sejarah yang diajar oleh guru favorit mereka Rengoku Kyoujurou. Jika pelajaran sejarah identik dengan kata membosankan, namun berbeda ketika Rengoku yang mengajar. Guru muda dan penuh semangat itu mengajar seluruh muridnya dengan drama permainan perang-perangan dan berhasil membuat mereka lebih mudah mengingat akan pelajaran yang diberikan.

Beberapa murid sudah mulai berjalan keluar kelas setelah menyapa guru mereka. Beberapa yang masih di dalam kelas juga sudah siap untuk beranjak, pun dengan Tanjirou, Zenitsu, dan Inosuke. Ketiga sekawan tersebut sudah bersiap akan beranjak dari sana, sebelum Tanjirou, si pemuda dengan rambut kemerahan dan selalu memakai anting hanafuda menghampiri guru sejarahnya. Ia memberikan bungkusan kecil pada Rengoku.

"Rengoku-sensei, terima kasih pelajaran hari ini terasa menyenangkan seperti biasanya," ucap Tanjirou seraya tersenyum. "Jika tidak keberatan, silakan menikmati roti buatanku," tambahnya.

"Terima kasih, Nak Tanjirou."

Iris keemasan Rengoku memperhatikan bungkusan kecil di mejanya. Ia tersenyum dan mengambil hadiah yang diberikan murid kesayangannya tersebut. Tangannya bersentuhan dengan tangan pemuda di depannya, pandangannya semakin intens ketika mendapati semburat merah muncul di pipi Tanjirou. Dengan malu-malu pemuda bermarga Kamado itu pamit pada sang guru dan menghampiri kedua sahabatnya. Samar Rengoku dapat mencium aroma manis menguar dari pemuda yang memiliki usaha keluarga toko roti.

Setelah memperhatikan sosok pemuda itu yang sudah keluar dari ruangan kelas, Rengoku juga mulai beranjak dan berjalan menuju ruang guru. Ia masih bisa melihat pemuda kesayangannya yang tengah melerai kedua temannya. Persahabatan ketiganya terbilang cukup aneh, di mana Inosuke yang jelas seorang Alfa berteman dengan 2 orang Omega dan tampak akrab seolah tidak mengindahkan gender kedua mereka yang bertolak belakang.

Ia membalikkan tubuhnya menuju tangga yang mengarah ke ruang guru. Ia duduk di kursi meja kerjanya dan mulai membuka bingkisan makanan yang tadi diberikan oleh Tanjirou. Di dalamnya terdapat beberapa buah roti ubi manis kesukaannya yang selalu dibeli di toko pemuda tersebut.

"Roti ubi manis lagi, Rengoku-sensei?"

Suara yang menginterupsi itu membuat Rengoku menoleh dan mendapati guru Bahasa Jepang Modern, Kochou Kanae berdiri tak jauh dari tempatnya. Wanita cantik itu tersenyum ramah padanya dan dibalas dengan intensitas yang sama oleh Rengoku.

"Ya, ini dari Nak Tanjirou."

"Dia sangat perhatian. Kau sangat beruntung, Rengoku-sensei," komentar Kanae.

Beruntung?

Pria berambut pirang dengan ujung-ujung kemerahan itu merenungi kata tersebut. Benarkah ia begitu beruntung? Ya, ia berharap begitu, tetapi posisinya sangat sulit. Bohong jika ia tidak menyukai Tanjirou. Saat pertama kali melihat pemuda itu di hari pertama sekolah, ia tahu bahwa pemuda Omega itu adalah jodohnya, mate-nya.

Ia bertugas berjaga di depan gerbang bersama dengan si guru olahraga yang terbilang cukup tegas, Tomioka Giyuu. Mereka menyapa para murid baru untuk segera ke aula sekolah dan mendapatkan arahan di sana sebelum upacara ajaran baru dimulai. Murid di tingkat 2 dan 3 juga menyapa mereka dengan ramah, meski beberapa yang melanggar aturan segera dibentak oleh Tomioka-sensei bahkan ada yang sampai dikejarnya. Alhasil tinggal Rengoku yang berjaga sendiri di depan gerbang.

Semua terasa berjalan lancar sampai embusan kencang angin mengantarkan aroma manis yang membuat tubuhnya membeku. Di sana, hanya berjarak sekitar 10 meter darinya, seorang pemuda berambut kemerahan, memakai anting-anting hanafuda dan bekas luka di dahi kirinya berdiri mematung seraya memandang ke arahnya.

Milikku. Ia milikku.

Suara-suara itu menjerit di kepalanya. Tanpa sadar ia mengeluarkan sedikit feromon Alfa-nya dan membuat pemuda itu berjalan mendekatinya dengan ekspresi sayu seolah terhipnotis. Tangan Rengoku dan pemuda itu sudah saling terjulur seolah saling menarik satu sama lain. Dunia seolah hanya ada mereka berdua, yang lain mengontrak.

"Rengoku-sensei!"

Suara itu membuyarkan fokus Rengoku dan si pemuda. Keduanya menoleh pada sumber suara, Tomioka Giyuu yang memandang heran pada rekan sesama gurunya. Guru olahraga itu mendekati Rengoku seraya berbisik pelan.

"Kau mengeluarkan sedikit feromon Alfa-mu. Lebih baik kau hentikan sebelum terjadi kekacauan," lirih Tomioka.

Terkejut, Rengoku segera menetralisir feromonnya. Tak ia sadari beberapa murid bergender Alfa yang memandang heran padanya atau murid bergender Omega yang tampak lemas di tempatnya. Iris biru Tomioka masih memperhatikan rekannya yang tampak aneh. Tak ia pedulikan beberapa murid yang kini masuk ke dalam sekolah meski ada beberapa di antaranya yang melanggar aturan sekolah, seperti pemuda beranting hanafuda itu yang kini menunduk malu seraya mencoba berlalu dari sana. Namun belum sempat ia melewati, sebuah tangan besar hangat menggenggam pergelangan tangannya. Keduanya terkejut saat bersentuhan, seolah aliran listrik menghantar di antara mereka dan membuat rasa gemetar hingga ke relung hati.

"Namamu?"

Kedua iris berbeda warna itu bertemu dalam keheningan sesaat. Bahkan tak dipedulikan banyak pasang mata yang berfokus pada keduanya, termasuk Tomioka. Lainnya hanya dianggap daun-daun berguguran. Rona merah semakin menghiasi pipi pemuda itu sebelum suara lirih menjawabnya.

"Tanjirou. Kamado Tanjirou, Sensei."

Rengoku tersenyum mendengar suara pemuda itu yang membuatnya merasa tenang. Detik itu juga ia yakin bahwa pemuda ini adalah jodohnya, pasangannya, mate-nya. Kehadirannya bahkan sanggup membuat Rengoku merasa dunianya menjadi nyaman. Tak ia sadari tangannya yang masih menggenggam pergelangan Tanjirou.

"Rengoku-sensei," tegur Tomioka.

"Ah, maafkan aku." Rengoku segera melepas tangannya. Dilihatnya Tanjirou yang menganggukkan kepala pada kedua guru tersebut dan melenggang ke arah gedung sekolah. Iris keemasan Rengoku tidak bisa melepaskan pandangannya pada pemuda itu. Ia senang mendapati kenyataan bahwa dirinya memiliki jodoh yang sangat melegenda di antara hubungan Alfa-Omega. Yakni kau akan merasakan jodohmu hanya dalam sekali pandang.

"Tunggu, bukankah murid baru bernama Kamado tadi melanggar aturan karena memakai anting?" celetuk Tomioka baru teringat.

Rengoku segera menepuk pundak rekan sesama gurunya. "Sudahlah."

Rengoku tertawa kecil mengingat rekannya yang saat itu tampak kesal karena lagi-lagi gagal mengejar murid yang melanggar peraturan.

Diakuinya ia senang karena mengetahui bahwa calon pasangannya berada di lingkungan yang sama, namun tidak berarti ia bisa menyentuh pemuda itu. Bagaimanapun hubungan mereka adalah guru dan murid yang tentunya sangat tidak pantas untuk menjalin hubungan lebih dari itu. Rengoku sendiri lebih dari sadar dan ia sangat menjunjung tinggi kode etik sebagai seorang guru. Ia masih harus menunggu sekitar 3 tahun lagi untuk meminta pemuda itu sebagai pasangannya.

*

*

*

"Kau!"

"Hiii ... a-apa?!"

Sebuah lengan kekar mencengkeram pergelangan tangannya sebelum Zenitsu mencapai kantin. Ia bermaksud menyusul Inosuke, sahabat Alfa-nya yang berwajah wanita sudah melesat bagai babi hutan menuju kantin karena tidak sabar untuk makan. Zenitsu sangat terkejut mendapati seorang pria tinggi kekar dengan wajah yang ditempeli plester luka dan kepala yang diperban namun tertutupi headband dengan kristal-kristal berwarna pink.

Zenitsu sangat ketakutan karena pria yang menahan tangannya itu tampak seperti preman sekolah meski terbalut perban tetapi tak bisa menutup wajah tampannya. Iris marun pria itu menatap tajam si pemuda pirang yang saat ini seolah ingin menangis.

"Kyaaa ... lepaskan aku!" jerit Zenitsu ketakutan ketika pria tinggi kekar di depannya itu kini mendekatkan wajahnya ke leher si pirang dan menghirup aroma tubuhnya. Kali ini Zenitsu menangis sungguhan.

"Siapa namamu dan kelas berapa?" tanya pria itu setelah menjauhkan diri dari leher Zenitsu.

"Hiii ... A-Agatsuma Zenitsu ... ke-kelas ... 1-C," jawab Zenitsu gemetaran. "To-tolong jangan sakiti aku," rengek Zenitsu.

"Pfft," tawa pria itu tertahan. "Uzui Tengen, kelas 2-C. Ingatlah diriku yang flamboyan ini."

Zenitsu hanya terbengong, beruntung tak ada lalat masuk ke dalam mulutnya yang terbuka. Tidak percaya raksasa yang masih mencengkeram pundaknya adalah senior 1 tingkat di atasnya. Ia bahkan tidak berkutik ketika pria jangkung itu menarik tubuhnya menuju kantin. Banyak pasang mata yang memperhatikan keduanya, membuat si pirang beringsut tidak nyaman. Wajar dengan tubuh tinggi, wajah tampan dan beberapa perban luka di tubuh Uzui membuat seniornya menjadi pusat perhatian. Ingatkan bahwa Zenitsu benci menjadi pusat perhatian.

Uzui kini membawa tubuh Zenitsu yang tampak mungil di sampingnya menuju meja kosong. Pria berambut perak itu menawarkannya sebuah makanan dan ditanggapi si pirang bagaikan robot. Kini ia duduk sendiri di sana, sebelum akhirnya Uzui membawa makanan bagi keduanya.

"Makanlah."

Kini Zenitsu tidak bisa menahan memandang aneh pada seniornya ini. Ia baru beberapa bulan bersekolah di sini dan senior yang tidak dikenalnya ini malah mengajaknya untuk makan bersama di kantin. Dilihatnya pria jangkung itu tersenyum seraya memandang Zenitsu intens. Oke, Zenitsu dilema sekarang. Senyuman itu membuatnya kesal karena membuat si senior semakin tampan sekaligus mengusik getaran di hatinya.

"Se-senpai, a-apakah sebelumnya kita saling mengenal?"

"Hm? Tentu saja. Bukankah kita sudah berkenalan?"

Urat kesal hampir muncul di pelipis Zenitsu. Tadi itu jelas-jelas perkenalan yang dipaksakan. Tidak disadari ekspresinya yang tampak menahan amarah pada lawan bicaranya. Uzui menahan tawanya lagi.

"Kau tidak ingat pada orang seflamboyan diriku?"

Alis tebal Zenitsu mengkerut, mereka saja bahkan baru berkenalan. Pria setinggi, kekar, tampan dan nyentrik begini tidak mungkin Zenitsu mudah melupakannya.

"Aku tidak merasa pernah bertemu denganmu sebelum ini."

"Ouch. Ingatanmu benar-benar tidak flamboyan," komentar Uzui. Pria jangkung kini menyandarkan punggung lebarnya pada sandaran kursi. "Padahal aku ingin mengucapkan terima kasih padamu karena sudah menyelamatkanku seminggu lalu."

Huh? Menyelamatkan seminggu lalu?

Brak.

Zenitsu segera bangkit dari duduknya seraya berteriak dan menunjuk seniornya dengan tidak flamboyan menurut Uzui. Ditepisnya tangan pemuda pirang itu dengan ekspresi malas.

"Aku tidak menyangka bahwa pria waktu itu adalah Uzui-senpai. Bagaimana keadaan lukamu? Apakah sudah membaik? Maafkan aku karena hanya bisa memanggil ambulans. Uwaaah ... aku takut sekali melihat sosokmu saat itu yang seperti mayat," racau Zenitsu yang kini kembali duduk perlahan ditambah air mata deras membasahi pipinya.

Kali ini Uzui yang bengong dengan respon si pirang. Ia yakin sekarang bahwa Zenitsu adalah sosok penakut namun tetap memiliki keberanian untuk memperhatikan orang lain yang tidak dikenalnya. Lihat saja pemuda itu yang kini justru menangis karena mengkhawatirkan dirinya.

Uzui mendengkus seraya membelai rambut pirang pemuda di sampingnya. Kali ini Zenitsu berhasil menghentikan tangisannya dalam sekejap. Ia terpesona dengan senyuman seniornya yang sangat tampan. Luar biasa tampan hingga rasa iri dan perasaan lain menyusup dalam hatinya.

"Terima kasih sudah menyelamatkanku, Zenitsu."

Zenitsu hanya menganggukkan kepalanya kaku. Oke, detak jantungnya mulai tidak terkendali dan ia benci ini.

"Kau menarik. Bagaimana kalau menjalin hubungan denganku? Kita akan menjadi pasangan paling flamboyan, karena aku yakin kau adalah Omega-hmph!"

Mulut Uzui dibungkam dengan kedua tangan Zenitsu. Kini pemuda pirang itu tidak segan menampakkan ekspresi kesalnya.

"Kau tidak perlu mengatakan genderku, senpai. Aku tidak suka disebut begitu lantang."

Alis tipis Uzui mengerut heran. Tidak disangka ia menyinggung si pirang ini. Meski Omega tidak lagi dianggap sebagai kasta rendah, tidak berarti banyak Omega yang bangga dengan gender mereka.

"Kenapa?" tanya Uzui setelah melepaskan tangan itu di mulutnya.

"Karena seharusnya aku menikah dengan seorang wanita dan bukan diperlakukan seperti wanita."

Tidak disangka Zenitsu adalah seorang Womanizer dan sudah pasti gendernya itu menghalangi impiannya yang ingin menikah dengan seorang wanita. Memang bukan hal mustahil Alfa wanita menjadi pasangannya, tapi Alfa wanita terbilang cukup langka dan mayoritas dari mereka mencari sesama Alfa juga.

"Jadi, jangan harap aku mau berpasangan dengan pria!"

"Kenapa tidak? Aku tampan, tinggi, kuat, dan flamboyan."

"JUSTRU KARENA ITU AKU TIDAK MAU!"

Lagi Uzui harus mengerutkan alisnya, sebelum ia menyeringai menggoda.

"Kau tidak mau karena kau iri, kan? AAWW!"

Baru kali ini Uzui berteriak dengan tidak flamboyan karena injakan keras di kakinya oleh si pemuda pirang. Pertama kalinya juga ada murid di sekolah ini, bahkan adik tingkat yang berani menginjak kakinya. Iris marunnya memandang tajam Zenitsu dan membuat pemuda itu ketakutan.

"Gyaaa ... tolong akuuu!!!"

"Jangan lari kau!"

Priiit. Priiit.

"DILARANG BERLARIAN DI KORIDOR SEKOLAH!"

Kali ini Tomioka-sensei ikut berlari mengejar kedua murid tersebut seraya mengacungkan pedang kayunya.

*

*

*

"Kau sungguh tidak tahu bahwa Uzui-senpai berasal dari keluarga Yakuza?"

"Kalau tahu, aku tidak akan berani kurang ajar padanya!"

Iris kemerahan Tanjirou memandang iba pada sahabatnya sesama Omega. Zenitsu menjadi target Uzui dan selalu mencoba menculik temannya ini saat jam istirahat atau pulang sekolah. Alhasil mereka sering kejar-kejaran seperti film India tanpa padang bunga dan pohon kelapa tentunya, hingga mendapat hukuman dari Tomioka-sensei.

"Kurasa kau harus meminta maaf padanya, Zenitsu."

"Sudah! Tapi dia bilang permintaan maafku akan diterima kalau mau menjadi pasangannya!" keluh Zenitsu sambil menenggelamkan wajahnya di lipatan tangan. "Yang benar saja! Aku tidak mau bersama dengan Alfa brutal dan sinting sepertinya!"

"Sshh, Zenitsu, kata-katamu-"

"Siapa yang kau panggil brutal dan sinting, hah?"

Zenitsu terjatuh dari tempat duduknya ketika melihat ke jendela kelas dan mendapati Uzui yang memandangnya kesal. Pemuda itu bermaksud kabur, sayangnya belum sempat melangkah, kerah belakangnya sudah ditangkap oleh seniornya. Ia digendong oleh Uzui seperti karung beras dan dibawa pergi entah ke mana.

"Tidaaakk!! Tolong akuuu!!"

Yang tersisa hanya lolongan suara minta tolongnya saja. Tanjirou menghela napas berat. Ia kasihan pada Zenitsu tapi temannya itu juga salah bertindak dulu sebelum memikirkan konsekuensinya. Memang perihal akan gender Omega-nya adalah topik sensitif bagi Zenitsu. Jadi tidak heran terkadang si pirang itu bertindak dulu dan menangis kemudian.

Kembalinya dari jam istirahat, Zenitsu selalu tampak lemas dan kembali diculik di jam istirahat berikutnya, kembali dengan lemas lagi dan berakhir kejar-kejaran sepulang sekolah. Ternyata temannya itu masih memiliki tenaga untuk berlari menghindari senior mereka.

"Sial! Monitsu sekarang semakin cepat dalam berlari. Apa itu berkat latihan dengan si monster raksasa itu?" geram Inosuke merasa kemampuan fisiknya kalah dengan sahabatnya yang dianggap paling lemah di antara mereka bertiga.

"Namanya Zenitsu, Inosuke. Dan yang ia lakukan bersama Uzui-senpai itu bukan latihan berlari," peringat Tanjirou.

"Apapun itu aku harus ikut latihan juga!"

"Ah, Inosuke, tunggu!"

Inosuke sudah berlari meninggalkan Tanjirou. Sekuat tenaga ia menyusul temannya setelah memakai sepatunya dengan benar. Sudah berlari beberapa menit tetapi tidak bertemu dengan kedua sahabatnya. Kini ia merasa tubuhnya mulai kelelahan. Sangat aneh mengingat kondisi fisiknya terbilang prima dan hampir menyamai Inosuke. Hanya berlari sebentar seharusnya tidak membuatnya lelah.

Ia mencoba melangkah pelan dan kini rasa pusing sedikit menyerang kepalanya. Tubuhnya terasa panas secara perlahan. Hal yang wajar karena ia baru saja berlari, namun tidak disadari bahwa kali ini berbeda.

Sebuah tangan besar mencengkeram pergelangan tangannya erat. Seorang pria tak dikenal memandangnya intens dengan napas memburu dilanda nafsu. Tanjirou belum sempat bereaksi sebelum pria ini merespon dengan feromon Alfa miliknya. Hal ini membuat pemuda itu tidak dapat berkutik. Tangan besar itu meremas bokongnya tanpa izin.

"Kau ingin dibelai, kan? Aku akan memberikannya padamu dan membuatmu bertekuk lutut padaku, Sayang."

Tidak disangka dirinya akan mengalami Heat sekarang, pasalnya ia sudah meminum Suppressant sesuai anjuran. Memang Heat miliknya masih sering tidak sesuai jadwal, namun seharusnya tidak secepat ini.

Tanjirou merasa jijik ketika tangan pria itu membelai pipinya sebelum menyeret tubuhnya ke dalam gang sempit dan mulai menciumi lehernya. Sekuat tenaga ia memukul pria itu hingga mundur beberapa langkah. Ia mencoba untuk kabur namun seragamnya sudah ditarik hingga terjatuh ke belakang dan tubuhnya kini ditindih pria itu.

Tidak. Ia tidak ingin disentuh oleh Alfa selain mate-nya.

"Rengoku-sensei!"

Sebuah tamparan dan cibiran diberikan pria yang menindihnya.

Sekuat tenaga Tanjirou membenturkan dahinya pada pria itu hingga pingsan. Kesempatan ini berhasil membuatnya lepas dari tindihan pria Alfa itu. Seraya merangkak pemuda itu keluar menuju jalan lebar tadi, tasnya terjatuh di sana.

Terdengar langkah cepat mendekatinya. Oh, tidak. Ia harap yang datang bukanlah Alfa berengsek lainnya. Jika iya, maka habislah Tanjirou karena tubuhnya semakin sulit untuk digerakkan. Ia harus segera pergi dari sini atau akan semakin berbahaya.

Sepasang kaki di depannya dan terdengar deru napas dari si pemilik kaki. Rupanya benar ada Alfa lain yang mencium feromonnya. Gawat.

"Nak Tanjirou? Kau-"

Tanjirou segera mendongak dan mendapati guru kesayangannya telah berdiri di hadapannya dengan peluh membanjiri wajah dan tubuh Rengoku. Air mata membasahi pipinya, lega mendapati pria itu yang menemukannya. Rengoku menutupi tubuh Tanjirou dengan jasnya lalu sang guru menutup hidungnya dengan sapu tangan.

"Bertahanlah! Aku akan membawamu ke rumah sakit!"

Guru sejarah itu sudah mengangkat tubuh muridnya setelah ujung sapu tangannya diikat ke belakang leher. Namun sayang aroma manis yang menguar dari tubuh Tanjirou tetep memberikan pengaruh padanya. Sekuat tenaga Rengoku menjernihkan pikirannya.

"Sensei ... bawa aku ke tempatmu," pinta Tanjirou.

Ajakan itu membuat Rengoku menghentikan langkahnya sesaat. Kedua iris berbeda warna itu saling pandang dalam diam. Rengoku segera menggelengkan kepala, bermaksud agar pikirannya jernih dari feromon muridnya. Ia kembali melangkahkan kakinya meski terasa berat.

"Ti-tidak bisa! Kau adalah muridku. Aku tidak bisa mengabaikan kode etikku sebagai guru."

"Sensei," lirih Tanjirou seraya memegang pipi Rengoku dengan kedua tangannya. "Kita tidak sedang berada di sekolah ... jadi, hal itu tidak akan berlaku. Bawalah aku ke tempatmu. Jadikanlah aku sebagai milikmu, Rengoku-san."

Rengoku bisa merasakan tenggorokannya yang menggeram seperti hewan. Insting liarnya mulai menyelimuti pikiran rasionalnya. Genggaman tangannya semakin erat mendekap pemuda yang disukainya. Langkahnya juga semakin pelan seolah ragu membawanya pergi ke rumah sakit. Pikirannya mulai teralihkan tapi sebisa mungkin ia mencegahnya. Ia tidak ingin melukai Tanjirou jika insting sepenuhnya mengambil alih.

Dirasakannya tangan pemuda itu yang membelai kedua pipinya sebelum bibirnya bersentuhan dengan bibir Tanjirou. Lumatan lembut itu berhasil membuat kinerja otaknya berhenti sesaat.

"Tidak apa-apa. Apapun yang terjadi aku akan selalu bersamamu dan berada di pihakmu, Rengoku-san."

Geraman Rengoku terdengar semakin kencang sebelum pria itu berlari menuju jalan raya dan memanggil taksi. Ia memeluk Tanjirou yang feromonnya telah menyebar seraya memerintahkan sang supir untuk menuju apartemennya. Didekapnya sang Omega erat dan mengeluarkan feromon intimidasi miliknya sendiri agar tidak ada yang menyerang Tanjirou.

Memastikan pintu apartemennya telah terkunci rapat setelah mereka masuk, Rengoku segera membawa Tanjirou ke kamarnya dan membaringkan di atas ranjang. Peluh sudah membanjiri tubuh keduanya ditemani napas yang kian memburu. Iris keemasan itu memandang nyalang bagai predator.

Tanjirou tersenyum menggoda seraya membuka kancing seragamnya satu per satu. "Kemarilah, Rengoku-san. Jadikanlah aku milikmu."

Habis sudah setitik rasional miliknya, Rengoku langsung menerjang Tanjirou dan melumat bibir pemuda itu penuh nafsu. Tangan kekarnya sudah membuka semua pakaian yang mereka kenakan dan tubuh keduanya menempel, tidak memberikan ruang apapun.

Diangkatnya kedua kaki Tanjirou dan mendapati lubang ekskresi yang kini basah oleh lubrikasi alami. Pria berambut pirang itu tanpa ragu membenamkan wajahnya di sana. Feromon nafsu sang Omega tercium begitu kuat dan lidahnya menyicipi tiap inci lubang di sana. Semua itu berhasil membuatnya semakin hilang kendali.

"Aah ... Rengoku-san."

Hanya mendengar desahan itu membuat Rengoku kini menjatuhkan kedua kaki Tanjirou dan memposisikan kejantanannya di depan lubang rektum basah pemuda itu. Wajahnya didekatkan pada Omega berambut merah tersebut dan menyatukan kedua bibir mereka dalam nafsu berahi. Sebelum Tanjirou menjerit tertahan kala tubuhnya diterobos paksa oleh kejantanan Rengoku. Meski hanya dimasukkan, napas keduanya memburu dalam ciuman tertahan.

Beberapa waktu berlalu sebelum akhirnya Rengoku menggerakkan pinggulnya secara perlahan. Desahan-desahan kecil mulai terdengar dari bibir mungil Tanjirou sebelum berubah menjadi teriakan akan nikmat oleh setiap hentakan keras yang diberikan. Feromon berahi dan aroma seksual menguar memenuhi setiap sudut ruangan. Peluh pun membanjiri tubuh keduanya dan membasahi seprai.

"Rengoku-san, Rengoku-san."

Rengoku sendiri tidak bisa mengendalikan gerakan pinggulnya yang kian liar. Geraman yang keluar dari kerongkongannya jelas bagaikan hewan buas. Kabut nafsu memenuhi setiap syaraf motoriknya. Iris keemasannya merekam setiap ekspresi nikmat yang dikeluarkan Tanjirou tatkala kejantanannya bergesekan dengan dinding rektum pemuda itu.

Dibaliknya tubuh Tanjirou dan sebelah tangannya sudah menahan pundak pemuda Omega itu. Giginya bersiap memberikan tanda di tengkuk si pemuda berambut kemerahan namun Rengoku menghentikannya. Ia tidak yakin untuk menandai Omega ini sebagai pasangannya di antara situasi sejalan dengan insting atau rasional.

Gerakan pinggulnya semakin liar sebelum benihnya tertanam di dalam lubang kenikmatan Tanjirou. Keduanya melenguh panjang dengan tubuh gemetar menahan orgasme yang merengkuh hingga ke setiap inci tubuh. Napas keduanya memburu, feromon seksual mulai berkurang dan Rengoku mulai merasakan pikiran rasionalnya yang kembali.

"Ma-maafkan aku, Nak Tanjirou," lirihnya berbisik di telinga Tanjirou seraya memeluk pemuda itu. Dirasakannya tangan si pemuda yang menggenggam kian erat lengan kekarnya.

"Apa kau menyesal melakukannya denganku?"

Hening beberapa saat sebelum akhirnya Rengoku menjawab, "Ya."

Genggaman Tanjirou mengerat dan rasa sakit di dadanya semakin membuatnya kesulitan mengatur napas. Mungkin sebenarnya Rengoku tidak sungguh-sungguh mencintainya, pria dewasa itu hanya mengikuti instingnya saja dan terjerumus dalam benang merah bernama Fate Mate ini.

Dirasakannya Rengoku yang semakin memeluknya erat. "Aku menyesal karena melakukan ini sebelum bisa membawamu ke depan altar dan mengucapkan janji suci bersama. Seharusnya kau mendapat perlakuan spesial dan bukan karena mengambil kesempatan saat kau sedang Heat," desahnya.

Bibir Tanjirou tidak bisa menahan seringaian yang mulai terkembang. Ia mencoba membalikkan tubuhnya sedikit sebelum mengecup bibir pria yang masih menanamkan kejantanannya di tubuh Tanjirou.

"Kalau begitu, aku akan menunggu sampai saat itu tiba."

Rengoku tersenyum seraya memberikan belaian di rambut kemerahan sosok yang dicintainya.

"Maaf kau harus menunggu sampai lulus sekolah. Meski begitu, aku akan menghadap orang tuamu setelah ini. Bagaimanapun aku harus meminta izin pada orang tuamu."

Tanjirou hanya tersenyum bahagia seraya memeluk lengan Alfa-nya. "Baiklah, Rengoku-san."

"Kyoujurou. Panggil namaku, Tanjirou."

Senyuman cerah diberikan Tanjirou. "Kyoujurou-san."

Rengoku tidak bisa menahan hasratnya lagi dan kembali mencumbu bibir merekah pemuda itu. Sebelum keduanya kembali dalam permainan panas di mana desahan dan erangan menggema di dalam kamar itu.

*

*

*

"Hiii ... menyeramkaaann!!"

Zenitsu berteriak histeris penuh ketakutan mendengar cerita Tanjirou yang hampir diperkosa oleh Alfa berengsek tak dikenal. Bagi Omega seperti mereka, diperkosa saat tengah mengalami Heat merupakan hal yang sangat menakutkan. Bukan salah mereka ketika Heat datang tanpa bisa dicegah meski obat penahan sudah rajin dikonsumsi.

Sementara Zenitsu menangis histeris, berbeda dengan Inosuke yang siap keluar seraya berteriak akan menghajar siapa pun yang berani menyentuh sahabatnya dengan kurang ajar. Sekuat tenaga pula Tanjirou menghentikan teman Alfa-nya itu. Padahal Alfa berwajah cantik itu tidak tahu siapa Alfa yang melecehkan Tanjirou.

Memang bukan kali ini saja Zenitsu mendengar Alfa yang menyerang Omega tidak dikenal saat mengalami Heat. Hal ini membuatnya semakin ketakutan jika berdekatan dengan Alfa. Tak lupa pemuda pirang itu semakin sering mengonsumsi obat penahan agar ia tidak mengalami Heat tiba-tiba.

"Oi, Zenitsu, mau ke mana-"

Plak.

Suara tamparan menggema di koridor sekolah yang ramai. Uzui terlalu terkejut dengan respon yang diberikan oleh si pirang. Tangan besarnya kini terasa sedikit nyeri akibat tamparan keras saat akan menyentuh pundak adik kelasnya tersebut. Dapat dilihatnya ekspresi Zenitsu yang ketakutan di luar dari biasanya.

Tanjirou dan Inosuke yang berjalan bersama pemuda pirang itu hanya bisa melotot terkejut. Bahkan beberapa murid yang ada di sana sampai menghentikan kegiatan apapun yang tengah mereka lakukan.

"Ja-jangan menyentuhku."

Zenitsu segera berlari dari sana, meninggalkan kedua sahabatnya dengan ekspresi gelap akan takut. Tanjirou segera menyusul sahabatnya dan meninggalkan senior mereka yang masih dalam keterkejutan. Inosuke juga bermaksud beranjak dari sana karena sekarang memang sudah waktu jam pulang sekolah, sebelum telapak tangan besar menahan pundak Alfa berwajah cantik itu.

"Bocah Babi, ada apa dengannya?"

Inosuke mendengkus dan berdecak sebal. Sebagian dirinya ingin menyusul kedua sahabatnya, namun tetap harus ada yang mengisi kekosongan pada pria jangkung bagaikan monster di sampingnya ini.

"Kusarankan agar kau mulai menjauh dari Monitsu, Monster Raksasa."

Uzui ingin menampar mulut Alfa berwajah cantik ini namun ia masih membutuhkan penjelasan perihal sikap aneh si pirang tadi. Bagaimanapun ekspresi ketakutan di wajah Omega pirang tadi jauh berbeda dibandingkan yang biasanya ia lihat.

"Jelaskan padaku."

*

*

*

"Kau baik-baik saja, Zenitsu?"

Yang bersangkutan hanya tersenyum lemah. Tanjirou memandang sahabatnya dengan khawatir. Sudah seminggu ini kondisinya tampak mengkhawatirkan. Selain kantung mata hitam bagai panda, tubuhnya juga seperti tidak bertenaga.

Zenitsu memang tipe yang mudah khawatir akan sesuatu dan itu akan mempengaruhi kegiatannya sehari-hari. Meski sudah dilarang kakeknya agar tidak mengonsumsi obat penahan berlebihan, namun rupanya diam-diam pemuda pirang itu tetap meminumnya dengan kalap. Alhasil ia kesulitan untuk tidur, nafsu makan berkurang dan menjadi lemas.

"Biarkan aku beristirahat sebentar, Tanjirou."

Tanjirou hanya menganggukkan kepala mengerti. Jam istirahat kini dipakai pemuda itu untuk tidur karena saat Zenitsu berada di rumahnya seorang diri, ia akan meringkuk di dalam kamar seraya ketakutan. Keluarganya hanya ada sang kakek yang mengurus usaha kecilnya dan kakak sepupunya yang lebih sering bermain di luar dibandingkan menjaga adik cengengnya. Alhasil hanya dirinya yang selalu ada di rumah sendiri sepulang sekolah.

Tanjirou merasa bersalah karena menceritakan pengalamannya yang mengerikan pada sahabat sesama Omega-nya ini. Padahal ia tahu bahwa Zenitsu sangat penakut dan hal ini tentunya mengganggu jiwa si pirang.

Tiba-tiba ada sekantung plastik kecil berisi makanan, Calorie Bar dan susu dijatuhkan di atas meja Zenitsu. Dilihatnya Uzui berdiri di belakang tubuh Zenitsu yang tertidur di atas mejanya.

"Berikan padanya sebelum jam istirahat selesai," pesan Uzui.

Tanjirou hanya menganggukkan kepalanya. Iris kemerahannya memperhatikan bagaimana senior mereka memandang sosok sahabatnya dalam diam. Tangan besar Uzui membelai rambut pirang Zenitsu beberapa kali sebelum akhirnya pria jangkung itu berlalu dari sana.

Semenjak kejadian Zenitsu menolak akan sentuhan Uzui setelah pulang sekolah seminggu lalu, senior mereka tak lagi menculik si pirang saat jam istirahat atau pulang sekolah. Bahkan pemuda tinggi itu tertangkap penglihatan Tanjirou tengah memperhatikan Zenitsu dari jauh tanpa berani mendekatinya. Tak hanya itu, Uzui bahkan selalu membelikan makanan untuk Zenitsu seperti tadi, namun hanya jika Zenitsu tengah tertidur lelap begini. Lalu senior mereka itu akan berlalu setelah menyentuh Zenitsu.

Tepat 10 menit sebelum jam istirahat selesai, Tanjirou membangunkan Zenitsu dan memintanya untuk memakan makanan yang sudah disiapkan.

"Maaf merepotkanmu, Tanjirou. Kau sampai selalu membelikan makanan untukku."

Tanjirou selama ini hanya diam saat Zenitsu berkata begitu. Tapi ia bukanlah tipe orang yang bisa berbohong. Uzui selalu melarangnya untuk mengatakan yang sesungguhnya.

"Maafkan aku tidak mengatakannya, Zenitsu. Makanan yang selalu kau dapatkan bukan dariku, tapi dari Uzui-senpai."

Susu yang tengah disedotnya membuat Zenitsu tersedak. Baru disadari bahwa sudah seminggu ini ia hampir tidak pernah melihat senior jangkungnya itu.

Jika makanan yang didapatnya selama ini berasal dari Uzui, lalu ke mana seniornya itu? Kenapa tidak pernah lagi hadir di hadapannya? Dirinya yang selalu dikejar dan diganggu kini terasa begitu sepi karena tidak ada kehadiran Uzui.

"Kau sadar bahwa Uzui-senpai sangat menjagamu, bukan? Kurasa kau harus meminta maaf padanya atas insiden lalu, Zenitsu."

Air mata Zenitsu kini membasahi pipinya. Ia tidak menyangka seniornya yang pemaksa itu rupanya sangat pengertian. Yang ia tahu hanyalah Uzui selalu menculiknya lalu memaksa untuk menjadi pasangannya.

Rasa ingin bertemu dengan seniornya kini menggebu. Ia benci mengakui ini tapi perhatian yang diberikan Uzui rupanya memberikan dampak lebih padanya. Seminggu ini dirinya hanya menjauhkan diri dari Alfa mana pun. Ia hanya mengurung dirinya dalam ketakutan yang tidak beralasan, padahal ada banyak orang yang begitu mengkhawatirkannya. Termasuk seniornya yang selalu ia curigai.

Zenitsu rindu ketika Uzui yang memaksanya untuk memakan apa pun yang dipesan seniornya itu saat istirahat. Ia juga rindu ketika dirinya diculik Uzui sepulang sekolah hanya untuk pergi ke café atau toko kue demi makanan manis kesukaannya. Meskipun berakhir dengan permintaan agar berpasangan dengannya ditolak, tapi Uzui tidak pernah berlaku kasar padanya, sekali pun.

"A-aku akan menemuinya sepulang sekolah," ujarnya masih menangis.

Tanjirou hanya tersenyum seraya memberikan sapu tangan pada sahabatnya yang digunakan untuk mengeluarkan ingus dari hidungnya. Benar-benar sahabat tidak tahu diri. Ingatkan Zenitsu untuk mencucinya nanti.

Begitu bel pulang berdering, ia segera melesat keluar kelas dan mencoba mencari Uzui di kelasnya namun semua seniornya berkata tak seorang pun yang melihatnya mengikuti pelajaran sejak tadi. Ia pun berasumsi bahwa seniornya telah pulang. Untungnya ia pernah diberitahu tempat tinggal seniornya itu dan berlari sekuat tenaga keluar dari sekolah.

Namun belum mencapai tempat tinggal Uzui, Zenitsu bisa merasakan napasnya yang memburu dan tubuhnya yang terasa panas. Ia tahu bahwa reaksinya bukan akibat berlari melainkan hal yang sangat ia takutkan. Ia mengalami Heat di tempat umum.

"Oh, tidak!"

Beberapa Alfa yang berada di sana bereaksi pada feromonnya. Sekuat tenaga Zenitsu berlari secepat mungkin. Ia menarik perhatian banyak Alfa yang lalu-lalang, ada yang hanya menutup hidungnya dengan ekspresi kesal, namun ada juga yang mencoba mengikutinya.

Tiba-tiba tangannya dicekal oleh seorang Alfa dan menyeretnya menuju gang sempit. Meronta dan berteriak sekuat tenaga dilakukannya. Alfa tak dikenalnya itu bermaksud membekapnya sebelum sebuah tendangan berhasil dilancarkan hingga Alfa tersebut terpental.

"Uzui-senpai!"

"Apa yang kau lakukan di sini?! Kita harus ke rumah sakit!"

Uzui menyeret Zenitsu dan mencoba menelepon ambulan melalui ponselnya. Namun belum sempat dilakukan, lehernya dipeluk Zenitsu begitu erat. Feromon pemuda itu terhirup hingga membuatnya pusing. Tubuhnya bereaksi dan mempengaruhi rasionalnya.

"Aku merindukanmu, Senpai. Maafkan aku."

Ingin Uzui merengkuh tubuh Zenitsu yang dirasa sangat pas dalam dekapannya. Tapi ia teringat akan ucapan bocah babi itu.

"Monitsu pernah hampir diperkosa oleh Alfa tak dikenal dan hal itu membuatnya sedikit trauma. Karenanya ia selalu takut jika berdekatan dengan Alfa. Berbeda denganku yang tidak mudah bereaksi pada feromon Omega mana pun, karenanya ia bisa menoleransiku. Karena itu menjauhlah darinya."

Seharusnya ia melepaskan pelukan ini dan menjauh dari Zenitsu. Tapi otaknya tidak mau menurut, ia memilih semakin membenamkan wajahnya di ceruk leher si pirang. Feromon pemuda ini begitu memabukkan, tapi ia ingin melindungi Zenitsu.

Dilepaskan pelukannya, "Zenitsu, lepaskanlah. Kau harus menjauh dariku dan kau akan aman di rumah sakit," pintanya.

Zenitsu menggeleng. "Bukankah kau selalu memaksaku untuk menjadi pasanganmu?"

"Tapi-"

"Aku menerima tawaranmu sebagai pasanganmu. Jadi," jedanya seraya melonggarkan pelukan dan memandang iris marun seniornya. Ia tersenyum dan tanpa sadar membuat feromonnya menguat. "Kau harus bertanggungjawab atas tawaranmu. Bawa aku ke tempatmu."

Oh, sial.

Uzui segera membopong Zenitsu menuju apartemennya yang tak jauh dari sana. Geraman kasar serta feromon intimidasi dikeluarkan sampai tempat tinggalnya. Ia segera menaruh tubuh Zenitsu di atas ranjang dan menindih tubuh pemuda yang lebih kecil darinya.

"Kau sudah tidak bisa mundur lagi, Zenitsu."

Zenitsu menelan salivanya. Ada bagian dalam dirinya yang masih takut namun hatinya mengatakan bahwa ia memang ingin dimiliki oleh Alfa tampan di hadapannya ini. Mencumbu bibir Uzui adalah jawabannya.

Terlena oleh feromon mengundang Zenitsu, Uzui membiarkan dirinya rileks dan mulai mendekap tubuh mungil itu. Kedua iris mata bersirobok dalam kabut nafsu sebelum Uzui mulai menanggalkan pakaian mereka satu per satu secara perlahan. Ia berhati-hati dalam bertindak meski akal sehat semakin terkikis. Sedikit pun ia tidak ingin menyakiti pemuda yang telah mencuri hatinya ini.

Tubuh mungil itu dijamahnya tanpa terlewat seinci pun. Lidahnya bermain-main di dada Zenitsu. Membelai dan mencumbu menghasilkan suara desahan merdu memanjakan pendengarannya. Jemarinya mengaduk lubang kenikmatan yang basah alami karena Heat.

"Zenitsu, Zenitsu, aku menyukaimu."

Uzui terus merapalkan kata itu seraya terus memanjakan tubuh Zenitsu di bawah kungkungannya. Feromon pemuda pirang itu kian kuat dan memenuhi tiap sudut ruang kamarnya. Memberanikan diri pemuda berambut perak itu memasukkan lidahnya ke dalam lubang kenikmatan Zenitsu. Mencicipi rasa manis dan feromon memabukkan yang membuat libidonya semakin tinggi.

Ia sudah tidak kuat menahan diri untuk menandai pemuda dalam pelukannya. Uzui memposisikan kejantanannya di depan lubang Zenitsu sebelum akhirnya menerobos masuk.

"Uzui-senpai!"

Jeritan itu mengandung sedikit ketakutan, sebelum akhirnya Uzui mengecup wajah Zenitsu dan membiarkan genitalnya terbenam sebentar agar Omega-nya terbiasa. Bagaimanapun ukurannya tidaklah kecil.

Napas keduanya memburu kala merasakan kehangatan yang tak biasa. Zenitsu merasa perutnya sangat penuh dan kejantanan seniornya terbenam sangat dalam. Sedang Uzui merasa bahwa seks yang dilakukannya sangat berbeda dibandingkan yang pernah dirasakannya. Lubang hangat Zenitsu yang basah dan berdenyut memeluk penisnya erat dan kenikmatannya tidak bisa dibandingkan.

"Panggil nama kecilku, Zenitsu."

"Tengen-san, Tengen-san."

Desahan-desahan itu meluncur bebas kala Uzui menggerakkan pinggulnya perlahan. Ia bisa melihat bagaimana Omega pirangnya bergeliat dilanda rasa nikmat. Melihatnya saja membuat Uzui semakin bergairah dan menambah kecepatan pinggulnya, desahan pun berubah menjadi erangan penuh nafsu.

Ia membalik tubuh Zenitsu hingga telungkup dan kembali memasukkan kejantanannya, berhasil membuat pemuda itu memekik penuh nikmat. Gerakan pinggulnya semakin cepat dan keras, tubuh keduanya semakin tersentak hebat.

Setiap kejantanan Uzui menabrak titik nikmatnya, Zenitsu seolah melihat bintang di balik kelopak matanya. Tubuhnya semakin bergetar karena tak pernah tahu bahwa berhubungan intim dengan orang yang kau sukai begitu nikmat. Ia bisa merasakan gerakan seniornya yang semakin cepat seolah memberitahu seberapa besar rasa suka Uzui padanya.

Uzui merasa sudah hampir mencapai puncak. Ia membuka mulutnya, sebuah gigitan keras diberikan tepat di tengkuk mungil Zenitsu hingga berdarah dan akan berbekas nantinya.

"Aaahh ... Tengen-san!"

Zenitsu bisa merasakan benih Uzui yang memenuhi liangnya dan kejantanan pria itu yang mengunci posisi mereka. Tubuh keduanya bergetar paska orgasme yang memabukkan. Pertama kalinya Zenitsu merasakan hal ini, berbeda dengan Uzui yang baru kali ini merasakan orgasme senikmat ini.

Butuh beberapa waktu sampai napas keduanya teratur. Uzui mendekap tubuh mungil Zenitsu erat meski keduanya masih terkunci di posisi yang sama. Feromon Omega pirang itu sudah menyusut.

"Akhirnya kubisa jadikan dirimu sebagai pasanganku, Zenitsu," desah Uzui.

Zenitsu membiarkan seniornya ini memeluk disertai kecupan manis di kepalanya. Dirinya yang tidak pernah menyangka akan secepat ini menjalin hubungan dengan seorang Alfa hanya bisa menikmatinya. Prasangka buruk yang selalu ia kira rupanya terhapuskan dengan mudah hanya dipeluk oleh Uzui. Di sini, di dalam dekapan seorang Uzui Tengen, Zenitsu mengerti bahwa dirinya akan selalu merasa aman.

Pemuda pirang itu masih bisa merasakan benih seniornya yang memenuhi lubang kenikmatannya. Ia tidak tahu berapa lama posisi ini harus mereka pertahankan. Sebelum tiba-tiba ia teringat akan perihal penting yang diyakininya akan membuat Zenitsu babak belur.

"Tengen-san, kurasa masih ada masalah lagi setelah ini."

"Apa itu?" heran Uzui.

"Kakek akan menghajar kita karena kau menandaiku tanpa seizinnya."

Uzui Tengen terpaku.

Benar juga. Uzui melupakan hal penting itu. Ia menandai Zenitsu bahkan sebelum berkenalan dengan keluarga Omega pirang itu. Sial, ia bisa saja tidak direstui karena hal ini.

"Baiklah, aku akan menghadapi kakekmu besok."

Zenitsu menghela napas berat sebelum berkata, "Kurasa kau harus membawa rompi anti peluru atau pelindung semacamnya. Kakek dulunya anggota militer dan jika dia tahu kau adalah seorang Yakuza ...." Zenitsu menggantungkan kalimatnya.

Secara praktiknya Uzui belum resmi menjadi anggota Yakuza, ia hanya anak dari keluarga Yakuza. Hal itu juga tidak berarti nyawanya akan selamat di tangan calon kakek mertuanya nanti.

"Apapun yang terjadi, aku tidak akan melepaskanmu, Zenitsu."

Lengan kekarnya memeluk Zenitsu kian erat. Omega ini adalah pilihannya dan Uzui akan terus mempertahankannya. Meskipun ia yakin dirinya akan sekarat besok.

*

*

*

THE END

*

*

*

Hola, gaes... penpik ini rikuesan dari Ritsu Aikawa. Kalo kalian mau dibikinin penpik atau cerita ori lainnya, silakan PM aja ya. Harganya IDR 35/word. Kalo berminat PM aja yaa...

Thanks for reading

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top