4
Warning: kata tidak baku bertebaran
.
[First Person POV]
"Gudako-senpai?!!"
Yap. Setelah berkelana ke sana kemari mencari ilham (baca: bermalas-malasan), author akhirnya memutuskan untuk menjadikan aku - Gudako - sebagai pelanggan pertama Anagata. Padahal masih asyik ngeliatin roti sobeknya Ozy tadi.
//Astaghfirullah, bagi foto nak.
"Kenapa Senpai kemari?" tanya Mirai. Dia coretanakbuahcoret adik kelasku yang cukup terkenal di Chaldea. Jangan tanya kenapa dia bisa terkenal. Karena dia sering masuk ke ruangannya Scathach a.k.a. Ruang BK.
"Tentu saja untuk memberi selamat padamu karena kudengar kamu telah menjadi direktur kafe. Tapi hmm...," Aku menatap Mirai dari ujung rambut sampai ujung kaki. Baju maid, memegang sapu. Tidak perlu ditanya lagi.
Dia gagal menjadi direktur! Di hari pertama! Dan diturunkan pangkat menjadi cleaning service! Aku meringis, "Malang nian nasibmu, nak."
"Apa Senpai mengucapkan sesuatu?"
Budeg.
Aku cuma menggeleng canggung. "Ekhem. Tidak ada. Kurasa aku ingin mencoba dessert di sini," ucapku terpaksa. Semoga setelah ini tubuhku masih utuh. Tadi aku lirik, Shuten bekerja di dapur soalnya. Bisa gawat kalau makanannya dikasih racun entar.
"Kalau begitu, mari saya antar," mendadak, seorang gentleman muncul dan mengulurkan tangannya padaku. Aku menoleh ke samping, mendapati Sherlock dengan senyumnya. Astaga dia keren banget pakai seragam kafe!!
Bertahanlah Gudako, jangan berpaling dari Ozy!
Aku menerima uluran tangan Sherlock, dia mengantarku pada meja nomor 3 di dekat jendela. "Mohon ditunggu, pelayan kami akan segera datang," Sherlock membungkuk memberi hormat, aku membalasnya dengan mengangguk. Fiuh, tadi itu tidak baik untuk jantung.
Oh iya, aku hampir saja lupa dengan karakter utama kita. Aku menatap sekeliling, tidak mendapati Mirai dimanapun. Ah sudahlah, palingan juga lagi bersihin kamar mandi.
"Silahkan, ini menunya ojou-chan," pelayan yang datang melayaniku, Sakata, datang dengan riangnya. Kenapa mendadak silau ya?
Aku menekuni buku menu yang diberikan Sakata. Sip, menu yang dijual normal. Aku mengkhawatirkan hal yang tidak perlu tadi. "Tolong, matcha dan scones-nya satu," pesanku. Dia mengangguk, lalu pergi.
"Emm, matcha nya mau ukuran berapa?" kutarik kataku, Sakata tidak jadi pergi. "Yang short aja. Toh, aku gak lama," jawabku. Dia mengangguk sekali lagi. Saat ingin pergi, dia kembali lagi seperti kelupaan sesuatu, "Matcha-nya hangat atau panas?"
"Hangat."
"Gulanya dipisah atau digabung sama matcha-nya?" tanyanya sekali lagi. Dengan sedikit kesal, aku menjawab, "Digabung aja, mas. Biar gak kangen." Sudah? Tolong pergi, dan antarkan pesananku dengan segera! Sakata kembali lagi, "Maaf, tadi apa aja ya?"
Ingin aku membanting meja ini.
Aku menatapnya tajam. "Oh, enggak jadi. Sudah ingat," ucapnya sambil pergi. Ya, kali ini benar-benar pergi. Sabarkan hambamu ini, kamisama, cukup dia saja. Kalau pelayannya kek Sakata semua, aku yakin rating kafe ini udah minus 2.
Sebenarnya, kafe ini bagus loh. Bangunannya ekslusif, aku sampai heran mereka bisa dapat darimana.
//Hoho
Poin plus berikutnya, tempatnya strategis. Yakni dekat sungai. Itung-itung bisa menikmati pemandangan dari sini. Pasti asyik, apalagi kalau ada pacar.
Dekorasi tanamannya juga cantik. Ada wisteria, foxglove, daffodil, bunga lily, dan bunga kecubung. Tunggu, tunggu, perasaan semua bunga ini ada racunnya deh.
Terus, itu kenapa ada bunga raflesia?!
Tanpa kusadari, sebuah nampan berisi matcha dan scones sudah diletakkan dimejaku. Akhirnya tiba juga waktu penentuan. Aneh, kok Sakata diam aja ya? Mana belum minggat lagi. Kupikir dia akan berkata, 'silahkan makanannya, ojou-chan'.
Aku menoleh, dan hampir tersedak ludahku sendiri. Yang benar saja, Hijikata ngapain di sini?! Mana bisa aku makan dengan tenang ini woi?! Walau enggak marah, tapi aura membunuhnya terlalu kuat!!
"Emm, Sakata kemana?" tanyaku sedikit gemetar. Dan jawabannya bikin aku cengo. Hiji bilang kalau dia yang buat makanan ini, dan pengen tau pendapatku.
Cobaan apa lagi ini, kamisama. ༎ຶ‿༎ຶ
"Kupikir Shuten yang buat pesanannya," tanyaku basa-basi. "Shuten bagian kasir," jawabnya singkat. Gagal mengalihkan perhatiannya, aku menyendok scones ke mulutku. Kutelan perlahan.
"Syukurlah, enak! Rasanya normal! Terima kasih Bang Hiji!" pujiku dengan air mata berderai. Seutas senyum puas tercetak di wajah Hijikata. "Terima kasih, kalau begitu saya permisi," Hijikata membungkuk, lalu kembali ke tempat asalnya.
Detik berikutnya, aku menumpahkan matcha yang kupesan karena mendengar suara ledakan dari dapur. Disusul teriakan dari Mirai, "Bang! Kalo excited jangan ngancurin barang dong!"
Aku membeku di tempat.
Tanaman hias yang beracun, berserker, dan oni yang mau tidak mau harus kuhadapi nanti. Serius, aku bisa mati kapan saja di kafe ini.
.
Maap lama.
Sebenernya mau sekalian kasih Gudako ketemu Shuten, tapi takutnya kepanjangan. Jadi, mungkin perjalanan Gudako di Anagata akan berlanjut di episod berikutnya.
Tergantung saya ngaret atau enggak :"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top