Bagian XVII

Quest Day 17
Genre Utama : (Romance)
Sub-Genre : (Teenfict)

🎀🎀🎀

Lily mengamati sekitar. Nyatanya, ia berada di sebuah ruangan serba putih dan ia bisa menebak jika ia berada di pusat kesehatan kota. Padahal, ia sebelumnya merasa baik-baik saja. Ia bahkan merasakan ketika Levi membawanya ke sini tetapi kini, ia tidak tahu ke mana semua orang.

"Bagaimana perasaanmu, Nona? Sudah merasa baik?"

Lily menatap perawat di hadapannya dengan kebingungan. “Aku ... baik-baik saja,” jawabnya pelan meski suaranya terdengar ragu. “Kapten Levi dan Hana? Mereka di mana? Mereka ada bersamaku tadi.”

Perawat itu tersenyum lembut, mencatat sesuatu di papan yang dibawanya. “Kapten Levi sudah pergi sejak lama, Nona. Ada tugas mendesak yang harus beliau selesaikan. Sementara Hana—gadis muda itu—saya baru saja melihatnya keluar dari ruangan ini.”

Lily mengerutkan kening, merasa ada yang janggal. Namun, ia menepis pikirannya dan memaksakan senyum. “Terima kasih. Aku permisi dulu.”

Perawat itu mendongak cepat, terkejut dengan jawaban Lily. “Nona, tunggu! Anda masih perlu perawatan—”

Namun, Lily tidak mendengarkan. Ia sudah melangkah cepat ke luar ruangan sebelum perawat itu sempat menahannya. Rasa penasaran dan kegelisahan mendorong langkahnya. Ia menelusuri lorong-lorong pusat kesehatan yang terasa dingin dan sunyi, hingga akhirnya menemukan Hana di ujung lorong.

Hana duduk di bangku, kepalanya menunduk lesu. Namun, di hadapannya berdiri seorang gadis yang Lily tidak kenali. Gadis itu menyilangkan tangan di dada, nada suaranya tajam dan penuh ejekan.

“Kau tidak akan pernah bisa seperti kakakmu, Hana,” ujar gadis itu dengan sinis. “Kau itu gadis bodoh dan hanya akan menjadi benalu bagi keluarga Alberto yang terkenal. Apa pun yang kau lakukan, mereka akan selalu menganggapmu sampah.”

Lily berhenti di tengah langkahnya. Kata-kata itu menghantam telinganya, membuat amarah di dadanya perlahan muncul. Sementara itu, gadis tadi menyibakkan rambutnya angkuh, lalu berbalik dan pergi begitu saja, meninggalkan Hana yang masih tertunduk.

Lily kembali melangkah, kali ini lebih cepat. Hana mendongak ketika menyadari kehadiran Lily, lalu buru-buru berdiri. Wajahnya jelas menunjukkan keterkejutan.

“Lily?” tanya Hana, suaranya sedikit tinggi. Ia segera memasang wajah kesal dan berjalan mendekat. “Apa yang kau lakukan di sini? Kau seharusnya beristirahat! Kakakku akan marah jika tahu kau berkeliaran begini.”

Lily tidak menjawab. Ia menatap Hana lekat-lekat, memperhatikan ekspresi gadis itu yang berusaha terlihat tegar. “Siapa tadi gadis itu? Kenapa dia berkata seperti itu padamu?” tanya Lily, suaranya lembut namun penuh rasa penasaran.

Hana terdiam, lalu menghela napas panjang. “Itu bukan urusanmu, Lily. Aku baik-baik saja. Tidak perlu kau khawatirkan.” Namun, meskipun Hana berkata demikian, suaranya terdengar patah dan matanya jelas menyiratkan rasa sakit yang dalam.

Lily mendekat, tangannya terulur dan memegang pundak Hana erat-erat. “Hana,” panggilnya lembut, membuat gadis itu kembali menatapnya. “Dengarkan aku. Kau hebat. Sangat hebat. Aku percaya kau bisa menjadi apa pun yang kau mau. Bahkan kau bisa jauh lebih hebat dari Kapten Levi.”

Hana terkejut mendengar kata-kata itu, matanya membulat. “Jangan bercanda, Lily. Aku ... aku bukan siapa-siapa.”

“Kau bukan ‘bukan siapa-siapa’, Hana,” potong Lily tegas. “Aku tahu betapa kuatnya dirimu. Kau hanya perlu percaya pada dirimu sendiri. Kata-kata mereka? Itu cuma kebisingan yang tidak perlu kau dengarkan. Kau lebih dari apa yang mereka pikirkan.”

Hana menggigit bibirnya, matanya sedikit berkaca-kaca meski ia berusaha menyembunyikannya. Seketika, ia tersenyum kecil, walau samar. “Terima kasih, Lily. Tapi kau tetap harus kembali ke ruanganmu. Jika kakakku tahu kau berkeliaran, aku yang akan kena omel.”

Lily terkekeh kecil, meski dalam hatinya masih tersimpan amarah pada gadis tadi. “Baiklah, aku akan kembali. Tapi kau juga harus berjanji padaku untuk tidak mendengarkan omong kosong mereka lagi.”

Hana hanya mengangguk pelan, namun senyum di wajahnya sedikit lebih tulus sekarang. Lily tahu, gadis itu hanya butuh sedikit dorongan untuk menemukan kepercayaan dirinya. Dan ia berjanji, selama ia ada, ia tidak akan membiarkan Hana merasa sendirian.

🎀🎀🎀

Levi duduk dengan wajah tegang di hadapan Komandan Rey. Ruangan itu begitu hening, hanya terdengar derak kayu dari perapian kecil di sisi ruangan. Di balik meja besar itu, Komandan Rey tampak santai, menyandarkan tubuhnya ke kursi dengan ekspresi yang sulit ditebak. Namun, tatapannya tak pernah lepas dari Levi, seakan mencoba menilai setiap gerak-geriknya.

“Kau harus berhenti membuang waktu untuk menyelidiki hal itu, Levi,” ucap Komandan Rey akhirnya dengan nada berat namun tegas. “Kekacauan di kota dan kematian pria itu—semuanya sudah ditangani. Tidak ada gunanya kita memutar kembali peristiwa yang sudah selesai.”

Levi menatap komandannya dengan sorot mata tajam yang dipenuhi ketidakpercayaan. Rahangnya mengeras, dan ia mengepalkan tangan di atas lututnya. “Dengan segala hormat, Komandan, kekacauan ini jauh dari kata selesai. Kematian pria itu bukan kebetulan. Ada penyusup di dalam barisan kita, seseorang yang cukup licik untuk menembus ruang tahanan paling ketat. Jika kita mengabaikannya, kita hanya akan membiarkan musuh bergerak bebas.”

Komandan Rey menggelengkan kepala, napasnya terdengar panjang dan berat. “Kau terlalu keras kepala, Levi. Apa kau tahu berapa banyak waktu yang kita habiskan untuk memburu bayangan? Situasi di kota sudah mulai membaik. Tak ada gunanya membuat keributan lagi.”

“Tapi—”

“Sudah cukup!” potong Komandan Rey dengan nada lebih keras, kali ini matanya menatap Levi dengan tajam. “Tugasmu sekarang bukan untuk membebani dirimu dengan urusan ini. Ada hal lain yang lebih penting, Levi. Fokuslah pada itu.”

Levi mengernyit, matanya memancarkan kebingungan. “Hal lain? Apa maksud Anda?”

Komandan Rey bersandar kembali, menatap Levi dengan tenang. “Festival tahunan akan diadakan di aula istana, diselenggarakan langsung oleh kerajaan. Itu adalah perintah dari atas. Aku ingin kau berada di sana, memastikan semuanya berjalan lancar.”

Perintah itu terdengar begitu aneh bagi Levi. Alisnya terangkat, dan ia hampir tidak percaya dengan apa yang ia dengar. “Festival? Anda ingin saya mengabaikan penyusupan dan kematian tahanan hanya untuk menghadiri festival?”

“Benar.” Komandan Rey menyilangkan tangan di dadanya, seakan menegaskan keputusannya. “Ini adalah perintah langsung dari para petinggi kerajaan. Mereka tidak ingin ada kekacauan yang mencoreng acara itu.”

Levi diam sejenak, mencoba memahami logika di balik perintah tersebut. Dadanya bergemuruh dengan amarah yang ia tahan sekuat tenaga. “Maafkan saya, Komandan, tapi ini tidak masuk akal. Bagaimana mungkin kita bisa berpura-pura semuanya baik-baik saja? Apakah Anda tidak melihat bahwa ada ancaman yang lebih besar di balik ini semua?”

Tatapan Komandan Rey mengeras. “Levi,” ujarnya dengan suara rendah namun tegas, “tugas kita adalah mengikuti perintah dari atas. Tidak lebih. Kau kapten terbaikku, dan aku butuh kau di festival itu. Paham?”

Levi menatap komandannya dengan pandangan penuh kekecewaan. Sesuatu terasa salah—Komandan Rey yang biasanya berpikir logis kini terdengar seperti boneka yang mengikuti perintah tanpa mempertimbangkan situasi sebenarnya.

“Kenapa Anda berubah seperti ini, Komandan?” Levi akhirnya bertanya, suaranya terdengar lebih pelan tetapi sarat kekecewaan.

Komandan Rey tidak langsung menjawab. Ia hanya menatap Levi dengan pandangan yang sulit diartikan, lalu berkata pelan, “Kita hanya perlu mengikuti perintah, Levi. Terkadang, itu satu-satunya pilihan.”

Levi bangkit dari kursinya, rasa frustrasi memancar jelas dari sikap tubuhnya. Ia menunduk hormat, meski matanya menyiratkan ketidakpuasan yang mendalam. “Saya mengerti, Komandan. Tapi jika ada sesuatu yang terjadi, jangan salahkan saya jika saya bertindak di luar perintah.”

Komandan Rey tidak menjawab. Ia hanya menatap Levi pergi dengan pandangan kosong, seakan menyimpan sesuatu yang tidak ingin ia ungkapkan.

Levi keluar dari ruangan itu dengan langkah berat. Pikirannya dipenuhi banyak pertanyaan. Kenapa Komandan Rey seperti ini?

Di luar, udara malam terasa semakin menusuk, tetapi Levi tidak peduli. Festival tahunan mungkin hanya sebuah acara megah bagi sebagian orang, tetapi Levi tahu ada sesuatu yang lebih besar sedang terjadi di balik layar. Dan ia tidak akan berhenti sampai menemukan jawabannya.

“Jika mereka berpikir aku akan duduk diam, mereka salah,” gumamnya pelan, tatapannya penuh tekad. “Aku akan mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi, bahkan jika itu berarti menentang perintah.”

🎀🎀🎀

Aku update ~~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top