Bagian XV
Quest Day 15
Genre Utama : (Romance)
Sub-Genre : (HTM)
🎀🎀🎀
Lily menikmati pekerjaannya yang membersihkan dan merawat kuda milik peternakan keluarga Alberto bersama dengan beberapa rekan kerjanya. Ia sendiri tidak menyangka bisa melakukannya, padahal sebelumnya ia begitu takut berinteraksi dengan kuda.
Namun, kuda-kuda yang ia tangani nyatanya begitu ramah padanya. "Nah, kalian harus seperti ini. Terlebih, pada tuan kalian nanti ya?" ucap Lily sembari memberikan usapan begitu hangat pada kuda tersebut.
Tentu saja, kuda itu hanya menikmati jerami yang sudah Lily berikan sebelumnya. Hingga, ia mendengar sebuah suara memanggilnya dari belakang.
Lily menoleh ke belakang, mendapati Hana yang tersenyum lembut sembari memeluk dirinya di balik mantel tebal. Salju yang jatuh perlahan mempertegas kehangatan yang Hana pancarkan di tengah udara dingin. "Lily, bisakah kau menemaniku ke toko buku di perbatasan? Aku ingin mencari sesuatu," ujar Hana penuh harap.
Lily yang tak memiliki banyak pekerjaan tersisa, langsung mengangguk. “Tentu, Nona Hana. Kebetulan aku juga sudah selesai di sini.”
Hana tersenyum lebar, tampak puas dengan jawaban Lily. Tak lama, mereka berdua menaiki seekor kuda. Hana duduk di depan, memegang erat tali yang yang dikendalikan oleh Lily. Perjalanan di tengah dinginnya musim salju terasa cukup tenang, meskipun jalanan yang mereka lewati semakin ramai saat mendekati perbatasan. Bangunan-bangunan yang berdiri berderet serta orang-orang yang berlalu lalang memberikan suasana kontras dari ketenangan peternakan.
Sesampainya di perbatasan, mereka berhenti di sebuah tempat penitipan kuda. Lily dengan cekatan menuntun kuda masuk ke area tersebut, memastikan kuda itu mendapat perlakuan yang baik. Setelahnya, mereka melangkah memasuki toko buku yang Hana maksud. Deretan rak tinggi yang dipenuhi buku-buku tua dan baru menyambut mereka dengan aroma khas kertas dan kayu yang begitu menenangkan.
Lily menatap rak-rak itu dengan takjub. "Banyak sekali bukunya," gumamnya hampir tak percaya.
Hana tertawa kecil. "Kalau kau suka sesuatu, ambillah saja. Kau bisa memilih buku mana pun, aku yang akan membayarnya," tawarnya sambil tersenyum hangat.
Namun, Lily cepat-cepat menggeleng. "Tidak, Nona. Aku hanya menemanimu. Lagipula, aku tidak ingin merepotkan."
Hana hendak mengatakan sesuatu, tetapi sebelum ia sempat melanjutkan, suara ribut dari luar menarik perhatian mereka. Teriakan terdengar semakin jelas, diikuti bunyi dentuman keras dan sebuah ledakan yang membuat rak-rak buku di toko itu bergetar. Dalam sekejap, para penghuni toko buku berhamburan keluar ketika api mulai merambat dari arah luar. Kepanikan menyelimuti seluruh ruangan.
Lily terpaku di tempatnya. Matanya membesar, tubuhnya terasa kaku seperti membeku. Keringat dingin mulai membasahi pelipisnya ketika melihat api yang mulai terlihat. Ia tidak bisa bergerak, bahkan ketika Hana menarik tangannya. "Lily, kita harus pergi!" seru Hana panik, mencoba membangunkan Lily dari keterpakuannya.
Namun, Lily tidak bergeming. Ingatan-ingatan kelam yang selama ini ia pendam kembali menyeruak. Ia melihat dirinya kecil, bersama Rosie, berlari dari kobaran api serupa ini. Teriakan, kekacauan dan rasa takut yang sama kembali menghantuinya, membuat tubuhnya semakin sulit digerakkan.
Di tengah keributan itu, pandangan Hana tertuju pada sebuah perkelahian di dalam toko. Levi, dengan seragam militernya, sedang bertarung dengan seseorang yang mengenakan topeng hitam. Gerakan mereka cepat dan penuh tenaga, mengundang perhatian orang-orang di sekitar. Namun, api yang terus menyebar mulai membuat situasi semakin kacau.
"Lily! Ayolah!" Hana terus menarik tangan Lily. Tetapi sebelum Lily sempat bereaksi, tubuhnya kehilangan keseimbangan. Bayangan masa lalu yang terlalu kuat menyeretnya ke dalam kegelapan, membuatnya jatuh pingsan di tengah kekacauan tersebut. Hana menjerit, memeluk tubuh Lily dengan erat, sementara situasi di sekitar mereka semakin memburuk.
🎀🎀🎀
Levi semakin muak dengan penyusup yang memasuki areanya. Mereka membuat kekacauan walau Levi belum mengetahui niat mereka yang sebenarnya ketika mereka melepaskan ledakan yang menciptakan api hingga merambat dan membuat bangunan diarea perbatasan dilahap api di tengah musim salju.
Levi menggeram, amarahnya memuncak saat ia menahan serangan dari pria bertopeng yang terus mencoba menyerangnya dengan gerakan brutal. Musuh di depannya tampak gesit, meskipun tidak bersenjata, namun ia bergerak dengan kecepatan dan ketangkasan yang cukup untuk membuat Levi harus ekstra waspada. Pukulan demi pukulan dilancarkan Levi dengan presisi, tetapi lawannya selalu berhasil menghindar pada detik terakhir.
Tiba-tiba, pria bertopeng itu menarik dua bilah pisau kecil dari balik pinggangnya lantas mengayunkannya dengan gerakan cepat. Levi tidak cukup cepat untuk sepenuhnya menghindar, salah satu bilah itu menggores lengan kirinya, meninggalkan luka yang cukup dalam. Levi merintih pelan, tetapi luka itu hanya membuatnya semakin berang. Dengan tatapan tajam, ia melangkah maju, menunggu momen yang tepat.
Ketika pria itu melancarkan serangan berikutnya, Levi memanfaatkan celah. Dengan kecepatan kilat, ia melancarkan tendangan ke arah kepala pria bertopeng itu. Tendangan itu tepat mengenai sasarannya, membuat pria tersebut terjungkal ke lantai dengan keras. Sebelum lawannya sempat bangkit, Levi dengan cekatan mengamankan tangannya menggunakan tali dari sabuknya, memastikan pria itu tidak lagi berdaya.
"Jangan coba-coba kabur jika kau tidak ingin mendapatkan kematian yang lebih kejam," gumam Levi dingin sebelum menyerahkan pria bertopeng itu kepada salah satu rekannya yang baru tiba.
"Bawa dia ke markas. Aku ingin laporan lengkap dalam satu jam. Dan beri tahu Hansen untuk menenangkan warga dan meminta bantuan agar api segera padam. Jangan biarkan kekacauan ini meluas."
"Siap, Kapten!" ujar rekannya sambil membawa pria bertopeng itu pergi. Levi menatap sekeliling, memastikan situasi di sekitarnya masih terkendali. Namun, tatapannya terhenti ketika ia baru menyadari akan satu hal.
Ia melihat Hana yang menangis sambil memeluk tubuh Lily yang terkulai lemas di lantai. Kobaran api di sekitar mereka semakin besar, memaksa Levi untuk bertindak cepat.
"Hana!" panggil Levi sambil mendekat. "Apa yang terjadi? Apa yang kalian lakukan di sini?"
Hana mengangkat wajahnya, matanya basah oleh air mata. "Lily … dia pingsan. Aku tidak tahu harus bagaimana! Kak, tolong selamatkan dia!" serunya dengan nada putus asa.
Levi menatap wajah Lily yang teduh meskipun dikelilingi oleh kekacauan. Sesaat, ia terpaku, tetapi bunyi kayu yang berderak dan api yang semakin menjalar membangunkannya dari keterpakuan itu. Tanpa berpikir panjang, ia membungkuk, mengangkat tubuh Lily ke dalam gendongannya dengan hati-hati.
"Kita harus keluar dari sini sekarang," ujar Levi tegas, menatap Hana. "Ikuti aku dan jangan berhenti."
Hana mengangguk, mencoba menenangkan dirinya. Ia menggenggam erat mantel tebalnya dan mengikuti langkah Levi yang melangkah mantap di tengah asap tebal dan kobaran api. Napasnya terasa berat, tetapi ia tidak berhenti. Levi yang membawa Lily di pundaknya, bergerak dengan sigap, melindungi mereka dari puing-puing yang jatuh akibat api.
Mereka berhasil keluar dari toko buku yang nyaris runtuh. Udara dingin musim salju langsung menyambut mereka, kontras dengan panasnya kobaran api yang baru saja mereka tinggalkan. Levi meletakkan Lily dengan hati-hati di tanah yang tertutup salju. Ia berjongkok, memeriksa denyut nadi Lily.
"Dia hanya pingsan," ujar Levi kepada Hana, mencoba menenangkan adiknya. "Kita harus segera membawanya ke tempat yang aman."
Hana mengangguk, matanya masih berkaca-kaca. "Terima kasih, Kak .…."
Levi tidak menanggapi. Ia segera mengangkat Lily kembali ke dalam gendongannya. Dengan langkah tegas, ia membawa Lily dan Hana menjauh dari area perbatasan yang kini dipenuhi asap dan keributan. Kobaran api yang mereka tinggalkan di belakang menjadi pengingat akan bahaya yang nyaris merenggut mereka.
🎀🎀🎀
Up didetik-detik DL. Bener-bener emang. No komen dan see u pokoknya 🌹
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top