Bagian X

Quest Day 10
Genre Utama : (Pilihan Peserta)
Sub-Genre : (HTM)

🎀🎀🎀

Levi memasuki kamarnya dengan langkah tenang lalu ia menutup pintu di belakangnya tanpa suara. Ia berdiri sejenak di tengah ruangan, membiarkan matanya mengamati detail kecil di sekitarnya. Kamar itu sederhana namun rapi, mencerminkan karakternya yang disiplin dan terstruktur. Namun, di balik kesederhanaan itu, tersimpan rahasia yang tidak diketahui siapa pun.

Tanpa ragu, Levi berjalan menuju kursi di dekat kasur. Ia membungkuk, memindahkan kursi tersebut ke samping dan mengungkapkan sebuah panel kecil di lantai. Dengan cekatan, ia memutar kombinasi kunci di panel tersebut lantas ia membukanya, lalu menarik sebuah pegangan yang memunculkan tangga menuju bawah tanah. Levi melangkah hati-hati, menuruni anak tangga yang sempit dan gelap.

Begitu sampai di bawah, ia berdiri di sebuah ruangan yang tidak terlalu besar namun penuh dengan informasi. Cahaya redup dari lampu neon di langit-langit menerangi papan besar di dinding yang dipenuhi dengan berbagai foto, peta dan catatan. Benang-benang merah dan kuning menghubungkan berbagai elemen, membentuk pola kompleks yang hanya bisa dimengerti oleh Levi. Ini adalah ruang penyidikannya—tempat ia menyimpan segala sesuatu yang berkaitan dengan misi pribadinya.

Levi mendekat ke papan tersebut, matanya menelusuri setiap foto dan catatan. Ia menarik napas dalam, lalu merogoh sakunya dan mengeluarkan sebuah foto kecil. Foto itu menunjukkan wajah Lily. Dengan ekspresi yang sulit diartikan, ia menempelkan foto itu di papan, menghubungkannya dengan seutas benang merah menuju foto lain—gambar liontin perak dengan ukiran unik yang sebelumnya ia temukan di tempat kejadian.

"Lily ...," gumam Levi pelan, suaranya hampir seperti bisikan. Ia tidak bisa memungkiri bahwa gadis itu memegang kunci penting dalam misteri yang sedang ia pecahkan. Kematian Rosie adalah pusat segalanya, dan Lily, entah bagaimana, terkait dengan hal itu. Namun, ada sesuatu yang mengganjal. Ketika Lily bersikeras bahwa ia tidak tahu apa-apa, Levi merasa sulit untuk menemukan kebohongan dalam sorot matanya.

“Kalau dia tidak tahu,” pikir Levi dalam hati lalu berkata, “dari mana dia mendapatkan liontin itu?”

Levi menghela napas panjang, frustrasi dengan teka-teki yang seolah tidak memiliki ujung. Ia tahu ia tidak bisa terlalu cepat mengambil kesimpulan. Itulah sebabnya, meskipun dengan enggan, ia mulai memberikan sedikit empati kepada Lily—walau hal itu membuatnya merasa muak pada dirinya sendiri. Ia hanya ingin memainkan emosi gadis itu, berharap jawaban yang ia cari akan terungkap dengan sendirinya.

Namun, ini bukan hanya tentang Lily. Levi juga diam-diam menyelidiki Komandan Rey. Setiap kali ia mencoba melibatkan diri lebih jauh dalam penyelidikan resmi, Komandan Rey selalu menolaknya dengan alasan yang tidak jelas. Levi merasa ada sesuatu yang disembunyikan oleh pria itu, dan ia yakin jawabannya terkait dengan apa yang terjadi pada Rosie. 

Levi berdiri diam di depan papan informasi, memandangi foto-foto dan catatan itu dengan tatapan tajam. “Aku akan menemukan kebenarannya,” gumamnya pelan, hampir seperti janji kepada dirinya sendiri. “Dan kali ini, tidak ada yang akan menghalangiku.”

🎀🎀🎀

Levi keluar dari ruangan bawah tanah itu dengan langkah mantap. Setelah memastikan panel rahasia terkunci dengan sempurna, ia mengembalikan posisi kursi seperti semula. Ia tidak membuang waktu, langsung mengambil mantel panjangnya yang tergantung di dekat pintu, lalu berjalan menuju pekarangan untuk mempersiapkan kudanya.

Namun, langkahnya terhenti ketika ia melihat dua sosok di ujung lorong. Ibunya, berdiri di sana bersama Lily yang tampak canggung di sisinya. Mata tajam Madam Orin langsung menangkap keberadaan Levi dan ia segera melambaikan tangan dengan sebuah kotak berisi pancake di tangannya.

“Levi! Bawa ini ke markas! Aku membuat pancake stroberi khusus untukmu!” serunya lantang.

Levi memutar matanya, jelas tidak ingin berlama-lama dalam situasi ini. “Aku tidak punya waktu untuk itu, Madam,” jawabnya singkat, menekankan kata "Madam" alih-alih "Ibu," seperti kebiasaannya yang sering membuat Madam Orin kesal.

“Levi!” bentak Madam Orin lagi, tetapi kali ini Levi sudah memutar tubuh dan berjalan menuju kudanya tanpa menoleh lagi.

“Dasar anak keras kepala!” gerutu Madam Orin sambil melirik Lily. “Lily, bawa pancake ini padanya. Dia harus memakannya atau aku yang akan ke markas dan menyeretnya kembali!”

Lily tersentak mendengar nada perintah itu. Ia segera mengangguk, meraih kotak berisi pancake dan berlari mengejar Levi yang sudah hampir keluar dari gerbang kediaman. “Kapten Levi! Tunggu!” teriak Lily dengan suara lantang, mencoba mengejar langkah pria itu yang begitu cepat.

Levi tidak menggubris. Langkahnya tetap stabil dan tegas menuju kudanya, seolah tidak mendengar teriakan Lily. Namun, ketika suara Lily semakin keras dan memecah keheningan saat itu, Levi mendadak menghentikan langkahnya. Ia berbalik tanpa peringatan, membuat Lily yang sedang berlari terkejut dan kehilangan keseimbangan.

“Astaga!” seru Lily panik, mencoba menghentikan dirinya. Namun terlambat—ia menabrak tubuh Levi yang berdiri kokoh, membuat keduanya terjatuh ke tanah. Levi terduduk dengan satu lutut, sementara Lily jatuh tepat di bawahnya.

Sejenak, keheningan menyelimuti mereka. Pancake yang dibawa Lily masih utuh, tergeletak aman di samping mereka. Namun perhatian Lily bukan pada pancake itu, melainkan pada wajah Kapten Levi yang sekarang begitu dekat dengannya. Mata cokelat pria itu memandangnya dengan tajam, sementara napasnya terdengar sedikit berat akibat benturan tadi.

Lily terpaku. Wajah Levi yang biasanya terlihat dingin dan angkuh sekarang begitu dekat, memperlihatkan detail yang membuatnya tidak bisa berpaling. "Kapten ... tampan sekali," pikir Lily tanpa sadar, wajahnya memerah hebat.

Levi mendengus, jelas merasa tidak nyaman dengan situasi ini. “Berhenti menatapku seperti itu,” ujarnya datar. “Dan singkirkan dirimu dari tubuhku sebelum aku benar-benar kehilangan kesabaran.”

Ucapan itu langsung menyadarkan Lily. Ia buru-buru bangkit dengan gerakan kikuk, memungut pancake yang masih aman di atas piring, lalu membungkuk dalam-dalam. “Maaf, Kapten! Aku tidak bermaksud ... benar-benar tidak sengaja ...,” katanya tergagap, suaranya terdengar gemetar.

Levi berdiri dan menepuk-nepuk mantel panjangnya yang sedikit kotor akibat debu. Tatapan frustasinya tertuju pada Lily yang masih menunduk. “Apa ini?” tanyanya, menunjuk kotak yang dipegang Lily.

Lily mengangkat wajahnya perlahan, matanya sedikit berkaca. “Madam Orin membuatkan pancake ini khusus untuk Kapten. Beliau ingin sekali Kapten memakannya, jadi aku ... aku hanya ingin memastikan Kapten membawanya ke markas,” jawabnya dengan suara pelan, seolah takut membuat Levi semakin kesal.

Levi menghela napas panjang, lalu mengambil kotak pancake itu dari tangan Lily. “Kalau begitu, aku akan membawanya. Puas?”

Lily mengangguk cepat, kembali membungkuk dalam-dalam. “Terima kasih, Kapten. Maafkan aku ... benar-benar maafkan aku.”

Levi menatapnya dengan ekspresi heran sebelum menggeleng pelan. “Kau ini merepotkan,” gumamnya sambil melangkah pergi, meninggalkan Lily yang masih terus meminta maaf sambil membungkukkan tubuh.

🎀🎀🎀

Ang ang ang, nyambunglah bagian ini. Gemes jg sama mereka, hehe.

See u pokoknya di bab selanjutnya 🎀

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top