Bagian IX
Quest Day 9
Genre Utama : Romance
Sub-Genre : Sci-Fi
🎀🎀🎀
Levi mengikuti pertemuan penting dengan jajaran penting militer perbatasan tatkala mereka akan memperketat pengamanan di area perbatasan negara dan sekitarnya. Kali ini, Komandan Rey yang memimpin rapat dan yang lainnya mendengarkan penjelasan dengan seksama.
Komandan Rey berdiri di ujung meja panjang dengan postur tegap, tangannya memegang sebuah senjata yang seperti senjata revolver modifikasi, dengan fitur holografik biru di bagian atas yang menunjukkan teknologi canggih. Gagang senjatanya berwarna biru dengan pola kamuflase dan ada gantungan karakter kecil yang menambah kesan personal atau estetika.
Komandan Rey pun begitu fokus memberikan penjelasan yang ia ketahui dan pahami. "Ini adalah prototipe senjata terbaru yang dikembangkan oleh tim ilmuwan Eiland bekerja sama dengan perusahaan senjata lokal untuk militer," ucapnya dengan nada tegas namun tetap terlihat tenang. "Senjata ini memiliki fitur holografik canggih untuk membidik target dengan akurasi lebih tinggi. Meski konsepnya masih dalam tahap awal, senjata ini dirancang untuk digunakan dalam situasi darurat atau peperangan jarak dekat."
Semua yang hadir tampak serius menyimak, kecuali Levi yang tampaknya pikirannya melayang ke tempat lain. Wajahnya sedikit murung, pandangannya tertuju pada meja tanpa benar-benar memperhatikan. Dalam pikirannya, ia memikirkan Lily dan rencana yang ia buat untuknya. Pikiran itu melayang hingga terdengar suara tegas Komandan Rey yang memanggilnya.
"Kapten Levi?" panggil Komandan Rey, membuat Levi tersentak dan segera mengangkat wajahnya. Ia berusaha menjaga wajahnya tetap netral meski sedikit gugup.
"Ya, Komandan," jawabnya cepat, menutupi lamunan barusan.
"Apa pendapatmu tentang ini? Mengingat pengalamanmu dan kontribusi besarmu di lapangan," ujar Komandan Rey sembari mengamati Levi dengan tatapan menilai.
Levi mengambil napas sejenak, mencoba mengalihkan fokusnya sepenuhnya pada situasi. "Aku pikir tidak ada salahnya untuk mencoba senjata ini, Komandan," katanya dengan nada meyakinkan. "Namun, aku merekomendasikan agar kita menggunakannya terlebih dahulu dalam masa percobaan untuk memastikan keandalannya. Situasi perbatasan terlalu riskan untuk mengambil risiko dengan teknologi yang belum sepenuhnya diuji. Kita perlu memastikan bahwa setiap senjata yang kita gunakan benar-benar siap sebelum menghadapi ancaman nyata."
Levi hanya mengatakan apa yang terlintas di kepalanya. Lagi pula, mau sebagus apapun senjata jelas harus diuji cobakan diarea perbatasan dan pihak militer jelas memiliki hak untuk memberikan keputusan, layak atau tidaknya untuk digunakan saat dilapangan atau peperangan.
Alhasil, ruangan sejenak dibuat hening sebelum beberapa kepala mengangguk setuju, termasuk Hansen yang duduk di sebelah Levi. Komandan Rey mengangguk kecil, tanda ia menghargai masukan tersebut. "Baiklah, kita akan memasukkan rekomendasi itu dalam laporan. Aku juga setuju, percobaan adalah langkah awal yang masuk akal. Terima kasih, Kapten Levi."
Setelah beberapa agenda tambahan dibahas, rapat pun berakhir. Levi segera berdiri dan menuju pintu keluar, namun langkahnya dihentikan oleh Hansen yang menyentuh lengannya.
"Kau mau ke mana, Kapten?" tanya Hansen dengan nada heran. "Kita masih ada latihan gabungan dan jangan lupa percobaan senjata baru itu."
Levi menatapnya datar, jelas tanpa minat untuk memperpanjang percakapan. "Aku akan kembali saat waktunya," jawabnya singkat sebelum melangkah pergi tanpa menunggu tanggapan Hansen.
Hansen hanya menghela napas, melihat punggung Levi yang semakin menjauh. Meski terlihat cuek, ia tahu ada sesuatu yang mengganggu pikiran Levi. Hansen bisa menebak jika itu ada kaitannya dengan Rosie dan Lily. Bagaimanapun, Hansen memutuskan untuk membiarkan Levi dengan urusannya, meski rasa penasaran dan khawatir tetap ada di benaknya.
🎀🎀🎀
Lily berusaha mengangkat jerami yang cukup besar dan membantu pekerja lainnya. Akan tetapi, ia tidak bisa membohongi dirinya jika hal yang ia lakukan ini membuatnya sedikit kesulitan.
Namun, ia jelas tidak ingin menyerah begitu saja. Lily pun mengatur napasnya sambil memaksakan diri untuk mengangkat jerami besar itu. Meski tubuhnya kecil, ia tidak ingin terlihat lemah di depan para pekerja lainnya. Ia membawa jerami tersebut menuju kandang, sedikit melewati area tempat kuda-kuda sedang merumput.
Namun, saat itu Lily tidak sadar bahwa salah satu kuda telah terlepas dari tali pengikatnya. Kuda itu berlari liar ke arah Lily. Para pekerja di sekitar langsung berteriak, memperingatkan Lily untuk segera menjauh.
"Hei, pergi dari situ!" teriak salah satu pekerja, suaranya sangat panik.
Namun, Lily yang kaget malah membeku di tempat. Jerami yang ia angkat terjatuh ke tanah, dan matanya membelalak melihat kuda itu semakin mendekat. Tubuhnya tidak mampu bergerak, hanya rasa panik yang menguasai. Dalam benaknya, ia merasa hidupnya mungkin akan berakhir di sini. Ia memejamkan mata, menunggu apa pun yang akan terjadi.
Namun, alih-alih merasakan tubuhnya ditabrak, Lily malah tersentak saat sebuah tangan kuat menarik tangannya dan melingkari pinggangnya dengan erat. Ia terdorong mundur, menjauh dari jalur kuda yang mengamuk.
Lily membuka matanya perlahan dan matanya membulat saat mendapati sosok Kapten Levi berdiri di depannya. Seragam militernya masih rapi, dengan debu yang mulai menempel di ujung sepatu botnya. Wajah Levi tampak serius dan tegas, tidak sedikit pun menunjukkan tanda-tanda keraguan. Namun, fokus Levi bukan pada Lily, melainkan pada kuda yang masih berlari liar.
"Frances!" Levi berteriak kepada salah satu pekerja yang berdiri tak jauh. "Berikan tembakan bius! Kuda itu bisa melukai siapa saja!"
Frances mengangguk cepat dan berlari mengambil peralatan yang diperlukan. Sementara itu, Lily masih terpaku di tempatnya. Ia menunduk sedikit, mengamati tangan Levi yang masih menggenggam pinggangnya dengan kokoh. Napasnya tersengal dan dadanya berdebar keras.
Lily mendongak, mencoba menatap wajah Levi. Namun, sebelum ia sempat mengatakan apa pun, Levi menatapnya dengan tajam.
"Apa kau begitu bodoh sampai tidak bisa berlari?" tegur Levi dengan nada datar namun menusuk.
Mata Lily langsung berkaca-kaca. "Aku... maaf. Ta-tapi, Terima kasih, Kapten ...," ucapnya lirih, suaranya bahkan terdengar gemetar.
Levi mendengus pelan, lalu melepaskan genggamannya dan sedikit mendorong tubuh Lily untuk memastikan ia berdiri tegak. "Kau kembali beruntung karena masih hidup. Jangan sampai hal ini terjadi lagi," katanya dingin sebelum berbalik dan melangkah pergi.
Lily hanya bisa menatap punggung Levi yang semakin menjauh. Rasa takut dan lega bercampur menjadi satu dalam dadanya. Ia menyeka matanya yang mulai basah, berusaha menenangkan dirinya.
Lantas Levi berjalan menuju kandang kuda, tempat beberapa pekerja sudah mulai bisa mengendalikan situasi. Frances berhasil menembakkan bius dan kuda yang liar tadi mulai tenang. Levi memeriksa keadaan kuda itu dengan cepat, lalu berbalik ke arah pekerja lainnya.
"Kuda ini harus dilatih lebih intens. Pastikan tidak ada tali yang terlalu longgar di masa depan," ujar Levi tegas. Ia tahu, kuda-kuda dari peternakan ini merupakan aset penting bagi militer. Jarak antara peternakan dan markas perbatasan yang dekat membuat tempat ini menjadi lokasi strategis untuk penyediaan kuda untuk militer.
Levi pun melirik sekilas ke arah Lily yang masih berdiri di dekat kandang. Gadis itu terlihat kumuh, dengan debu menempel di pakaiannya, namun matanya kini kembali fokus, meski sedikit redup. Levi menghela napas pelan sebelum kembali mengalihkan perhatiannya pada tugas utama.
🎀🎀🎀
Alhamdulillah bisa selesai nulis bab yang Mayan susah nih questnya😭
See u pokoknya 🌹
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top