Bagian IV

Quest Day 4
Genre Utama : Romance
Sub-Genre : Sci-fi

🎀🎀🎀

Lily melangkahkan kakinya menuruni anak tangga. Ia merasa bosan karena tidak ada yang bisa ia lakukan. Perlahan, ia menatap sekeliling dan tiba-tiba saja melihat pintu ruangan kerja ayahnya yang sedikit terbuka.

Sebuah ruangan yang tidak boleh ia masuki karena kata ayahnya, di dalam ruangan itu terdapat banyak sekali eksperimen yang sang ayah buat sebagai seorang dokter.

Lily tidak mengerti apapun yang ayahnya lakukan, tetapi kali ini begitu penasaran sehingga membuatnya perlahan masuk ke dalam sana. Seketika, ia dibuat terkejut karena dibeberapa bagian penuh akan tabung mini berisi cairan dan beberapa barang laboratorium yang tidak Lily pahami.

Untuk pertama kalinya, Lily melihat itu dan membuatnya mata berbinar. "Wah, keren sekali--"

"Lily, apa yang kau lakukan di sini?" Sebuah suara tiba-tiba terdengar yang membuat Lily ketakutan. Ia sudah tahu, itu adalah suara Ayahnya.

"Ayah, Lily tidak bermaksud apa-apa," kata Lily sedikit ketakutan.

Baron mengusap kepala Lily dengan lembut, mencoba menenangkan gadis kecil itu yang tampak ketakutan setelah ketahuan memasuki ruangannya. Senyumnya tipis, nyaris misterius. 

"Lily, kau seharusnya tidak berada di sini," ucap Baron, nadanya tenang namun tegas. "Tapi karena kau sudah terlanjur masuk, biarkan Ayah menunjukkan sesuatu." 

Mata Lily melebar, bercampur antara rasa penasaran dan takut. Ia tidak tahu apa yang dimaksud ayahnya, tetapi ia mengikuti dengan patuh saat Baron berjalan menuju sudut ruangan. Di sana, pria itu menekan sebuah tombol kecil yang tersembunyi di bawah meja kerja, dan lantai di dekat mereka bergeser, memperlihatkan tangga spiral yang mengarah ke bawah tanah. 

"Ikuti Ayah," katanya dengan suara lembut namun tetap tegas. 

Lily menelan ludah sedikit ragu-ragu, tetapi langkah kakinya mengikuti Baron. Semakin mereka turun, udara menjadi lebih dingin, dan rasa penasaran Lily semakin membuncah. 

Ketika mereka mencapai dasar, Lily terpaku. Ruangan bawah tanah itu sangat luas, menyerupai sebuah ekosistem kecil yang tersembunyi. Ada hutan mini dengan pepohonan lebat, suara burung berkicau, dan di tengahnya terdapat sebuah danau yang memantulkan cahaya redup dari lampu-lampu neon di sekitarnya dan bahkan terdapat beberapa hewan seperti buaya.

"Ayah, ini ... apa ini?" tanya Lily dengan suara nyaris berbisik, matanya tidak berhenti memindai keindahan dan keanehan di hadapannya. 

Baron tertawa kecil. "Ini adalah salah satu eksperimen Ayah. Ayah menciptakan lingkungan ini untuk menguji kemampuan hewan-hewan tertentu, seperti reptil, agar bisa dijinakkan dan diprogram untuk melindungi manusia. Lihat itu." 

Baron menunjuk ke arah danau, di mana seekor buaya besar berenang dengan tenang, seperti menunggu perintah. Lily mundur ketakutan, bersembunyi di belakang ayahnya. 

"Jangan takut," ucap Baron sambil menepuk punggung Lily. "Ayah sudah melatih mereka. Mereka tidak akan menyakitimu, selama kau bersama Ayah." 

Lily mulai merasa kagum. "Ayah, ini luar biasa! Aku ingin menjadi seperti Ayah, keren dan pintar!" 

Baron tersenyum bangga mendengar kata-kata putrinya, tetapi sebelum ia sempat menjawab, suara gaduh terdengar dari atas. Mereka berdua menoleh, mendengar langkah kaki cepat dan suara keras seseorang memanggil nama Baron. 

Beberapa saat kemudian, pintu ruangan bawah tanah terbuka dan seorang perempuan dengan seragam militer masuk dengan langkah tergesa. Rambutnya hitam panjang, diikat rapi dan wajahnya menunjukkan ketegangan. Lily terpaku melihat kecantikan dan ketegasan perempuan itu. 

"Ada apa?" Baron bertanya. 

"Ayah," jawab perempuan itu sambil menghampiri. Ia menatap Baron dengan sorot mata mendesak. "Kita harus pergi sekarang. Aku mendapatkan informasi bahwa pemerintah sedang menghadapi pemberontakan besar. Mereka mencari Ayah untuk ... sesuatu yang Ayah ketahui." 

Baron mengangguk, memahami situasi tanpa perlu banyak penjelasan. Namun perhatian gadis itu tiba-tiba beralih pada Lily. Matanya membelalak sedikit, lalu ia menoleh ke arah Baron. 

"Dia ... dia adikku yang baru kembali?" tanya gadis itu penuh keterkejutan. 

Baron mengangguk singkat. "Iya. Dia adikmu, Lily." 

Gadis itu menatap Lily dengan perasaan campur aduk—antara kagum, bingung dan mungkin sedikit protektif. Tetapi momen itu tidak berlangsung lama karena suara ledakan dari atas membuat mereka semua terkejut. 

"Api!" Lily berteriak sambil memandang Baron.

"Kita tidak punya waktu lagi, Ayah. Rumah mulai terbakar!" 

Baron segera mengambil keputusan. "Bawa Lily pergi dan menjauh dari sini. Ayah akan mengalihkan perhatian mereka." 

"Tapi Ayah—" 

"Jangan membantah!" potong Baron tegas. "Lindungi adikmu." 

Gadis itu mengangguk, meski wajahnya dipenuhi kekhawatiran. Dengan cepat, ia meraih tangan Lily. 

"Ayo, ikut aku," katanya lembut namun tegas. 

Lily menatap Baron dengan air mata yang mulai mengalir. "Ayah, jangan tinggalkan Lily!" 

Baron hanya tersenyum tipis, penuh kasih. "Ayah tidak akan jauh. Pergilah dengan kakakmu. Kau akan aman bersamanya." 

Namun sebelum mereka sempat bergerak, ledakan lain mengguncang tempat itu, membuat sebagian atap runtuh. Api mulai menjalar ke berbagai sudut dan suara-suara dari luar semakin mendekat. Gadis tadi menarik Lily dengan kuat, berlari menuju pintu keluar yang aman. 

"Ayah!"

Lily terbangun dari mimpi yang begitu panjang dan menurutnya begitu menyeramkan. Bahkan, membuat Lily tidak mengerti. Apa maksud mimpi itu? Siapa pria yang dipanggil ayah dan gadis berpakaian militer itu?

"Kau sudah bangun?" tanya seseorang yang membuat Lily tersentak. Akan tetapi, kondisinya dengan tangan yang diborgol besi membuat Lily merasa frustasi.

Penderitaannya tidak pernah berhenti.

"Aku minta maaf soal kekacauan itu," kata Lily dengan mata yang berkaca-kaca. Ia mendongakkan kepala menatap pria yang ia tahu dikenal sebagai Kapten Levi.

Levi tertawa sinis, suaranya terdengar menggema di ruangan sempit itu. Ia memainkan sebuah kalung dengan liontin kecil berkilauan di tangannya, memperlihatkannya pada Lily yang terborgol di sudut ruangan. 

“Darimana kau mendapatkan ini?” tanyanya dengan nada suara rendah namun penuh ancaman. 

Lily yang masih gemetar setelah terbangun dari mimpi buruknya, mengerjap bingung. Namun, matanya langsung mengenali liontin itu. 

“Itu ... milikku,” jawab Lily dengan suara yang bergetar. 

Levi menyipitkan matanya, ekspresinya berubah menjadi lebih tajam. Dalam satu gerakan cepat, ia mencabut pedang panjang di pinggangnya dan menaruh ujungnya di leher Lily. 

“Milikmu? Jangan bercanda. Jika kau berbohong, aku tidak akan ragu memutuskan kepalamu,” ancam Levi, tatapannya tajam seperti pisau. 

Lily menangis, air matanya mengalir deras di pipinya. “Aku tidak bohong! Itu benar-benar milikku! Aku ... aku tidak tahu dari mana aku mendapatkannya. Tapi selama aku bisa mengingat, itu selalu ada di leherku.” 

Levi tampak tidak puas dengan jawaban itu. Ujung pedangnya menekan lebih keras ke kulit leher Lily, hingga darah mulai mengalir pelan. 

“Tidak tahu?” Levi mengulang kata-kata Lily dengan nada mengejek. “Kau pikir aku akan menerima jawaban bodoh itu?” 

Namun, sebelum ia bisa melanjutkan, suara langkah kaki yang berat terdengar mendekat dari luar penjara. Ketukan pintu yang keras membuat Levi menghentikan aksinya sejenak. Ia menggerutu pelan sambil menarik pedangnya. 

Pintu terbuka, memperlihatkan seorang pria tinggi dengan seragam militer lengkap. Sorot matanya penuh wibawa dan langkahnya mantap saat ia memasuki ruangan. 

“Levi,” suara pria itu, berat dan tegas. “Apa yang sedang kau lakukan?” 

Levi menoleh, lalu menyelipkan pedangnya kembali ke sarungnya. “Komandan Rey,” katanya dengan hormat meskipun nada suaranya masih sinis. “Aku hanya mencoba mendapatkan jawaban dari gadis ini.” 

Rey menatap Lily, yang masih menangis dengan darah tipis mengalir di lehernya. “Cukup, Levi! Jangan membuat kekacauan lagi!"

🎀🎀🎀

Yipi, bahagia karena bisa nyambungin quest🤧 So, kalian penasaran? Begitu pun dengan aku.

See u pokoknya 🌹

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top