Bagian III
Quest Day 3
Genre Utama : Romance
Sub-Genre : Teenfict
🎀🎀🎀
Dua orang berseragam sama tetapi memiliki pin berbeda dengan bergambar siluet harimau membuka pintu tatkala mereka tahu tujuan Levi dan Hansen datang ke markas polisi militer yang berada di tengah kota.
"Komandan George sudah menunggu kalian," ucap mereka yang mendapat anggukan dari Hansen beserta dengan senyuman yang begitu lebar.
Levi hanya menghela napas, malas untuk meladeni dan sedikit heran karena energi Hansen yang sama sekali tidak pernah pudar. Pria berusia 28 tahun yang sama dengannya dan memang mereka seperjuangan hingga kini, terkenal ceria dan membawa kebahagiaan. Selama bersama Hansen, ia membenarkan hal itu.
Bagi Levi, Hansen seharusnya masuk dibagian polisi militer karena tugas mereka yang tidak begitu menantang seperti militer perbatasan. Hanya saja, Hansen memilih mengabdi di militer perbatasan dan dengan alasan ia ingin mengikuti Levi. Bukankah itu tindakan bodoh?
"Wah, akhirnya kalian menemuiku. Kalian sudah beberapa hari berada di kota dan bahkan ikut terlibat keributan di pusat kota, tapi tidak ada niatan untuk berkunjung sebagaimana harusnya?" ucap pria cukup tinggi yang secara bersamaan memperbaiki rambut pirangnya.
Levi dan Hansen memperlihatkan rasa hormatnya dengan sedikit menundukkan kepala sambil meletakkan tangan kanan di pundak kiri. "Kami dari Militer Perbatasan."
Lalu Hansen terlebih dahulu menatap Komandan George. "Kami minta maaf atas apa yang kami lakukan, Komandan. Semua yang terjadi di luar dugaan kami. Kami--"
"Ayah! Aluna ingin berbicara dengan Ayah dan dua paman jelek ini tidak ingin membuka pintu! Jika ayah tidak ingin membukanya, Aluna akan mengamuk," teriak dari luar ruangan yang membuat mereka bertiga kehilangan fokus.
Komandan George yang tahu suara itu langsung menghembuskan napas kasar. "Kalian di luar, biarkan mereka masuk!"
Pintu pun seketika terbuka, menampakkan dua gadis berseragam sekolah khusus. Gadis yang lebih tinggi dengan rambut rapi terikat pita, menyeret gadis lain yang tampak lebih berantakan—rambutnya acak-acakan, wajahnya sedikit memar dan seragamnya tidak sepenuhnya tertata.
Levi dan Hansen hanya menatap tanpa berkata, sementara gadis pertama—yang ternyata bernama Aluna, putri dari Komandan George—melangkah maju dengan percaya diri, berdiri di depan Komandan George.
Aluna menatap Komandan George dengan tajam tanpa menyadari keberadaan Levi dan Hansen di ruangan itu. Dengan suara yang penuh kemarahan, ia mulai berbicara.
"Ayah harus tahu sesuatu! Alena selalu saja membuat masalah! Dia tidak pernah mau bercerita kalau dia ditindas di sekolah dan dia malah memilih melawan penindas itu seorang diri. Dia berpura-pura semuanya baik-baik saja, padahal jelas dia terluka dan menyedihkan seperti ini. Apa ini namanya gadis bangsawan? Dia harus tahu bagaimana cara bersikap anggun dan tidak memberontak seperti laki-laki! Bukankah seharusnya seorang gadis remaja seperti kami tidak bersikap seperti itu?"
Di belakangnya, Alena terlihat menghindari tatapan semua orang. Namun, sebelum Komandan George sempat menanggapi, suara tawa kecil terdengar. Semua mata langsung tertuju pada Levi yang bersandar santai di dinding dengan ekspresi datar namun penuh keyakinan.
"Alena ... kau keren juga," ucap Levi, masih dengan nada santai. "Dia melawan penindasnya, itu tindakan yang bagus. Siapapun, baik perempuan atau laki-laki, punya hak untuk membela diri. Kalau aku jadi dia, aku juga bakal melakukan hal yang sama."
Aluna langsung berbalik menatap Levi dengan tatapan penuh ketidakpercayaan. Ekspresinya berubah sinis, tidak terima dengan pernyataan itu. "Hei, siapa kamu? Dan kenapa kamu bisa berbicara seperti itu dengan mudahnya, hah?" tanyanya tajam.
Hansen yang merasa suasana mulai memanas, berusaha menengahi. "Nona Aluna, dia—"
Namun, Levi memotong dengan tawa kecil lagi, melambaikan tangan seolah menyuruh Hansen diam.
"Kehidupan itu kejam, Nona Muda," ujar Levi. "Untuk anak remaja seperti kalian, belajar mempertahankan diri adalah hal penting selain pelajaran mengenai etika sebagai bangsawan. Bagi beberapa orang, mereka tidak peduli jika kalian seorang bangsawan. Itulah fakta."
Sebelum Aluna bisa membalas, Levi beralih menatap Komandan George dengan sikap lebih serius. "Aku ke sini untuk menyerahkan laporan dari perbatasan, Komandan. Dan aku yakin anda sudah tahu tentang keributan di pusat kota dan penjara itu. Aku cuma ingin menyampaikan sesuatu, jika aku akan membawa gadis itu ke markas militer perbatasan."
Komandan George yang sebelumnya tampak tenang, kini menghembuskan napas panjang. Wajahnya menunjukkan frustrasi. "Levi, apa yang sebenarnya kau inginkan dari gadis itu? Dia sudah cocok berada di penjara polisi militer, sesuai aturan."
Levi hanya mengangkat bahu. "Itu menjadi urusanku, Komandan. Apa pun konsekuensinya, aku akan menerima itu."
Kata-kata Levi membuat Aluna dan Alena terdiam. Mereka saling pandang dengan ekspresi terkejut. Mata Aluna melebar saat ia menyadari sesuatu. Dengan suara bergetar antara terkejut dan kagum, ia bertanya, "Apa … dia Kapten Levi yang sering dibicarakan itu?"
Hansen yang merasa sudah saatnya untuk bicara, mencoba memberikan penjelasan. "Iya, dia Kapten Levi Alberto dari Militer Perbatasan."
🎀🎀🎀
Hansen merasa frustasi dengan Levi yang benar-benar tidak menjaga sikap. Levi selalu bersikap seolah-olah ia memiliki kekuasaan seperti ketika berada di markas perbatasan.
"Levi, kau harus belajar mengendalikan dirimu. Kita berada di markas polisi militer," ucap Hansen yang berusaha mengejar Levi yang menuruni anak tangga dan menuju sebuah sel yang terdapat gadis itu.
Levi hanya menghela napas. "Aku mengetahui semuanya, Hansen. Kau diamlah. Lagipula, Komandan George sudah memberikan izin," ucap Levi dengan tenang sembari ia membuka gembok sel setelah diambilnya dari polisi militer.
Sungguh, Hansen merasa frustasi dengan Levi. Ia hanya bertindak agar Levi terhindar dari berbagai masalah tetapi disisi lain, Levi yang terkadang menyeret dirinya untuk masuk ke dalam masalah itu.
Seketika, Hansen merasa bersalah karena ialah yang menyuruh Levi untuk melihat kerumunan kala itu. Ia juga yang menyuruh untuk membawa ke markas agar mendapatkan pertolongan, tetapi ia tidak pernah menyangka jika alurnya akan seperti ini.
Bahkan sekarang, Hansen melihat Levi menggendong gadis itu yang tengah terpejam. Detik itu juga, Hansen menatap Levi dengan sebelah alis terangkat. "Apa yang kau lakukan pada gadis ini hingga membuatnya tidak sadarkan diri Levi?"
Mendengar hal itu, Levi hanya tersenyum miring. "Seperti yang kau pikirkan, aku hanya memberikan pil yang membuatnya tertidur cukup lama."
🎀🎀🎀
Aye aye, gaskeun Kapten💅🥰
Wkwk, aman. Masih bisa dibuat nyambung, hahah. See u pokoknya di bab selanjutnya ya♥️
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top