Chapter 3.9

Jika saja televisi tidak sedang menyala, senyap pasti memenangkan invasi seisi rumah. Terutama ruang tengah yang telah diisi Meiko. Kenji juga ikut serta, kini berbaring nyaman persis di pangkuannya. Dia menikmati setiap belaian yang tak putus-putus dari bibinya, bersama-sama menikmati siaran yang sedang menyuguhkan iklan silih berganti.

Demikian Meiko mengambil kesempatan ini dengan membuka percakapan, "Aku senang akhirnya kau mengambil cuti. Kuharap tidak masalah jika kau berlama-lama di sini."

"Yah, semuanya hampir selesai. Jadi aku bisa bersantai sedikit," balas Kenji. "Baik sebagai keponakanmu maupun pasienmu, aku akan memanfaatkan waktu ini sebaik mungkin sebelum ke langkah akhir."

"Ah, semoga semuanya berjalan lancar, ya. Kuharap pun kau berhati-hati ... belakangan banyak desas-desus orang-orang iseng berkeliaran tengah malam."

Sebenarnya keberadaankulah yang patut mereka khawatirkan. Begitu hendak Kenji menjawab.

Jika bicara soal agen Alford Corp. yang menyamar sebagai orang iseng tersebut, sesungguhnya itu bukanlah soal bagi Kenji. Justru nyaris tak mampu ia memenuhi panggilan Meiko untuk konseling kecilnya karena penyergapan beberapa hari lalu.

Yah, lagi pula bukan hal mengherankan bagi divisi kemiliteran Alford Corp. bergerak cepat menyelematkan Madam-nya.

Beruntung suara tapak-tapak dari sepatu bot itu terdengar jelas, pula menggema persis di lorong menuju pintu keluar. Dari sana merupakan satu-satunya tempat yang ia sediakan tempat persembunyian di samping pintu. Persis ledakan-ledakan yang menghancurkan klinik psikiatrinya. Sekadar ia pejamkan mata erat-erat di balik dinding, menunggu dengan sabar hingga ledakan serta langkah-langkah itu menghilang.

Begitulah ia bisa lolos dari sergapan. Lantas ia mengambil langkah mengendap-ngendap dengan sempurna dari agen-agen yang menjaga sekitar wilayah. Sesegera mungkin ia berangkat ke Osaka dan menyerahkan semua tugasnya kepada Akira sementara waktu.

"Aku tahu kau pandai menjaga diri." Satu kecupan lantas Meiko tujukan ke pelipis Kenji, sukses menarik keponakannya yang tenggelam dalam pikiran. "Namun, sesungguhnya tidak hanya itu yang meresahkanku."

Bersama embusan napas panjang, Kenji berbalik memerhatikan manik gelap wanita yang tengah memangkunya. Satu sisi ia menyenangi teknologi yang berkembang, tetapi di sisi lain teknologi begitu cepat menyampaikan kabar berita ke telinga si bibi.

"Kau tidak perlu khawatir mengenai kasus penculikan di Yokohama. Maksudku, lihatlah aku. Apa aku datang dengan luka-luka? Apa aku tidak berkabar selama setengah tahun penuh? Apa aku—"

"Baiklah, baiklah. Maafkan bibimu yang terlalu khawatir," tukas Meiko sembari mencubit bibir Kenji. "Kau tahu, kau bahkan lebih berharga dari permata. Jadi aku tidak bisa membayangkan kalau kau terluka, konon lagi hilang. Sebisa mungkin jauhkan dirimu dari bahaya, mengerti?"

Sekadarnya Kenji tersenyum. Sulit untuk menghindar dari sana, bukan? Dialah penyebab dari bahaya itu. Lagi, semuanya berakhir hanya ketika ia ingin.

Barangkali setelah ini.

Setelah pembukaan berita terkini muncul memotong iklan yang tak sempat menampilkan mereknya.

~*~*~*~*~

... Itu merupakan kabar berita yang siapa pun tak mampu menduganya. Bahkan Silvis tereperangah meski sekejap, kontan beralih melirik keponakannya yang bungkam seribu kata.

Kiranya Kenji akan memberikan Kirika beristirahat dan menjeda permainannya seperti biasa ... tetapi sayangnya tidak untuk kali ini.

Dua gedung rumah sakit dari distrik di Yokohama berbeda meledak dalam selisih waktu yang sangat tipis. Pasalnya, kedua gedung itu sedang berlangsung penggeledahan. Ledakan menghancurkan segalanya, pula memakan banyak korban.

Jelas ini merupakan ancaman terang-terang kepada seluruh pihak. Sebab kejutannya tidak hanya sampai di sana.

Melalui rekaman amatir, mereka menyaksikan makhluk-makhluk beranggota tubuh abnormal muncul bersama ledakan yang tanpa ampun menghancurkan salah satu gedung rumah sakit. Masing-masing berlengan panjang hingga sikunya tertekuk ke belakang, bertulang belikat memanjang hingga empunya harus punggungnya melengkung, lalu kaki-kaki tinggi bertapak besar.

Kirika mendapati salah satu di antara mereka yang dijahit mulutnya dengan tali pancing, selebihnya dibiarkan setengah terbuka bahkan terbuka seutuhnya untuk memekik kencang; entah mereka berkeinginan menakut-nakuti masyarakat, atau malah kesakitan atas segala gerakan yang mereka perbuat. Dia yakin semua gerakan patah-patah tersebut disebabkan oleh rasa panik dari mereka yang mengalami kebutaan. Ya, samar-samar ia bisa melihat mata mereka juga dilubangi atau irisnya memutih.

Sulit untuk menumbangkan mereka jika hanya menggunakan senjata laras pendek. Peluru-peluru yang menyakiti mereka hanya membuat mereka semakin buas, terus saja menendang dan melempar orang-orang di sekitar, pun menghancurkan dinding gedung-gedung yang menyebabkan kerugian besar.

Jika saja para agen tidak bergerak cepat menyalurkan bantuan, seperempat distrik akan luluhlantak. Makhluk-makhluk tersebut berhenti tepat di kala otak dan jantungnya berhasil dimusnahkan.

Hari-hari berikutnya hal-hal serupa masih menghantui; seolah tak mengizinkan Alford Corp. dan pemerintah bernapas dengan tenang barang sedetik saja. Shinjuku, Akihabara, lalu beberapa distrik di Kawasaki telah terjadi peledakan dari bom bunuh diri di acara-acara besar.

Kirika membaca sebuah kabar berita bahwa salah satu pelakunya menyampaikan pesan tersirat dari bait-bait pesan tersirat yang ia suarakan dengan lantang sebelum bom yang menempel di balik bajunya meledak.

Kala bulan purnama ketiga, udara dingin akan terasa mencekik

Sepi mengutuk setiap sudut dunia, tetapi sepatutnya kita tak perlu risau

Sebab akan terdengar pekikan prajurit dari kerajaan seberang melaung meramaikan suasana

Lantas lautan darah yang kita ciptakan merupakan tempat peristirahatan yang telah lama dinanti

Maka opera kematian akan datang ialah pertunjukan terakhir penghibur batin yang senantiasa berduka

Satu perihal yang paling mengejutkan selanjutnya ialah kematian salah seorang yang berperan penting dalam kementerian pertahanan; bentuk ancaman yang paling berani daripada semuanya, pembunuhan di depan publik.

Pelaku tertangkap, tetapi apa artinya jika di sekitar mereka komplotan-komplotan itu masih berkeliaran? Tidak ada di antara mereka yang berhasil tertangkap mengaku siapa dalang persengkongkolannya. Jelas inilah bentuk ancaman terbesar yang sukses melemparkan ketakutan masyarakat hingga merayap menaklukkan jiwa.

Ditambah tak selamanya negara mampu menyembunyikan berita internal. Dunia tidak habis-habis membicarakan permasalahan yang sama; sejumlah pendapat hingga teori semuanya kian sukses meningkatkan keresahan masyarakat.

Namun, dengan begini tentu sulit bagi Kirika untuk menutup mata. Lagi, sepatutnya ia tak lagi menganggap Kenji sekadar bermain-main soal dendamnya kepada negara dan dirinya.

"Bukankah ini sudah lebih dari cukup bagi Alford untuk menanggapi serius dendam Tuan?"

Pertanyaan itu tak lain dan tak bukan bermuasal dari Akira yang sedang menerawang melalui dinding kaca ruko yang gemerlap. Pandangannya tertuju kepada salah sebuah gedung klinik yang telah diamankan.

Memang jika dibandingkan seusai pengeboman tak sebanyak beberapa hari silam, tetapi masih saja terlihat orang-orang berlalu lalang di sekitar tempat kejadian perkara. Itu teramat mengganggunya, sebab seolah segala rencana kali ini terasa sama sekali tak bekerja.

"Seolah nyawa yang melayang sama sekali tiada harganya, pemerintah atau pun mereka sama sekali tak menunjukkan pergerakan."

"Setidaknya kita bisa mengalihkan perhatian berbagai pihak, bukan? Dengan begitu, eksperimen-eksperimen peninggalan almarhum Tuan Besar dapat diungsikan dan tidak terbuang sia-sia," balas Jackal enteng. Dia sedang duduk di sudut ruangan, lengkap dengan laptop dan tablet yang sekaligus dijadikan satu-satunya penerangan di sana. "Pun, tidak ada salahnya menunggu sedikit lebih lama. Biarkan musuh bergerak lebih dulu, maka kita bisa menyiasati langkah kita lebih matang lagi."

Filosofi di atas papan catur.

"Semakin matang langkahnya, pesta ini akan terasa semakin meriah, begitu?" Pada akhirnya Akira menghampiri Jackal. "Lalu pemegang kendali yang akan ditanamkan dalam diri saya kali ini akan menjadi puncaknya?"

"Ya dan tidak. Tergantung."

Pandangan Akira lantas terpaku lurus kepadanya, menunggu dengan sabar penjelasan lebih lanjut akan cetusan tersebut.

"Tuan Besar meninggalkan banyak kekuatan untuk menumbangkan Alford. Tidak hanya eksperimen-eksperimen, ilmu, dan harta yang dihasilkan dari klinik psikiatri dan rumah sakit. Sumber daya manusia Oohara sebenarnya juga masih hidup."

"Bagaimana bisa?"

Sejenak manik kebiruan itu tertuju pada sepasang lensa dua warna, pula tak lupa mengembangkan senyum lebar-lebar.

"Tentara Oohara Corporation sempat dikenakan hukuman penjara hanya mendapatkan waktu yang singkat mendekam di sana, lantas bawahan terpercaya mendiang Tuan Besar yang bekerja di gedung itu masih hidup." Jackal menunjuk keluar, sukses mengalihkan perhatian Akira yang segera tertuju kepada bangkai gedung klinik saraf. "Di antara mereka juga bekerja di sana sebelum mati. Eh, tetapi itu tidak lagi penting, bukan? Toh, setidaknya mereka berjasa dan rela mati demi Oohara.

"Kira-kira ... apa kau tahu mengapa itu bisa terjadi?"

Akira sekadar melamunkan jawaban selagi meneliti puing-puing bangkai gedung klinik. Tentu secepatnya ia menemukannya dari pertanyaan tersebut, hanya saja ia lebih memilih untuk tidak menyuarakannya.

Jika menyembunyikan identitas Tuan Kenji hingga detik ini adalah sebuah hal sepele, maka mudah saja bagi orang ini memperpendek waktu hukuman para tentara, sementara menghapus jenjang karir seluruh bawahan Alex Oohara untuk mendapatkan kehidupan baru juga perkara enteng.

Lantas jawaban itu berhasil menarik pandangannya kembali kepada Jackal yang masih mempertahankan senyuman.

"Itulah guna memiliki banyak identitas dan akal, Nak," ujarnya kemudian. "Kau bisa melakukan kriminal sebanyak yang kau mau dengan kedua hal penting itu."

"Apa keuntungan yang Anda peroleh dari semua ini?"

Sejenak si lawan bicara tersenyum tipis. "Pikirkan saja mengenai Tuan Muda, sebab mengenai apa yang berkaitan denganku tidaklah penting. Setidaknya dengan segala hal yang kulakukan selama hampir belasan tahun, Tuan Muda tidak berdiri sendirian, baik ketika penyerangan beberapa musim lalu dan yang akan datang.

"Ya, memang kebanyakan bawahan Tuan Besar sudah tinggal nama, tetapi jangan lupa kita masih memiliki mantan tentara yang beberapa tahun silam masih terhitung kelas teri. Siapa tahu kini mereka berkembang seiring waktu berjalan, lantas membuat kita unggul nantinya?" Jackal kemudian menoleh ke tablet yang pada akhirnya menyiarkan berita. "Nah, sekarang ada baiknya kau menyimpan pertanyaanmu sebentar. Di seberang sana pengambilan langkah sedang berlangsung."

Berita terkini menyiarkan video Perdana Menteri serta Kaisar yang menyampaikan pesan secara langsung. Perihalnya tak jauh-jauh dari sejumlah insiden yang disertai belasungkawa. Pun, atas segala kejadian ini, lantas terang-terangan mereka meminta kerjasama kepada rakyat untuk memulai persiapan evakuasi dini menuju Districts Underground dalam waktu yang ditentukan. Perdana Menteri menyampaikan bahwa ini juga merupakan permintaan Kaisar yang merupakan lambang pemersatu bangsa.

Penyampaian pesan ini menghentikan seluruh kegiatan setiap kanal televisi, pun nyaris setengah dari populasi pejalan kaki Persimpangan Shibuya menghentikan aktivitas hanya untuk mendengarkannya. Kirika menontonnya sampai habis sembari ia menikmati rokok di atap.

Yah, sejatinya dia tidak terlalu menikmati. Malah dia rokok kali ini ia habiskan sebagai pelarian. Sayang, tak seutuhnya berhasil sebab pikirannya sudah terlanjur penuh akan segala hal. Terus saja ia biarkan dirinya jatuh ke dalam pikiran, bahkan Silvis yang baru saja sampai di atap memandangnya seolah jiwanya tidak sedang berada di sini.

Sempat bahunya tampak tersentak tepat Silvis meremas pelan, tetap saja dia tak menunjukkan keterkejutan terang-terangan; satu bukti bahwa Kirika masih mempertahankan diri di alam sadar. Justru bukan hanya itu alasan Silvis melakukannya. Dia hanya ingin memberi sedikit energi dukungan.

Lantas Silvis memberikan sedikit pijitan yang kemudian disambut dengan senyuman kala keponakannya berpaling dan mematikan rokok yang masih separuh. Sekadar Kirika tepuk-tepuk tangannya, sebuah isyarat kecil agar pamannya duduk di seberang meja.

Demikian ia bertutur bersamaan di kala Kirika menuangkan teh ke cangkirnya, "Pada akhirnya rencana dijalankan sesuai dengan yang disepakati, Madam."

Kirika mengangguk-ngangguk kecil. "Sudah sepatutnya para agen mundur dan mempersiapkan diri untuk bergabung dalam penyerangan. Pun, aku tak ingin menyaksikan prajuritku kehilangan nyawa lagi."

Ya, memang sudah cukup baginya mendengarkan kabar duka dari masyarakat, berikut dengan kabar kurang menyenangkan dari prajurit divisi kemiliteran.

Pasalnya, atas perintah Kirika, Leon melangsungkan rencana pengawasan di sekitar lingkungan bangkai gedung Oohara Corporation. Sayang, tiap regu yang turun ke misi gugur tanpa memperoleh apa-apa.

Namun, setidaknya mereka dapat memastikan bahwa Kenji tidak benar-benar berdiri sendirian selama ini. Para pelaku bom bunuh diri bukan merupakan orang yang sekadar dibayar mahal sepadan dengan nyawa yang begitu berharga. Tak lain tak bukan merekalah sisa-sisa kaki tangan Oohara yang setia.

Tidak perlu jauh-jauh memikirkan bagaimana mereka bisa bebas sekarang. Barangkali kini mereka tidak hanya berada di Yokohama, tetapi juga mulai berkeliaran di mana-mana. Pun, tidak menutup kemungkinan bahwa mereka bisa saja menyelinap kala pengungsian tiba.

... Mungkin saja mereka benar-benar dekat di pelupuk mata sehingga Kirika tidak bisa melihatnya sama sekali.

"Jelas sekarang aku tidak mampu memercayai siapa pun." Celetukan itu terdengar sekadar gumaman, tetapi Silvis mampu mendengarnya dengan jelas. Maka segera Kirika menatap matanya dan tersenyum samar, "Maaf, aku hanya tidak menyangka tantrum bocah itu juga menimbulkan kekacauan besar. Aku terlalu lama membiarkannya bebas melakukan apa saja sampai terlambat menghentikannya.

"Pun, kuharap kau tidak lagi menyalahkan dirimu atas segala hal yang terjadi di masa lalu."

Ialah masa yang membawa mereka ke malapetaka ini.

Seketika semua berputar-putar dalam kepala Silvis. Kematian Hardy dan Aronia bersama Keiko, lalu ... hari di mana terakhir kali ia menemui Alex ketika kekacauan sedang pecah memorak-morandakan Lebanon. Lantas ia cepat-cepat berpaling dari tatapan Kirika, pula menutup matanya rapat-rapat.

"Akan panjang ceritanya jika kita mengungkit masa lalu sekarang, bukan?" Sekali lagi Kirika bertutur dengan senyum samar. "Paman, tatap aku selagi aku berbicara."

Berat hatinya, tetapi pada akhirnya Silvis menuruti perkataan si keponakan yang tahu-tahu sudah mengangkat cangkir.

"Jika kau ingin memperbaiki segalanya, inilah permulaannya," ujar si keponakan. "Tetaplah berada di sisiku dan kita akan memukul bokong bocah itu bersama-sama. Mengerti?"

Pernyataan yang cukup menghibur hati, pula sukses meningkatkan selera Silvis kembali untuk meraih cangkir tehnya. Tanpa berbasa-basi, ia pun menyusul Kirika menyesap tehnya sebelum melanjutkan topik.

Ya, kali ini ia akan memulai dengan pertanyaan yang paling Kirika senangi.

"Apa yang akan kau lakukan selanjutnya?"

Memang, pertanyaan itu tak jarang menyunggingkan senyum samar di wajah Kirika.

"Kita akan patuh kepada mereka; mengikuti taktik dari Menteri Pertahanan yang telah disetujui Perdana Menteri. Tentu, kita akan mengerahkan segenap kekuatan kita ke sarang musuh, sementara sisanya akan dialihkan ke pertahanan Kaisar, Perdana Menteri, sampai orang-orang yang akan mengungsi ke District Underground dan melaksanakan karantina." Dia berujar sembari meletakkan cangkir yang tinggal separuh isinya. "Kita yang maju, sementara Pasukan Bela Diri akan melindungi masyarakat, benar?"

Silvis mengangguk.

"Kalau begitu, aku memiliki strategi yang lebih baik sebagai penyempurnaannya."

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top