Chapter 3.8
Untuk kesekian kali dia harus terluka dan bahkan berhadapan dengan ujung maut, pula sekian kali ia selamat dari sabetan sabit malaikat kematian itu setiap musimnya. Semuanya terjadi secara ajaib. Hanya kebetulan atau memang kehendak takdir?
Masuk akal jika menghubungkan segalanya ke opsi kedua. Sebab ia bahkan paham bahwa ia harus mengakhiri apa yang sudah dimulai sebelum ajal menjemputnya; menstabilkan perusahaan keluarga, lalu meredakan dendam seseorang.
Sekadarnya Kirika mendengkus tepat menyadari ia harus kembali terbangun memikirkan semua itu. Lagi-lagi ia harus menuntaskan sejumlah pekerjaan di atas ranjang. Namun, setidaknya kamar sendiri tidak buruk-buruk amat jika dibandingkan dengan kamar rumah sakit, bukan?
Ketiadaan tangan prostetik sungguh menyusahkannya. Pastilah Silvis meminta agar dokter melepaskan tangan itu kala operasi. Yah, lagi pula tangan prostetik tersebut terlanjur mengalami malfungsi. Jadi sementara ia harus menunggu kurang lebih seminggu untuk tangan baru dari Aoi.
Pintu terbuka, mempersilakan Silvis masuk tanpa diminta. Maniknya segera bertemu kepada Kirika yang belum juga bangkit dari posisi telentang. Dia paham, memang sulit untuk bergerak ketika mendapati banyak luka.
"Menikmati hukumanmu?"
Bibir Kirika mengkerut mendengarnya.
Yah, selama tahap penyembuhan sekarang ini, kini tidak sekadar menempatkannya di kamar, Silvis juga mengurungnya di sini. Gunanya? Tentu saja agar Kirika tak lagi melakukan hal yang membahayakan nyawanya.
"Begitulah." Akhirnya Kirika membalas sarkastis. "Kuharap kau membawa kabar bagus."
"Aku hanya membawa orang-orang bagus."
Sekarang keningnya yang berkerut. "Kau membawa dokter lagi?"
Namun, sebelum akhirnya Silvis membuka mulut, sebuah suara lantang berseru menembus pintu, "BIARKAN AKU MASUK, PIMPINAN BAJINGAN!"
Setidaknya, untuk sekian lama suara itu sukses mengembangkan senyum lebar di wajah Kirika.
Segeralah ia bangkit, mengangguk kepada Silvis sebagai isyarat mempersilakan tamunya masuk.
Yah, tak perlu terkejut jika yang muncul ialah Leona, tetapi Kirika harus terkesan kala tahu dua perwakilan Cyclone Team ikut serta menjenguknya. Lagi, meski asyik memaki atasannya ....
Leona sama sekali tidak berkeinginan menjatuhkan atau membanting keranjang buah di tangannya.
~*~*~*~*~
"Kau hanyalah CEO sebuah perusahaan. Tidak bisakah kau urus saja perusahaanmu tanpa harus turun tangan ke sesuatu yang tak mampu kau lakukan?"
Pun, sudah berwaktu-waktu berlalu, Leona masih saja menceramahinya.
"Kau selalu terluka, syukur-syukur kami masih sempat menyelamatkanmu. Bagaimana kalau kau mati sia-sia di ruang bawah tanah itu?"
"Tapi sekarang aku masih di sini, Komandan Phoenix. Lagi, bukankah ini sudah menjadi risiko bagiku sebagai CEO yang dijadikan target oleh bocah pendendam itu?" Kirika segera menukasi sembari mengunyah apel. Rasa manis dan segar dari apel pula membuatnya sempat membeku dan sukses menemukan pengalihan pembicaraan. "Komandan Phoenix, apel yang kau bawa enak sekali. Kalau tidak keberatan, mungkin kau bisa mengupasnya untukku. Pisaunya ada di dapur."
Leona mendelik tidak percaya. Dia benar-benar mengusir Leona secara halus! Namun, meski kesekiannya dia memaki, toh pada akhirnya pun dia menurut dan turun ke bawah bersama apel-apelnya.
Tinggallah Aoi dan Adam yang berpuas diri menertawakan Leona yang memencak-mencak turun menuju dapur. Konon Adam harus berhenti tertawa dengan wajah merah tepat manik delima di hadapannya memerhatikan iris karamel di balik kacamatanya.
"Kau melakukan segalanya dengan sekuat tenaga." Betapa mati-matian Adam menahan sentakan kejut di dalam dirinya kala tangan Kirika hinggap di bahunya. "Aku berhutang padamu, Adam. Katakan apa yang kau inginkan."
"Melihat Anda selamat sudah menyenangkan hati saya, Madam!" ujar Adam tergesa-gesa, sukses mengejutkan Aoi yang masih berada di sampingnya. "Semoga Anda cepat sembuh."
Namun, sang kakak segera mengerti ada kegugupan yang melingkupi tepat mendapati dirinya sedikit pun tak memandang mata Kirika. Lantas tanpa ragu ia pun mengambil kesempatan, "Baiklah, bagaimana kalau membantu Komandan Phoenix memotong apel?"
Beruntung pula Adam bukan orang yang senang banyak tanya. Dia cepat peka dan bergegas meninggalkan Aoi agar ia bisa berbicara empat mata dengan Kirika.
"Sungguh ia tak menginginkan apa pun?"
Aoi mengingat-ngingat. "Sebenarnya aku sering memergokinya menatapi konsol keluaran terbaru—"
"Kirimkan serinya aku akan memberikannya nanti."
Sekadar Aoi terkikik mengiyakan sebelum utuh topik ini benar-benar berakhir.
Ya, tentu Aoi cepat-cepat mengambil kesempatan ini dengan cepat.
"Andai saja aku tahu kau hendak menggunakan lensa kontak pengintai demi semua rencana itu ... barangkali aku tak akan membantumu, kau tahu?" Aoi memulai topik pembicaraannya. "Bagaimana dengan luka di perutmu?"
Ledakan sontak membuat mereka menoleh ke sumber suara. Muasalnya tak begitu jauh dari pintu masuk menuju ruang bawah tanah. Dalam gelap hanya Akira yang menangkap puing langit-langit runtuh pula.
"Mulai persiapkan diri untuk meninggalkan tempat ini, Tuan Jackal." Kala berujar, ia memusatkan alat pendengarnya ke suara-suara janggal.
Segeralah Akira bergerak, akan tetapi ledakan kedua menyita langkahnya. Kali ini muasalnya tepat dari atas kepalanya. Lantas dentuman baru menyusul, jaraknya cukup jauh dari tempat ia berdiri. Terakhir mulai datang kembali di atas kepalanya.
Di saat itu, Akira baru menyadari bahwa semuanya tak lebih dari pancingan pengalih perhatian. Bersamaan dia segera mengerti akan ucapan Kirika sebelum wanita itu benar-benar tak sadarkan diri.
Kini suara derap langkah mendekat begitu cepat, tertangkap kian jelasnya di alat pendengar Akira.
"Gunakan pintu keluar darurat sekarang! Tunggu saya di sana."
Bergegaslah Jackal dengan mengikutsertakan Eleonor. Sayang, mereka harus berhenti tepat mendengar suara gema dari derap sepatu bot juga ikut menghampiri mereka dari pintu darurat.
Mereka terkepung.
"Syukurlah. Agaknya kami datang tepat waktu." Seseorang berceletuk di tengah gelap.
Jackal sama sekali tak mengenal suaranya. Betapa pun ia tidak bisa menyalahkan diri sebab sejak kedatangannya ke Alford Corp., ia tak pernah dekat-dekat dengan divisi kemiliteran. Namun, jika dilihat dari Akira yang sempat berkeliling di tempat, agaknya pun android itu tak menemukan sosok yang familier dari data yang tersimpan di kepalanya, Jackal berasumsi yang sedang berada di sini adalah wajah-wajah baru.
... Tetapi apakah sekarang hal macam ini penting untuk dipikirkan?
Sosok yang berceletuk akhirnya muncul ke tengah-tengah kepungan. Secepatnya Akira menghunuskan bilah pedang. Bukan mengancam komandan wanita tersebut dengan ujung pedangnya, justru Akira mengarahkannya kepada Kirika.
"Tapi kelihatannya di waktu yang bersamaan, kami terlambat menyelamatkan Madam kami." Secepat ia mengangkat dan mengibaskan tangan sebagai isyarat bagi infanteri, secepat itu pula para prajurit mengangkat senjata. "Sebaiknya turunkan senjatamu darinya, Bocah Kaleng atau—"
"Bukan Anda yang memiliki wewenang untuk memberikan pilihan, Nona Komandan," tukas Akira sengit. "Pun, sudah menjadi tugas saya mengakhiri hidup Madam Anda kapan pun saya mau."
"Kau bisa memanggilku Leona Phoenix dan kupikir tidak sepantasnya mementingkan tugas yang kau terima dari tuanmu di kondisimu sekarang ini."
Gerakan menelan ludah di bagian lehernya yang dirancang dengan pemrograman otomatis, tertangkap jelas oleh Leona. Dia tak ambil pusing, segera berasumsi bahwa Akira mulai berpikir akan konsekuensi atas segala tindakan yang akan ia pilih.
Justru si android sedang memikirkan apa yang terjadi dengan Kenji setelah ia keluar dari ruang bawah tanah. Sebab dia bahkan keluar beberapa saat lalu ....
"Sayang, kami kurang beruntung untuk menghadap langsung padanya."
Ada kelegaan, tetapi tanda tanya ikut menyelimuti.
Ke mana dia pergi dan bagaimana caranya ia bisa lolos dari sejumlah pasukan ini?
Namun, sekali lagi ... sekarang itu tidak penting.
Akira menoleh kepada Kirika, berharap menemukan jawaban terbaik mengenai apa yang harus ia lakukan sekarang. Lantas ia membuang pandangan kepada Eleonor, beralih kepada Jackal yang kemudian membalas dengan gelengan berat.
"Kita kembali kepada perundingan kita, Tuan Kurihara." Sekali lagi suara Leona mendominasi, pun sukses mengundang lawan bicaranya segera tertuju padanya. "Kami tidak ingin kehilangan Madam kami, kau tahu itu, dan ... aku yakin, tuanmu tidak ingin kehilangan orang-orang berharganya lagi, bukan?"
"Anda akan membebaskan kami jika saya melepaskan Nona Alford, begitu?"
"Kau memiliki pilihan yang lebih baik dari ini?"
Akira memanglah tangan kanan baru, tetapi dia juga termasuk yang paling terpercaya bagi Kenji sekarang ini. Betapa pun tidak menutup pentingnya peran Jackal dan Eleonor yang mengurusinya. Ya, hanya mereka yang mengerti apa yang Akira butuhkan, dan ia yakin Kenji pun enggan repot-repot menunggu orang-orang baru untuk mempelajari setiap inci bagian Akira; apa yang dibutuhkannya.
Rasanya ... memang tak perlu berpikir panjang jika kemungkinan akan hal yang terburuk memiliki peluang lebih besar untuk terjadi, bukan?
Pada akhirnya Akira memotong pengikat anggota gerak serta leher Kirika dan menyembunyikan bilah pedang.
Akira tak seutuhnya meninggalkan Leona dan pasukannya. Sekadar ia melangkah ke belakang kursi sembari berkata, "Silakan. Dia milik Anda sekarang."
"Keputusan yang bagus." Demikian Leona mengisyaratkan pasukan untuk menurunkan senjata, pun tanpa dititahkan oleh kata-kata, mereka segera memberikan jalur kepada Jackal serta Eleonor yang kemudian mengekor.
Leona mendekat tepat Akira menghadap ke samping. Beruntung, Kirika kembali membuka mata sebab keributan agaknya mengusik tidurnya. Kelegaan mulai melingkupi mereka, tetapi itu tak berlangsung lama.
Suara roket dari punggung Akira meledakkan kejutan. Tidak sekadar tersentak, suaranya pula mengalihkan perhatian Leona barang sekejap.
Bukan suatu hal yang mengherankan jika Kirika juga merasakan hal yang sama. Sayangnya justru suara roket tersebut bukanlah hal pertama yang sukses mengejutkannya.
Bersama nanar membingkai mata yang terbelalak sempurna, perih kembali terasa melalui punggung, berlanjut hingga pinggang. Napasnya tertahan oleh rasa sakit yang tak terkira oleh benda tajam yang menghujam menembus perut.
Dengan begini, Akira berhasil menuntaskan tugas yang diberikan sang tuan tepat sebelum ia pergi bersama keuntungan yang ia peroleh dari perundingan.
Namun, tepat sebelum ia menarik bilah pedangnya dan melesat meninggalkan tempat, suara Leona segera menyerukan titah kepada pasukan; lantang lagi penuh amarah.
"TEMBAK DAN HABISI MEREKA!!"
Mulailah Akira menarik diri. Melesat ia meraih tangan Jackal dan menyeretnya keluar secepat pasukan Alford Corp. menyerang mereka. Hendaklah Jackal mengulurkan tangannya kepada Eleonor, tetapi sayang wanita itu tak kuat menggenggam erat pegangan yang diberikan.
Eleonor terjerembab menyentuh lantai marmer yang dingin. Akira sekadar menoleh kepada sosok profesor malang yang dikepung selagi ia mempercepat roketnya meluncur melewati lorong sempit.
"Jadi kau mengetahui semuanya dari Leona yang bercerita selama perjalanan kemari?"
Satu anggukan agaknya cukup mengundang Kirika untuk melanjutkan penuturan, tetapi ia malah menjedanya lebih lama dengan mengusap permukaan perut. Yah, selain bekas cambukan, rasa sakit dari sanalah yang kadang membuat ia sulit terbangun atau mengganti posisi tidur.
Lagi, butuh waktu untuk menyatukan kembali ingatannya akan kejadian itu. Di matanya semua tampak gelap, kesadaran yang tersisa sedikit pula membuat penglihatannya kabur.
"Kupikir aku bisa membenarkan semua ceritanya; mengenai Akira yang menyiksaku, juga si Kepala Kaleng itulah yang tanpa ragu menusukku dari belakang secara harfiah," katanya sembari menerawang ke segala arah. "Pun, aku tak akan mengelak bahkan kini lukanya masih terasa sakit, tetapi kau tidak perlu khawatir. Jangan menyalahkan Kepala Kaleng itu, yang sudah terjadi biarlah berlalu, mengerti?"
Benar. Memang tidak sepatutnya Aoi pun terus berlarut-larut. Setidaknya kini mereka sudah mengetahui di mana Akira berada, bagaimana keadaannya, dan apa yang dia lakukan selama ia berada di naungan Kenji.
Aoi mengaku bahwa ia kecewa Daniel terbebas dari serangan bersama Akira, lantas mengorbankan Eleonor yang tertangkap penuh luka. Namun, kini sang profesor dikabarkan akan menjalani perawatan intensif demi kesembuhan mental dan fisik.
Setidaknya salah satu dari mereka telah kembali, itu sudah lebih dari cukup untuk kondisi mereka saat ini.
"Sudah cukup mengenai diriku. Bagaimana dengan proyeksi Districts Underground?"
Beberapa hari sebelum misi ini berlangsung, Nina dan Aoi juga sudah disibukkan dengan tempat perlindungan bawah tanah yang diciptakan atas permintaan mendiang Hardy Alford. Ruang bawah tanah tersebut hanya terletak di distrik-distrik besar, tetapi cukuplah menampung setengah dari masyarakat yang hidup di sana.
Seharusnya tempat itu digunakan ketika Oohara Corp. masih aktif di masa kepemimpinan Alex Oohara dan hendak melangsungkan ancaman, tetapi perusahaan tersebut malah melibatkan Lebanon sehingga tempat perlindungan ini seolah hanya diciptakan untuk membuang anggaran negara dengan sia-sia.
Namun, setelah penerus dari pria itu muncul, pemerintah meminta Alford Corp. untuk mengurusin lagi Districts Underground dengan menciptakan proyeksi keadaan distrik berdasarkan map online; gedung, monumen, hingga jalan-jalan yang akan menenangkan anak-anak selama masyarakat mengungsi di sana.
"Lancar. Tidak ada masalah besar," jawab Aoi. "Tempat persembunyian bahkan lebih terlihat seperti taman hiburan proyeksi sekarang."
"Seperti yang diharapkan Cyclone Team."
Sekadar keduanya bungkam bersama senyum yang menempel di wajah masing-masing, tetapi beruntung, hanya sekejap keheningan bertahan melingkupi kamar. Leona datang tepat waktu, seolah ia tidak ingin membiarkan Aoi tenggelam dalam pikirannya. Ya, dia benar-benar mengupaskan sejumlah buah apel yang kemudian disusun rapi di atas piring berukuran sedang.
Si komandan wanita cepat-cepat menusuk sepotong apel sembari ia duduk di samping Kirika, lantas tanpa ragu menyumpalkan mulut sang Madam penuh dendam.
"Makanlah, CEO berkepala batu. Setelah ini kau harus mendengarkan semua laporanku baik-baik." Bahkan belum selesai Kirika mengunyah, ia kembali menyogok wanita itu dengan sepotong apel. "Habiskan, Madam! Habiskan!"
Kirika memang menerima semuanya, akan tetapi delik dari matanya sudah cukup membuktikan bahwa ia sedang protes di setiap kunyahannya.
Sungguh, ini kali pertama bagi Aoi dan Adam menyaksikan atasan dikerjai oleh bawahannya sendiri.
~*~*~*~*~
Kembalinya Aoi dan Adam ke kantor mendatangkan rapat kecil antara Kirika, Leona, dan Silvis. Pasalnya rencana ekstrim yang dilakukan oleh Kirika memang membuahkan banyak hasil. Tidak hanya menguntungkan Alford Corp., tetapi juga pihak kepolisian.
Mereka melakukan penyelidikan terhadap sejumlah klinik psikiatri dan rumah sakit saraf di distrik-distrik kecil Yokohama, mulai dari surat izin beroperasi hingga penggeledahan seisi gedung. Alhasil, mereka menemukan ruang tersembunyi di antaranya yang menyimpan banyak hal yang bisa mereka kaitkan dengan kasus penculikan.
Tentu, gerakan terang-terangan ini mengundang banyak pers untuk mewawancarai kepolisian. Mau tak mau kepolisian membeberkan semua yang mereka sembunyikan.
Setidaknya pers datang tepat pada waktunya.
Organ serta mayat yang ditemukan terbukti benar bahwa semuanya milik dan merupakan korban kasus penculikan. Hal yang mengejutkan, mereka menemukan orang-orang yang masih hidup. Memang teramat disayangkan beberapa di antaranya cacat fisik, pula mentalnya terganggu sehingga mereka tak mampu membuka mulut mengenai apa yang mereka alami.
Namun, sekali lagi kepolisian memperoleh keuntungan kala melakukan pemeriksaan terhadap para korban, termasuk pemeriksaan forensik mayat.
Di antara mereka, terdapat bekas pelubangan tengkorak bagian depan.
"Lobotomi?"
"Ya. Salah satu metode pembedahan otak di masa lampau yang ditujukan kepada pengidap penyakit jiwa kasus berat seperti depresi hingga skizofrenia," jawab Silvis. "Pembedahan ini dilakukan dengan melubangi tengkorak, lalu pembedah akan meraih serat-serat dalam otak bagian besar untuk dihancurkan, misalnya dengan menggunakan cairan etanol atau pemotongan bagian serat-serat otak tersebut. Pembedah juga bisa meraih otak melalui rongga mata, tetapi itu akan lebih sulit sebab kemungkinan besar mata akan pecah jika pembedah tidak telaten.
"Jadi ...." Silvis menarik napas barang sejenak mendapati Leona yang meringis sakit. Ya, memang sulit untuk menjelaskan ini secara implisit, tetapi sebisanya Silvis meneruskan dengan hati-hati, "Dengan menghancurkan serat-serat dalam lobus prefrontal ini, pasien akan mendapatkan ketenangan. Namun, tidak selamanya pembedahan mendapatkan hasil yang baik. Di masa lampau beberapa pasien mengalami kelumpuhan, bisu, hingga hilang ingatan.
"Beruntungnya, Profesor Radiovalenka tak terlibat dalam pembedahan ini ... sehingga proses penyembuhan hilang ingatannya yang didiagnosis dari hipnoterapi atau bahkan cuci otak, bisa berlangsung lebih cepat dengan terapi."
"Wajar jika Oohara tidak menjadikan beliau sebagai kelinci percobaannya. Kalau memang begitu, dia tidak akan pernah mendapatkan Akira di sisinya, bukan?" Akhirnya Kirika bersuara. "Sistem keamanan hanya dipegang oleh Profesor Radiovalenka dan Nona Tsukino, jadi dia harus mengincar salah satu dari mereka.
"Hanya saja ... bukankah metode pembedahan itu ilegal? Jika hasilnya hanya akan membahayakan pasien, mengapa—"
Ya ... memang tak perlu meneruskan pertanyaan tersebut. Masing-masing otak mereka bahkan sudah mendapatkan jawabannya.
Kegagalan dari pembedahan menjadi keuntungan besar bagi Kenji, tentu saja.
Tidak hanya para pasien di masa lampau, justru korban-korban penculikan yang selamat kurang lebih mendapatkan hasil yang serupa. Kelumpuhan akan dimanfaatkan untuk eksperimen, sementara kebisuan atau hilang ingatan mampu membungkam mulut korban untuk tidak membeberkan apa yang mereka alami.
"Berdasarkan laporan pihak kepolisian, seluruh surat izin operasional klinik dan rumah sakit terbukti asli." Kini Leona mengalihkan topik. "Lalu hak kepemilikan di antara klinik psikiatri tercantum nama yang sama, tetapi ketika mereka memeriksa data kependudukannya, sama sekali tak mereka temukan nama pemilik tersebut."
"... Mungkin bukan suatu hal yang mengherankan jika Oohara meminta Jackal untuk mengerjakan pekerjaan yang satu itu."
Silvis mengerjap. "Jackal?"
"Daniel Ivanov, salah satu anggota Cyclone Team yang juga kita rekrut berkhianat," terang Kirika uring-uringan. "Mereka bahkan tidak pernah mengetahui latar belakangnya, karena itu mereka pun tidak bisa melakukan pencegahan awal. Lalu ... barangkali dirinya juga merupakan pelaku peledakan gelanggang es di Nagoya, tepat kompetisi nasional berlangsung enam tahun yang lalu."
Ledakan yang menewaskan belasan korban, termasuk Akira Kurihara yang menonton Kirika di bangku penonton.
Kala penyelidikan, ditemukan bahwa bom yang terpasang di balik beberapa bangku memiliki kendali yang bisa diatur dari jarak jauh. Sayang, kendalinya ikut terbakar sehingga mereka tidak bisa melacak siapa pelakunya waktu itu.
Jelas profesi Daniel serta hubungannya dengan Kenji membuat Kirika tak ragu menuduhnya sebagai pelaku peledakan enam tahun silam. Memang tidak ada artinya jika mengangkat kasus lama yang telah ditutup rapat-rapat, tetapi satu jawaban yang membuat ia sampai di sini sudah lebih dari cukup untuk sekarang.
"Semuanya benar-benar terhubung dari cerita lama, huh? Seolah dunia terasa sempit jika ada uang." Celetukan Leona ini sukses menarik senyum miring dari Kirika yang kemudian berpaling barang sejenak. "Lalu, apa yang akan kita lakukan sekarang?"
"Penggeledahan berkala mungkin sudah cukup menekan Oohara mundur, tetapi tak menutup kemungkinan jika dalam beberapa minggu selanjutnya ia akan kembali bergerak dalam gelap," jawab Silvis. "Lagi, korban-korban yang ditemukan di dalam beberapa klinik dan rumah sakit itu hanya segelintir dari jumlah yang masih hilang. Jelas bahwa mereka hanyalah pancingan, sementara segenap korban yang tersisa disimpan dalam tempat yang hanya merekalah yang tahu.
"Kami juga melakukan pemeriksaan terhadap korban eksperimen prematur." Kini ia menoleh kepada Kirika. "Tampaknya ini juga petunjuk bagi kita bahwa eksperimen merupakan ancaman, sebab hasil eksperimen jelas bisa digunakan sebagai senjata bagi mereka, seperti ... kau tahu, manusia super, kalau kau bisa menganggapnya demikian."
Potongan-potongan ingatan akan kejadian malam itu kembali bertamu di dalam otak Kirika. Kali pertama di bawah klinik psikiatri di mana ia menyelinap ke dalamnya, maniknya bertemu dengan salah seorang korban yang tertidur di dalam tabung inkubator tepat sebelum Daniel memergokinya. Masih tampak seperti manusia. Namun, tentu Kirika segera menangkap kejanggalan dari korban tersebut.
"Apa mereka mendapatkan manusia berlengan panjang?"
"Sudah kuduga kau juga melihatnya," balas Silvis. "Ketika terbangun, dia lepas kendali. Terpaksa divisi biogenik mengamankannya di jeruji khusus. Jika nantinya dia tenang dan kooperatif, Aleah beserta timnya sudah pasti akan melakukan penelitian terhadap makhluk itu.
"Dia serupa seperti ibu sel dari Vanessa, memiliki tulang-tulang abnormal yang dapat mereka gunakan sebagai senjata. Namun, bedanya mereka dapat mengendalikan pertumbuhan serta penyusutan tulang, sedangkan korban pertumbuhan tulang dari hasil eksperimen yang satu ini bersifat permanen."
"Seolah terdengar seperti monster ketimbang manusia super." Bersama desah penuh keluh, Kirika menanggapi. "Kita harus bergerak sendiri sekarang. Jika memang benar semua klinik dan rumah sakit itu sekadar pancingan atau pengalih perhatian, perintahkan para agen untuk melakukan pengawasan ketat di sekitar kawasan bangkai gedung Oohara Corp."
Hendaknya Leona membuka mulut, suara ponsel menginterupsi.
Itu berasal dari saku celana Silvis. Segeralah ia meraihnya dan mendapati Leon yang menghubunginya.
"Semoga semuanya baik-baik saja," keluhnya sebelum menerima panggilan. "Ha—"
"Saya yakin Anda sedang bersama putri saya dan Madam, Tuan Silvis." Dari seberang sana tanpa ragu suara bariton yang bulat tersebut menukasi sapaan pertama. "Kalian harus melihat berita sekarang."
... Sampai jumpa di chapter selanjutnya~~.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top