Chapter 3.6.5
Kirika benar-benar berperan sebagai Ayame dengan sempurna. Dia menyamar sementara waktu untuk menyelinap, lantas berhasil masuk ke persembunyian Oohara yang sebenarnya. Bedanya, ia melakukan semua ini dengan sengaja.
Rencana dadakan itu disambut Leona dengan uring-uringan. Memang, mereka bisa membantu Kirika, tetapi mereka harus menunggu hari berganti malam.
Pun, Vanessa tak henti-hentinya menyebut Kirika sebagai 'bedebah' dan menggerutu kata-kata seperti 'keparat', 'bajingan', dan 'sialan'.
Agaknya ... teramat banyak kata-kata baru yang ia pelajari ketika keluar dari laboratorium.
"Tapi kita menemukan lokasi alat pelacakan sebelum akhirnya benar-benar utuh menghilang. Dia pasti masih berada di sana," celetuk Emily. Maniknya tiada henti menyaksikan si kapten yang belum puas mondar-mandir seraya mengusap wajah. "Agaknya tempat lensa kontaknya ditemukan dan segera dihancurkan saat itu juga."
"Karena itulah! Seharusnya jika memang rencana harus dijalankan lebih dari memastikan bahwa Akira berada di sana, Vanessa harus seutuhnya transparan. Dan sekarang kita tidak tahu apa yang akan dilakukan mereka terhadap bocah nekat nan tolol itu!"
Beruntung sekali Emily lebih cepat menutup telinga Vanessa sebelum kata 'tolol' keluar dari mulut Leona. Namun, entah mengapa ia merasa perbuatannya percuma setelah mendapati netra senada ceri tersebut telah tertuju duluan kepada Leona.
"Madam bilang ia tidak ingin berargumen dengan Anda, Kapten Phoenix. Sebab betapa pun dia mencoba, Anda pasti akan menolaknya mentah-mentah."
Tentu saja. Sebab rencananya terlalu riskan. Tanpa menumpahkan kata-kata lagi, sekadarnya manik kebiruan Leona menyiratkan isi hatinya. Yah, semoga Vanessa atau Emily menangkap maksudnya.
"Tenanglah. Kita akan bergerak malam ini dan Madam akan baik-baik saja."
"Semoga saja begitu. Lagi pula, kita tidak punya pilihan lain." Kembalilah netra kebiruan kepada mata ceri bulat itu. "Kuharap kau tidak membawa apa pun yang mudah diretas atau dilacak android kesayangan Madam-mu."
Segera Vanessa menggeleng. Ya, dia tak perlu bersusah-susah untuk melakukan itu sebab tangan Emily sudah berpindah ke bahunya. "Semuanya terkendali. Termasuk rencana baru yang segera kuberitahukan padamu."
~*~*~*~*~
Nyeri di tengkuknya masih terasa. Justru itu hal pertama yang membuatnya sedikit meringis kala terbangun. Beberapa bagian seperti pergelangan tangan dan kaki hingga lengan atas menyusul melangsungkan denyut, dibarengi keram yang mau tak mau ia keluhkan dengan erangan pelan.
Agaknya mereka kurang ramah dengan tawanan mereka sendiri. Sebab setiap ikatan di bagian-bagian itu terlalu kencang hingga Kirika berpikir anggota geraknya hampir mati rasa. Hendaknya ia menggerakkan kepala, ia baru menyadari lehernya ikut terikat menempel kursi.
Spontan segelas air tumpah membasahi kepalanya. Dingin, tetapi cukuplah kejutan dari bongkahan-bongkahan es kecil tersebut segera membuat Kirika terjaga.
"Seharusnya kau menjawab pertanyaannya dengan benar." Lantas terdengar suara bisikan wanita yang begitu familier. "Sebab katanya ... kau akan berakhir sama sepertiku. Meskipun aku tidak mengerti apa maksudnya."
Begitu juga Kirika. Dia tidak tahu apa yang akan terjadi padanya atau apa yang sebelumnya terjadi pada Eleonor. Tapi tampaknya tak perlu menerka-nerka. Sebab apa pun itu, pasti tak jauh-jauh dari penyiksaan, bukan?
"Kau mengenalku?"
"Tentu. Mantan atlet peseluncur indah tersohor di seluruh dunia, CEO Alford Corp. wanita pertama, musuh bebuyutan tuanku yang baru memiliki lengan prostetik baru, lalu ... entahlah, tetapi kupikir mengingat-ngingat hal itu pun tidak penting. Habis, sebentar lagi kau akan mati."
Kirika mengangguk sebisanya sebelum berujar enteng, "Yah, sudah takdir. Mau bagaimana lagi?"
Setidaknya dari percakapan singkat tersebut, lekas ia mengerti hal baru lagi.
Dia akan disiksa sampai mati atau disiksa sampai lupa jati diri.
Sekarang suara langkah menuruni tangga menyita perhatiannya. Hanya mendapatkan postur tubuhnya saja, Kirika sudah lebih dulu memalingkan pandangan.
Ya, dia tahu persis Kenji akhirnya datang untuk tertawa.
"Aku benar-benar terkejut kau bersungguh-sungguh soal ceritanya, Akira. Kupikir singa merupakan makanan paling mewah yang pernah kudengar untuk tikus-tikus. Tidakkah kau setuju, Alford?
"Omong-omong, selamat datang." Sampailah ia pada akhirnya di hadapan Kirika. "Aku harap kau tidak merencanakan sesuatu lagi. Karena kau tahu, semuanya percuma. Eleonor sudah memberitahunya kepadamu?"
"Soal mati? Kupikir ... yah. Kurang lebih."
Keterkejutan menyelimuti air muka lawan bicaranya, lekas pula ia tujukan pandangannya kepada Eleonor barang sebentar. Namun, betapa pun Kirika tahu itu tak lebih dari kepura-puraan.
"Benarkah? Kau berkata begitu, Profesor?" Tepat pertanyaannya dibalas dengan gelengan berat, maka Kenji kembali menoleh kepada Kirika. "Mana mungkin. Siapa yang berani membunuh Mawar Jepang? Aku? Mana mungkin!"
Kekeh meledak, berangsur berubah menjadi tawa. Meski singkat, telinganya puas mendengarkan gema kecil yang memantul di sekitarnya. Mulailah ia mempersempit jarak, agak membungkuk agar pandangannya benar-benar sejajar dengan wanita di hadapannya.
Cepat sekali mimik Kenji berubah. Datar, tetapi manik merahnya tak utuh mampu menyembunyikan bara kemarahan dalam tatapannya. Kirika merasakan itu tepat pandangan mereka saling beradu.
"Sangat disayangkan jika langsung membunuhmu, Alford. Yah, walaupun aku memang harus menagih hutang nyawa gadisku yang entah kapan kau renggut." Pun, sekarang binarnya berubah muram sebelum ia kembali tegak dan berbalik. Lantas dengan nada menyenangkan ia meneruskan, "Agaknya kurang menyenangkan jika langsung kepada intinya. Lagi pula, kau tahu aku sangat suka permainan yang sedikit bertele-tele, bukan?
"Misalnya, dimulai dari aku mendatangimu di parkiran bawah tanah, menerormu di hotel Tua Bangka Howard, dan ...." Kenji mengerling kepada Kirika kala menjeda. "Merenggut nyawa orang-orang yang kau cinta.
"Tapi benteng mentalmu terlalu kuat, semuanya bahkan tidak bisa memengaruhimu semudah yang kubayangkan. Sampai sekarang kau masih sanggup memasang topeng dingin itu. Yah, seperti yang diharapkan mawar yang dicintai negaranya. Bahkan setelah segala hal yang terjadi pun, dia tetap dijaga dan dipuja-puja.
"Ah, tapi apa jadinya jika masyarakat benar-benar percaya bahwa Ryo Kimura dibunuh dengan sengaja untuk percobaan pemusnahan manusia menggunakan android barunya? Yah ... aku tahu pada akhirnya topik itu sudah lewat—oh, tentu! Atau bagaimana jika mereka tahu kau baru saja membunuh gadis yang tak berdosa di mata masyarakat?
"Lihatlah! Sekarang kau juga bermain nyawa dibayar nyawa."
Sekian lama Kenji bergerak tergesa di lintasan yang sama, pada akhirnya langkah-langkah itu melambat, berangsur berhenti kembali di hadapan Kirika. Persis empunya netra delima kembali beradu tatap kepada manik kemerahan yang sedang menghadap padanya. Namun, tetap saja ia memilih untuk tetap diam mendengarkan monolog yang masih terus berlanjut tanpa gentar, maupun perasaan bersalah sekali pun konon Kenji meneruskan patah katanya.
"Lihat. Jelas sekarang kita adalah orang jahat di sudut pandang yang berbeda."
Kalimat itu disambut dengan kerjapan refleks dari Kirika. Senyum miring lantas terulas menangkap bahwa kerjapan tersebut menyetujui pernyataannya secara sepihak.
Jedanya berlangsung lama, satu hal yang akhirnya menyadarkan Kirika bahwa Eleonor tak lagi berada di belakang kursi. Pun, Akira telah mendekat bersama Jackal. Tak begitu jelas di pandangannya, tetapi batin Kirika yakin salah satu di antara mereka tengah menontoni pertunjukan kecil-kecilan ini.
Akhirnya Kirika menyuarakan tanya, "Jadi kau menganggap dirimu sebagai orang baik di kalanganmu?"
"Ya dan tidak. Tergantung konteksnya, tetapi aku yakin kau sudah tahu ke mana kata 'tidak' ini berarah," jawab bintang monolog di hadapannya. "Tapi, aku bisa menganggap diriku sebagai orang baik untuk mendiang ibuku yang selalu bertamu di dalam kepalaku, juga gadisku yang baru dilayangkan nyawanya ke akhirat. Ah, mungkin juga untukmu yang sedang berada di kondisi seperti ini.
"Tidak ingin bertanya, 'Apa yang kau inginkan dariku?' lebih dulu?"
Sayang sekali pertanyaan dari akhir patah katanya kali ini dibalas dengan keheningan. Pun, ia enggan repot-repot menunggu, lantas ia berujar, "Yah, memang salah mengharapkan Kirika Alford mengeluarkan tenaga untuk berkata demikian. Meskipun begitu, aku yakin benaknya penasaran, jadi tidak ada salahnya aku memberitahumu.
"Sederhananya semua penderitaanmu adalah penawar sakit yang bermuasal dari suara-suara yang selalu berdatangan di dalam kepalaku. Pun, kau bisa menganggapnya aku melakukan semua ini agar suara-suara itu berhenti. Tapi aku ingatkan kepadamu lagi ... tampaknya memberikanmu sejumlah hadiah seperti sepatu seluncur baru, HM309 atau mencuri mainan kesayanganmu tidak berhasil." Kembali Kenji bergerak menjauh. "Jadi bagaimana kalau aku menggunakanmu dalam bentuk lain? Katakanlah menurutiku akan memberikan keuntungan sepadan untukmu nantinya."
"Seperti?"
"Nyawamu berada di tanganku, ingat?"
Kali pertama setelah sekian babak dalam pertunjukan monolog ini, Kirika tersenyum lebar. Sulit baginya untuk menggeleng, sebagai gantinya ia terkekeh sembari berpaling sekenanya.
"Kau akan menggunakanku menemukan jawaban di mana aku menyembunyikan Nona Ayame Sano?"
"Aku tak ingat kau punya kekuatan membaca pikiran. Meskipun begitu ... yah, kau benar."
Senyum samar Kirika merekah. "Kalau begitu aku akan cepat-cepat kehilangan nyawa. Sebab bagaimana pun aku bahkan tak tahu di mana mereka menguburkannya. Pun, aku sempat mengatakan itu kepada Tuan Kurihara.
"Aku. Tidak tahu. Apa pun."
Beruntung sekali Kirika tak mendapati gerakan alis Kenji sekilas nyaris bertaut. Secepatnya ia mengukir seringai di wajahnya.
"Kalau begitu akan kujadikan erangan dan jeritanmu sebagai lagu anestesi termanis bagiku untuk sementara waktu."
Secepatnya Kenji menjauh, segera beberapa bagian lantai persis di bawah kursi yang Kirika duduki terbuka lebar. Kursinya sedikit bergoyang tepat kaki-kakinya kehilangan tempat berpijak, tetapi Kirika tetap bertahan di sana.
Agaknya mereka sudah mengikatkan kursi dengan tali yang menjulang ke atas sejak mereka membawa Kirika ke sini. Dia tidak perlu repot-repot mencari cara untuk mendapatkan pemandangan di bawah kakinya. Sensasi dingin cepat terasa di telapak kaki, membuat ia yakin di sana tak lebih dari air.
"Pernah mendengar ducking stool?"
"Ah, mainan nenek moyang Barat untuk para penyihir dan pendosa." Pandangan Kirika memandang lurus lawan bicaranya. "Kupikir permainan ini terlalu tua untuk kita."
"Memang. Tapi sayangnya, aku tidak punya pilihan lain untuk membuka mulutmu lebar-lebar soal kebenaran yang kau sembunyikan saat ini," balas Kenji. "Pun, tidak akan menyenangkan jika aku ikut bermain. Sebab ... seperti yang kukatakan padamu, ku datang untuk menikmati anestesiku, ingat?
"Jadi Tuan Kurihara yang akan bermain bersamamu."
~*~*~*~*~
Ducking stool memang biasa digunakan untuk mengungkapkan wujud sejati penyihir atau memaksa pendosa mengakui kesalahannya. Tepat empunya manik kemerahan tersebut mendengar gejolak air di lantai bawah, perlahan ia menapak langkah mendekati pembatas lorong.
Tampak di sana kolam beriak memuntahkan air ke tepi-tepi kolam kala kursi ditarik naik. Seutuhnya badan kursi kembali menggantung memperlihatkan Kirika yang masih bertahan di sana, lantas benak Kenji terasa lapang untuk menyeringai memandanginya yang mencoba terus bertahan bersama kewarasannya.
Ducking stool juga agak efektif untuk para pembohong untuk mengakui kesalahannya ketimbang hukum setrum. Pun, aku tak ingin mengambil risiko ia akan hilang ingatan sehingga aku tidak mendapatkan apa-apa.
Bajunya tak lagi mampu menyerap air, mereka terjun bebas menuju kaki-kaki kursi, lantas kembali ke kolam kecil. Dia terengah, memasok udara sebanyak mungkin meski ia tahu itu nyaris percuma, sebab perbuatannya juga menyakiti leher yang juga diikat tali pinggang. Pandangannya berbayang, tetapi maniknya tahu kepada siapa mereka harus menyalang.
Menggunjing Alford sebagai pendosa memanglah tidak cukup, jadi ....
Ya, ia menyalang kepada sosok yang memegang kendali katrol penggantung kursi yang didudukinya.
Bagaimana rasanya jika penghukummu ialah kekasihmu sendiri, Kirika Alford?
"Tiga celupan agaknya memang belum cukup. Anda lebih kuat dari yang saya duga." Pada akhirnya Akira bersuara. Bersamaan pandangan Kirika kian semakin jelas, lantas terkekeh terang-terangan.
Alih-alih gentar akan ucapan dan segala perbuatannya saat ini, justru Kirika sedang menertawakan Akira yang berada di hadapannya. Dia mendapati mimik Akira yang tiada bedanya sejak awal; dingin dan datar membalas tatapan Kirika.
"Agaknya merepotkan bagimu, harus berhadapan dengan musuh tuanmu yang lebih kuat ini." Kirika mengalihkan pikiran dengan memprovokasinya. "Hilangnya kewarasanku pun, masihkah kau yakin aku akan membeberkan semuanya kepadamu?"
Akira tersenyum sinis. "Memang sulit, tetapi ... saya tidak akan menyerah untuk itu. Pun, sebaiknya Anda tidak meremehkan tenaga yang saya miliki. Saya bahkan betah melakukan ini selama tiga hari ke depan, tidak peduli ingin tak ingin pun Anda."
"Kalau begitu aku akan mencoba bertahan selama itu."
"Mohon bantuannya," ujar Akira.
Kali ini ia tidak lagi menurunkan kursi dengan kendali di dalam kepalanya. Dia mengambil bolpoin yang terkait di saku kemejanya. Satu ayunan kuat memanjangkan bolpoin tersebut hingga terlihat persis seperti tongkat besi.
"Kesulitan permainan pertahanannya akan bertambah mulai sekarang, jika Anda tidak keberatan."
Ujarannya mengumbar senyum miring Kirika.
Sementara batin si wanita mempersiapkan diri untuk bertahan sampai Leona tiba.
Kapan pun itu.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top