Chapter 2.7
Bersama topeng yang menyembunyikan wajah, Ayame masih berani berdiri di hadapan Kirika lengkap dengan tangan yang menodongkan senjata. Manik karamelnya bersirat datar, hanya saja dia tetap setia mengawasi pergerakan musuhnya. Konon lagi Kirika sudah mulai berpindah dari tempat semula ia terpaku, kontan Ayame mencengkeram erat pistolnya.
Empunya manik delima tersenyum samar. Dia menuruni tangga, melangkah perlahan. "Kupikir dia akan datang bersamamu. Kau tahu, Oohara memiliki kegemaran yang cukup menggelikan. Misalnya menghadiahiku benda yang aneh-aneh atau menemuiku secara langsung ketika dia merindukanku.
"Aku tak menyangka sekarang anak itu mempersiapkan pesta yang menyenangkan untuk dia nikmati dari kejauhan." Kirika melanjutkan sembari menghentikan langkah persis kala seusai ia meninggalkan anak tangga terakhir. "Nona, apakah kau tidak lelah bertahan dengan posisi seperti itu?"
Bahkan bernapas saja ia masih berhati-hati. Mustahil bagi Ayame menurunkan senjata sekarang juga. Dia menelan ludah kala Kirika memilih melangkah lebih dekat. Namun entah mengapa ada perihal yang mengganggu batin Ayame.
Wanita itu menghampirinya tanpa senjata. Apakah dia menganggap remeh ancaman yang dihadapkan padanya?
"Tidakkah kau berpikir merupakan hal yang percuma jika kita bertarung dalam kondisi seperti ini?" Kirika lagi-lagi memecah hening. "Asistenku akan datang sebentar lagi. Polisi tengah berkeliaran mencariku di luar sana. Di sisi lain, aku juga sudah kelelahan."
Apa karena itu dia terlihat sangat santai sekarang?
Meski mendengar hal tersebut langsung dari bibir musuhnya, tetap saja Ayame semakin meningkatkan pertahanan. Kali ini dia memutuskan untuk sedikit bergerak, pun mulai membidik tepat ke bagian telinga. Begitu perlahan ia menarik pemicu, seolah sengaja menunggu bulir keringatnya jatuh dari dagu lebih dulu.
Kala pemicu utuh tertekan, peluru meluncur ke arah Kirika yang menyeringai selagi ia menelengkan kepala. Ayame secepat kilat berlari memberikan serangan menggunakan pisau. Namun, Kirika lebih cepat bereaksi mendapatkan tangannya, mencengkeram pergelangan mungil tersebut kuat-kuat.
Si manik delima mempertahankan senyum meski tahu pandangannya memburam sekilas. Dia merasakan dengan jelas, Ayame tengah memaksakan tenaganya keluar untuk melawan memberi dorongan ke arah perut. Sementara keringat dingin yang perlahan terasa muncul dari pori-pori menekan Kirika agar segera memelintir tangan Ayame.
Ayame mengerang hebat. Bagaimana pun ia mencoba mengikuti ke mana arah tangannya dipelintir, dia gagal melepaskan diri. Pisau yang tak lagi mampu ia genggam lantas terlepas tanpas sengaja. Satu tangan yang terbebas dengan cekatan mengambil pisau dari saku paha. Akan tetapi Kirika tidak membiarkannya begitu saja, lantas menarik tangan Ayame yang masih ia tahan dan menendang dagunya dengan lutut hingga terdorong mundur.
Mati-matian ia menahan diri untuk tidak terengah, Kirika berakhir bergerak sempoyongan tepat sebelum memandangi Ayame yang tengah menyadarkan diri. Si wanita muda bangkit selagi memeriksa rahang. Lagi, bersama kekuatan penuh yang ia kerahkan, Ayame menyerang dengan jarak dekat.
Sementara tanpa sepengetahuannya, kesadaran Kirika perlahan memudar. Namun, ia tetap bertahan, terus meladeni setiap serangan yang Ayame limpahkan padanya.
Suatu saat Ayame menyabet lengan Kirika. Beberapa kali mengincar bagian yang sama, hingga menyadari kecepatan Kirika yang melambat. Pisau tersebut sukses menorehkan luka, lantas beralih menggores paha. Kirika dengan kesadarannya yang masih tersisa menendang samping kepala Ayame agar ia terdorong.
Namun, Ayame yang lebih cekatan mengeluarkan pistol, menembakkan satu peluru ke samping pipi sebagai pengalih perhatian, lalu menembak ke selangka kiri Kirika. Hendaknya Ayame melanjutkan, tetapi suara lampu taman yang pecah satu per satu menginterupsi. Ayame yakin penyerangan berasal dari pistol. Pandangan gelap membuat ia mengedarkan pandangan panik, pun membeku di tempat.
Tampak Akira menghampiri kedua orang tersebut sembari menodongkan pistol, lengkap dengan peredam. Leon pasti telah meminjamkan senjata api itu kepadanya. Setidaknya cukup berguna untuk melanjutkan penyamaran sebagai manusia.
Di sisi lain, Ayame mengancam tanpa suara dengan menodongkan pistol pada Kirika yang tengah mengatur napas dalam diam. Akira memang berhenti. Tapi dia yang enggan berbasa-basi lebih lama, menembakkan sebuah peluru yang sukses mengenai pergelangan Ayame.
Kemudian Akira mulai berlari, lantas memberikan serangan jarak dekat. Kirika yang mengerti langsung bergerak mundur dari wilayah pertempuran. Sedikitnya ia mendecih, mengingat salah sebuah serangan tak sengaja merusak stoking yang mampu menghubungkan ia dengan Akira.
Sekarang hanya mampu berharap agar Akira mempertahankan penyamaran.
Kondisi temaram membuat Akira lebih unggul dari Ayame. Membutuhkan waktu bagi wanita muda itu menyesuaikan diri dengan serangan serta keberadaan Akira. Bukan masalah besar baginya, sebab setelahnya dia berhasil melukai lengan Akira. Hanya saja ketika berusaha menarik lengan android tersebut untuk menjatuhkannya, ia sangat kesusahan. Akira terlalu berat.
Ayame lantas mengganti rencana. Dia melemparkan belati persis menggores pipi Akira yang mengelak. Dia mengganti senjata dengan pistol. Tak peduli Akira menutup moncong pistolnya, dia tetap menembak telapak tangan si android. Bau anyir menguar. Ayame yang menyadari hal ini memutar pergelangan, mengarahkan moncong pistol ke kepala Akira dan menembak.
Akira menelengkan kepala, tetapi timah panas tersebut sukses memberikan luka sabet di pipi. Enggan mengindahkan luka tersebut, Akira mencengkeram pergelangan Ayame, memukul wajah si wanita muda dengan siku. Tapi Ayame segera membalasnya. Tamparan keras yang cukup membuat pandangan Akira teralih. Sayang hal itu tak membuat cengkeram di pergelangannya lepas.
Segera Akira mengaitkan lengan pada kedua bahu Ayame, membanting si wanita muda tanpa ampun. Dia meraih pisau pemberian Leon dari sakunya, beberapa kali berusaha menusuk wajah Ayame yang terus menghindar. Kala mendapat kesempatan, wanita itu mencondongkan badan guna membenturkan dahinya ke dahi Akira.
Android tersebut mundur. Ayame melompat hingga membuatnya tergeletak. Namun, dengan kekuatannya lebih unggul, tepat sebelum Ayame menyerang, Akira menggulingkan badan untuk mengganti posisi.
Hanya saja, Ayame merupakan musuh yang gigih. Mereka terus berguling sampai Ayame kembali mendapat posisi di atas. Cepat-cepat ia mengangkat pisau yang tersisa dari saku paha. Akan tetapi sesuatu yang sukses menyabet perutnya sukses membuat ia membeku di tempat.
Sementara di kejauhan Kirika menahan napas. Sedari tadi wanita itu memerhatikan setiap gerak samar yang ia peroleh dengan susah payah. Beruntung, Akira berhasil mengalihkan perhatian Ayame sehingga ia bisa beristirahat di tempatnya.
Tapi, sungguh batinnya tidak tenang kala mendapati kilatan bilah panjang yang—ia begitu yakin—menorehkan luka begitu lebar di perut Ayame. Maniknya teralih kala mendengar suara langkah asing. Masing-masing di antara mereka menyalakan senter dan mulai berpencar.
Polisi.
Hal itu membuat Ayame terpaksa harus mundur. Dia melompat dari posisi sembari menutupi luka di perutnya, berharap perbuatan tersebut mampu menyeka darah yang mengucur. Dia meroda, dan berhenti tepat di bawah bagian kaca yang pecah dengan bantuan cahaya minim. Segera ia menarik tali dan melrikan diri.
Tentu Akira tidak membiarkannya begitu saja. Tapi ....
"Akira!"
Suara panggilan dari sang Madam kontan membuat ia menghentikan langkah.
Akira menoleh ke sumber suara, sama sekali enggan menghiraukan mereka yang semakin dekat. Dia memandang empunya manik delima yang bermimik lelah. Satu langkah wanita itu tapakkan bertemankan napas yang terengah.
Langkah selanjutnya pandangan Kirika memburam. Tubuhnya terasa begitu ringan.
Dia tidak mengingat apa-apa selain suara Akira yang menggema tengah memanggil dirinya.
Semua kejadian itu seperti terasa mimpi.
Kala membuka mata dan mendapati dirinya berada di kamar bernuansa polos dan asing dengan manik delimanya, dia tersadar bahwa semua yang ia alami adalah kenyataan.
Helaan napas berat sontak membuat Silvis berdiri dari sofa, berlanjut menghampiri keponakannya. Sementara empunya manik delima itu justru memandang android yang seolah tampak tertidur pulas tepat di sampingnya. Tak lain dan bukan, pastilah ia sedang mengisi daya.
"Berapa lama aku tertidur?" tanya Kirika sembari melirik Silvis sekilas.
"Dua hari."
Jawaban Silvis sungguh tak membuat Kirika senang. Dia sekadar berpaling kepada langit yang tak terlalu cerah. Mengetahui hal ini, Silvis mendengkus.
Sebenarnya Kirika bisa dikatakan beruntung. Dia terus bertahan dan nyaris sekarat karena kehilangan banyak darah. Kain yang membelit di perutnya tak banyak membantu malam itu. Memang luka-luka kecil sembuh lebih cepat. Hanya saja ia mengalami cidera akibat tembakan di selangka kiri.
"Lalu bagaimana dengan Tuan Howard?"
Saat penyergapan, polisi menangkap James Howard yang telah merupakan pelaku utama atas insiden yang terjadi. Diketahui ia bekerja sama dengan pengedar obat-obatan terlarang. Berdasarkan vonis dari hakim, dia ditahan seumur hidup di penjara.
Dugaan Kirika mengenai Jason benar. Polisi pula telah menyerahkan jasad Jason palsu kepada tim forensik. Diketahui dialah orang yang telah lama menjadi incaran mereka, Timothy si seribu wajah. Maka, memutuskan menutup kasus setelah sepakat Timothy mati karena penyerangan yang ia rencanakan.
Agak sedikit konyol. Tapi sebab polisi menganggap Akira juga merupakan korban kala bersama Kirika—yang pada saat itu masih tak sadarkan diri—ia juga menyumbang sejumlah informasi kejadian yang membuat mereka percaya. Jadi, si android mengusahakan agar sang Madam tidak lagi terlibat dalam interogasi kala ia sembuh total.
Sementara Jason, Witney pernah mengatakan bahwa suaminya acap kali menghabiskan waktu di sana jika membutuhkan konsentrasi lebih. Hanya ia dan suaminya yang mengetahui tempat tersebut. Pria itu ditemukan tewas dengan kepala bocor di sana.
Agaknya semua rencana musuh berjalan mulus. Beberapa kamera pengawas telah dimatikan pula. Berakhirlah hakim memutuskan memenjarakan anak buah Timothy.
"Nyonya dan Nona Howard kembali ke kampung halaman, mereka menolak agar Tuan Howard diautopsi. Nyonya Howard merasa bahwa ia tak lagi mampu hidup di San Francisco. Aku tak tahu alasannya disebabkan oleh biaya hidup atau malu," tutup Silvis. "Tapi aku akan menanggung segala hal yang ia butuhkan."
Kirika mengangguk-ngangguk.
"Aku tak menyangka menjadi seorang target akan sangat melelahkan," celetuk Kirika. Sekadarnya ia tersenyum miring kala berpaling ke Silvis. "Dia mulai bersungguh-sungguh kelihatannya."
Atensi Kirika kini beralih kepada Akira. Manik delimanya jatuh tepat di wajah teduh si android. Di saat yang bersamaan Silvis hendak membalas ucapan Kirika sebelumnya, si wanita menyela lebih dulu.
"Kita harus kembali secepatnya. Seperti kemauan batinmu, tentu saja. Aku akan pindah rumah sakit dan memulihkan diri. Aku memercayakan perencanaan pemasaran Human Helper padamu dan Akira untuk sementara waktu." Demikian titah berujar dari mulut sang Madam.
Akhirnya, ia membelai kepala asistennya. "Bangun."
Lensa biru tersebut spontan terbuka. Empunya langsung duduk tegak memandangi Madam-nya yang telah siuman. Tentu saja ia tersenyum lebar, senang sebab penantiannya telah berakhir.
"Kita pulang."
~*~*~*~*~
"Selamat pagi."
Sebuah kecupan tanpa diminta mendarat di kening Ayame tepat ia membuka mata. Dia menelan ludah kala mendapati dirinya telah diranjang, lengkap dengan luka yang telah diobati.
Hendaknya bangkit, mati-matian Ayame menahan erangan. Namun, Kenji segera mencegahnya, mengizinkan Ayame tetap mengistirahatkan diri. Ayame hanya bisa menurut.
"Tak apa," ujar Kenji sembari menggeser kursi di samping tepi ranjang. Dia duduk, memandang Ayame yang berpaling. Jemarinya bergerak membelai lembut pipi Ayame, mengundang si wanita mengembalikan atensi padanya. "Lagi, aku tak memintamu untuk membunuhnya. Nyawa Kirika milikku, ingat?"
Ayame mengembuskan napas.
"Tapi aku yakin kau memiliki sesuatu hal yang menarik untuk diceritakan."
Baru saja menikmati pemandangan lampu temaram yang berulang kali terhalang cahayanya karena kipas angin. Ayame menghela napas. Bukan karena pernyataan yang Kenji berikan. Namun, mengenai kegemaran Kenji menggunakan barang-barang lama yang sudah sangat jarang digunakan.
Dia melirik Kenji yang masih setia menunggu meski pria muda itu telah memangku dagu. Hanya sejenak, sebab ia perlu pemandangan kosong untuk mengingat-ngingat kejadian dua malam silam.
Kepulangan Kenji lebih awal bukanlah masalah besar. Hanya saja sulit bagi Ayame memberikan titah yang telah Kenji percayakan padanya untuk Timothy. Orang-orang itu terlalu memandang rendah keberadaan wanita, konon lagi jika wanita tersebut berasal dari Asia.
Tentu Ayame tak menyalahkan pihak mereka. Lagi, sudah tak ada gunanya mengeluhkan hal itu.
Seharusnya Ayame harus berbangga diri. Dia jelas-jelas telah menorehkan cidera di selangka kiri Kirika meski harus mendapatkan luka lebih banyak. Padahal tinggal sedikit lagi. Jika saja Akira tidak datang, pasti ia akan menghabisi Kirika sesegera mungkin.
Tentu saja ia melakukan hal itu demi pria muda di hadapannya.
Ayame masih mengingat seluruh pertarungannya dengan Akira. Keningnya lebam karena pukulan siku. Tak perlu melihat lebam tersebut, sebab mengernyit saja sudah terasa nyeri di bagian sana.
Dia meraba perut yang terlilit oleh perban. Dia masih tak menyangka, ia menerima luka yang sama dengan Kirika.
Akan tetapi, bagaimana caranya Akira menyimpan bilah pedang dan memunculkannya dalam kondisi seperti itu? Hal tersebut agaknya cukup untuk dijadikan laporan.
Dia mengembalikan pandangannya kepada Kenji yang setia menunggu. Pria muda tersebut sedari tadi bermain-main dengan rambut kecokelatannya yang terurai. Lantas Kenji tersenyum kecil mendapatkan aroma si wanita terhantarkan ke indera penciuman.
"Kau mengetahui asisten Kirika, benar?"
"Semua orang membicarakannya di pelantikan anggota Cyclone Team masuk ke divisi robotika," jawab Kenji dengan senyum merekah lebar. "Akira Kurihara. Nama yang tak asing, benar begitu?"
"Apakah mungkin manusia bisa hidup kembali?"
Sebuah pertanyaan yang sukses membuat Kenji mengulum lidah. Perbuatannya memudarkan senyum, tetapi sebisa mungkin Kenji mengembalikannya dengan menarik salah satu sudut bibir.
"Tidak. Lagi, Alford tak segila itu. Kau tahu, mereka berada di naungan pemerintah. Meskipun tidak utuh." Sedikit manik kemerahan tersebut menyipit kala meneruskan, "Hanya saja ... memang mereka memiliki salah seorang profesor biogenik mereka agak gila jika tidak diberi batasan."
Ucapan Kenji sekali lagi menciptakan hening. Meski bergeming, masih saja Ayame memalingkan pandangan. Dia memutuskan untuk kembali tenggelam ke dalam pikiran.
"Apa dia mengganggumu?" Kenji akhirnya memecah senyap yang ia harap tak berlangsung lama. Manik karamel yang tengah diajak bicara tentu berpaling walau sejenak, berpura-pura tak paham. Kenji sekedar tertawa mendapati kelakuannya. Lantas ia memperjelas, "Kurihara itu."
Lagi, Ayame terdiam sejenak. Sekali lagi ia meraba perutnya, merasakan sensasi trauma di sana kala ia memejamkan mata.
"Kalau begitu, aku akan mengganti pertanyaanku," celetuk Ayame kemudian. "Apa mungkin seorang manusia mampu menyembunyikan senjata di dalam tubuhnya?"
Tampak senyum Kenji memudar kala pertanyaaan itu terlontar. Ayame memerhatikannya, lantas mendengkus pelan sembari mengulum bibir.
"Entahlah. Waktu itu gelap. Aku barangkali berhalusinasi—"
"Tidak, sayang," potong Kenji. Pun ia hendaknya mengulang dengan bisikan, senyumnya mengembang di kala bersamaan. "Tidak."
Kenji berpaling kepada sudut ruangan. Sama sekali ia tak menghilangkan senyum. Malah, kian melebar saat ia memutuskan bangkit. Seolah pikiran-pikirannya mulai mengajaknya terbang ke suatu tempat. Kekehan singkat juga sempat terdengar, begitu samar. Tapi masih mampu dijangkau oleh telinga Ayame.
"Kau tahu, aku sengaja pulang lebih dulu untuk mengerjakan hadiah yang bagus untuk Alford," kata Kenji. Dia menghentikan langkah persis di depan meja kerjanya yang berantakan. Namun empunya manik kemerahan itu lebih memilih memandangi pena yang tergeletak di sana. Dia mengambilnya, menikmati setiap detail pena sembari melanjutkan, "Tapi kelihatannya hadiah ini lebih cocok untuk asisten kesayangannya.
"Jadi aku memiliki tugas untukmu." Saat itu Kenji menoleh pada Ayame yang terus berpaku tatap pada punggungnya. "Tapi pertama-tama kau harus sembuh dulu, ya?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top