Chapter 2.12 [EX]

Pengecekan ulang Human Helper dilaksanakan hari ini. Sensorik dan motorik, hampir berjalan sempurna meski mengalami sedikit kendala dalam sensor pengenalan wajah dari kamera. Mereka kemudian melakukan uji ketahanan kerangka untuk memberikan laporan ke pabrik, sebelum potongan-potongan kerangka siap diproduksi.

Laboratorium robotika akhirnya senggang tepat beberapa di antara mereka mulai melakukan sistem program pertolongan keadaan darurat pada masing-masing tipe robot pembantu. Kala itu, barulah Aoi meminta Adam untuk melakukan pemantauan jarak jauh pada Akira tepat di kantornya.

Dia bahkan membawa laptop yang dikhususkan untuk pemantauan jarak jauh pula. Menggunakan dua komputer seolah bukanlah hal yang sulit baginya.

Manik karamel itu berkonsentrasi, memeriksa telah membuka seluruh sistem pemantauan dan memastikan segalanya sudah terpampang di layar monitor. Sementara kedua tangannya dengan lincah menggerakkan jemari menari-nari di atas keyboard silih berganti.

Sampai berakhir, sebuah peringatan sempat menginterupsi kegiatannya.

"Kameranya dinonaktifkan?"

Tentu merupakan perihal janggal, mengingat Akira sedang bertugas mengawal Kirika untuk melakukan observasi di Yokohama.

Semula Adam merasa mudah saja baginya mengaktifkan kembali kamera milik Akira. Namun, segala perihal yang ia lakukan dengan menggunakan sistem utama sama sekali tak membuahkan hasil.

Tidak ada cara lain. Begitu pikir Adam. Aku harus menyelam ke programnya.

Tapi, tentu saja kendala tidak akan membiarkannya bekerja semudah kemarin.

Masalah datang dan terus menyebar bagai virus.

Adam mendapatkan notifikasi pengaktifan otomatis senjata dari tangan Akira. Seketika pikirannya mulai berkeliaran ke mana saja. Tapi, puncak atas pikiran-pikiran itu membangkitkan ketakutan dalam dirinya dalam sekejap.

Sekadar tak lebih dari satu pertanyaan, hanya saja cukup membuat Adam merasa ngeri bukan kepalang.

Bagaimana jika ini terjadi di depan puluhan pasang mata manusia?

Gemetar sudah tubuhnya, sementara adrenalin tak lagi mampu ia kendalikan.

Namun, Adam merupakan salah seorang pemuda yang kuat. Dia bahkan masih sanggup bekerja dengan akal sehat yang tersisa.

Dia beralih kepada ponsel memberikan pemberitahuan darurat kepada Edward agar ia bisa datang membantu. Barangkali menolong membangkitkan mental saja sudah cukup untuk saat ini.

Beralih kembali ke laptopnya. Adam menoleh tepat menerima sebuah notifikasi pesan masuk.

Dari Akira.

S. O. S.

Pesan datang berulang.

S. O. S.

S. O. S.

S. O. S.

S. O. S.

S. O. S.

Terus begitu sampai kantor Aoi terdengar bising karena nyaringnya suara notifikasi.

Merasa tidak cukup, Akira memberikan pesan suara berupa kode morse atas pesan singkatnya.

▄ ▄ ▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄ ▄ ▄

S. O. S.

▄ ▄ ▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄ ▄ ▄

S. O. S.

▄ ▄ ▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄ ▄ ▄

S. O. S.

Sukses pusing mendatangi kepala Adam. Wajahnya pucat pasi selagi keringat dingin mulai timbul satu per satu seperti biji jagung.

Belum lagi pintu terbanting konon melonjakkan tubuh Adam. Buyar sudah fokusnya, akan tetapi sedikit perasaan lega akhirnya hinggap di dalam dada tepat di kala manik karamel mendapati sosok Edward.

"Kumohon ... bantu aku," ujar Adam lirih.

Pemilik alis tebal mengernyit dalam.

Tentu sulit menerima sebuah keadaan yang tak biasa dalam sekejap. Dimulai dengan suara bising saja sudah membuat Edward buru-buru melangkah menghampiri Adam.

S. O. S.

Tepatnya baru saja Edward sampai di samping Adam. Matanya kontan bergerak liar, tanpa diminta mengambil alih komputer Aoi.

"Kameranya mati, tetapi aku tidak bisa mengakses programnya secara manual untuk memperbaikinya. Akira tampaknya ikut melepaskan diri dari kendalanya. Kemudian-"

"Aktifkan sistem suara!" potong Edward segera selagi ia mulai berfokus mengurus kendali.

S. O. S.

S. O. S.

S. O. S.

▄ ▄ ▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄ ▄ ▄

▄ ▄ ▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄ ▄ ▄

▄ ▄ ▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄ ▄ ▄

Adam lekas patuh. Mengganti tab demi tab yang ramai di dalam tampilan sungguh memakan waktu. Pun butuh kejelian untuk memastikan apakah tab yang hendak dibuka sudah benar.

Demikian Adam menemukan tab sistem suara. Dia mengaktifkan pengeras suara yang difungsikan agar Akira mampu berbicara.

"Professor Radiovalenka ...."

S. O. S.

Seketika suara tersebut mengundang mereka berdua saling pandang. Selebihnya, Adam sekadar menggeleng, entah pertanda ia tak bisa mengaktifkan sistem suara yang menghubungkan ke panggilan, atau tidak mengerti dengan ucapan Akira.

Barangkali keduanya.

"Usahakan melakukan force system checking!"

▄ ▄ ▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄ ▄ ▄

▄ ▄ ▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄▄▄ ▄ ▄ ▄

Adam hendak melangsungkan komando. Dia mengabaikan suara Akira yang meneriakkan sang Madam, meminta agar ia berlari menjauh.

Entah Kirika menurutinya atau tidak ....

Entah sudah terlanjur sebesar apa kendala yang sedang terjadi di sana ....

Mereka tidak tahu.

S. O. S.

Setelah ini, baik Adam maupun Edward, membatu di tempat. Tampilan di layar monitor memperlihatkan seluruh sistem mendadak dinonaktifkan.

Bahkan sampai pesan-pesan dari Akira, seluruhnya ikut berhenti melakukan spam.

Tak lama, kamera kembali aktif tanpa di antara mereka mengembalikan sistemnya seperti keadaan semula. Jelas manik kebiruan Edward yang terlanjur nanar, mengerti akan hal ini.

"Mode manual ...." Kengerian terdengar jelas dari gumaman Edward.

Lantas sebuah suara ultimatum melantun seolah tak ingin memberikan celah bagi jantung mereka untuk beristirahat.

Ya, itu juga bermuasal dari Akira.

"Dimengerti. Mengunci target : Kirika Alford."

Adam berpaling tepat sebuah tampilan pemantauan kamera, seakan ia mengerti benar apa yang akan terjadi selanjutnya. Sekarang hanya tinggal berharap Edward melakukan sesuatu dengan kameranya.

Namun, hendaknya Edward kembali bergerak, seluruh pandangan menggelap.

Serentak mereka menengadah kepada lampu yang padam. Meski demikian, komputer dan laptop masih saja menyala.

"Internetnya mati." Adam lebih dulu memecah hening tepat Edward mengganti pandangan kepada ponselnya. "Kita tidak bisa meneruskan pemantauannya karena setelah ini pasti jejak Akira akan hilang."

"Aku sudah membuat cadangan data. Mungkin sistemnya hanya berganti operator," kata Edward, belum mau berpaling dari ponselnya. "Kalau begitu, pengerjaannya bakal lebih mudah—Tuhan ...."

"Ada apa?"

Sekejap mata listrik kembali menyala seperti semula. Kala itu, semakin tampak pula kerutan di kening Edward.

Tapi, alih-alih melimpahkan semuanya, ia lebih memilih menghela napas panjang sebelum beralih kembali kepada Adam.

"Buat laporan dan ...." Edward menggigit bibir selagi hidungnya lagi-lagi kembang kempis. Demikian ia melanjutkan seusai ia menggantung ponsel di tangannya yang masih utuh memperlihatkan sebuah pesan masuk. "Kumpulkan nyalimu untuk memberitahukan semua ini kepada Kak Aoi."

Halo. Akhirnya Act II selesai. Bagaimana? Apakah perjalanannya menyenangkan?

Apakah kalian memiliki bagian kesukaan? Ayo, jangan ragu untuk menceritakannya! Itu merupakan salah satu apresiasi terbesar bagi saya. Tentu saja boleh lebih dari satu, karena semua orang punya banyak favorit!!

Nah, seperti hari-hari sebelum Act II muncul secara rutin (hampir rutin, tersendat-sendat karena tugas akhir wwwww), Fate akan libur sementara selagi saya mempersiapkan chapter-chapter terbaru untuk Act selanjutnya.

Belum selesai juga? Tentu saja belum! Act II bahkan diakhiri dengan menggantung, bukan? Pasti itu tidak memuaskan wwwwwww.

Jadi, sampai jumpa di pertunjukan terbaru!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top