Chapter 2.1
Udara semakin dingin. Tak seorang pun yang memedulikan tumpukan salju tipis yang menghiasi pepohonan. Masih saja penduduk di jantung Shibuya saling tak acuh, mengejar waktu.
Tiada yang berubah. Semua terasa sama di pertengahan bulan pertama.
Alford Corp. beraktivitas seperti biasa. Lobi utama tampak dihuni dengan beberapa orang, pula hanya sekedar dijadikan tempat menumpang lewat. Langkah kaki terdengar menggema akibat sunyi berkuasa. Kadang-kadang dengungan dari pembicaraan kecil pun mampu tersampaikan kepada telinga yang agak jauh jaraknya.
Demikian Akira berpuas diri memandang situasi lobi utama sembari mengimbangi langkah sang Madam. Bukanlah suatu hal yang sulit baginya. Sepatutnya Kirika merasa beruntung sebab ia tak pernah menerima sedikit pun keluhan dari android yang kelelahan.
Pasalnya, mereka memang tengah disibukkan oleh jadwal yang tertera pada agenda. Baru saja mereka melakukan rapat di laboratorium robotika, perihal perencanaan produksi android. Seusai rapat berakhir, Kirika lebih memilih untuk kembali ke kantornya kala itu.
Tepat di kala pintu kembar terbuka, tampak Silvis yang tengah menunggu. Pamannya yang semula menikmati keindahan langit biru langsung menoleh.
Bukan sambutan baik yang Kirika terima, tentu saja. Selalu ia dapatkan manik biru laut kepunyaan sang paman menerawang mimiknya. Sedikit pun ia tak pernah menggubris. Namun, kadang-kadang hati tak bisa menyembunyikan rasa jengah dari embusan napas cemas dari pria itu.
"Aku tahu kau memiliki banyak pekerjaan yang mesti kau emban, Nona," tutur Silvis kemudian. "Tapi ... tidak bisakah kau sedikit memedulikan jam tidurmu?"
Akira yang tengah berdiri tak jauh di belakang Kirika memandangi punggung yang memilih untuk abai terhadap pertanyaan yang terlontar padanya. Lantas pandangannya tertoleh kepada suara dengkusan penuh keluh dari Silvis.
Kalau sudah begini, tidak ada yang bisa ia lakukan selain mengalihkan pembicaraan.
"Apa kau membutuhkan sumber daya manusia lebih banyak untuk produksi androidnya?"
"Tidak perlu. Belum saatnya memperbanyak tenaga kerja meski pendapatan perusahaan masih stabil," balas Kirika segera. "Lagi, aku memintamu datang hanya untuk sedikit berdiskusi. Seperti biasa."
Selagi Kirika mulai menyalakan monitor meja, Silvis mulai merogoh saku jas. Dia mendapati kacamatanya dari sana yang kemudian ia kenakan.
"Memang merupakan langkah yang tepat untuk memulai produksi android sekarang ... mengingat saat ini kita lebih unggul dalam bidang teknologi," ujar Silvis sembari membenarkan sedikit posisi kacamatanya. "Nah, sekarang biarkan aku mendengar rencanamu."
"Hal yang kau katakan mengenai keunggulan kita memang merupakan alasan yang tepat. Pun, mengingat kita mendapatkan jatah dari pemerintah beberapa persen, bukan? Kupikir ...."
Jeda dari Kirika lantas membuat Silvis mengangkat pandangan dari dokumen-dokumen yang tertera di monitor meja. Persis ia dapati keponakannya yang mendengkus sembari membanting punggung ke badan sofa selagi dirinya menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Kupikir ada baiknya jika kita sedikit berkontribusi ke bidang pariwisata," tutur Kirika. "Tidak hanya membantu atau bahkan menciptakan taman rekreasi. Mungkin android ini akan berguna dalam museum.
"Dalam bayanganku, museum akan lebih menarik jika terdapat beberapa android tokoh-tokoh ternama dalam sejarah. Yah ... aku lebih menargetkan anak-anak yang mana pada usianya lebih menyenangi hal-hal yang menarik mata. Kau pasti tahu, penjelasan dari para pemandu selalu berlangsung tidak kondusif, sehingga tidak seluruh anak-anak yang berkunjung menerima informasi dengan baik."
Sedikit Silvis menarik ujung bibirnya. Kali ini memilih menangkup dagu sembari melanjut mendengarkan. Namun, yang diterima setelahnya hanya kedikan bahu.
"Anak-anak juga perlu memahami sejarah. Dasarnya saja sudah lebih dari cukup, kau tahu?"
Tak seorang pun menyadari, Akira ikut merekahkan senyumnya bersama lensa yang memandang lurus kepada Kirika. Setelahnya ia memalingkan pandangan, sekali lagi memasang alat pendengar, awas terhadap pembicaraan.
"Merupakan keuntungan yang besar mengingat kita memiliki Cyclone Team dan Profesor Radiovalenka yang sudah ahli dalam robotika selama bertahun-tahun. Aku sudah mendapatkan desain baru dari perancangan android-android ini," lanjut Kirika. "Tentu saja, dengan mesin dan alat yang dibutuhkan di pabrik sudah mulai memadai, kurasa kita bisa menghemat waktu dalam pembuatan android-android baru.
"Jika rencananya berhasil, kita akan menerima kepercayaan masyarakat. Dan kau tahu apa gunanya."
Segera manik biru laut di hadapannya turun kepada dokumen. Maniknya bersandiwara dengan membaca satu per satu daftar agenda selagi si empunya berjelajah di dalam pikiran.
Dia juga bermaksud untuk memproduksi android pembantu seperti Akira, batin Silvis. Kepercayaan masyarakat dari android di museum akan memudahkan pemasaran android-android ini nantinya. Tapi ....
Maniknya beralih kepada Akira yang sudah berfokus memandangi lantai. Silvis tidak tahu entah apa yang tengah mengalihkan perhatian android itu di sana.
Tak semua orang benar-benar membutuhkan senjata, bukan?
"Ada yang mengganggu pikiranmu?"
Sembari mengerjap, tahu-tahu si manik biru laut mengembalikan pandangan kepada empunya delima. Senyum samar terpatri di sana, seolah baru saja sukses membaca isi hati lawan bicara.
"Hanya sedikit penasaran mengenai perancangan android yang direncanakan setelah ini," jawab Silvis kemudian. "Apa kau bermaksud untuk merencanakan perancangan android yang memiliki kecerdasan yang setara dengan Akira? Melihat perkembangan kinerja Akira, orang-orang bisa saja semakin khawatir akan kehilangan pekerjaan.
"Hal tersebut malah akan mendorong masyarakat untuk menolak penciptaan android kita. Mungkin saja kau menciptakan beberapa opsi mengenai mereka yang sama sekali belum kutahu apa saja macamnya?"
Jentikan jari Kirika tak lama menjawab. Pun, kemudian disahut oleh monitor hologram yang menampilkan data. Salah satu di antara mereka dipilih oleh telunjuk sang Madam. Terdapat di sana data dan desain android, berikut dengan penjelasan singkat.
Mendapati Kirika yang kembali menyandarkan punggung, agaknya secara tak langsung memberikan sinyal kepada Silvis agar segera bergerak untuk memilih data yang tertera di hologram. Sekali lagi ia membenarkan posisi kacamata dan mulai membaca.
Tim robotika sepakat menamai mereka sebagai Human Helper, yaitu android yang akan membantu manusia melakukan beberapa pekerjaan sederhana. Mereka memiliki tiga tipe yang berbeda.
Tipe pertama, HH:B-01, tipe pengasuh. Kirika mengemukakan ide ini berdasarkan hasil observasi yang dilakukannya. Amat sangat banyak kasus penganiayaan anak kecil yang mereka terima dari para pengasuh yang dipekerjakan orang tua si anak, yang mana paling banyak terjadi di beberapa negara di Asia. Tipe HH:B-01 bertujuan untuk meminimalisir kasus-kasus tersebut.
Beralih Silvis ke tipe kedua, HH:A-02, tipe asisten. Silvis agak sedikit tertarik dengan tipe satu ini. Selain diperuntukkan untuk menyimpan sekian data bagi para sekretaris, mereka juga dapat diitugaskan melayani pelanggan. Mereka hanya akan mendapat satu tugas, disesuaikan oleh para penggunanya.
Dan terakhir HH:S-03, tipe infanteri. Namun, mereka tidak ditujukan sepenuhnya ke masyarakat. Eleonor berpendapat bahwa mereka akan berguna jika diperlukan sewaktu-waktu untuk memperkuat pertahanan negara.
Puas membaca, Silvis akhirnya mengibaskan tangan, memberi perintah kepada monitor meja agar menelan kembali tampilan hologram. Tahu-tahu si empunya manik delima di hadapannya sudah menunggu, tampak sudi mendengarkan pendapat yang hendak Silvis utarakan.
"Mengenai tipe ketiga ...." Sejenak ada jeda dari Silvis yang kemudian menopang dagu. "Kupikir kita tidak perlu mempublikasi keberadaannya besar-besaran. Seperti perancangan Akira, akan lebih baik jika kita membincangkan hal ini dengan Menteri Pertahanan.
"Kita bisa menjalankan rencanamu. Jika memungkinkan, kita sudah mulai berdiskusi dengan para menteri yang bersangkutan di akhir bulan. Mengingat Tuan Howard mengundur pesta selebrasinya ke pertengahan April."
Pernyataan dari Silvis sukses membuat Kirika menaikkan alis.
"Selain memegang perusahaan mainannya, dia juga tengah membangun hotel baru di kawasan San Francisco, ingat? Wajar jika dia mengundur pesta selebrasinya." Begitu Silvis menjawab pertanyaan dari mimik Kirika.
Silvis kemudian melepas kacamata, lantas mengelap sedikit debu yang menempel di salah satu lensanya sebelum menyimpan benda itu kembali ke saku jas. Maka ia beranjak dari sofa dan berlalu.
"Panggil aku jika membutuhkan sesuatu." Begitu Silvis berujar.
Namun, tak lama langkahnya terhenti kala sebuah ingatan melintas di dalam kepalanya. Lantas ia menoleh dan berkata, "Omong-omong, Akira harus melakukan pemeriksaan darah ke laboratorium biogenik satu bulan lagi."
Yang disebut namanya berbalik. Sementara sang Madam menoleh kepada empunya punggung yang telah sampai ke depan pintu.
"Kupikir dia hanya butuh darah, bukan komponen yang ada di dalamnya," ujar Kirika kemudian. "Lagi, darah yang mengalir di tubuh Akira sama dengan memindahkan tempat penyimpanan saja, bukan?"
"Bibimu membutuhkan sedikit laporan mengenai ketahanan komponen darah buatannya setelah dipindahkan penyimpanannya," terang Silvis merespon. "Tujuan kami menciptakan darah itu agar sel-sel di dalamnya tetap bertahan lebih lama dari darah asli, kau tahu?"
Kala pintu terbuka, Silvis beranjak dari tempat.
"Bagaimana dengan apa yang tengah ia kerjakan?"
Namun, sebuah pertanyaan dari seberang sana kemudian mengiinterupsi, benar-benar sukses menjeda langkah Silvis barang sebentar.
Enggan Silvis menoleh kepada sumber suara untuk kedua kalinya. Tak lebih dirinya menelengkan kepala dengan jengah di tempat, lengkap dengan alis tertaut. Sementara ia menyempatkan diri untuk mengembuskan napas.
"Bukankah sudah kukatakan padamu?" kata Silvis sembari melangkah kaki, membiarkan pintu tertutup rapat-rapat. Begitu lirih dirinya melanjutkan, sehingga tak seorang pun mendengar, "Semua keputusan mengenai hal itu ada di tanganmu."
~*~*~*~*~
Jalan yang dilewati amat lenggang. Padahal sore sudah menunjukkan lembayung samar, tertutup oleh awan-awan putih yang mengurungkan niat menuai peri-peri putih ke bumi hari ini.
Sejenak Akira menyandarkan punggung di jok, sementara sepasang lensanya masih berfokus kepada jalan. Dirinya melirik orang-orang yang tengah menyeberang, berikut sisi kanan dan kiri perempatan yang sibuk menunggu giliran untuk melintas. Demikian Akira menginjak gas seusai ia mendapati lampu lalu lintas berganti menjadi hijau.
Sesekali lensa itu memutuskan untuk memandangi sang Madam dari spion tengah. Beruntung dirinya kali ini mendapati Kirika dengan manik yang terpejam. Maka senyum tipis dari si android tepat ia memalingkan pandangan.
Akira mengerti betapa lelahnya Kirika setelah menghadiri undangan wawancara. Dia paham, Kirika lebih memilih untuk menghemat suara jika dibandingkan harus terus berbicara dengan si pembicara. Namun, sayangnya pembicara wanita itu terus saja mengajak Kirika berbincang meski waktu jeda tiba.
Adalah sebuah pemandangan yang menenangkan hati bagi Akira, mendapati Kirika bisa beristirahat barang sejenak. Sebab selalu ia temukan sang Madam terus saja berkutat di depan komputer. Jika diperlukan ia akan berdiskusi dengan dua divisi yang berada di naungan perusahaan. Kadang-kadang diharuskan memeriksa keadaan pabrik, atau pergi ke luar negeri untuk urusan bisnis—meski yang satu ini jarang terjadi.
Sekali lagi laju mobil ia perlambat seusai lensanya menangkap lampu merah dari lampu lalu lintas. Dari sisi kanan dan kiri beberapa kendaraan mulai melintas, sementara penyeberang jalan segera melangkahkan kaki dengan tergesa-gesa.
Kembali Akira berbincang dengan kepalanya.
Agaknya sangat melelahkan menjadi seorang Madam. Begitu ia berucap di dalam kepala. Sekali ia mengerling, tepat sebelum kembali melajukan mobil. Beliau ... wanita yang sangat kuat, ya.
Setidaknya itu pendapat si android setelah ia terus mengamati segala gerak-gerik pimpinannya.
Baru saja melintasi puluhan meter, Akira menerima sebuah panggilan dari dalam kepala. Asalnya dari Amerika Serikat, jika Akira baca nomornya. Nama telah tertera, asalnya tak lain dan tak bukan dari asisten Tuan Howard.
Dengan satu kedipan dari sepasang lensa biru itu, Akira mengangkat panggilan tersebut seusai ia mengatur bahasa yang akan ia gunakan, "Halo, Anda berbicara dengan Akira Kurihara. Ada yang bisa saya bantu?"
Suara yang terdengar sedikit berubah lantas mengundang Kirika membuka sepasang mata. Sedikit takjub dirinya dibuat Akira yang mampu berbicara bahasa Inggris dengan fasih. Namun, tentu saja itu bukan hal yang mesti diherankan, mengingat si android memiliki puluhan terjemahan di dalam kepalanya.
Beberapa sahutan dari Akira membuat Kirika menerka-nerka, siapa penelponnya. Tapi semua suara dari si android menguap begitu saja seusai ia lebih memilih memalingkan pandangan ke luar kaca mobil, memerhatikan setiap kesibukan penghuni trotoar dan juga taman-taman yang tengah bersenang hati menyambut kedatangan anak-anak. Salju tipis telah menghiasi Tokyo, setidaknya itu telah menyenangkan hati para bocah agar mau bermain ke luar.
"Saya akan sampaikan kepada Madam Kirika nanti. Terima kasih atas informasi yang Anda berikan," ujar Akira tepat sebelum menutup panggilan.
Setelahnya, lensa biru itu sejenak memandangi Kirika dari spion. Senyum ia kembangkan, berakhir ia mengembalikan pandangan ke jalan.
"Selamat sore, Madam," sapanya lembut, sukses mengundang Kirika untuk menoleh. Sama sekali ia tak lupa untuk mengubah pengaturan bahasa kembali ke bahasa Jepang. "Anda tampaknya tertidur pulas, saya tak berani membangunkan karena Anda terlihat lelah."
Memahami Kirika yang biasa enggan berbasa-basi, Akira meneruskan, "Asisten dari Tuan Howard menanyakan kabar Anda. Beliau berkata bahwa Tuan Howard hanya ingin memastikan bahwa Anda baik-baik saja."
Akira memutar kemudi mobil ke kanan.
"Beliau kembali mengingatkan perihal pesta dari perusahaan Tuan Howard akan diadakan di pertengahan menuju akhir bulan April. Tuan Bourne telah memberitahukan tanggal pesta selebrasinya," ujar Akira.
Dengkusan singkat, tetapi terang-terangan begitu jelas didengar Akira.
Sementara yang meletuskan dengkusan kembali memalingkan pandangan, kali ini ditemani oleh topangan dagu.
"Kita harus berfokus dan bergerak lebih cepat sehingga kita tidak perlu memikirkan apa-apa mengenai pekerjaan selagi menghadiri pesta," cetus Kirika.
"Tampaknya ... Oohara yang kembali menghilang selama setahun ketika perancangan saya berlangsung, menjadi kesempatan yang bagus untuk meningkatkan pendapatan perusahaan."
Sebuah kerjapan sama sekali tak Akira tahu bahwa itu menjadi respon atas sahutannya. Kirika memandang lembayung tanggung, sebisanya memancarkan cahaya terakhir dari matahari untuk hari ini.
Sesungguhnya, bukan ketakutan yang menghantui seisi pikiran, tetapi kewaspadaannya demikian semakin meningkat seusai Akira mengucapkan perihal itu terang-terangan.
Sementara si android yang baru saja menyadari aura yang kurang mengenakkan, sekilas mengalihkan pandangan. Seolah-olah jantungnya tengah bereaksi mendorong rasa bersalah di dalam diri Akira.
"Maafkan saya jika hal yang saya ungkit sekiranya memberatkan pikiran Anda."
Cetusan Akira mengundang sang Madam mengalihkan perhatian. Tak berlangsung lama, dia sudah membuang pandangannya kembali menghadap kaca mobil dan menyadari mereka sudah berbelok dari jalan besar.
"Sama sekali tidak," ujar Kirika kemudian.
"Tapi Anda tampak mengkhawatirkan sesuatu," tukas Akira. Dia sendiri sempat tersentak atas kelancangannya. Di tempat dirinya bahkan terlihat seolah menahan napas.
Kirika sama sekali tidak mengindahkan. Barangkali belum. Hal itu tentu saja memberanikan Akira untuk mencuri pandang di spion. Pun, dengan sengaja ia juga memelankan laju mobil.
Sayangnya ... perbuatan Akira sama sekali tak berhasil membujuk Kirika untuk protes.
Apakah ia harus bertanya? Ya, mungkin hal ini akan bekerja. Menurut segala kejadian yang menyangkut sang Madam dari dalam memori Akira, Kirika memang lebih senang dipancing agar ia mau berbicara.
Bersamaan dengan bahu yang merosot, Akira sedikit mendengkus sembari ia mengerutkan bibir.
"Mengenai kejadian satu tahun yang lalu ... saya sedikit penasaran, apa yang membuat pihak kepolisian menolak untuk mengurus kasus di parkir basement?"
Kilasan balik atas kejadian sebelum pelantikan Kirika tahun lalu terekam jelas; bayang-bayang manik merah dari Kenji Oohara yang sebisanya menyembunyikan kilatan dendam seolah berputar di kepalanya.
Sedari tadi ia melamunkan detail kejadian. Manik delima yang menerawang ke kaca mobil, seolah segala yang terputar di dalam pikirannya tercermin jelas dari sana. Dia bahkan masih mengingat dengan jelas Kenji yang sempat-sempatnya mengguratkan luka tepat di bagian lengan bawah. Pun, butuh beberapa hari setelah kejadian untuk menyamarkan bekas luka.
Hampir-hampir Kirika menggigit kuku ibu jarinya kala pertanyaan Akira kembali terngiang. Dia sangat yakin, androidnya pasti tengah menunggu meski fokusnya masih terpaku kepada jalan.
"Percepat laju mobilnya," katanya kemudian, sengaja mengalihkan pembicaraan.
Tak ada yang bisa Akira lakukan selain menurut. Namun, ia masih saja menerka-nerka. Sengaja Akira membiarkan Madam-nya tenggelam dalam pikiran. Sebab ia juga melakukan hal yang sama di dalam penglihatan dalam kepalanya.
Hingga saat ini memang tidak ada bau yang tercium, bahkan jejak yang tampak dari badai yang hendak diciptakan orang yang menyelimuti diri di dalam kegelapan itu.
Entah kejutan macam apa yang hendak ia persiapkan. Tak ada seorang pun yang tahu.
Selamat datang kembali di karya aksi dengan anak-anak yang saya cintai. Apakah di antara kalian ada yang merindukan kami? Saya harap begitu. Sebab saya sendiri sangat senang akhirnya bisa datang kembali ke sini.
Terima kasih sudah berkunjung. Jangan pernah lupa koreksi setiap kejanggalan. Ingat isi (Bukan) Kata Pengantar.
Sampai jumpa di chapter selanjutnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top