Chapter 1.4
Beberapa hari setelah pelantikan, semua kepala bagan diminta untuk berkumpul untuk rapat pertama dengan CEO baru. Silvis adalah orang pertama yang memasuki ruang rapat.
Hanya ada meja dan kursi berjajar rapi yang menyambut kedatangannya. Sepertinya ini adalah waktu yang tepat. Maka segera ia menepuk tangan tiga kali dan perlahan-lahan meja di bagian tengah bergeser menyusun bentuk melingkar. Sementara meja dan kursi di bagian atas tertarik untuk disimpan sementara ke bawah.
Kemudian rombongan kursi segera menyusul tersusun di depan meja-meja yang kosong. Kini yang tersisa hanyalah meja dan kursi yang tertata melingkar dan saling berhadapan.
Silvis memilih bangku terdekat di mana Kirika akan duduk di sana. Sembari menunggu, ia mengeluarkan computer pocket, sebuah komputer mungil yang memiliki monitor hologram untuk menampilkan aplikasi dan data yang ada di dalamnya.
Pria itu mulai mengecek ulang beberapa kesalahan dalam proposal pekerjaannya. Sementara samar-samar ia mendengar suara berisik dari luar. Tampaknya ada dua orang yang akan datang. Sialnya ia lupa untuk menutup pintu. Si manik biru menunggu, menggantung pandangan di ambang pintu.
Tepat ketika dua sosok itu mendapati pandangannya, mereka tampak terlonjak dan spontan mengecilkan suara. Perlahan mereka menjadi senyap, kemudian menundukkan kepala memberi hormat bercampur malu. Keduanya mengambil tempat duduk yang agak jauh dari Silvis selagi pria itu kembali berfokus kepada data seraya menggeleng.
Belasan menit kemudian, nyaris dari semua kepala bagan sudah berkumpul di sini. Aleah adalah orang terakhir yang menempati kursi yang ditempatkan tepat di hadapan Silvis. Setelah beberapa saat Aleah menyibukkan diri dan hendak berbincang dengan kepala laboratorium elektronika untuk bergabung dengan kumpulan suara yang menyerupai dengungan lebah, Kirika melangkah masuk.
Ketika itu semua orang segera berdiri dan membungkuk hormat. Kirika membalas mereka dengan anggukan singkat, lalu ia mempersilahkan mereka untuk duduk. Kemudian ia mengambil bangku yang tersisa, tepat di bagian tengah.
"Baiklah. Kita akan mulai dengan program kerja," ujar Kirika dengan jemari yang sibuk mengetuk-ngetuk layar tabletnya. "Siapa yang mau mulai terlebih dahulu?"
Si manik delima segera menyapu orang-orang yang menatapnya. Kirika menunggu, menyempatkan diri untuk memangku dagu. Kemudian manik delima itu terpaku kepada seorang pria muda yang tanpa sengaja membalas tatapannya. Dia memaku tatapan cukup lama.
Yah, sepertinya mau tak mau pria muda di sana harus segera berdiri.
Perlahan, lampu meredup. Kemudian hologram di tengah meja menyala, lalu menampilkan data yang hendak dipresentasikan oleh Aoki Itou yang menjabat sebagai CTO* selagi Kirika berfokus kepada tabletnya.
Setidaknya semua orang bisa agak sedikit tenang karena mereka bisa menghindari tatapan yang mengintimidasi itu.
Namun tentu saja pimpinan tidak memudahkan presentasi mereka begitu saja. Berkali-kali membuat jantung pada kepala bagan—terutama mereka yang berumur muda—berdebar tak karuan. Kadang-kadang terlihat ada yang tidak bisa menahan diri untuk tidak melotot kaget mendengar Kirika mendesah tak senang.
Semua kepala bagan diperintahkan untuk berhenti ketika mereka sampai di poin tengah. Ada pula yang mengalami kejadian serupa tepat di kala ia memasuki poin kedua.
"Mengecewakan," cetus Kirika terang-terangan. "Apakah lima hari tidak cukup untuk kalian mendiskusikan program kerja di bagan masing-masing?"
Kirika menjentikkan jari, mengantarkan perintah isyarat kepada lampu agar kembali menyala. Tak lama, ia menautkan jemari, kemudian bersandar ke sofa tunggal sembari menghela napas panjang.
"Kenapa masih menggunakan program kerja dari kepala bagan terdahulu?"
Masih hening.
"Kalian tidak diangkat untuk mewujudkan cita-cita mereka yang belum kesampaian." Kembali Kirika membuka suara. "Aku tak perlu mendengarkan wacana yang sudah pernah kubaca. Tidakkah kalian menyadarinya? Kalian hanya membuang-buang waktuku."
Sekali lagi, manik delima menyapu beberapa orang yang sudah menunduk dalam-dalam. Sungguh, mereka gentar terhadap aura yang mengintimidasi sang pimpinan.
Kirika menegakkan tubuh dan menyingkirkan tabletnya. Tiap gerakan yang ia ciptakan sudah cukup untuk mereka pula menelan ludah dalam diam. Merasa jengah, Kirika membuang muka sembari mengangkat bahu.
"Silahkan kembali ke kantor masing-masing untuk merevisi semuanya. Berdiskusilah, aku beri waktu beberapa hari untuk dipanggil rapat kembali," perintah Kirika. "Kepada para kepala bagan laboratorium, silahkan panggil seluruh ilmuwan dan karyawan untuk rapat sekarang."
Maka setelahnya semua kepala bagan membubarkan diri, kecuali Silvis. Manik biru itu memandangi Kirika, lengkap dengan kernyitan di kening.
"Kau tahu? Kau lebih mengerikan dari Hardy," komentarnya. "Hardy bahkan tidak pernah seserius itu."
"Kita tidak bisa bersantai lebih lama dari ini." Si keponakan mencetus. Sembari menautkan jemari, Kirika melanjutkan dengan enteng, "Jika aku mau, aku akan bergerak sendiri dan memecat mereka semuanya. Bagaimana?"
Manik delima itu yang jatuh kepada tampilan tablet langsung mengerling kepada empunya manik biru langit di hadapannya. Mendapati kernyitan semakin dalam dari Silvis, Kirika hanya diam sembari mengedikkan bahu. Dia mulai berdiri, disusul dengan Silvis. Kirika segera berjalan menaiki tangga menuju tingkatan paling tinggi selagi Silvis mulai bertepuk tangan tiga kali.
"Yah ... kuakui kita memang memerlukan sedikit ketegasan untuk membangkitkan kembali perusahaan kita yang hampir mati. Lagi pula ucapanmu ada benarnya," tanggap Silvis setelah tak lama. "Perusahaan ini bukan taman kanak-kanak."
Sementara maniknya tertuju kepada bangku serta meja yang tersimpan kembali muncul. Meja-meja yang melingkar pun kembali ke posisi semula.
"Sudahlah. Semua keputusan tergantung padamu."
Justru lawan bicara Silvis terkekeh di tempat. "Kuharap kau benar-benar yakin ketika mengucapkan hal itu."
Tak lama para ilmuwan dan pekerja laboratorium memasuki ruangan. Tak sedikit di antara mereka yang mengambil langkah besar-besar sehingga sampai lebih dulu. Diam-diam Kirika mengembangkan senyum samar, tampak berbangga dengan orang-orang yang enggan membuang waktu.
Wanita itu duduk di kursi teratas, tepat di bagian paling tengah. Kirika masih menunggu beberapa orang yang tersisa. Sementara Silvis mengambil tempat duduk di bawah Kirika.
Orang terakhir yang datang telah menutup pintu. Saat mendengar suara dari ujung sana, Kirika mengangkat kepala. Satu per satu ia pandangi wajah para ilmuwan dan pekerja yang datang.
"Selamat datang," sambut Kirika sambil berpangku rahang. "Senang melihat kalian datang tepat waktu. Tampaknya bukan hal yang menyenangkan jika harus membuang waktu, ya?"
Beberapa orang terlihat menengadah setelah mendengarkan kalimat yang terakhir kali dilontarkan Kirika. Ada pula yang menaikkan alis atau bahkan keningnya mengkerut bingung. Mendengar hal ini pun, Silvis sempat menahan napas seraya mengulum bibir, lengkap dengan manik yang tertutup rapat.
Tolong maafkan dia, batin Silvis yang nyaris terkekeh.
"Sebenarnya aku hanya ingin mengumumkan hal yang barangkali membuat kalian sulit untuk menolaknya." Kirika memulai. "Aku memiliki satu penawaran yang bagus untuk kalian."
Saat itu spontan tigaperempat dari mereka menengadah memandang Kirika.
"Sebelum sampai ke sana, mari kita bicarakan permasalahan utama terlebih dahulu," lanjut Kirika. "Aku sudah melakukan survei mengenai data produktivitas perusahaan kita yang perlahan-lahan menurun dari tahun ke tahun. Ada apa?"
Seorang wanita dengan rambut pirang pucat dan manik biru keabuan mengaktifkan mikrofon di atas meja. Sebelum angkat bicara, ia berdeham seraya membenarkan kacamata berbingkai bulatnya.
"Profesor Eleonor Giovanna Radiovalenka?"
"Benar, Madam. Senang Anda mengenal saya," balas si wanita. Ia memiliki aksen Rusia yang bulat dari bibir yang mengulas senyuman. "Belakangan ini, tepat ketika bangku CEO kosong, di mana Tuan Silvis yang mengambil alih sementara bagian pimpinan, kami sepakat untuk mengikuti kebijakan lama dari Sir Hardy. Kami juga tetap berhati-hati dalam menciptakan segala sesuatu."
"Benar. Kami juga tengah berusaha agar perusahaan tidak mengalami penurunan finansial," tambah Aleah. "Oleh karenanya, kami belum memutuskan untuk keluar dari peraturan yang Sir Hardy buat sebelum Anda menjabat."
Kirika memiringkan kepala seraya mengulas seringai samar.
"Kalau begitu kalian harus keluar dari peraturannya sekarang," balas Kirika. "Dan peraturan barunya berhubungan dengan penawaran yang hendak kurundingkan. Bukankah itu sebuah kebetulan yang bagus?"
Sekali lagi semua orang menunggu, termasuk Silvis. Pria itu bahkan bersusah payah menahan diri agar tidak berbalik dan menengadah. Dia bahkan yakin sekali. Keponakannya tengah menyeringai penuh arti di atas sana.
Ya. Cukup dengan membayangkan seringai yang menghiasi mimik Kirika, Silvis benar-benar merasakan firasat buruk mengenai hal ini.
"Jadilah liar."
~*~*~*~*~
Silvis melangkah cepat. Baru saja ia menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Kirika tepat seusai rapat. Barangkali wanita itu sengaja. Kirika tampak paham betul akan motifnya. Tepat setelah rapat selesai, Silvis akan mendatangnya untuk menentang keputusan yang telah dibuat.
Pekerjaan yang Kirika titahkan, tentu saja tak membuat Silvis segera mundur. Terekam ulang potongan kejadian rapat di dalam kepala.
"Jangan mempermasalahkan finansial perusahaan. Silahkan lakukan penelitian dan bereksperimen semau kalian."
Kening Silvis mengkerut seiring ia mendecih dongkol. Sama sekali pria itu tak mengindahkan orang-orang yang membungkuk padanya sebagai sapaan ketika ia melintas.
"Lakukan apa saja yang kalian inginkan. Barangkali kalian ingin melakukan sihir dengan sains? Misalnya menghidupkan orang mati seperti yang dilakukan Frankenstein? Atau menciptakan cyborg atau android? Terserah kalian."
Suara Kirika ketika rapat terus terngiang di kepala. Langkahnya semakin cepat mendapati lift yang hendak tertutup. Beberapa orang langsung memberikannya sedikit ruang sebab merasakan aura bersungut-sungut Silvis yang menguar. Sungguh, sama sekali tak mengenakkan.
Sesampainya ke lantai yang dituju, Silvis lagi-lagi mengambil langkah lebar-lebar ketika menghampiri lorong sempit. Suara langkah pantofel yang tak sabaran teredam oleh karpet yang tergelar menuju pintu kembar di hadapannya.
Silvis berhenti dan memindai sidik jari di samping pintu. Tak lama pintu terbuka secara otomatis memperlihatkan seisi ruangan luas.
Ruangan itu diisi dengan meja besar dan sofa tunggal di belakangnya. Kemudian di sebelah kiri hadapan meja besar itu terdapat set sofa yang diperuntukkan untuk menyambut tamu berbincang di dalam ruangan. Sementara terdapat sebuah rak dokumen dan lemari buku di sebelah kanan.
Kirika berdiri menghadap dinding kaca yang menampikan seisi pemandangan luar gedung. Kala mendengar suara pintu yang terbuka, ia segera setengah berbalik. Manik delimanya mendapati paman yang terengah dengan tatapan jengkel.
"Ingin membincangkan sesuatu, Tuan Silvis?" tanya Kirika. Langkahnya begitu perlahan mengarah Silvis, membuat si tamu tertahan di tempat. "Anda tampak sedikit tergesa-gesa."
Alis Silvis bertaut. Dia memandangi Kirika yang kini sudah tak jauh dari hadapannya. Manik delima itu tengah menunggu manik biru yang nyaris goyah. Tampaknya ia benar-benar siap melawan. Namun tak lama sorot mata dari maniknya melunak.
Agaknya sorot mata itu sukses membuat hati Silvis sedikit luluh. Terlebih tangan Kirika yang tergerak untuk merapikan dasinya. Perlahan si keponakan menyunggingkan senyum lembut ketika pintu tertutup secara otomatis.
"Lihat. Kau sangat tegang ketika kau mengkhawatirkan sesuatu," ujar Kirika setengah berbisik. Lalu kembalilah ia bertutur dengan bahas formal, "Kadang-kadang kita harus mengambil resiko dalam mencapai tujuan kita, Tuan Silvis. Berikut dengan konsekuensinya. Meski begitu, percayalah ... kita juga akan mendapatkan hasil baik yang sepadan."
Manik delima itu kembali berfokus memandang manik biru laut.
"Anak itu juga cepat atau lambat merencanakan sesuatu."
Bahu Silvis merosot bersamaan dengan tangan Kirika yang turun.
"Aku sudah memikirkan semuanya." Wanita itu melangkah menuju meja besar.
Dinding kaca kemudian tertutup setelah Kirika menekan sebuah tombol. Lalu, tampilan hologram dari meja besar memunculkan data-data lama dari perusahaan. Kala itu, Kirika berbalik mendapati Silvis yang terpaku takjub.
"Aku benar-benar mempelajari perusahaan ini, selagi aku sudah tercebur lebih jauh," terang Kirika. "Kita juga harus lebih yakin kepada mereka, bahwa penelitian mereka kelak pasti ... bertujuan baik selama berada di naungan kita."
Silvis mengerjap beberapa kali.
"Maaf karena sudah meragukanmu," kata Silvis sambil mengambil langkah menuju set sofa dan duduk di ujung.
Kirika mengangkat bahu sekilas. "Barangkali aku sudah maklum. Itu sering terjadi kepada anak baru."
Silvis tersenyum kecil.
"Barangkali kita terlalu terfokus kepada masa lalu ...."
"Sehingga kita lupa membangun sesuatu untuk memperbaikinya di masa depan," timpal Kirika sambil melangkahkan kaki dan duduk di hadapan Silvis. "Benar?"
Senyum Silvis memudar bersamaan pandangannya yang turun. Setengah hati tergerak kepalanya mengangguk enggan.
Tak lama, suara bel pintu terdengar membuat keduanya spontan menoleh.
"Halo, Madam. Saya Radiovalenka, ingin membicarakan sesuatu kepada Anda."
"Izinkan dia masuk," perintah Kirika kepada pintu.
Kemudian pintu terbuka secara otomatis memperlihatkan sosok Eleonor yang tersenyum ramah. Profesor itu segera masuk dan duduk setelah dipersilahkan.
"Apa yang membawa Anda datang kemari?"
"Seharusnya saya membincangkan hal ini terlebih dahulu kepada manajer COO dan CTO divisi elektronika. Hanya saja saya belum menemukan mereka. Jadi, mohon maafkan saya jika saya mengganggu," jawab Eleonor. "Suatu kebetulan Tuan Silvis ada di sini."
Kirika menerima notifikasi surel. Maka ia segera mengetuk meja untuk menampilkan isi surel dari Eleonor.
"Saya rasa kita perlu membentuk divisi robotika untuk meningkatkan produktivitas perusahaan. Jadi saya ingin merekomendasikan orang-orang untuk bergabung dalam divisi ini."
Manik Kirika masih terpaku kepada data yang ditampilkan di meja. Sementara Eleonor meneruskan, "Selain meningkatkan produktivitas, kita juga perlu divisi ini untuk membantu divisi kemiliteran dalam menghadapi Oohara."
Silvis menolehkan pandangan pada Eleonor. Jika diingat, wanita ini juga sudah cukup lama bekerja di sini. Tak mengherankan kalau dia mengetahui peperangan yang terjadi enam tahun yang lalu. Dia pun termasuk orang yang terlibat.
"Saya memiliki penelitian perancangan android seperti yang Anda katakan ketika rapat. Saya benar-benar ingin menciptakan android untuk membantu manusia dalam kehidupan sehari-hari, seperti android dan robot pembantu rumah tangga atau bahkan pelayan restoran cepat saji.
"Sebenarnya saya juga tengah merancang tangan dan kaki prostetik. Saya ingin menciptakan tangan dan kaki prostetik yang mampu dikendalikan oleh perintah dari otak, maka mereka akan terasa seperti tangan dan kaki sungguhan ketika digunakan. Dan orang-orang dari tim robotika ini memiliki tujuan yang hampir serupa dengan saya, membantu umat manusia dengan kecerdasan buatan."
Kirika belum bereaksi apa-apa. Jarinya berhenti menggeser tepat ketika ia mendapati ketua dari tim robotika yang disebutkan Eleonor.
"Mereka sama sekali belum menerima perekrutan perusahaan mana pun. Mungkin ini kesempatan yang bagus untuk merekrut mereka," tambah Eleonor.
"Mereka benar-benar memiliki perancangan yang bagus," kata Silvis. "Kami akan mendiskusikan hal ini. Terima kasih, Profesor."
Profesor itu mengangguk, tetap mempertahankan senyum lebarnya. Eleonor akhirnya berdiri dan membungkukkan badan sebelum undur diri.
Kembali berdua di dalam ruangan. Silvis mengalihkan pandangan kepada Kirika setelah pintu kembali tertutup. Kirika masih diam dengan manik yang terpaku kepada data kelima anggota tim robotika tersebut.
"Aoi Tsukino, ketua dari Cyclone Team," celetuk Silvis. "Seperti dugaanku, dia agak sedikit menganggumu."
Kirika menyunggingkan senyum miring, tampak tanggung.
"Aku benar?"
Wanita itu terkekeh.
"Tidak, sama sekali." Kirika berkilah. "Aku hanya sedikit takjub dengan langkah yang ia ciptakan."
Kirika melambaikan tangan di atas meja, memberi isyarat perintah agar meja itu menonaktifkan layar. Kemudian ia bangkit dari sofa dan beralih membuka kembali dinding kaca.
"Aturlah jadwal penerbangan ke California. Aku akan memanggilmu lagi jika itu perlu."
Mendengar itu, Silvis segera bangkit dan berlalu. Sementara Kirika berjalan menuju sofa putar di belakang meja besar.
Tampilan data dalam bentuk hologram kembali muncul. Ia membaca satu per satu data mengenai Cyclone Team kembali. Setelahnya Kirika mendengkus seraya menyandarkan punggung ke badan sofa. Ia menautkan jari-jarinya seraya memutar singkat sofa ke kiri lalu ke kanan.
"Akhirnya takdir mempertemukan kita lagi ...," gumam Kirika. "Aoi."
CTO* (Chief Technology Officer), bagan yang mengatur dan mengurus bidang teknologi yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Trivia :
- Pada revisi sebelumnya, Silvis memiliki tinggi 166 cm, 4 cm lebih pendek dari Kirika. Menyadari error ini, maka saya membalik tinggi badan kedua tokoh tersebut.
- Eleonor pertama kali dimunculkan pada revisi pertama dengan nama belakang Radionova. Nama belakang ini serupa dengan nama seorang figure skating asal Rusia, Elena Radionova, yang pensiun pada 22 September 2020.
~*~*~*~*~
Halo, halo. Salam berjumpa kembali.
Ketika membaca karya dari jangovicius, saya agak kaget. Dalam karyanya yang berjudul "Antiheroes", penulis ini memiliki tokoh dengan nama yang sama dengan Aoi, hanya saja berbeda marga.
Tapi kadang-kadang kesamaan nama antartokoh entah kenapa membuat saya senang. Menyadari kesamaan latar tempat yang digunakan, saya kurang percaya diri dengan riset yang ada. *pundung sambil menangis* Saya harap saya bisa menuntaskannya.
Cukup lama saya tidak membaca aksi/laga dengan latar Jepang. Ditambah dengan kebudayaan Korea pula. Saya sangat merekomendasikan karya "Antiheroes" kepada kalian yang menyukai latar Asia Timur terutama Jepang dan Korea.
Bacalah.
*Sha mengancam semua orang supaya baca "Antiheroes" :
Silahkan berkomentar sebagai jejak. Saya menantikan tiap koreksi maupun masukan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top