Chapter 1.3 [2/2]
Lift naik ke lantai yang dituju. Sementara Kirika menikmati pemandangan dari ketinggian. Seperti biasa, Shibuya tampak lebih cantik ketika sibuk di malam hari. Lampu-lampu dari tiap gedung menciptakan lautan gemerlap yang sungguh memanjakan mata.
Sepertinya mengadakan pesta selebrasi di atap bukanlah ide buruk. Terlebih bagian tengah atap yang dijadikan tempat pesta sudah diberikan pembatas dari kaca yang dibangun membentuk setengah bola bagaikan miniatur bola kaca salju. Lagi, pembatas tersebut tampak seperti tabir pelindung sihir sebab sudah dihiasi lampu-lampu kecil menggantung acak. Mereka mendekorasi demikian karena sadar bahwa sangat jarang lautan bintang menghias langit malam di tengah kota.
Sesampainya di sana, beberapa orang yang menyadari kehadiran Kirika segera menyambutnya dan mengucapkan selamat. Aleah juga ikut bergabung dalam pembicaraan. Baru setelahnya, Silvis menemui Kirika dan berkata bahwa Kaisar tengah menunggu. Maka Kirika pergi menemui Kaisar pada saat itu juga.
Biasanya Kaisar ditempatkan di meja paling tengah bersama Permaisuri atau Perdana Menteri. Namun, si manik delima mendapatinya tengah duduk sendirian di bagian sudut. Tak mau membuatnya menunggu lebih lama, Kirika segera mendatangi Kaisar.
"Ah, akhirnya Tuan Putri datang juga. Duduklah," kata Kaisar. Begitu ramah, seperti biasa. Bahkan ketika Kirika mengambil tempat duduk, Kaisar sempat meneruskan, "Kira-kira sudah berapa lama kita tidak duduk berhadapan seperti sebelum kamu pensiun dini?"
Kirika menanggapi dengan senyum tipis bersirat canggung. Dia menurunkan pandangan saat itu juga, sekaligus merapikan rambut di sekitar telinga kanan.
"Saya mendengar kabar Anda menerima penyerangan pagi ini," celetuk Kaisar, sukses mengundang Kirika kembali memandangnya lurus.
Kemudian seorang pelayan datang membawakan perlengkapan minum teh dan menuangkan teh hitam ke dalam cangkir. Sebelum pergi, ia meletakkan poci dan pot gula ke bagian tengah meja.
"Saya tidak akan menyembunyikan kabar yang Anda dengar, Yang Mulia. Seperti yang saya prediksi, Oohara pasti akan mendatangi saya tepat ketika saya akan dilantik," jawab Kirika kemudian. Sebelum meneruskan, Kirika mengerling singkat. "Anak itu ... pasti memiliki ambisi yang sangat besar dalam upaya pembalasan dendamnya. Barangkali kedatangannya hanya untuk menguji kelayakan saya ... sebagai musuhnya."
"Kenji Oohara?"
Kirika mengangguk. Segera Kaisar menanggapinya dengan dengkusan gusar. Sungguh, Kirika benar-benar percaya ia tak pernah membuat-buat setiap sikapnya.
"Sepertinya menutup perusahaan itu tidak juga membuat mereka berhenti," ujar Kaisar. "Enam tahun yang lalu adalah sejarah yang paling mengerikan yang pernah terjadi. Oohara Corporation memutuskan kerja sama sepihak dari perusahaan ini sebab perbedaan pendapat, benar begitu?
"Setelah mencetuskan peperangan di Lebanon, Alex Oohara sebagai CEO Oohara Corporation menghilang begitu saja. Barangkali dengan hilangnya sosok ayah dan meninggalnya Keiko Oohara mungkin menambah tekanan hati di Kenji Oohara. Jadi ... dia akan melakukan apa pun untuk membalaskan dendamnya."
Tampaknya tak perlu menjelaskan hal itu lebih jauh, bukan? protes Kirika dalam hati. Napasnya tertahan sejenak bersamaan dengan rentetan protes yang ia telan bulat-bulat.
"Dan membuat dunia ini tunduk padanya juga termasuk misi lain Kenji Oohara, jika Yang Mulia memahami pola strateginya." Kirika menimpali. Mulailah ia susun kalimat dengan hati-hati. "Misi utamanya terlihat tak lebih membalaskan dendam. Namun, jika diizinkan untuk mengutarakan firasat, saya berani taruhan ia juga menargetkan negara kita."
Kaisar mengerjap beberapa kali, mencermati.
"Selain dikarenakan kesopanan, negara kita ini juga dikenal sebagai negara yang paling aman bagi negara lain. Jika saja ia berhasil membalaskan dendam kepada kami, dengan mudah dia akan melengser habis negara kita mengingat ... Pasukan Bela Diri Jepang pula berada di pihak kami. Pula menjatuhkan seisi dunia seolah seperti membalikkan telapak tangan.
"Dendam ... seolah terlihat bagaikan strategi yang terdengar kecil, juga sepele. Namun satu langkah keberhasilan yang diperolehnya berdampak besar sekali." Kirika berhenti ketika ia mulai memasukkan sebongkah gula ke dalam teh, membuat goyah bayangan semu di sana. "Karena itulah kami di sini."
Pandangan Kaisar beralih kepada teh di hadapannya. Sembari mendengar suara para tamu yang tengah bercakap-cakap, ia meraih gagang cangkir, mengangkatnya untuk mendapatkan aroma teh hitam yang nyaris memenuhi isi cangkir. Kaisar menyesap teh, lalu dengan canggung meletakkan kembali cangkir ke atas piring kecil.
Dalam hati, sesungguhnya Kaisar tengah memuji wanita di hadapannya. Sebab dalam hidup Kaisar, teramat jarang ia temui orang seperti Kirika.
"Saya ucapkan terima kasih atas kepercayaan Anda dan Pemerintah, Yang Mulia."
Kaisar tersenyum. Kini, ia dapati pula Kirika tengah menunduk hormat. Rupanya anak ini pun sama sekali tak melupakan sifat rendah hati.
Sesungguhnya perlu Kaisar merendah, tetapi dia tidak dapat menyangkal bahwa berkat dirinya seisi kabinet pemerintah mau bergerak merundingkan kepercayaan. Rupanya diam-diam bertindak sebagai pemimpin negara barang sejenak tampak lebih dari cukup.
Segeralah Kaisar angkat tangan kanannya, mengisyaratkan agar Kirika kembali mengangkat kepala.
"Sayang sekali, Perdana Menteri sudah pulang lebih dulu, ya. Sepertinya kita bisa sudahi terlebih dulu pembicaraan ini," kata Kaisar. "Bagaimana kalau kita membicarakan topik yang lebih santai?"
Kirika menurut. Mereka memulai perbincangan ketika Permaisuri datang. Satu jam dihabiskan dengan pembicaraan yang membosankan. Waktu berjalan seperti air sungai yang mengalir terjun ke jurang yang curam. Akhirnya Keluarga Kaisar berpamitan ketika para tamu dari luar negeri mulai berdatangan.
Silvis bergegas mengantarkan mereka sampai halaman depan. Tak banyak pembicaraan yang terbuka selain basa-basi menghilangkan aura canggung yang ikut menemani.
Selagi menunggu mobil datang, Kaisar tiba-tiba berceletuk, "Anak itu benar-benar berkembang dengan cepat, ya, Tuan Alford?"
Silvis menolehkan pandangan. Senyum canggung kontan terpatri di wajahnya di kala ia mengangguk menanggapi ucapan Kaisar.
"Saya terkesan dengannya," lanjut Kaisar. "Seperti yang diharapkan dari Alford."
Beberapa mobil berbaris rapi, berdatangan menghampiri mereka. Sopir dari mobil terdepan turun, lalu membukakan pintu untuk Kaisar dan Permaisuri. Silvis segera membungkukkan tubuh selagi mereka hendak berpamitan.
Tetapi sebelumnya, Kaisar malah menahan diri dan berbalik sebentar.
"Ah, tentu saja ...." Suara Kaisar lantas membuat Silvis menegakkan tubuhnya. "Saya memercayakan Kirika pada Anda, Tuan Alford."
Silvis tersenyum tipis. Sekali lagi ia membungkukkan tubuh.
"Tentu, Yang Mulia."
~*~*~*~*~
"Oh, Kirika!"
Kirika menoleh kepada seorang wanita berambut pirang dengan manik hijau terang tengah melambai padanya. Segera Kirika mengembangkan senyum sebagai sapaan dan menghampirinya. Dia menerima pelukan, bersalam pipi kanan dan kiri.
"Senang Anda bisa datang bersama dengan keluarga Anda, Nona Stanford," ujar Kirika.
"Selamat atas pelantikanmu," kata Elizabeth itu. Barulah setelahnya, ia melepas pelukan untuk meluncurkan protes. "Jangan formal begini. Kau ingat kita hanya berselisih beberapa tahun, 'kan?"
Protesnya justru disambut tawa canggung.
"Maafkan saya, pula terima kasih sudah mau datang," tutur Kirika kemudian. "Anda bersama dengan orang tua Anda, benar? Saya belum menemui Tuan dan Nyonya Stanford."
"Mereka pasti akan datang beberapa saat lagi ke sini. Kau tahu, kedua orang tuaku itu pelacak anak yang baik."
Kembali Kirika tertawa. "Meski pun Anda sudah bertunangan, mereka akan tetap seperti itu?"
"Tentu! Kadang-kadang rasanya jadi sedikit menyebalkan ketika mereka khawatir berlebihan. Tapi, hei ... tak masalah! Aku tetap sayang mereka," jawab Elizabeth. "Tanpa mereka, aku tidak akan pernah ada, 'kan?"
Kemudian sepasang suami-istri datang menghampiri, pasangan Stanford sekaligus orang tua dari Elizabeth. George Stanford adalah CEO dari Swan Corp., sebuah perusahaan kosmetik dan perawatan kulit terkenal selama dua dekade ini. Perusahaan yang termasuk muda, telah dikenal lama oleh pihak Alford Corp. sebab Aronia Alford pernah menjadi brand ambassador produk kecantikan mereka.
Sudah cukup lama George mengemban pekerjaan sebagai CEO perusahaan tersebut. Menurut kabar burung, George akan menurunkan jabatannya pada Elizabeth setelah wanita itu menamatkan gelar magisternya.
Sementara mereka berbincang sebentar, Silvis sudah kembali ke atap dan mulai berbaur melayani tamu lainnya. Benar-benar malam yang sangat sibuk. Aleah tampaknya tengah menikmati kegiatan gosip kecil bersama dengan beberapa rekan kerjanya.
Manik biru laut Silvis menangkap seorang pria paruh baya bertubuh jangkung yang baru saja keluar dari lift. Dengan langkah yang cukup tergesa, ia menghampiri pria itu dan mengundangnya untuk berbincang.
"Senang Anda mau datang jauh-jauh dari Rusia, Tuan Abramov," kata Silvis sambil menjabat tangannya.
Sergei Sergeyevich Abramov sedikit membungkuk selagi ia menerima jabatan tangan. Wajah ketusnya hilang sekejap mata kala ia menyunggingkan senyum.
"Terima kasih pula sudah mengundangku," balasnya dengan aksen Rusia yang samar. "Di mana anak itu? Aku harus menemui Tuan Putri yang sudah naik pangkat menjadi Ratu ini untuk mengucapkan selamat padanya."
Ketika Silvis menolehkan pandangan, tahu-tahu ia sudah mendapati Kirika yang tengah menghampiri mereka. Yang disebut Ratu berbaur, menyambut kedatangan Sergei dengan menyalaminya.
"Sudah siap dengan strategi luar biasamu, anak muda?" tanya Sergei setelah sedikit berbasa-basi. "Di umurmu, kau pasti memiliki banyak pikiran untuk membangkitkan kembali perusahaan ini, bukan?"
Kirika tersenyum. "Tentu. Saya akan menyiapkan semuanya. Yang terbaik untuk Alford Corp."
"Seperti yang kita harapkan ...."
Suara bulat dari seorang pria sontak membuat ketiga orang itu menoleh. Tampaklah seorang pria paruh baya pula, bertubuh pendek lengkap dengan perut buncit yang seolah membuat tulang pinggangnya ikut melengkung ke depan. Kepalanya botak, dia memiliki hidung yang memerah sehingga cukup mudah untuk ditandai.
"Ah, Tuan Jason Howard. Salam jumpa," sambut Kirika. "Akhirnya saya menemukan Anda."
Yang disebutkan namanya menerima jabatan tangan sambil terkikik.
"Tenanglah, jangan terlalu dipikirkan," ujarnya. "Pesta yang luar biasa. Kalian pasti mempersiapkannya sematang mungkin."
"Ya. Kami tidak ingin mengecewakan para tamu yang sudah rela datang jauh-jauh," balas Silvis.
"Bagus! Kalau begitu, kalian harus datang pada saat pesta selebrasi dari Howard Corporation tahun depan. Aku juga akan menyiapkan kejutan yang meriah pula."
"Ah, ya. Tentu, Tuan," sahut Kirika. Sempat-sempatnya wanita ini mengerling sekilas. "Kami pasti akan datang."
Mereka mulai kembali berbasa-basi.
Tanpa terasa, malam semakin larut. Pesta selebrasi selesai pada tengah malam. Setidaknya sampai detik ini, semuanya berjalan dengan normal tanpa hambatan.
Para penjaga malam sudah berdatangan. Sementara Kirika dan Aleah baru saja hendak keluar dari gedung untuk menunggu Silvis. Si wanita berambut kemerahan sempat melirik Kirika yang terlihat tak ingin melakukan kegiatan apa pun lagi. Dia tersenyum tipis sambil menepuk pelan punggung Kirika, lalu berjalan berdampingan dengan keponakannya.
"Kau melakukannya dengan baik," kata Aleah tak lama. "Aku tahu kau pasti sangat lelah berinteraksi dengan orang sebanyak itu."
"Begitulah. Namun tidak ada salahnya. Lagipula ... mereka sudah jauh-jauh datang kemari." Kirika menjawab. "Ditambah lagi mereka merupakan orang-orang yang Ayah hormati, pun sebaliknya. Jadi ... kau tahulah."
"Dan orang-orang sangat senang dengan ide pesta selebrasi di atap. Ya, aku juga menikmati suasananya. Shibuya tampak cantik di atas sana."
Kirika menanggapi dengan senyum tipis dan dengkusan singkat. Selagi melangkah menuruni tangga, ia melepas sanggulnya dan menggeleng untuk menyibak rambut. Sudah cukup untuk mengenakan topeng ramah malam ini. Mempertahankan senyum tipis saja sudah membuatnya cukup lelah.
"Kau harus tidur nyenyak untuk hari pertamamu besok. Ingin kubuatkan susu hangat sebelum tidur nanti?" tawar Aleah.
"Tentu," balas Kirika. "Terima kasih."
Tak lama mobil menghampiri mereka. Keduanya bergegas masuk dan mereka pun melaju meninggalkan gedung.
~*~*~*~*~
Tengah malam yang sepi. Dari pojok sebuah gang Distrik Nishi di Yokohama, lolongan anjing penuh awas sempat terdengar, seolah memperingatkan ada yang sedang bertumpang lewat.
Baik sepi atau ramai sama sekali di luar sana, semuanya akan terasa sama di ruang bawah tanah. Setidaknya itu yang dirasakan oleh Kenji.
Pria muda itu kini duduk sendirian di depan meja, tampak baru saja terbangun dari tidurnya yang singkat. Enggan untuk membangkitkan kepala dari meja, ia hanya berdiam diri memandangi punggung tangan kiri yang sudah dibalut dengan perban.
Manik merah darah itu segera terpaku kepada peluru yang baru saja ia cabut beberapa jam lalu. Terlihat bercak-bercak darah yang mengering di sana, meninggalkan jejak kecoklatan di atas meja.
Sementara kilasan balik atas penyerangan yang ia lakukan berputar jelas di otaknya. Ia terkekeh mengingat langkah yang menghindar miliknya yang sama sekali tak sempurna. Alhasil, ia harus menerima peluru yang seolah meleleh menancap di punggung tangan.
Tak lama senyum miring mengembang jelas di wajahnya.
Penyerangan itu bukanlah hal yang percuma, batinnya. Musuh yang menarik. Barangkali harus kubiarkan dia mengasah dirinya hingga benar-benar tajam. Jadi pesta terakhirnya akan menjadi lebih meriah.
Kenji tak lama memutuskan untuk menegakkan tubuhnya, lalu bersandar ke kursi. Ia memiringkan kepala, mendapati selembar foto lama. Sebelah alisnya terangkat sebelum ia kembali tersenyum pada wanita di dalam foto itu.
"Sekarang tinggal menyusun kejutan selanjutnya, huh?"
Trivia :
- Nama Aleah mengalami perombakan akibat terlalu panjang. Semula ia diberi nama Alexandria Alford.
- Nama belakang Elizabeth mengalami perombakan dari Rochford ke Stanford. Hal serupa terjadi pada Sergei Abramov yang semula memiliki nama belakang Ivanov.
~*~*~*~
Shana setelah belajar sedikit mengenai jabatan perusahaan dan beberapa persoalan negara orang be like :
Oh, mengenai chapter, barangkali saya akan memotongnya menjadi dua bagian jika chapter itu melebihi 2800 kata. Harap maklum.
Semoga kalian menyukai chapter ini. Jangan lupa berkomentar. Saya amat sangat menantikan tiap masukan.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top