Chapter 1.14 [2/2]

Khalayak berlalu lalang di perempatan besar Shibuya. Masih tetap sama. Layar besar yang dipasang di atas sebuah gedung yang menampilkan siaran berita tetap menyala ditemani oleh penyiar yang diabaikan bagi mereka yang sibuk.

Sementara hiasan-hiasan natal dan tahun baru mulai terlihat. Akira cukup tertarik dengan pria paruh baya berkostum Santa yang berdiri di dekat pohon besi yang dililit oleh puluh ribu meter lampu yang berpijar terang di antara langit mendung. Sebab keramahan si Santa, tiada keraguan di benak anak-anak yang lewat untuk menyapa dirinya.

Melihat hal itu, Akira juga melakukan hal yang sama. Beruntungnya, dia mendapatkan sekantung kue jahe sebelum ia berlalu dan mengucapkan terima kasih. Tahu-tahu ia sendiri sudah tertinggal jauh dari Kirika.

Banyak yang mengalihkan perhatiannya. Toko dan kafe begitu ramai karena menyediakan diskon. Tidak hanya Santa tadi, beberapa orang juga mengenakan kostum dari tokoh-tokoh kartun dan film juga sempat Akira temukan. Kala menengadah ke tepi trotoar, Akira dapati lampu-lampu yang melilit di dahan-dahan kosong di antara pepohonan yang gugur daunnya.

Kadang-kadang Kirika harus berhenti sejenak. Dia bahkan menunggu sampai Akira terpuaskan dengan sejumlah pengalaman kecil yang ia temui sepanjang jalan. Manik delima Kirika memandangi androidnya yang memandangi takjub hiasan-hiasan yang ada. Sembari menunggu ia hanya akan menaikkan syalnya sampai hidung.

Beruntung dia tidak melakukan hal-hal aneh di sepanjang jalan.

Tapi Akira merupakan android yang mudah peka. Kala mengetahui GPS* dari ponsel Kirika berhenti, ia akan menoleh ke sumber lokasi. Biasanya ia akan tersenyum tanpa dosa kepada tuannya, meskipun ia tahu Kirika sama sekali tidak menanggapi senyuman itu. Kirika hanya akan berbalik dan melanjutkan langkah, sehingga Akira akan kembali mengekor.

Akhirnya Akira hanya melangkah sembari bercelingukan. "Banyak yang menarik di Shibuya, ya, Madam."

"Begitu?"

"Ya! Saya melihat banyak referensi gambar mengenai perempatan besar yang kita lewati. Ternyata lebih menakjubkan ketika melintasinya ...."

Ucapan Akira terhenti. Masih juga ia tertarik kepada promosi yang ia temui di sepanjang jalan. Meski demikian, si android tetap menahan diri untuk tidak singgah.

Rintik salju kembali datang menemani keramaian. Di dalam kepala Akira, pendeteksi suhu mulai menampilkan keadaan udara di luar yang menurun. Hal itu sukses membuat pandangan si empunya lensa biru langit jatuh kepada punggung sang Madam. Namun, kala waktu itu ia sudah berbelok ke salah satu toko gaun.

Langkah Akira sempat terhenti sebelum ikut masuk, lantas menengadah dan mendapati nama tokoh dengan logo yang didesain elegan, Aronia Boutique. Kala ia memilih untuk melangkah masuk, Akira telah mendapati Kirika yang disambut ramah oleh para pramuniaga.

"Ah, ya. Aku hanya datang untuk membeli gaun malam untuk pesta selebrasi di bulan Februari." Itu yang ditangkap Akira ketika Kirika menerima sambutan basa-basi.

Barangkali itulah yang membuat Kirika mengeluh tak senang kala ia menjawab sebuah panggilan.

Selanjutnya paling-paling hanyalah beberapa pujian dari tubuh Kirika yang cocok untuk menggunakan gaun apa saja yang tersedia di toko.

Sesungguhnya, Akira tidak menyanggah. Dia sendiri juga tidak mengelakkan fakta bahwa Kirika memang memiliki tubuh yang bagus.

Beralihlah mereka ke bagian gaun malam. Para pramuniaganya mulai menawarkan sejumlah gaun terbaik yang mereka punya.

Akira mengedarkan pandangan, tahu-tahu sudah ada seorang pramuniaga yang menghampirinya. Lekas si pramuniaga menawarkan bantuan terhadap apa yang tengah ia cari. Namun android itu dengan lembut menolak, beralasan ia hanya datang untuk menemani sang Madam.

Hendak ia bergegas mendekati Kirika, wanita itu menoleh. Agaknya ia datang pada waktu yang tepat. Sebab telah didapatinya si pimpinan yang begitu selektif ketika memilih gaun.

Tampaknya memang sulit untuk menemukan apa yang disuka oleh Madam. Si pramuniaga baru terlihat menyerah dan memutuskan untuk berdiam diri di tempat, memandangi Kirika memilih sendiri.

Sementara si android segera menoleh kepada gaun-gaun yang tergantung rapi. Beberapa di antara mereka terlihat lebih cantik kala dipasangkan di manekin.

Tepatnya, sebuah gaun menarik perhatian Akira kala itu. Lantas ia menariknya dengan hati-hati dari gantungan baju, sukses membuat pandangan Kirika teralih.

"Madam," panggilnya tanpa tahu Kirika sudah lebih dulu menoleh. "Agaknya Anda akan cocok jika mengenakan ini."

Manik delima Kirika segera jatuh kepada sebuah perpaduan merah dan hitam di gaun sepotong yang tengah Akira pegang. Sama sekali tak berlengan, memiliki gaya V neck dengan bagian bawah yang serupa seperti ekor duyung. Detail yang dimiliki gaun tampak tak begitu mewah, pula tak begitu sederhana.

Madam segera menghampiri Akira. Tampaknya ia tertarik dengan pilihan si asisten. Manik delima Kirika bahkan berpaku tatap lebih lama menikmati detail yang terpampang di gaun.

"Gaun ini memiliki sarung tangan dan beberapa aksesoris tambahan," celetuk pramuniaga yang mengekori Kirika. Sukses saja ia membuat si wanita menoleh. "Gaun ini juga memiliki satu warna lagi. Nona Alford, Anda tidak ingin mencobanya?"

Ada tatapan penuh harap dari lensa biru langit di hadapan orang yang sedang ditanya. Tampak separuh tersirat, tetapi jelas Kirika berfirasat Akira berharap banyak. Lantas Kirika menengadah kembali memandang Akira seusai puas memandangi gaun yang masih persis di genggaman si android.

"Tampaknya kau memiliki selera yang bagus," komentar Kirika. Sembari mengedikkan bahu, Kirika melanjutkan, "Aku akan mencobanya."

Senyum polos dari si android kian melebar. Dia menyodorkan gaun, membiarkan tuannya segera berlalu menuju ruang ganti. Kepada seorang pramuniaga yang menganggur, Kirika memintanya agar Akira dipilihkan setelan jas untuk pesta selebrasi.

Sesungguhnya Akira tidak membutuhkan waktu lama untuk memilih. Bagi Akira, mendapatkan setelan jas hitam dengan potongan sederhana dan bahan yang memberi kesan elegan. Tak lupa dilengkapi oleh kemeja putih ditambah dasi kupu. Itu sudah cukup.

Pun, ia tak perlu berlama-lama untuk mencari ukuran yang cocok. Dia terlihat nyaris sama dengan ketika ia mengenakan setelan jas pinjaman Silvis saat ini.

Tapi ... pramuniaga yang melayaninya harus mengaku, android itu tampak manis dengan dasi kupu-kupu yang bertengger di kerah kemeja. Konon lagi, senyum polos Akira setia menempel di mimiknya kala ia bercermin.

Berbeda dengan alat pendengar yang semula ia kurangi kepekaannya ketika Kirika menerima panggilan, kali ini Akira bisa mendengar dengan jelas suara langkah dan perbincangan singkat antara Kirika dan seorang pramuniaga. Lantas si android menoleh ke sumber suara, mendapati sang Madam sudah mengenakan gaun yang ia pilihkan.

"Tampaknya beruntung menjadi seorang pria yang memiliki opsi sederhana dalam pilihan busananya," ujar Kirika di selang langkah. "Tidakkah kau berpikir begitu, Akira?"

Langkah Kirika terhenti persis di hadapan Akira yang terpaku. Hampir saja android itu mengira sirkuit di dalam kepalanya mengalami kerusakan oleh sebab ia terpaku cukup lama. Akira merasa lebih beruntung sekali lagi. Kali ini Kirika juga menyanggul rambutnya, jelas memberikan kesan yang berbeda.

"Anda terlihat cantik." Kontan Akira memuji, demikian mengalihkan pembicaraan.

Sungguh, android di hadapannya sama sekali tak punya rasa malu. Polos seperti bocah.

Si manik delima mengerling kepada lantai kosong kala ia mendengarkan beberapa pramuniaga yang tak sanggup menahan diri untuk terkikik karena gemas.

Namun, justru tingkah Kirika ini membuat Akira sedikit khawatir. "Apa Anda tidak menyukainya, Madam?"

Yang ditanya mengembalikan pandangan kepada lawan bicara.

"Saya bisa mencarikan yang lain jika Anda tidak suka," ujar Akira segera. "Atau barangkali Anda ingin mencari sendiri?"

Sang Madam sejenak terkekeh. "Padahal kau cukup percaya diri mengatakan bahwa aku sangat cocok dengan gaun ini."

Tak membutuhkan waktu yang lama, Kirika berbalik begitu saja tanpa menunggu respon apa pun dari asistennya. Setelah mendapatkan jarak yang cukup jauh, Akira mendengar Kirika yang berceletuk kepada pramuniaga, "Aku akan mengambil yang ini, lengkap dengan aksesoris dan sarung tangan."

~*~*~*~*~

Butuh waktu yang cukup lama untuk keluar dari toko. Pasalnya Kirika berdebat bersama para pramuniaga yang berkata tak perlu membayar gaunnya dan setelan jas Akira. Selain dikarenakan Kirika merupakan anak dari Aronia, Aleah—yang telah mengambil alih butik milik mendiang sang kakak—berpesan agar mereka tidak menerima bayaran apa pun dari Kirika.

Tentu saja Kirika memenangkan debatnya. Mereka pula tidak mampu menolak dirinya yang terus bersikeras untuk membayar, lantas memerintahkan mereka untuk mengirimkan gaun dan setelan jas ke rumah tepat sebelum ia minggat dari tempat.

Di luar, salju semakin meramaikan keadaan kota. Sementara waktu senja hampir tiba, lalu lalang pun mulai lenggang.

Segera manik delima mendapati Akira berdiri sembari menengadah. Sekali lagi ia tampak melamun memandangi langit sedari menunggu Kirika menuntaskan pembayaran.

"Hei, Kepala Kaleng," celetuk Kirika kala ia keluar dari toko.

Kontan, celetukan itu sukses membuat si android setengah berbalik, memperlihatkan mimik sedikit tersinggung. Namun, tentu ia tak diberi kesempatan untuk protes sebab Kirika sudah meneruskan, "Apa yang ingin kau lihat dari musim dingin? Tidak ada hal yang istimewa, kau tahu?"

"Saya tidak tahu. Namun sangat menyenangkan setelah berkeliling dan berbaur dengan manusia," jawab Akira. "Pasti banyak tempat yang dihias dengan indah. Saya sedikit penasaran dengan beberapa tempat rekreasi. Barangkali ada pemandangan yang indah."

"Rasa penasaranmu tampak menyebalkan, ya."

Begitu puas berkomentar, Kirika berlalu. Sementara Akira berkedip selagi kepalanya mulai mencari jalur tercepat untuk sampai kembali ke gedung Alford. Namun dirinya justru membeku sejenak di tempat, memandangi sang Madam yang berlalu menuju arah yang berlawanan.

"Madam, jalur tercepat seharusnya menuju ke kanan, bukan?" Akira berujar sembari mengekor.

"Ah ... kau tidak mau melihat pemandangan Taman Yoyogi?"

Sebentar Akira termenung di antara langkahnya. Namun senyum mengembang jelas sampai pipinya terlihat merona kala ia mengangguk dengan senang hati.

Tentu, banyak hal yang menarik perhatian Akira untuk kesekian kali. Kirika bertingkah sedikit senggang, rela menunggu lebih lama di kejauhan. Sedikit pun ia tidak protes dengan tatapan jengah. Semua tampak sama seperti di kala mereka hendak pergi ke butik.

Diam-diam, kala si manik delima memanangi Akira yang sibuk menikmati pemandangan, secercah perasaan iri tumbuh di dalam benaknya.

Bisa-bisanya android itu terlihat lebih ekspresif ketimbang dirinya sendiri.

Kirika mendapati Akira yang berinteraksi dengan balita. Gadis kecil bertampang lugu sempat menyapanya dengan ramah di gendongan sang ibu. Singkatnya mereka berpisah seusai mereka saling melambai. Barulah Akira segera berlari mengejar wanita yang tengah menunggunya.

Hingga sampailah mereka di Taman Yoyogi.

Jangankan mengharap khalayak ada. Di sini bahkan nyaris tak ditemukan orang berlalu lalang. Tidak mengherankan jika demikian, mengingat suhu udara yang sangat dingin membuat orang malas untuk singgah.

Teramat jarang Taman Yoyogi berhias salju. Biasanya akan diadakan pameran instalasi cahaya. Namun tidak ada tanda-tanda bahwa pameran itu diadakan tahun ini.

Tidak ada salahnya. Salju yang bertengger di dahan-dahan pohon sudah cukup mempercantik mereka yang sedang tak bermahkota.

Tak lama, pandangan Akira jatuh kepada Kirika yang tampak kontras dengan putihnya salju. Ya, warna rambutnya membuat Akira berpikir demikian. Dia terlihat seperti peri bunga yang tersesat di tengah musim dingin. Barangkali, lupa kalau ia harus menjalani hibernasi.

"Lihat? Tidak ada yang menarik, bukan?" celetuk Kirika kemudian. Setengah menengadah, dirinya pula menoleh kepada Akira yang masih membelakanginya. "Sudah puas?"

Anggukan mantap lantas Kirika terima terang-terang.

Sekali lagi Akira mengedarkan pandangan. Dia berkomentar, "Tapi tamannya jadi lebih cantik. Alam tampak mengerti bagaimana cara menghias diri."

Kirika tidak menanggapi. Dia melangkah mendekat ke jembatan, seolah hendak menyapa kolam yang hampir membeku karena dingin. Airnya yang bersih memantulkan langit yang masih bertahan utuh dengan warna kelabu, salju yang sukses jatuh di sana, perlahan-lahan tertelan air.

"Madam, saya pikir Tuhan juga menghias Anda dengan baik ketika Anda lahir." Sekali lagi, Akira berceloteh tepat di kala ia berdiri di samping Kirika.

Belum juga ia mengalihkan pandangan kepada kolam, maka Kirika melontarkan tanya, "Meskipun aku albino?"

"Meskipun Anda albino."

Lantas Kirika menoleh kepada asistennya yang belum berhenti memandanginya.

"Tuan Silvis pasti seorang ilmuwan yang luar biasa pada masanya." Akira melanjutkan. "Beliau bisa menyembuhkan Anda. Itu merupakan hal yang patut disyukuri, bukan?"

Kekehan yang luar biasa singkat melantun dari mulut yang bersembunyi di dalam syal. Bersamaan, Kirika pula menolehkan pandangan kembali ke danau. Setengah hati, ia termenung sendiri.

Jika saja Akira paham, Kirika tak seutuhnya sembuh dari albinisme. Silvis dan rekan kerja terdahulu hanya mencegah kanker kulit yang kemungkinan menyerang Kirika. Tidak sengaja mereka pula mengubah pigmentasi rambut Kirika.

Berulang kali Kirika harus melakukan operasi mata agar ia dapat melihat lebih jelas di tempat terang. Tentu saja operasinya tidak dapat mengubah warna maniknya. Kirika sempat diberitahu ia kehilangan melanin mata, jelas merupakan fenomena yang jarang terjadi. Percobaan sekali lagi dilakukan padanya. Namun, semakin bertambah usia Kirika, warna delima pada manik itu malah terlihat semakin jelas meski berangsur gelap.

Si manik delima akhirnya berkedip menyadarkan diri dari lamunan. Dengkusan pelan menciptakan uap samar di sekitar hidung. Pun, menghilang lebih cepat bersama angin dingin.

Hal yang patut disyukuri, huh?


GPS : Global Positioning System, sebuah sistem navigasi.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top