Chapter 1.13
Puluhan buku menumpuk di meja sukses membuat Eleonor mengernyit heran. Dilihatnya Adam di sana, sedang asyik berkutat kepada salah satu dari mereka. Kadang-kadang Eleonor bisa dengar ia yang mengeluhkan beberapa bahasa yang tidak ia mengerti. Di sampingnya ada Akira yang selalu menuturkan hal yang Adam tak mengerti sama sekali, tentu dengan bahasa yang lebih sederhana.
Segera manik birunya tertuju pada Aoi yang masuk laboratorium, sedang menyibukkan diri dengan menggurat-gurat tablet. Si profesor muda merasa tengah diperhatikan menghentikan langkah, menoleh pada Eleonor dan tersenyum padanya. Maka ia pun melangkahkan kaki menghadap Eleonor.
"Mohon maaf sebab belum mendiskusikan hal ini kepada Anda, Profesor," kata Aoi di sela langkah yang belum menyampaikan dirinya di hadapan Eleonor. "Namun selagi Anda di sini, saya akan menjelaskan semuanya dari awal."
Sebentar Eleonor terpaku dengan manik yang mengerjap beberapa kali. Seolah mampu menyadarkan dirinya, ia langsung saja mengangguk cepat. Lekaslah ia membimbing Aoi ke kantornya.
"Beruntung, ya. Tampaknya kalian sudah menemukan apa yang menjadi masalah mengapa Akira sama sekali tidak diterima oleh Madam."
Meledaklah kekehan singkat dari Aoi. "Entahlah. Saya sendiri sama sekali belum yakin memastikan jika hal ini benar."
Sesampainya mereka di dalam kantor, Aoi meminta izin untuk mengirimkan beberapa data catatan ke komputer Eleonor. Dia membiarkan Eleonor untuk membaca satu per satu terlebih dahulu.
"Sederhananya, Akira membutuhkan jantung dan darah," kata Aoi. "Dan juga ... perasaan yang mendukung dirinya lebih ekspresif."
Selagi membaca, Eleonor menunggu penjelasan lebih lanjut.
"Kemarin saya memintanya untuk tersenyum dan meratap. Saya pikir dia melakukannya dengan cara meniru, dia sendiri bahkan mengaku bahwa ia melakukan hal demikian," lanjut Aoi. "Kita perlu menciptakan program untuk hormon-hormon yang bersangkutan pada perasaan.
"Sederhananya, ketika Akira merasakan perasaan yang berlebih, hal tersebut akan membuat jantung memompa darah lebih cepat, mengakibatkan tekanan darahnya pula semakin cepat."
Kala Aoi berhenti, Eleonor kembali berfokus pada dokumen. Sistem peredaran darah, tulisan mengenai hormon. Seluruhnya tersusun dengan rapi. Eleonor juga menangkap amat banyak kutipan psikolog di dalam dokumen, sukses saja membuatnya ingin berdecak kagum terang-terangan.
"Cukup masuk akal menyebutkan emosi merupakan kekurangan Akira," ujar Eleonor. "Mungkin kita bisa mengerjakan programnya. Tapi ...."
Sejenak Eleonor menjeda, memandangi detail dari sistem peredaran darah. Sementara Aoi masih menunggu di sampingnya.
"Kita membutuhkan bantuan yang sangat besar kali ini. Mungkin ... kita membutuhkan bagan biogenik. Di antara mereka lebih paham mengenai organ dalam, terutama Profesor Aleah Alford."
"Aleah ... Alford?"
"Bibi dari Madam." Begitu Eleonor menjawab sembari menoleh kepada Aoi. "Kau tidak tahu?"
Jawaban Eleonor membuat Aoi berusaha mengingat-ngingat nama tersebut. Tentu saja, ia pernah mendengarnya dari Kirika sendiri. Namun, mereka tidak pernah berjumpa secara langsung. Melihat sosoknya pun teramat jarang.
Dalam hati, Aoi merasa beruntung setelah mendengar proyek selanjutnya mereka akan dipertemukan. Tapi pikirannya kembali kepada proyek yang harus disembunyikan.
"Tenang saja. Setiap bagan sudah mengetahui proyek atau perancangan apa yang tengah dikerjakan. Masing-masing dari kami bersepakat untuk tidak membocorkannya kepada siapa pun sampai proyek itu selesai dan benar-benar siap untuk diproduksi," terang Eleonor, seolah membaca pikiran Aoi. "Aku berteman baik dengan Profesor Alford. Kupikir tak ada salahnya jika aku memintanya bantuan kali ini. Kau pun tidak bermasalah dengan hal itu, 'kan?"
Pada akhirnya Aoi mengangguk. Lagipula mempercepat proses akan semakin baik.
~*~*~*~*~
Siang hari, Eleonor menghadap Silvis untuk meminta persetujuan kerja sama dengan bagan biogenik. Maka, Silvis langsung menghubungi manajer bagan yang bersangkutan. Segeralah mereka, bersama dengan Aleah mendiskusikan perihal kerja sama yang diminta.
Dua hari setelahnya, barulah Aleah membawakan sejumlah anggotanya ke laboratorium robotik untuk diskusi dan pembahasan lebih lanjut mengenai perancangan lanjutan.
Singkatnya, Aleah memahami penuturan Aoi di kala diskusi berlangsung. Dia sendiri sudah mencacat beberapa hal yang diperlukan.
"Kita memerlukan sesuatu yang serupa dengan hipotalamus untuk ini." Aleah mulai berbicara tepat setelah Aoi selesai. "Selain mampu menghasilkan hormon untuk mengendalikan organ tubuh, fungsi lain yang dimiliki hipotalamus yang cocok untuk Akira adalah mengendalikan denyut jantung dan suasana hati."
"Kalau begitu kami hanya butuh menciptakan program yang bekerja dan berkembang secara otomatis di dalam prosesor. Seperti yang kita tahu, prosesor adalah otak bagi Akira," sahut Edward.
"Jika memungkinkan programnya tidak bisa diganggu gugat terhadap apa pun. Maka, program hanya akan mengerjakan cara Akira bersikap dan apa yang terjadi di sekitarnya," timpal Aleah. "Dengan begitu, proses dari implementasinya akan terlihat lebih natural."
Beberapa orang termasuk Adam mulai mencatat. Dia tampak tahu betul apa yang harus ia lakukan nantinya. Sembari mendengarkan, ia pula memecah fokusnya. Tangan kiri Adam mulai menggambarkan diagram alir program yang bisa dijadikan pedoman sementara.
Hari setelahnya, mereka mulai merancang desain kompleks jantung dan sistem peredaran darah untuk Akira. Mereka sepakat untuk menggunakan silikon yang biasa digunakan untuk membuat jaringan tubuh tiruan.
Selama kegiatan berlangsung, Akira diperbolehkan melihat-lihat lagi. Bahkan ketika mereka mulai mengerjakan sejumlah program dan pembentukan jantung tiruan dilakukan.
Seringkali ia membantu memeriksa program yang Adam buat. Akira selalu bilang kalau program-programnya sama seperti dongeng yang pernah dibaca Adam semasa dia kecil.
"Memangnya kau tahu cerita Timun Mas?" tanya Adam tak percaya. "Ah, mengingat kau bisa mengakses internet lebih mudah, tentu saja kau tahu. Kau juga sudah memiliki penerjemah Bahasa Indonesia, 'kan?"
Sementara yang diajak bicara hanya mengedip singkat.
Namun, percayalah. Dia benar-benar mencari judul dan membaca legenda tersebut di dalam kepalanya.
Beralih kepada tim perancang jantung dan peredaran darah. Aoi dan Eleonor beralih menuju laboratorium biogenik. Dalam hati, Aoi mengaku dengan seisinya yang jelas berbeda, tetapi Eleonor sendiri menyarankannya untuk berfokus kepada pembuatan jantung dan peredaran darah.
"Omong-omong, Profesor ... apakah kita akan menggunakan darah sungguhan untuk Akira?" tanya Aoi pada Aleah yang tengah berfokus kepada gambar sistem peredaran darah.
"Tentu tidak. Sebab rumah sakit masih membutuhkan darah untuk didonor kepada yang membutuhkan," jawab Aleah. "Ini kali kedua kami akan menguji darah buatan yang kami ciptakan dari hasil kerja sama dengan sejumlah peneliti dari seluruh dunia. Pasti ini akan sangat membantu untuk Akira."
Aoi ingat mengenai penelitian tersebut beberapa tahun yang lalu. Darah buatan saat ini amat sangat diperlukan karena kurangnya keperluan donor, terutama teruntuk pasca operasi. Darah buatan yang diciptakan adalah golongan darah O negatif, yang mana bersifat sebagai pendonor universal.
Berlangsunglah pembuatan pembuluh darah arteri dan vena. Silikon akan dibentuk persis seperti selang. Mereka sepakat untuk tidak menciptakannya terlalu banyak, mengingat itu hanya akan menambah berat badan Akira berikut dengan alasan Akira hanya akan mempersulit pergerakannya.
Kemudian mereka mulai merancang bagaimana cara kerja darah keluar dari luka yang Akira dapatkan nanti. Edward—yang juga ikut bergabung demi kepentingan perancangan program—menyarankan untuk menciptakan penutup yang meluncur otomatis menuju di mana luka.
"Ketika darah dirasa cukup untuk dikeluarkan, mereka akan langsung bekerja menutup silikon yang terpotong. Kemudian kulitnya akan kembali beregenerasi, sedikit menutup persis seperti luka," terang Edward. "Tampaknya kita membutuhkan sekitar puluhan penutup untuk dikaitkan."
Edward menggambarkan sketsa desain sesingkat mungkin selagi menerangkan. Kembali mereka berdiskusi mengenai perbaikan silikon dan penambahan darah jika diperlukan sewaktu-waktu.
Pada akhirnya pembuluh darah disambungkan ke jantung yang selesai dibentuk dari silikon. Sementara darah buatan sebanyak lima liter sudah menunggu dalam bentuk beberapa kantong. Oleh karena program yang belum selesai, mereka belum memasukkan darah ke dalam jantung.
Program selesai dalam beberapa hari kemudian. Berbondong-bondonglah mereka memindahkan jantung dan pembuluh darah di tengah malam menuju laboratorium robotika. Mereka kembali bekerja pada pagi hari.
Mulailah mereka menonaktifkan sistem Akira sementara, menyebabkan tim robotika tidak tidur pada hari itu. Seluruh bagian kulit dan sebagian kerangka luar dibongkar. Bagian kepala kembali dibuka untuk memasukkan program baru ke dalam prosesor Akira, berikut dengan bagian perangkat keras yang akan memengaruhi detak jantung.
Pada pagi hari, Aleah bersama dengan beberapa rekan kerjanya mulai kembali ke laboratorium robotika untuk menyelesaikan sentuhan akhir. Namun, tentu saja hal itu tidak segera dilakukan.
Pasalnya, mereka membutuhkan sebuah peragaan sederhana sebelum benar-benar memasukkan jantung dan menyusun pembuluh darah ke tubuh Akira. Akhirnya mereka sepakat untuk melakukan percobaan program hormon yang pula memengaruhi detak jantung.
Kala para anggota tengah sibuk, Aleah dan Eleonor berdiri bersebelahan memantau mereka melakukan setiap kegiatan.
"Program hormonnya pasti bekerja sebagaimana Frankenstein menggunakan listrik untuk menghidupkan kembali detak jantung, ya," celetuk Aleah. Manik keemasannya menyibukkan diri memandang jantung yang tengah diisi oleh air. "Entahlah, hanya bayanganku saja."
"Setidaknya kita tidak membutuhkan petir agar dia bisa hidup." Lantas Eleonor menyahut, disusul dengan tawa. "Aku menonton versi filmnya. Itu benar-benar luar biasa. Hanya saja ... kesalahan yang dia perbuat sangat fatal."
"Yah, dia lupa memasukkan otak," timpal Aleah. Sambil menoleh, bahkan si profesor biogenik tersenyum lebar. "Beruntung kalian tidak melupakan otak untuk Akira."
"Kalau kami lupa, barangkali dia akan membabi buta menghancurkan seisi perusahaan."
Mereka tertawa. Aleah sendiri sempat memukul Eleonor dengan siku, sayangnya tidak berhasil tepat sasaran sebab sahabatnya mengelak lebih cepat.
Akhirnya jantung selesai diisi dan telah disambungkan ke komputer untuk menjalankan program. Mereka beranjak dari tempat bersama-sama, memperhatikan percobaan.
Pasang demi pasang manik diam memperhatikan dari ruang tes. Mereka yang berada di ruang pemeriksaan mulai memantau dan mencatat segala laporan yang disampaikan dari sana.
"Program akan dijalankan secara manual untuk sementara waktu, apakah tidak masalah?" tanya Edward dari ruang pemeriksaan. Mendapati sinyal persetujuan berupa acungan jempol dari Eleonor, mereka akhirnya memulai melangsungkan proses program.
Aleah menghirup napas dalam-dalam. Manik keemasan yang tertuju pada jantung dan pembuluh darah buatan sedikit bersyukur terhadap mereka yang tersusun rapi di manekin transparan.
Namun, ada beberapa hal yang membuatnya cemas.
Semula, jantung memang berdetak normal, menandakan program memproses suasana hati dalam keadaan tenang. Melalui pembuluh arteri buatan, air dipompa menuju seluruh pembuluh, sementara pembuluh vena akan mengembalikan air kembali ke jantung.
Sayang hal itu tak berlangsung lama.
Sebab ada bagian yang lupa disambungkan ke jantung. Akibatnya di antara air yang terpompa tersebut mulai menetes-netes. Ada pula yang mengalir deras, sukses menciptakan genangan besar. Lekaslah Eleonor meminta untuk menghentikan program.
Jantung berhenti berdetak. Cepat-cepat para pekerja membersihkan genangan yang membanjiri tempat. Dibantu dengan Eleonor, Aleah pun bergerak melepas beberapa sambung menuju komputer.
"Astaga, kita kurang teliti," kata Eleonor. "Padahal pembuluh tiruannya sangat banyak."
Kala itu Aoi segera masuk ke ruang tes, menanyakan masalah yang terjadi. Oleh karenanya, mereka kembali memeriksa beberapa kesalahan.
Tentu hal ini sekali lagi akan memakan waktu lebih lama. Di percobaan kedua saja, jantung tiruan bocor karena pergerakan jantung yang memburu. Silikon dengan cepat mengembang seusai berkontraksi, tak tertahan salah satu bagian mulai pecah.
"Kupikir ... silikon lebih sukar rusak. Apakah aku memilih silikon yang salah?" Aleah bertanya-tanya.
"Barangkali tekanan yang diberikan juga merupakan penyebab masalah yang terjadi," tanggap Eleonor. Dia melangkah mendekati silikon, memeriksa bagian yang semula mendadak bocor. "Kita harus mengkalkulasi ulang berapa isi yang mampu ditampung oleh silikon, berikut dengan batas tekanan yang bisa diterimanya."
"Kita juga harus mulai membuat ulang jantungnya."
Eleonor mengangguk setuju. "Seharusnya proses pembuatan ulang tidak lama, sebab kita masih memiliki desainnya."
Setelah mengetahui bentuk jantung dan pembuluh darah tiruan, segera Aoi memerintahkan tim perancang bagian internal untuk membentuk skema pembuluh dan memindahkan beberapa komponen agar jantung bisa dimasukkan. Kali ini Nina akan ditemani Daniel dalam memimpin tim.
Mereka beranjak. Sibuk dengan bagian masing-masing. Akan ada yang bertanya jika diperlukan. Adam bahkan menambahkan beberapa kode baru di dalam programnya, juga memperbaiki hal-hal yang dirasa kurang.
~*~*~*~*~
Manik delima baru saja berhenti memandang langit mendung. Sekali lagi ia menoleh jengah kepada sejumlah laporan yang terpampang jelas di monitor hologram. Mulai tertuju tatapannya kepada kalender digital. Tak lama sebuah suara dari seseorang yang hendak bertamu mengalihkan pandangan.
Maka ia segera melantunkan perintah kepada pintu agar terbuka. Muncullah Silvis dari sana, melangkah dengan cepat menghampirinya.
"Tampaknya di luar dingin, ya," celetuk Kirika sembari melangkah kembali ke sofa, menutup beberapa laporan dari layar hologram.
Mendengarnya, justru Silvis mengedikkan bahu. Anak ini memang tidak pandai berbasa-basi lebih baik dari siapa pun.
"Kupikir kau tengah mengunjungi robotika."
"Ya. Beberapa hari lalu," jawab Kirika seadanya sebelum mengalihkan pandangan ke meja. "Ada hal menarik untuk dilaporkan padaku?"
"Sebuah keberuntungan bagi kita sekarang ini. Sebab Rusia dan Jepang sudah menantangani surat perdamaian, sehingga memudahkan kita untuk bekerjasama lebih dalam dengan Basilisk-Missiles Corp. Tuan Abramov setuju untuk memperpanjang kontrak kerja sama," terang Silvis segera. "Artinya, kau harus ke Rusia untuk membincangkan lebih lanjut mengenai hal tersebut."
"Ah, tentu saja. Aku selalu menyukai senjata ciptaan dari perusahaan Tuan Abramov." Sejenak ia menjeda. "Jadwalkan keberangkatanku secepatnya."
"Seperti yang diharapkan orang sibuk, ya," sindir Silvis cepat.
Yang disinggung hanya terkekeh pelan. Selagi demikian, ia pandangi Silvis tengah menyibukkan diri dengan tablet. Maka Kirika melakukan hal yang sama. Bedanya ia menggunakan monitor meja untuk disibukkan pandangannya.
Kecanggungan di dalam sana berakhir mengundang Silvis untuk membanting manik kepada Kirika. Tanpa sadar ia tersenyum sendiri melihat si keponakan yang selalu berkutat dengan laporan, surat persetujuan, dan rapat.
Sesungguhnya dia juga butuh istirahat.
"Omong-omong, apa kau mau mendatangi konser klasik Agatha Wagner? Konsernya akan diadakan tiga hari sebelum natal."
Langsung saja Silvis menerima tatapan tertarik dari Kirika. Silvis sendiri tidak percaya bahwa anak itu akan sangat antusias mengenai lagu klasik. Ah, sepertinya itu tak mengherankan sebab dahulu Kirika sering menggunakan instrumental sebagai lagu pengiring kala ia berkompetisi.
Namun tentu saja sikap antusiasnya tak berlangsung lama. Tepatnya ia segera menurunkan pandangan ke laporan setelah memangku rahang.
"Paganini atau Sarasate?"
"Kau beruntung. Jika kau pergi, kau akan mendapat keduanya."
"Yah, boleh," kata Kirika. "Aku perlu berkenalan dengan Tuan Ash Wagner. Beliau tidak datang di pelantikanku. Tuan Wagner ... sahabat lamamu, bukan?"
"Begitulah. Dia memang mengaku tak sempat ...," ujar Silvis. "Aku akan mulai mengatur jadwalmu sekarang."
Silvis berbalik, berlalu meninggalkan Kirika dan seisi ruangan. Pun ia sempat berpesan, "Omong-omong, Madam. Anda juga harus meliburkan mereka."
Paham mengenai mereka yang dimaksudkan, tepat setelah pintu tertutup tak menyisakan siapa pun selain dirinya di sana, Kirika menaikkan pandangan ke pintu. Kontan ia mendengkus panjang seraya mengedikkan bahu.
Kirika menengadah, pula menjatuhkan punggungnya ke badan sofa. Manik delima itu tampak menerawang, menelusuri pikiran di balik penat yang menyelimutinya.
Satu kedipan membuatnya kembali tersadar. Kembali dirinya bersama raga yang masih terduduk di tempat yang sama, ia tersenyum samar. Maka ia menarik tubuhnya duduk tegak untuk kembali bekerja.
"Tenang saja," gumam Kirika. "Mereka akan selesai tepat waktu."
Terima kasih sudah mampir. Jangan lupa memberikan kritik dan saran. Sampai jumpa di chapter selanjutnya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top