Fatbuloves - 6
Aku resmi bermusuhan dengan dapur, kulkas serta antek-anteknya yang secara tidak sadar selama ini sudah memperdayaku. Okelah, diriku juga ikut bersalah karena telah terus-menerus memenuhi isi kulkasku dengan makanan tinggi lemak tinggi kalori. Jadi apa yang kulakukan saat ini murni karena perasaan bersalah. Setiap kali memegang pintu kulkas, selalu terbayang-bayang angka yang keluar di timbangan digital sialan itu. Hal tersebut sukses membuatku membalikkan badan dan merebahkan diri di sofa warna turquoise kesayanganku. Aku bahkan tidak membalas pesan singkat Andre yang bertanya mengapa aku tiba-tiba menghilang di gym sore itu.
Segala permasalahan ini akhirnya membuatku menelepon Elsa dan mengajukan cuti untuk seminggu. Tentu saja si supermodel itu mengiyakan, karena kabarnya dia pun masih berada di Singapore. Aku seratus persen yakin, jika tetap memaksa bekerja, waktuku akan banyak kupakai untuk melamunkan si Hezel keparat serta timbangan digital. Jadi lebih baik aku disini kan? Duduk manis di sofa dengan posisi setengah berbaring, menatap televisi yang sejak kemarin kupaksa memutar film favorite-ku, The Notebook, dan tentu saja kemudian pikiranku dengan tega membuatku mengingat bahwa aku pernah berharap Hezel bisa mencintaiku seperti Noah mencintai Allie. Katakan aku berlebihan, tapi aku tidak butuh pasangan kaya raya seperti Christian Grey, aku hanya ingin seorang seperti Noah yang mencintai, menunggu, dan memuja pasangan hidupnya. Dan kurasa seseorang seperti Noah sudah langka saat ini.
Tok tok tok..
Aku tidak perlu mengintip untuk tahu siapa yang mengetuk pintu apartemenku. Aku hanya memiliki seorang sahabat di ibukota ini, Andre, dan hanya dia, orang yang siang malam mengunjungiku untuk memastikan aku masih hidup. Dengan langkah malas aku berjalan menuju pintu dan membukanya. Aku terkejut saat melihat Bimo berdiri dengan tampang yang kusutnya sekarang bisa di sama ratakan denganku.
Kami bagaikan kakak beradik yang sudah seminggu tidak mandi. Di belakang Bimo ada Bembi yang entah bagaimana caranya tetap kelihatan klimis dan rapih di jam pulang kantor seperti ini. Lalu di belakangnya Andre berdiri memamerkan sekotak besar pizza dan dua botol soda sambil tersenyum lebar padaku.
Oh, bencana.
“Kita nggak disuruh masuk nih?” Bimo bertanya dengan wajah datarnya.
Aku mengerutkan kening pada mereka bertiga. “Mau pada ngapain sih lo kesini?”
“Gincuy, kata Andre lo baru putus dari Hezel kan? Kita mau nengokin kemari.” Ujar Bembi dan dengan tidak sabar langsung masuk ke dalam apartemenku diikuti Bimo.
Andre menyerahkan pizza yang sedari tadi berada di tanggannya. “Nih obat patah hati paling mujarab.” Ujarnya sambil nyengir.
Aku mendecak kesal. “Ndre, nggak lucu ah. Gue lagi males makan, males ngapa-ngapain, dan sekarang lo malah bawa Bimo sama Bembi kemari. Tega banget sih lo.”
Andre berjalan masuk sambil mengacak rambutku. “Gue nggak ngajak mereka, Gin. Mereka sendiri yang ngikut kemari. Mereka mau lihat setelah patah hati, lo jadi kurusan nggak?”
Kurang ajar.
“Trus keliatannya gimana?” Aku berjalan di belakangnya.
Andre melirikku sekilas kemudian mengangkat bahunya. “Nggak banyak perubahan sih, tapi tambah jorok. Lo nggak mandi-mandi ya?”
Spontan aku memukul punggungnya. “Sembarangan lo.”
Bimo dan Bembi sudah duduk santai di sofa kesayanganku, mata mereka tidak lepas dari adegan Noah yang sedang berciuman dengan Allie. Andre mengambil remote dan mematikan TV yang diikuti desah kecewa dari dua penonton yang sedang khusyuk-khusyuknya.
“Ck..lo patah hati nonton beginian terus selama hampir dua minggu, Gin?” Andre menatapku tajam.
“Suka-suka gue lah mau nonton apa!” Jawabku kesal lalu menghempaskan pantatku di sofa kosong disamping Bimo. Aku menoleh. “Jangan ngupil disini, okay?!” tegasku. Bimo hanya mengangguk pasrah.
Andre berjalan ke dapur dan mengambil air minum dari dispenser. “Mending lo masuk, nyari ide buat klien baru. Daripada ambil cuti cuma untuk merenungi nasib.” Ujarnya.
Aku baru akan berdiri dan membalas perkataan Andre ketika tangan Bembi menahanku. “Udahlah, please, Gin, kita kesini mau lihat keadaan lo setelah hampir seminggu lo cuti. Kalo lo nggak suka, kita pulang.” Bembi berusaha menengahi perdebatan yang baru saja akan di mulai antara aku dan Andre.
Aku dan Andre adalah sahabat dalam segala hal, kami tidak bermanis-manis di depan sementara di belakang setengah mati menahan muntah. Kami berdebat, bertengkar, namun setelah itu kami pasti berbaikan.
“Sorry..” Ujarku lirih.
“Nah gitu dong!” Bimo menepuk bahuku kemudian membuka kotak pizza di meja. “Udah boleh di makan dong ya?” Ujarnya sambil mengambil satu slize pizza American favourite yang menggugah seleraku.
Bembi dan Andre langsung mengambil slice lainnya dan membuka soda.
“Lo nggak makan?” Tanya Andre. “Biasanya paling rakus ama makanan.”
“Lagi nggak nafsu.” Ujarku sambil berjalan ke balkon apartemen. Andre mengikuti di belakangku meninggalkan Bimo dan Bembi yang kembali menyetel TV dan mengganti film The Notebook dengan tayangan sport.
Aku menghirup dalam-dalam udara yang sudah bercampur polusi. Jakarta memang sudah kehabisan udara segar, bahkan saat malam hari seperti ini tidak ada angin bertiup. Aku selalu membayangkan betapa indahnya kota ini jika memiliki udara sesejuk puncak, tapi dengan kepadatan penduduk seperti ini rasanya hal itu mustahil.
“Ndre, lo kan player. Pernah patah hati nggak?” Pertanyaan itu keluar dari bibirku setelah sekian menit melamun.
Dia terdiam kemudian kepalanya mengangguk. “Pernah. Tapi nggak sampe kayak lo gini. Sebelas dua belas ama gembel."
Aku menyipitkan mataku padanya dan Andre langsung terkekeh. Dia duduk di lengan kursiku. Aku menghela nafas. “Hezel nggak pernah hubungin gue lagi, Ndre. Sekalipun cuma nanya kabar. Dia anggap apa tiga tahun kemarin itu..”
Andre biasanya hanya diam jika aku curhat mengenai Hezel, dia cukup paham aku tidak memiliki sahabat wanita yang bisa kuajak bercerita.
“Lo ngarepin apalagi sih dari dia?” Tanya Andre tiba-tiba.
Aku mengangkat bahu. “Nggak tahu, ngajak balik mungkin.”
Andre tertawa sinis. “Lo udah dewasa, Gin. Tapi cara lo menghadapi masalah patah hati persis kayak ABG. Hadapi, bahwa lo dan Hezel udah berakhir.”
“Nggak semudah itu, Ndre. Lo kira tiga tahun sebentar.”
“Gue tahu nggak gampang, Gin. Tapi lo nggak mandi, lo nggak makan, males kerja, nggak bakal bikin Hezel balik sama lo.”
Andre sejuta persen benar.
“Trus gue mesti gimana?”
Andre berdiri. “Keluar, have fun. Lo bukan nggak bisa tapi nggak mau. Besok Elsa ngajak makan-makan team kita di restauran buffet All You Can Eat. Dan lo, wajib hadir.” Ujarnya sambil berjalan kembali ke dalam apartemen lalu bergabung dengan Bimo dan Bembi yang sudah menghabiskan satu kotak pizza berukuran besar tanpa menyisakannya untukku sedikit pun.
***
Sebenarnya aku masih menikmati masa cuti, tapi Andre, Bimo dan Bembi menyeretku keluar siang ini setelah semalam mereka merusuh di apartemenku sampai jam satu pagi. Elsa, bos kami, mengajak kami makan-makan. Dia biasa melakukannya jika kami sudah selesai mengerjakan satu project besar. Dan kali ini si supermodel mengambil tempat di restaurant buffet yang tidak jauh dari kantor kami. Ya, sebelum putus dengan Hezel dan tragedi timbangan sialan itu, aku dengan senang hati menerima tawaran macam ini. Tapi sekarang, tertarik pun aku tidak.
Kami sampai tepat jam 12 siang, restaurant terlihat ramai dan aku langsung menemukan Elsa yang sudah duduk manis dengan empat bangku kosong di hadapannya.
“Hei guys!” Elsa melambaikan tangan pada kami. Dia terlihat..ya okaylah, cantik seperti biasa dengan dress tanpa lengan berwarna kuning kunyit, rambut panjangnya di gerai dan di jepit di salah satu sisinya.
Aku, Andre, Bimo dan Bembi duduk di kursi kosong.
“Well, gue bangga banget deh ama kalian. Kemarin klien kita telepon, dan dia puas banget dengan hasil kerja kita.” Ujar Elsa sambil bertepuk tangan. “Sekarang bebas kalian mau makan apa aja, gue traktir.”
Tanpa aba-aba Bimo, Bembi dan Andre langsung berdiri dan mengambil makanan. Sementara aku hanya duduk sambil mengotak-atik ponselku yang belakangan sepinya mengalahkan kuburan.
“Gina, Lo tumben nggak makan?” Elsa menatapku heran.
“Baru makan tadi.” Jawabku yang jelas-jelas berbohong. “Lo juga nggak makan?”
Kami memang berstatus atasan dan anak buah, tapi karena umur kami sebaya, dari awal Esa melarang kami memanggilnya dengan sebutan mbak atau ibu.
“Lagi nunggu pacar gue, Gin. Lagi parkir sih katanya.” Ujarnya sambil celingukan. “Nah itu dia!” Elsa melambaikan tangannya sambil tersenyum lebar.
Aku spontan berbalik untuk melihat dan kemudian aku membeku di tempat dudukku. Ini pasti aku yang salah lihat kan? Mungkin karena aku terlalu merindukan pria brengsek itu, sampai-sampai pacar Elsa yang sedang berjalan menuju meja kami terlihat seperti Hezel.
Aku memejamkan mata sejenak dan saat membukanya kembali, barulah aku sadar bahwa mimpi buruk itu nyata. Mantan pacarku, saat ini sedang menatapku, wajahnya terlihat pucat pasi namun dia segera menguasai diri dan menyapa Elsa. Memeluk dan mencium pipi atasanku dengan mesra tepat di depan mataku.
“Sayang..kenalin ya, ini Gina, satu-satunya cewek di team aku.” Suara Elsa terdengar bagaikan dengungan nyamuk yang terbang di telingaku. Bising, membuatku ingin pergi dan berlari dari sini. Hezel mengulurkan tangannya, sementara aku menahan keras keinginan untuk meninju mukanya.
Aku membalas uluran tangannya dengan wajah datar, bahkan tidak mau repot-repot menyebutkan nama. Si brengsek ini terlihat salah tingkah dan sesekali menggaruk kepalanya saat Elsa berbisik kepadanya.
“Gin, gue ambil makanan buat Hezel dulu ya.” Ujar Elsa sambil berdiri.
Oh no..
Jadi sekarang hanya ada aku dan si brengsek yang baru putus setelah berpacaran tiga tahun dan sekarang dia sudah menggandeng mesra tangan wanita lain. Benar-benar mimpi buruk.
“Gin..apa kabar?”
Basa basi busuk.
“Baik..baik banget.” Aku memilih asyik dengan ponselku dan tidak menatap matanya.
“Sorry, aku nggak hubungin kamu setelah sore itu. Aku ada urusan pekerjaan di Singapore..”
Itu menjelaskan banyak hal, kenapa sekarang statusnya sudah berubah. Tentu saja dia tidak sendiri di negeri singa, ada Elsa yang menemaninya disana.
“Nggak perlu juga kamu hubungi aku. Kita kan udah nggak ada hubungan apa-apa.” Aku menggigit bibirku menahan mulutku yang sungguh sangat ingin memaki-makinya sekarang juga.
Andre, Bimo, Bembi cepatlah kembali, dan selamatkan aku dari perbuatan mempermalukan diri sendiri di ranah publik.
Hezel menyentuh tanganku di atas meja. “Gin, please. Bisa kan kita baik-baik aja? Putus kan nggak mesti musuhan gini, Gina.”
Spontan aku menepis tangannnya. “Kemana aja aku selama ini, Hez? Kenapa aku nggak pernah sadar kalo kamu brengsek.” desisku.
Hezel mendecak. “Aku nggak tahu Gin, kalau Elsa adalah atasanmu. Kami di jodohkan, Gin. Aku sebenarnya masih sayang kamu.”
Kampungan.
Aku berdiri dan menyampirkan tote bag-ku ke bahu. “Kamu orang paling munafik yang pernah kukenal, Hez.” Dan secepat mungkin aku berlalu dari hadapannya tepat ketika Andre baru saja kembali dari mengambil makanan dan terkejut melihatku pergi dengan mata berkaca-kaca.
Pelajaran nomer tiga, jangan pernah percaya kepada mantan yang sudah menggandeng tangan wanita lain tapi nekat mengucapkan kata-kata ‘sebenarnya aku masih sayang kamu’.
It's totally bullshit, girls.
***
Aku berbaring di karpet ruang tamuku dengan tubuh penuh keringat. Aku menghabiskan sisa cutiku di gym dan berjam-jam berada disana. Mengikuti kelas apa saja mulai yoga, belly dance, aerobic sampai hip hop. Kemudian dilanjutkan treadmill dan sit up lalu di akhiri dengan sauna.
Sebenarnya apa sih yang sedang aku lakukan?
Sederhana, aku mencoba menghapus bayangan Hezel yang sedang memeluk tubuh ramping Elsa. Jelas saja si brengsek itu tidak menolak di jodohkan dengan atasanku yang memiliki tubuh sebelas dua belas dengan Miranda Kerr
Aku resmi secara sadar tidak lagi mendatangi dapur, dan hanya makan apel jika lapar. Aku memiliki tekad gila, aku ingin Hezel menyesal dengan keputusannya yang telah mencampakkanku. Langkah pertama tentu saja, menurunkan berat badanku. Setidaknya aku harus bisa serupa dengan rivalku saat ini, Elsa Marina Danusubrata.
***
Kepada : [email protected]
Dari : [email protected]
Topik : iblis keparat!
Hai, La..
Senang membaca emailmu yang sukses membuatku ngakak guling-guling di karpet ruang tamu. Andai saja, La..andai saja si Hezel brengsek itu benar-benar memiliki alasan impoten atau gay, mungkin aku tidak akan se-desperate ini.
Dan hei, si thorbuas itu kelihatannya tidak buruk-buruk amat. Dia selalu memastikan dirimu kenyang sebelum kembali mengerjakan desain rumahnya, dan tentu saja kemudian mulai menguji kesabaranmu. Kalau pria itu menjadi klienku, bisa dipastikan aku akan memesan nasi padang dengan lauk rendang dan sambal hijau setiap hari :D
Dan La, aku mencium bau-bau romantis disini, apa dia flirting padamu?
Andre? Denganku? Oh jangan pernah pikirkan soal itu, La. Manusia itu satu-satunya orang yang menganggap tidak ada masalah dengan berat badanku ketika dia hanya mau berkencan dengan instruktur yoga, belly dance, pilates, dan semacamnya. Tidak adil bukan? Lagipula hubungan kami sudah terlalu dekat, sampai tidak berselera terhadap satu sama lain.
La, setelah hampir dua minggu aku putus. Aku menemukan fakta baru, bahwa Hezel meninggalkanku karena wanita lain. Wanita lain yang memiliki body seperti Victoria’s Angel, La, yang secara KEBETULAN adalah bosku, Elsa.
Sial sekali bukan?
Dan aku telah bertekad, tekad gila sebenarnya, sesulit apapun aku akan menurunkan bobot tubuhku, sehingga Hezel menyadari bahwa dia telah salah mengambil keputusan.
PS : saat mengirim email ini, aku sedang terkapar di ruang tamu setelah berada di gym lebih dari 4 jam, dan hanya makan dua butir apel. No pain, No gain! Semangat La!
Setelah mandi dan berganti piyama, aku membalas email dari Laura. Suatu hari saat kami bertemu nanti, ingatkan aku untuk berterima kasih padanya karena sudah menjadi tempat sampahku selama ini. Kehadirannya meskipun hanya lewat surat elektronik ini sukses membuat bebanku berkurang, dan membuatku berpikir bukan aku saja wanita di dunia ini yang memiliki problem cinta dan berat badan.
Aku mematikan lampu dan menarik selimut. Aku harus bersiap tidur karena besok adalah hari pertamaku kembali kerja setelah cuti seminggu. Hari pertamaku bertemu kembali dengan Elsa yang sekarang berstatus sebagai pacar dari mantanku. Terlepas dari ketidaktahuan Elsa tentang hubunganku dengan Hezel sebelumnya, sekali lagi aku mohon, tolong ingatkan aku untuk tidak mencakar wajahnya atau mencoba menarik hair extension-nya sampai lepas.
------------------------------------
hai :)
Ginagalon comeback..masih seputaran patah hati ni :(
smoga part ini bisa menghibur ya..
saya dan tante @acariba mengucapkan selamat menunaikan ibadah puasa bagi yang menjalankan. smoga puasanya lancar ya, sambil nunggu adzan baca2 fatbuloves atau baca cerita lain di akun saya dan akun tante @acariba ya guys :D *promosi*
dear, *curhat dikit* story ini adalah kisah sehari2 yang banyak terjadi di kehidupan nyata. bahwa banyak wanita yang mempunyai masalah dengan berat badan, kepercayaan diri dan cinta. Jadi kalo ada yg berpendapat bahwa story ini menggiring pembaca untuk jadi wanita sempurna, seksi, dll.. uulalaaaa..saya sejuta persen yakin readers fatbuloves pastinya smart dan nggak berpikir demikian :)
okaaay, di tunggu vote dan komentarnya yaa..
buat yang setia nagih fatbuloves (kecup mak ket dan jejen), yang setia vote dan juga yang setia komen, trimakasii banyak yaa.. i love you so much :*
love,
vy
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top