Extra 2. Relationshit

"They hear you when you're quiet. That's the true friendship."

" Iya, iya. Nggak perlu otot!" Sentak Reno pada Leon yang menghubunginya. Pasalnya, Leon seperti kebakaran jenggot saat tahu Dewa sudah tidak pulang dua hari tanpa kabar. Padahal anak itu tidak punya jenggot. Dilla dan keluarganya pun menanyakan pada Leon. Kalau saja Leon tidak sedang di Singapura, ia sendiri yang akan mencari Dewa dan membuangnya ke laut sekalian.

" Cari ke rumah Nala. Siapa tahu dia jadi gelandangan disana. Nala kan udah pergi ke Perancis kemarin." Perintah Leon membuat Reno memutar bola mata. Dasar tuan muda satu ini, seenak pantat saja memberi perintah. Tapi Reno menurutinya juga.

Reno mengakhiri panggilan Leon. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, Leon menghubunginya untuk meminta tolong mencari Dewa. Anak itu menceritakan dengan singkat apa yang terjadi, membuat Reno akhirnya paham penyebab putusnya Dewa dan Nala yang sempat menggemparkan Angkasa. Sering, tanpa sadar ia melarikan motornya ke rumah Dewa dan meninju keras-keras wajahnya seperti dulu untuk meminta kejelasan. Namun melihat Dewa yang sama kacaunya seperti Nala membuat Reno mengurungkan niatnya.

Dewa, hmph! Dia masih belum bisa menghadapi anak itu! Ia memutar arah menuju rumah Nala yang ia ketahui sejak dulu-dulu.

Dan benar saja, Reno mendapati Dewa disana, sedang duduk bersila di dalam jaketnya dan bersandar di pagar. Reno heran satpam belum menyeretnya untuk dibawa ke panti sosial.

Reno berjongkok di depan Dewa yang masih tertidur, sepertinya. Ia menyipit dan membaui anak itu untuk memastikan kecurigaannya. Aman. Tidak ada bau alkohol. Dia bisa menggantung Dewa di tempat jika mendapati anak itu minum hanya karena patah hati. Wajahnya pucat, bibirnya membiru, rambutnya acak-acakan dan kantong matanya menebal. Sejak kapan dia disini?

Reno bangkit, kemudian menendang lutut Dewa.

" Bangun, bego!" Serunya.

Dewa mengerang, namun hanya menelengkan kepalanya, kemudian tertidur lagi. Melihatnya, Reno menggeram. Ia menyahut kaki Dewa sehingga anak itu merosot sampai kepalanya terantuk pelataran.

"BANGUN! GUE CEBURIN KE GOT KALAU NGGAK BANGUN!" Teriak Reno menyeret Dewa.

Dewa meringis, kemudian perlahan membuka matanya hanya untuk mendapati sesosok makhluk berompi sedang mengeret-eret kakinya.

Begal! Dewa melotot, kemudian menendang pantat orang itu karena refleks.

" Lo!" Seru Dewa melotot saat menyadari sosok tadi adalah Reno. Dewa segera berdiri menjauhi Reno yang mengusap pantatnya keras-keras.

" Nggak inget rumah lo ya? Dicariin ibu sama adek lo, brengsek!" Geram Reno menatapnya bengis. Dewa mengabaikannya. Ia berbalik ke arah motornya. Namun saat itu Reno menahan kerah jaketnya. Dewa, yang emosinya sedang tidak stabil akhir-akhir ini menggeram. Ia berbalik dengan cepat dan menerjang Reno hingga Reno terkapar di tanah.

" Tonjok! Kenapa berhenti?" Serunya karena tinju Dewa tertahan beberapa senti dari wajahnya. Dewa melotot pada Reno dengan mata memerah, namun ia melepaskan Reno.

" Pergi jauh-jauh dari gue." Desisnya berbalik.

" Gue nggak akan ngebiarin lo keluyuran gini!" Sekali lagi, Reno menahan Dewa dan menghadapi laki-laki itu. Ia tahu akibatnya jika ia berani menghadapi Dewa. Tapi, dia akan menerimanya. Apalagi jika ia melakukan ini.

BUGH!

Reno menonjok Dewa dengan segenap kekuatannya. Berharap otak Dewa berada pada posisi yang benar kali ini. Dewa terhuyung. Namun Reno tidak berhenti.

BUGH!

" SADAR!" Teriaknya frustasi. " NALA PERGI! LO DISINI NGGAK ADA GUNANYA! PIKIRIN IBU SAMA ADEK LO!"

BUGH!!!

" Dewa terjatuh ke tanah. Reno mengunci tubuh Dewa.

" Sejak kapan lo hilang akal kayak gini, hah? Nala pergi dan lo nggak bisa ngikutin dia. Lo udah berlaku brengsek sama Nala. Lo nggak pantes ngarepin dia lagi!"

Dewa menggeram. Ia meraih leher Reno, menguncinya dengan lengan hingga Reno tersedak. Reno berkutat melepaskan capitan Dewa yang seperti capit kepiting ini. Mereka bergulingan di tanah selama beberapa menit, diakhiri dengan Dewa yang menahan Reno di tanah.

Satu tangannya menahan dada Reno, yang lain sibuk memukuli wajahnya. Dewa memukuli Reno tanpa menahan-nahan. Dia melepaskan semua kesedihan dan kekecewaannya selama ini. Ia begitu fokus hingga otot terlihat di wajahnya yang merah padam.

" Hnnnghh...kenapa berhenti? Pukul aja. Gue emang brengsek!" Seru Reno dengan wajah berlumuran darah. " Gue brengsek karena masih terlibat sama bandar, De. Gue brengsek karena udah bikin adik Leon meninggal. Gue brengsek karena nggak berani ngikutin lo. Gue malu! Pukul gue, tonjok gue, bunuh gue kalau itu bisa bikin lo kasih maaf ke gue lagi!!" Seru Reno frustasi. Demi mendengar itu, Dewa dengan senang hati melakukannya.

" Lo emang brengsek!" Desis Dewa menatap Reno dengan terluka. " Gue percaya lo, Ren. Kenapa lo masih mau bantu Oza? Hah? JAWAB GUE!!"

Reno terdiam. Untuk ini, dia tidak pernah mempunyai jawaban. Apa yang telah terjadi adalah takdir. Dia tidak pernah bisa mengerti mengapa saat itu dia bersedia mengantarkan titipan Oza meskipun Reno tidak menggunakannya lagi. Maka Reno terdiam dan membiarkan Dewa meluluhlantakkan wajahnya sekali lagi.

Dewa tiba-tiba menarik kerah Reno, memaksanya bangkit. " Gue sampai nggak ada muka di depan Leon gara-gara lo. Dan sekarang lo minta maaf? Nggak punya otak lo!" Desisnya berjarak satu senti dari hidung Reno, menatapnya bagaikan iblis yang siap membakar dunia.

" Iya! Gue emang nggak punya otak! Setan! Makanya bunuh aja gue, De. Daripada tiap hari gue tersiksa sama lo yang nggak bisa maafin gue!" Teriak Reno.

Dewa menatapnya lekat-lekat. Dengan satu ayunan keras, Dewa meninju wajah Reno hingga anak itu melayang dan berdebum dengan keras di tanah. Dada Dewa naik turun dengan cepat saat merasakan aliran emosi di sekujur tubuhnya. Ia menatap Reno yang terkapar di tanah dengan nyalang.

Dewa berkacak pinggang dan menengadahkan kepalanya selama beberapa detik, mencari udara. Ia membiarkan angin membelainya sembari membawa pergi kemarahan yang selama ini bercokol di dadanya.

Kemudian ia berdecak keras. Ia mendekati Reno dan mengulurkan tangan padanya.

Reno meringis saat Dewa menarik keras tubuhnya. Kemudian ia berbalik menuju ke motornya.

" Gue nginep di warung. Kesini tadi pagi jam tiga." Kata Dewa melemparkan satu helm pada Reno. Reno menangkapnya dan menatap Dewa dalam diam.

" Kita ke rumah sakit. Hidung lo patah, paling." Celetuk Dewa tanpa rasa bersalah. Mendengarnya, Reno menyeringai.

"Nggak patah. Beda rasanya kalo patah." Kata Reno ketika mereka keluar dari kompleks perumahan. " Lo percaya gitu sama gue? Nggak tanya selama ini gue make apa nggak, gitu?"

" Gue tahu lo nggak pernah make lagi." Kata Dewa datar. " Lo nggak bisa bohongin sesama berandal."

Reno menatap Dewa sejenak, " Lalu kenapa lo selama ini diemin gue?"

Dewa menatap Reno dengan tajam, " Tau lo nggak pernah make lagi bukan berarti gue berhenti marah sama lo. Daripada lo yang nggak pernah minta maaf, gue lebih marah sama lo yang nggak pernah berani ngadepin gue kayak tadi! Lo pengecut! Lo yang salah disini, brengsek!"

Reno terdiam. Dewa benar. Ia tidak pernah bisa menghadapi masa lalunya dengan lapang dada. Ia begitu takut melihat kekecewaan di mata Dewa dan Leon sehingga memilih menjauhi mereka.

Dewa membuang nafasnya dengan gusar dan menyalakan motornya. " Tapi Nala minta gue berusaha maafin lo." Celetuk Dewa menyela standar motor. " Dia ngomong sesuatu yang gue tahu tapi nggak berani gue lakuin."

Reno menghirup nafas dalam-dalam sebelum mendekati Dewa dan naik di boncengan.

" The devil, isn't she?  Nggak nyangka kalian bisa ngomong kalimat yang sama. Nala juga pernah bilang 'nggak bisa bohongin sesama berandal' ke gue waktu gue tanya kenapa dia percaya sama gue."

Mendengar itu, entah mengapa satu noktah kerinduan Dewa terobati. Ia tersenyum kecil.

" Lo kenapa bisa insyaf? Diapain Nala lo?"

" Dikasih cinta."

" Gue lempar dari jembatan gimana, Ren?"

" Sori gue bercanda." Ucapnya menanggapi serius kata-kata Dewa. " Dia banyak nyeramahin gue. Dia bilang gue nggak seharusnya nyia-nyiain waktu gue. Dia bilang, kalau gue bisa ngajar anak-anak kampung, itu artinya gue masih punya peluang buat berguna di bidang lain. Tau aja kan lo gue paling bodo kalau urusan akademik. Gue cuma jago main game, De. Canggihnya main Invoker, nggak ada yang pernah kabur dari sunstrike gue dan MMR gue 12000. Dia bahkan nyodorin gue gambar-gambar nggak manusiawi pas gue ngerokok sampai gue eneg sendiri. Makanya gue berhenti ngrokok. Sumpah, pacar lo itu sadis! Nyesel gue nantang dia!"

Mendengar itu, cengiran Dewa semakin lebar. Tiba-tiba saja, ia ingin mendengar tentang Nala dari mulut Reno. Apapun yang tidak ia ketahui tentang Nala. Dia merasa rindunya bisa terobati walaupun hanya sedikit.

" Ha? Apa Le? Dewa mau ke rumah sakit katanya. Eh? Lo pulang? Setan emang lo!" Teriak Reno mengalahkan deru angin. " Iya gue kesana. Ck! Cerewet! Iya iya astaga!!"

Reno mematikan sambungannya dengan Leon dan berdecak sebal. " Gue lupa Leon itu cerewet. Tahan lo sama dia, De? Cerewetnya ngalahin ibu-ibu kosan yang belum dibayar tiga bulan!"

**

Sampai di rumah sakit, Leon sudah menunggunya. Dia yang masih memakai setelan jas lengkap dan rambut klimis bersedekap. Sang pewaris muda itu menatap keduanya yang mendekat dengan wajah mengerikan. Sampai di depan mereka, Dewa dan Reno saling lirik. Leon menggeram, kemudian menarik kuat-kuat telinga masing-masing.

" Dududuhh..."

" Ini apa sih? Ck!"

Leon menambah kekuatannya hingga keduanya berjinjit sambil meringis.

" Lo bikin gue ninggalin meeting penting, bego!" Desis Leon kesal. " Gue langsung ambil penerbangan tercepat buat sampai sini waktu Dilla telfon gue! Gila lo De! Dan ini apa segala muka bonyok Reno? Hah?"

Leon menarik keduanya melewati lorong rumah sakit yang penuh dengan pengunjung, membuat mereka menjadi perhatian banyak orang. Tapi Leon tidak mengindahkannya. Tingkahnya seperti ibu-ibu yang menjewer anaknya karena kelewat nakal.

" Harusnya lo berdua kesini pakai ambulan biar langsung gue makamin. Sana!" Ujarnya menendang keduanya memasuki ruang periksa.

Dewa dan Reno menoleh padanya bersamaan, sama-sama memandangnya dengan sebal. Leon melotot.

" Apa lo?!" Salaknya sebelum menutup ruang periksa dengan debum keras. Leon mengusap wajahnya dengan kasar. Namun kemudian senyum tersungging di bibirnya.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top