6. Mulai Sekarang

" He really is a psycho-stalker!!" Kanala

Dewa hampir saja berlari ke parkiran saat tidak menemukan kepala bercepol di antara banyak kepala di kantin. Namun ketika dilihatnya Nala dan temannya baru saja masuk, Dewa menghentikan langkahnya. Tanpa sadar ia menarik nafas panjang dan duduk di hadapan Leon.

" Bisa gila lo lama-lama." Kekeh Leon yang menyadari reaksi Dewa. Ia mengabaikan Leon dan memilih memesan makanannya.

Ketika ia kembali, dilihatnya Raya bergabung di mejanya. Dewa duduk di kursinya yang memang bersebelahan dengan Raya.

" Tumben sendirian. Biasanya sama Atin." Celetuk Dewa basa-basi. Raya mengedikkan bahu.

" Pada sibuk remidi." Jawabnya. " De, ntar pulang sekolah ajari matik bentar dong! Besok ulangan nih." Pinta Raya memelas.

" Hmm..." Jawab Dewa. Dirinya mengawasi Nala yang sedang memesan makanan di salah satu counter. Ketika gadis itu berbalik, dari arah berlawanan muncul Mikaila –sang model SMA Angkasa- sedang tertawa sembari membawa segelas jus. Tubuh Dewa menegang.

Benar saja, tabrakan tidak terhindarkan. Mikaila menabrak Nala yang sempat menepikan diri. Jus tumpah membasahi seragam ketat Mikaila, mencetak jelas tubuhnya. Mikaila memekik, kemudian membelalak pada Nala.

" Eh! Kalau jalan pakai mata, dong!" Seru Mikaila yang langsung menyedot perhatian seluruh penghuni kantin. Kantin menjadi hening. Seluruh kepala menatap drama di depannya dengan penuh minat. Mikaila dan sang junior arogan, Kanala.

Nala mengibaskan telapak tangannya pada rok yang terkena tumpahan jus. Ia menatap gadis langsing dengan rambut curly gantung itu dengan tenang, " Maaf, situ yang harusnya jalan hati-hati."

Mikaila semakin melotot, kemudian pemahaman berkelebat di wajahnya. " Oh, lo Kanala kan, si junior yang terkenal itu. Ternyata bener mulut lo perlu disambel, ya?"

" Iya, gue Kanala. Dan kak Mikaila, " Nala membaca nama di dada cewek itu, " Mending ke kamar mandi deh. Risih gue lihat badan tembus pandang gitu."

Seluruh penghuni kantin menahan tawanya keras-keras melihat muka Mikaila merah padam. Gadis itu mencegah Nala yang hendak melewatinya. " Lo cari gara-gara sama gue." Desisnya.

" Ck! Yang nggak hati-hati situ, nggak perlu nyalahin yang lain." Celetuk Nala dingin membalas tatapan Mikaila dengan tajam, " Cepetan gih ke kamar mandi!"

Nala berjalan melewati Mikaila yang semakin geram. Sekali lagi, ia menahan tangan Nala dengan kasar.

" Lo itu nggak ada hormat-hormatnya sama senior, ya? Dasar adik kelas jurang ajar! Nggak cukup lo bikin malu? Udah kelakuan mirip preman, sekarang lo mainnya sama Reno cs! Mau jadi apa lo? Nyogok lo masuk sini?" Mikaila bersedekap, menumpahkan seluruh kemarahannya pada Nala.

" Wah, salah ngomong ini anak!" Celetuk Leon melebarkan mata.

" Udah sih, salah Nala juga. Udah kelihatan ya itu anak jiwa pemberontaknya." Komentar Raya. Ia tidak menampik jika ia sedikit menikmati tontonan ini. " Kalau dia nggak sombong, dia nggak mungkin kena masalah."

" Punya mulut dijaga, kak. Kelakuan bossy gitu nyuruh gue hormat? Mending gue hormat sama Pak Genta!" Salak Nala.

PYUKK

Mikaila mengguyur badan Nala dengan es teh entah milik siapa. Ia mencengkram gelasnya kuat-kuat dan mendekati Nala yang mengusir cipratan es teh di wajahnya.

" Gitu nyuruh gue hormat? Lo yang salah masih nggak terima?" Desis Nala menatap tajam Mikaila.

" Oh! Masih mau lagi? Hah? Mau lagi lo?" Geram Mikaila menyambar gelas lain di meja paling dekat dengannya.

" Berhenti, Kai. Lo nggak lihat penampilan lo berantakan?"

Dewa muncul di samping Mikaila, menahan lengannya yang hendak mengayun ke arah Nala.

" Mampus! Mampuuusss!!" Bisik Leon lirih.

Sementara Raya terpana.

Seorang Dewa yang tidak pernah peduli sekitar, yang lebih mencintai soto ayam sekolah kini angkat bicara demi membela Nala, sang gadis arogan.

" D...Dewa!" Pekik Mikaila ketika menemukan sosok Dewa begitu dekat dengannya. Pipinya memerah. Dewa mengambil gelas dari tangan Mikaila.

" Udah, sana ke kamar mandi!" Katanya meletakkan gelas tadi di meja sebelum menatap Mikaila. Seketika itu juga Mikaila tersadar. Ia mendengus.

" Nggak sebelum gue bikin perhitungan sama gadis tengik satu ini. Lo liat apa yang udah dia perbuat sama gue, kan? Nggak ada sopan-sopannya!" Mikaila mengarahkan jari telunjuk ke dahi Nala, namun segera ditepis Dewa.

" Ck! Apa sih De? Lo belain cewek belagu ini? Adik kelas arogan kayak dia lo belain?"

Dalam hati, Dewa membenarkan perkataan Mikaila.

"Dia pacar gue. Gue nggak terima pacar gue dipermalukan di depan umum, apalagi kalau itu bukan salahnya." Kata Dewa tegas.

Dan Leon harus memegang dadanya erat-erat agar jantungnya tidak melompat keluar.

**

Video berdurasi pendek itu langsung menjadi viral di sekolah hanya dalam hitungan menit. Sekarang, hampir seluruh anak mengetahui perihal kejadian antara Mikaila, Kanala dan Dewa. Bagi kaum perempuan, pernyataan Dewa adalah yang paling membuat gempar. Sukses membuat mereka yang tergabung dalam kelompok rahasia pengagum Dewa syok dan langsung mengadakan rapat darurat demi mengkonfirmasi berita itu.

Sementara di kalangan kaum laki-laki, pembicaraan adalah seputar sang idola SMA dengan junior cantik dan arogan bernama Kanala. Ada yang mendukung Kanala karena berani dengan Mikaila, ada yang mencap dia sebagai the next Mikaila. Beberapa yang berniat menyatakan perasaan pada Nala langsung berpikir ulang. Jangan salah. Meskipun Kanala adalah simbol kemalasan, tingkahnya justru mampu menarik perhatian. Tapi yang benar saja, tetap berkeras menyatakan cinta pada Nala artinya menempatkan diri sebagai saingan Dewa. Hah!!

Tapi Dewa sama sekali tidak mengetahui hiruk pikuk yang sedang melanda di sekolahnya. Saat ini, ia sedang bersandar di dinding toilet dengan tangan bersedekap.

Pintu toilet terbuka dan Nala keluar menggunakan sweater abu-abu dipadu celana olahraga miliknya. Ia membiarkan rambutnya tergerai karena habis membasuhnya dengan air agar tidak lengket. Bagi Dewa, ini pertama kalinya ia melihat Nala mengurai rambutnya yang sepanjang pinggang. Gadis itu menyibakkan poninya menyamping agar tidak menutupi matanya.

Gadis itu menatap sekilas pada Dewa dan berjalan lebih dulu dengan langkah tenang. Dewa mengikutinya. Siswa berbisik-bisik ketika mereka lewat, namun Nala dan Dewa mengabaikannya. Jelas sekali apa yang mereka gosipkan. Sampai di koridor sepi, Nala berbalik menghadapi Dewa.

" Jadi, makasih udah belain gue tadi. Tapi kayaknya nggak perlu ngaku-ngaku kalau kita pacaran, deh." Celetuk Nala tajam. Mengherankan bagaimana tubuh mungil yang hanya setinggi bahu Dewa itu bisa bertingkah begitu berani.

Dewa menatapnya sejenak, kemudian menyandarkan bahunya pada dinding dan bersedekap.

" Gue nggak ngaku-ngaku." Kata Dewa tenang, " Ayo kita pacaran."

Mata Nala melebar, detik berikutnya ia menyipit curiga. Nala mendekati Dewa dan berjinjit di depan laki-laki itu dengan tangan terulur ke dahi Dewa.

" Nggak demam kok." Gumam Nala menyentuhkan telapak tangan mungilnya. " Mabuk soto ya?"

Dewa menarik satu sudut bibirnya. Ia menangkap pergelangan tangan Nala dan menjauhkannya dari dahinya.

" Soto nggak bisa bikin mabuk." Ucapnya menatap mata Nala lekat-lekat. " Gue nggak terima penolakan. Mulai hari ini lo pacar gue."

Nala mengerjap. Kemudian ia mendengus, " Ogah! Ngapain gue harus pacaran sama lo? Ck! Lepas, nggak?"

" Oke. Jadi mulai besok gue jemput lo." Celetuk Dewa tenang. Rontaan gadis itu sama sekali tidak mengganggunya.

" Hah?" Nala berhenti meronta saking terkejutnya, " Tahu dari mana rumah gue? Lo...Lo stalking gue?"

Nala membelalak, tidak menyangka jika seorang Dewangga Abirama seperti ini!

Sedangkan Dewa harus menambah kapasitas kesabarannya. Dirinya tentu saja bukan seorang stalker!! Tapi dia tidak perlu menjelaskan bahwa dia sudah mengetahui dimana Nala tinggal sejak jauh-jauh hari juga.

" Terserah. Itu kenyataannya." Dewa mengangkat bahu, masih terus menahan tangan Nala, " Gue juga tahu lo kabur kemana."

Perkataannya sukses membuat Nala terperangah.

" Lo...eh, beneran stalking? Astaga! Psikopat!!" Pekik Nala. Sedangkan Dewa hanya terkekeh. Kalau yang ini, dia tidak menepisnya.

Dewa melepaskan tangan Nala untuk kemudian menggulung lengan sweater yang kepanjangan hingga ke pergelangan tangan. Ia menatap Nala yang masih menatapnya dengan mata terbelalak.

Dewa tidak bisa menahan senyumnya saat mendapati wajah Nala yang masih terkejut. Ia memakaikan hoodie Nala menutupi kepalanya hingga rambut panjang Nala terjulur di sisi kanan dan kiri kepala gadis itu.

" Besok gue jemput." Dewa menatap Nala sejenak sebelum berbalik dan pergi menjauh. Ia tahu apa yang dilakukannya adalah hal gila. Tapi dengan begini, dia akan punya akses mendekati gadis itu. Dewa terkekeh geli. Dan sekarang dia harus menahan diri untuk tidak berbalik dan menikmati ekspresi lucu gadis itu. Astaga!

Sementara Nala masih kehilangan kemampuannya bersuara. Ia hanya menatap punggung tegap itu menjauh. Apa itu tadi? Seorang Dewa menguntitnya? Nala memekik pelan dan menangkupkan telapak tangannya ke pipi.

" Mimpi apa gue punya stalker psikopat?!"

**

Nala kembali ke kelasnya masih dengan pikiran yang penuh dengan kejadian tadi. Sampai di ambang pintu, dilihatnya pelajaran sudah dimulai.

" Darimana saja kamu?" Tanya Bu Ana tajam, sang guru sejarah. Nala membungkuk singkat untuk memberi hormat. Separah-parahnya kelakuan Nala, ia tetap menghormati orang yang pantas dihormati.

" Ganti baju bu." Jawab Nala jujur. Bu Ana mengamatinya sejenak. Tentu saja ia tahu apa yang sudah terjadi.

" Ya sudah sana duduk!" Perintah Bu Ana. Nala tersenyum ceria.

" Terima kasih, Bu Ana yang baik." Jawabnya riang. Ia melenggang ke dalam tanpa menyadari anak-anak lain tercengang karena penampilannya. Mereka tidak pernah melihat Nala berpenampilan feminin seperti ini.

Nala duduk di samping Lila dan menurunkan hoodie-nya. Ketika ia berbalik untuk mengambil buku, ia menyadari bahwa Lila menatapnya tanpa berkedip.

" Apa?" Tanya Nala mengernyit.

Lila mengerjap. " Astaga! Kenapa gue nggak sadar lo bisa secantik ini tanpa cepol sialan itu?!" Desisnya meraih rambut Nala yang hitam legam dan terjatuh rapi di sisi kepala Nala. Nala menepuk pelan tangan Lila, mengusirnya dari menggerayangi rambutnya.

" Ck! Apaan sih? Merinding gue!" Balas Nala. Namun Lila hanya terkekeh geli.

" Nggak heran kak Dewa mau sama cewek beringas kayak lo. Ngomong-ngomong, lo punya utang cerita sama gue, La! Sejak kapan lo jadian sama kak Dewa?" Cerocos Lila benar-benar ingin tahu. Bagaimana tidak? Seorang Dewa, sang pujaan hati banyak gadis di SMA Angkasa dengan lantang mengakui kalau Nala pacarnya!

" Siapa yang beringas? Orang imut gini." Celetuk Nala memainkan alisnya, " Dan gue nggak pacaran sama dia. Dianya aja yang psikopat!"

" Ya tapi dia tadi bilang..."

" Udah ah! Sana gih konsen. Kasihan Bu Ana udah ngedongeng itu!" Tepis Nala memotong protes Lila. Lila ternganga saat Nala sudah menatap ke depan dengan serius. Tangannya mulai mencatat apa yang Bu Ana sampaikan.

" Astaga! Lo nggak tidur, La?" Desis Lila syok. Nala mendengus.

" Mana bisa gue tidur? Yang ada nanti gue ngimpi psikopat itu, lagi!!"

" Ck! Lo sih ya, bobok di kelas juga bisa ngimpi. Damai banget." Celetuk Lila mengikuti jejak Nala.

**

" Jadi beneran lo jadian sama Dewa? Sejak kapan?"

Nala memutar bola matanya meskipun tangannya masih memetik gitar untuk mengiringi anak-anak yang bernyangi. Ia memandang malas ke arah Reno yang sedang duduk bersila di lantai, mengajari beberapa anak yang bertanya tentang soal pembagian padanya.

" Gue kira lo nggak ngerti. Lo kan kerjaannya di luar sekolah terus."

Gantar, salah satu anak buah Reno mendengus, " Videonya udah nyebar. Sekarang semua orang tahunya lo sama Dewa jadian."

Nala mengerjap, lalu mengedikkan bahu, " Gue nggak jadian. Dianya aja yang ngaku-ngaku."

Reno terkekeh. " Lo siap-siap aja, Dewa nggak pernah main-main soal ginian."

" Liat nanti aja. Enak aja bilang gue pacarnya." Celetuk Nala kesal. " Lo nggak papa gitu adek seperguruannya difitnah keji gini?"

Vero, yang juga dikerubuti anak-anak yang bermain dengan rambutnya terbahak, " Lo nggak diapa-apain, cuma diaku jadi pacarnya Dewa, elah!"

" Tapi kayaknya Reno anti gitu sama Dewa." Ucap Nala teringat beberapa waktu lalu, " Dewa juga nggak suka gue pergi bareng kalian. Kenapa, sih?"

Ethan berdehem, " Masih tanya lo, La? Heran gue."

Jefri meyahut, " Kita ini anak nakal, paham? Mana bisa Dewa ngebiarin ceweknya main sama anak nakal macam kita?"

Nala mengerucutkan bibir, " Ya tapi kan gue juga nakal! Masalahnya dimana coba? Udah tau gue kelakuan gini eh malah diaku pacar! Siapa dia ngelarang-ngelarang gue?"

Reno menelan ludah, kemudian memotong, " Udah, mending lo nurut aja sama Dewa. Lo cewek. Nggak pantes bolos-bolos pake lompat pager segala!"

Nala mengerjap, terkejut dengan ucapan Reno.

" Lhooh, kok??" Nala tidak terima. " Nggak bisa! Yang ngajar nanti siapa?"

" Kan ada gue, ada kita! Elah. Gue bisa kali kalo cuma ngajar kali bagi." Tukas Reno meremehkan. Nala mengangkat alis, kemudian terbahak.

" Mas Qatar percayanya sama gue. Dia nggak akan ngebiarin kalian ngajar kalo nggak ada gue!" Ucap Nala sombong. Qatar adalah pengajar lain yang berstatus mahasiswa. Mendengarnya, kelima berandal itu terkekeh.

" Emang sih ya, penampilan gue nggak meyakinkan." Vero nyengir.

Nala mengangguk, " Preman ngajar perkalian, eh? Dunia kiamat, pasti!"

" Sialan!" Kekeh Gantar.

" Asal kalian nggak ngrokok aja di depan mereka. Sekali gue liat kalian ngrokok, gue ceburin ke sungai!" Ancam Nala mendelik. Reno melambaikan tangannya ringan.

" Iya iya nggak perlu melotot macam mau lairan gitu deh!"

" Lagian juga lo aneh, La. Percaya aja sama kita-kita. Kalau kita jahatin adek-adek lo, gimana?" Tanya Vero menyeringai. Nala menghentikan petikan gitarnya, menatap Vero sejenak. Kemudian ia meneruskan petikannya dengan wajah tenang.

" Gue tahu kalian nggak hobi mabuk." Jawab Nala. " Nggak make juga. Kalian cuma ngerokok. Kalian cuma melarikan diri dari sekolah."

Gantar mencibir, " Sok tau lo!"

Nala terkekeh, " Gue bisa bedain mana pemabuk dan mana yang bukan, Tar. Lo nggak bisa nipu sesama berandal!"

Reno tertawa, " Buset, salah apa Dewa sampai punya pacar yang bangga disebut berandal, ya?"

*TBC*

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top