Three Torturous Days

Fast Enough
||Kambe Daisuke x Katou Haru||
.
.
Warning: Modern AU, akan ada banyak Typo, BxB, Yaoi, Shounen-ai, Crossover.
.
.
Rate: T
.
.
Fugou Keiji Balance Unlimited by
Taku Kishimoto

'Three Torturous Days'


Kamei menghela nafasnya lelah, tubuhnya segera ia duduk kan di sebuah kursi taman yang ada. Angin sore berhembus kecil mengibarkan ujung rambutnya yang panjang.

Entah kenapa, kakinya terasa akan lumpuh saat itu juga jika saja ia tetap memaksa untuk berjalan lagi. Untung lah tugasnya sebagai 'pencari WO' pernikahan DaiHaru telah selesai.

"Kamei-senpai, ini"

Sekaleng minuman tersodor di hadapannya, Kamei menerimanya seraya mengangguk kecil. "Terima kasih, Suzue"

Suzue tersenyum tipis, dia kemudian mengambil tempat di sebelah Kamei dan ikut mengistirahatkan tubuhnya sejenak.

Penutup kaleng terbuka, dengan rakus di teguknya cairan yang ada di dalam kaleng tersebut hingga tersisa setengah. Sebuah helaan nafas lega terdengar ketika Kamei selesai meminum soda dinginnya.

Tenggorokannya sudah lebih baik daripada yang tadi, dia merasa agak mendingan setelah sensasi dingin dari soda melewati tenggorokannya.

"Na, Kamei-senpai"

"Hm?" Tatapannya melirik ke arah Suzue yang ada disebelahnya.

Rambut hitam yang biasa ia ikat kini nampak terurai begitu saja. Iris yang sewarna dengan samudera terdalam itu menatap ke arahnya.

"Tidak jadi. Maaf senpai" Pandangannya kembali teralih pada pancuran air yang ada di depan mereka. Kamei tentu saja mengangkat satu alisnya bingung, sebenarnya heran juga kenapa mantan adik kelasnya ini nampak enggan bertanya padanya.

Dia menyenderkan tubuhnya ke kursi, wajahnya menatap ke atas dimana pemandangan langit sore yang di hiasi oleh awan oranye terlihat. Beberapa burung merpati dan gagak terlihat berterbangan di atas sana di tambah suara hiruk-pikuk kendaraan yang berlalu-lalang di sekitar taman.

"Berhenti memanggilku '-senpaiaku sudah bukan kakak kelasmu lagi" Entah kenapa mulutnya seolah berbicara sendiri. Dia bahkan masih tak sadar dengan ucapannya tersebut.

Untuk sejenak Suzue memandang ke arahnya, dia kemudian mengangguk kecil dan kembali meminum soda kaleng nya kalem.

Hening kembali menyelimuti keduanya, tak ada yang berniat memecahkan keheningan tersebut. Seolah mereka sudah cukup nyaman dengan keheningan yang tercipta.

"Ah.. Hari sudah senja" Kamei sontak berdiri dari duduknya. Sisa sisanya segera ia teguk habis sebelum membuangnya di kotak sampah terdekat.

Pandangannya terarah pada Suzue yang masih duduk di tempatnya, menatapnya heran karena bungsu Kambe itu tetap diam di tempatnya.

"Suzue?"

Tubuhnya tersentak kecil, tanpa sadar segera mengangkat kepalanya dan memandang sosok tegap Kamei yang ada di hadapannya.

"Kau tak pulang? Ini sudah hampir malam" Ujar Kamei mengingatkan, pandangannya kembali beralih pada pemandangan langit sore yang mulai menggelap.

Suzue mengangguk, dia kemudian bangkit berdiri dari duduknya. Tangannya tanpa sadar meremas kaleng soda nya pelan.

"Jaa, kalau beg-"

"Kamei-san!"

Kamei menatap Suzue heran, kaki yang tadi akan melangkah menjauh kembali ia tarik. Di tatap nya sosok Suzue yang ada di hadapannya.

Angin sore berhembus kencang secara tiba-tiba dan hal itu menerbangkan rambut hitam milik Suzue.

Pandangannya keduanya terkunci satu sama lain, saling menatap dalam jarak yang tak lebih dari 1 meter. Bibir Suzue terbuka, hendak mengatakan sesuatu yang mungkin bisa mengubah sesuatu.

"Apa kita--"

Angin kembali berhembus cukup kuat di barengi oleh suara klakson mobil yang keras yang mana membuat Kamei hanya diam seraya menatap Suzue yang ada di hadapannya.

Tak lama sebuah senyum lebar terpasang di wajahnya, dia berbalik namun kepalanya kembali menoleh ke belakang seraya menunjukkan sebuah senyum lebar dan membuat tanda 'V' dengan jari telunjuk dan jari tengah.

"Tentu saja"

Dia kemudian segera berlalu dari sana, meninggalkan Suzue yang mematung tak percaya dengan jawaban yang di berikan oleh mantan senpainya. Tak bisa ia tutupi sebuah senyum lebar yang selama ini ia sembunyikan.

Dengan perasaan meluap-luap, dia segera pergi dari taman tersebut. Pergi memasuki mobil yang sudah menunggunya sejak tadi.

****

"Ayolah Daisuke! Kau harus melepaskan tangan tunanganmu itu! Lagipula Haru tak akan di bawa kemana-mana oleh siapa pun!"

"Tak akan pernah!"

Masumi benar-benar tak habis pikir dengan tingkah anak sulungnya ini. Sudah sejak tiga jam yang lalu ia berusaha membujuk anak sulungnya ini agar mau melepaskan tangan tunangannya namun tetap saja tak bisa.

Dia sampai bertanya-tanya, darimana sifat absurd Daisuke ini muncul? Seingatnya sejak dulu Daisuke tak pernah seabsurd ini hanya karena urusan sepele.

Jadi begini. Hari pernikahan mereka sudah ada di depan mata, tepatnya tiga hari lagi dan hari ini sang mempelai perempuan atau bisa di panggil Haru harus berpisah sejenak dengan Daisuke sampai hari H.

Alasannya? Jika kata Masumi, ini sebagian dari perintah turun-temurun dari tetuanya dahulu. Entah apa maksud sebenarnya ia pun tak tahu. Tapi yang jelas jika mereka melanggar petuah ini, maka akan terjadi sesuatu dalam hari H tersebug dan tentu saja Masumi tak ingin ada apa-apa di hari sakral anaknya itu.

Walaupun anaknya ini keras kepala luar biasa, dia akan berusaha menahan agar Daisuke tak lepas dan khilaf menemui Haru.

Ngomong-ngomong orang yang menjadi bahan rebutan masih asyik memakan kuaci di tengah-tengah Masumi dan Daisuke. Telinganya tertutupi oleh headphone dengan musik yang bervolume keras sehingga ia tak bisa mendengar apa yang di bicarakan oleh dua orang tersebut.

Dia pikir keduanya sedang berdebat siapa yang akan menangani masalah kantor untuk beberapa hari ke depan. Mengingat Daisuke akan menikah dan tentu saja pekerjaannya akan tersendat untuk sejenak.

Padahal aslinya sangat jauh dari hal tersebut.

Bahunya ditepuk perlahan dan hal itu cukup membuat Haru segera merespon orang tersebut. Di sebelahnya sudah ada sosok Yoko yang sedang tersenyum tanpa dosa ke arahnya. Dia kemudian menyeret pemuda Katou tersebut hingga Haru hampir saja tersungkur, mengingat ia masih duduk-duduk santai di karpet bulu ruang tengah mansion Kambe.

Mahiru hanya bisa tersenyum paksa melihat kelakuan absurd teman kakak angkatnya tersebut. Dia hanya bisa berdoa semoga saja kakaknya itu tak kenapa-kenapa, mengingat Yoko terkadang bisa membuat mental seseorang down seketika.

Sudah cukup ia tadi melihat Haru yang mencak-mencak kesal di boutique karena harus memakai gaun, jangan biarkan dia melihat kakaknya kembali mengamuk karena Yoko.

Bahu kanannya terasa berat, dia segera menoleh ke sumbernya. Ingin mencari tahu apa yang menimpa bahunya.

"Kau seharusnya tak begitu mempercayai wanita pink itu" Ucapan malas Kuro entah mengapa membuatnya tak enak, dia seperti merasakan akan ada badai salju akan terjadi sebentar lagi.

"Maa, tapi kau tak usah memikirkannya lagi. Hanya diam saja seperti ini dan kita nikmati malam kita" Mata merah darah melirik ke arah mata cokelat pemuda di sebelahnya, tanpa menunggu lagi. Tubuh yang lebih kecil ia angkat dan segera ia bawa pergi menuju kamar sementara mereka.

Ah, ingatkan pelayan disana untuk tak bertanya macam-macam kenapa sprai mereka akan memiliki bercak putih dan merah.

****

S

akura menaruh piring sarapan di hadapan Haru, dia sudah menahan sejak tadi agar tak memukul kepala putra semata wayangnya itu dengan centong nasi yang ia pegang.

Sesekali ia juga melirik dengan tatapan tak enak ke arah Yoko dan Saeki yang duduk di hadapan mereka. Haru yang seolah tak peduli atau memang benar-benar tak peduli hanya mengeluarkan aura hitamnya yang pekat seraya memandang tajam ke arah dua wanita rekan kerjanya tersebut.

"Berhenti menatapku seperti itu Haru, kau malah terlihat seperti kucing yang kebelet kawin" Ledek Yoko memakan sarapannya, tak ia pedulikan tatapan Haru yang semakin menajam ke arahnya.

Meja makan di gebrak pelan, ketiga wanita yang ada disana menoleh serentak ke arah Haru yang kesal setengah mati.

"Sialan Yoko! Aku bukan wanita yang harus di jaga kalau kemana-mana! Aku ini laki-laki!" Seru Haru mengungkit kejadian tadi malam, dimana ia yang saat itu hendak ke supermarket terdekat harus rela berjalan berdua dengan Saeki dan Yoko seolah dirinya adalah wanita lemah.

Yoko mengangkat bahunya acuh, kembali melanjutkan sarapannya dan tak mau lagi mendengar celotehan Haru yang masih mengamuk di seberangnya.

"Cukup cukup! Haru ini juga demi dirimu bukan? Sudah lah kau turuti saja kemauan Masumi-san daripada kau celaka oke? Lagipula ini hanya tiga hari" Jelas Saeki berusaha meredam amarah Haru. Bisa gawat nanti jika Haru tetap nekat keluar tanpa mereka berdua.

Mereka tak siap jika harus berurusan dengan amarah seorang Kambe Masumi. Bisa-bisa mereka pulang hanya tinggal nama.

Haru mendengus, roti sandwich yang sejak tadi tersaji di hadapannya ia lahap paksa. Dan segera meneguk air putih yang tersedia.

"Aku ke kamar" Pamitnya dan setelah itu melenggang pergi menuju kamarnya.

Bisa sayup-sayupia dengar seruan Yoko yang tak menyuruhnya untuk nekat turun dari apartemen. Dia berdecih kasar dan membanting pintu kamar.

Mendengar suara pintu yang terbanting, Sakura sontak menolehkan kepalanya ke arah dimana Haru tadi pergi.

Dia merasa tak enak pada dua kawan anaknya ini, sevenay ia sudah kesal sejak anaknya itu bertingkah kurang sopan pada keduanya dan marah-marah bak gadis PMS tapi ia harus apa? Jika ia benar-benar memukul kepala anaknya itu dengan centong nasi ia takut jika nanti otak Haru malah semakin parah rusaknya. Jika ia diamkan anak itu pasti menjadi.

Tanpa sadar ia menghela nafas panjang, entah kenapa dia merasa serba salah akan hal ini.

"Obaa-chan tak perlu khawatir, kami sudah biasa kok dengan sifat Haru yang seperti GADIS PMS itu" Ujar Yoko seraya meneriakan kata 'Gadis PMS' yang bermaksud agar Haru mendengar.

"Sialan kau Yoko!!!" Sahut Haru tak terima dari dalam kamarnya.

Wanita berambut pink itu tertawa jenaka, benar-benar merasa terhibur dengan kemurkaan Haru.

Saeki yang ada di sebelahnya secara refleks memukul punggung sahabatnya itu. Menyadarkan wanita itu untuk menjaga sikapnya.

Sakura tersenyum kecil dan menggelengkan kepalanya, sekiranya ia bersyukur Haru memiliki sahabat yang sangat mengerti dirinya dan tak mempermasalahkan sikapnya itu.

"Obaa-chan tenang saja! Jika Haru berulah kita siap kok menjadi pawangnya" Canda Yoko lagi, kali ini dia benar-benar terlihat sangat puas karena mengatakan hal itu. Seolah dirinya sedang di tugaskan untuk mengawasi seekor bayi macam putih yang garangnya luar biasa.

Sakura tertawa kecil, dia hanya bisa mengangguk dan mengiyakan ucapan Yoko. Tak bisa di pungkiri dia sangat senang karena hal tersebut.














Maaf karena saya tak mengupdate buku ini 3/4 hari yang lalu. Ada beberapa kendala yang membuat mood saya dalam menulis turun drastis.

Saya pikir dengan saya menuangkan ide saya dalam hal ini akan banyak yang terhibur namun ternyata banyak pula yang tak suka. Mereka hanya membaca namun tak memberikan vote. Baik itu tak masalah bagi saya, namun saat mereka menjelek-jelekkan buku saya saat itu lah saya merasa tersinggung.

Hanya sebatas penglihatan saya, ada beberapa dari mereka yang membuat status wa dengan buku saya dan menulis caption 'Awokwowkwokwok DaiHaru' atau 'Bagusan juga HaruDai' atau 'Jangan baca! Gk berfaedah wkwkwk' dan yang lainnya.

Itu hanya sebatas penglihatan saya. Saya tak tahu apakah ada yang lain. Mungkin ada? Tapi juga tak ada? Ngomong-ngomong saya bisa 'melihat' hal lain.

Jadi maaf kalau ada yang membaca ini dan tersinggung. Dan yang membuat saya bingung, saat buku mereka mendapat sebuah komentar berupa pujian mereka dengan hebohnya memamerkan hal tersebut di sosial media mereka. Seolah mengatakan 'LIHAT LAH! DIA MEMBERIKU PUJIAN! MEMANG KALIAN BISA MENDAPAT HAL INI?!'

Saya agak kaget sih saat mendapat penglihatan tersebut lantas mulai berpikir kenapa dia sangat heboh seperti itu? Bukan kah itu hal biasa bagi kita para penulis sebuah buku mendapat pujian?

Saya tak tahu apakah ada yang tersinggung dengan hal ini tapi ini hanya unek-unek saya selama 3-4 hari ini.

Dan maaf ada sebagian komentar yang tak bisa saya balas, wp milik saya sedikit bermasalah akhir-akhir ini.

Terakhir, bagaimana pendapat kalian tentang orang seperti itu? Apa kalian juga ikut kesal?

Sekian.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top