Prepare

Fast Enough
||Kambe Daisuke x Katou Haru||
.
.
Warning: Modern AU, Typo, BxB, Yaoi, Shounen-ai, Crossover.
.
.
Rate: T
.
.
Fugou Keiji Balance Unlimited by
Taku Kishimoto

'Prepare'

Haru memijit pelipisnya, kepalanya tiba-tiba berdenyut nyeri kala melihat pemandangan kawan-kawannya yang berkumpul di depan pelataran rumah sakit dengan membawa buket bunga mawar merah.

Ilfeel sih tidak tapi malunya itu lho yang jadi masalah. Dia sudah di gendong ala bridal style oleh Daisuke dan di suguhi tingkah gila para kawannya.

Rasanya ia ingin menenggelamkan saja kepalanya di laut daripada menanggung malu di depan umum seperti ini.

"Urat malu kalian putus?" Pertanyaan pedas itu hanya ditanggapi dengan sebuah tawa kecil yang keluar dari mereka semua.

Paham jika kawan mereka badmood. Mereka mendekat dan segera memberikan buket-buket bunga itu pada Haru tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Lalu dengan tak berdosanya meninggalkannya dengan Daisuke yang hampir tertutupi oleh buket bunga tersebut.

"Turunkan aku!" Pintanya garang pada pria yang lebih tua 2 tahun darinya itu. Daisuke mengalah, membiarkan tunangannya itu berjalan sendiri daripada Haru malah ngambek padanya.

Asal kalian tahu saja, membujuk Haru yang ngambek itu susahnya seperti mencari jarum di tumpukan jerami. Susahnya minta ampun! Jika Haru sudah mengeluarkan ultimatum seperti itu entah apa yang akan terjadi pada dirinya jika di abaikan oleh Haru sepanjang hari.

Buket bunga tadi ia berikan pada bodyguard yang ada di belakangnya, menyuruhnya untuk meletakkan di mobil. Pandangan kembali teralih pada Haru.

"Sayang, kau mau ke suatu tempat sebelum pulang?" Tawar Daisuke seraya merengkuh pinggang ramping tunangannya.

Haru memandang sinis dirinya, dengan tak berdosanya menepis tangan Daisuke yang ada di pinggangnya. Melongos begitu saja memasuki mobil yang sudah di buka oleh bodyguard Daisuke.

Daisuke mencoba bersabar dalam hati, padahal dia merasa tak melakukan apa pun. Tapi kenapa Haru malah seperti itu padanya? Apa salahnya?

Dia menghela nafas sejenak lalu ikut masuk dan duduk di sebelah pemuda Katou tersebut yang masih nampak cemberut sejak tadi. Kedua tangan yang bersedekap di dada dengan pipi yang di gembung kan.

Nampak manis dan imut sebenarnya jika saja sikapnya tak seperti anjing Chihuahua yang sedang PMS membuat Daisuke lebih baik diam daripada di cakar seperti yang sudah-sudah.

"Cappucino"

"Ha?"

Pandangannya yang sejak tadi menatap pemandangan luar kini berganti menatap Daisuke dengan pandangan menusuk.

"Aku.mau.cappucino.Daisuke.no.baka"

Sebulir keringat jatuh di pelipis Daisuke, selama 3 bulan mereka berkenalan, 3 tahun pacaran dan 1 minggu bertunangan dirinya belum pernah melihat ekspresi menakutkan Haru yang seperti itu.

Alhasil dia agak terkejut dan gelagapan mendapatkan deathglare mematikan sang kekasih. Mau menangis harga dirinya masih tinggi mau menutup mata pergerakannya seolah di tahan.

Satu kalimat tiba-tiba terlintas di pikirannya, 'Sepertinya Haru benar-benar PMS'

Dia mengangguk patah-patah, segera menyuruh supirnya untuk berhenti di sebuah Moonbucks terdekat untuk membelikan tunangannya itu cappucino.

"Kenapa kau masih disini?" Tanya Haru sengak, dia melirik ganas Daisuke yang masih di sebelahnya.

"Kau bilang ingin cappucino" Jawab Daisuke berusaha kalem, dia takut nanti malah memperburuk keadaan jika dia ikut cuek pada tunangannya.

"Dan kau yang harus membelinya!" Tinta Haru yang entah mengapa terdengar mutlak di telinga Daisuke, dengan pasrah pria 24 tahun itu keluar dari mobil dan berjalan memasuki Moonbucks yang kebetulan sepi.

Haru yang melihatnya mendengus sebal, dia kemudian mengeluarkan ponsel miliknya dan mengecek akun sosial medianya dan bermain game sebentar selagi menuju Daisuke.

Hampir tiga puluh menit pemuda itu menunggu sang tunangan, dia hampir saja ikut menyusul jika saja tak melihat Daisuke yang telah kembali dengan membawa pesanannya.

"Kau belikan yang dingin kan?" Auranya tiba-tiba berubah menjadi mengintimidasi, seolah ada  asap ungu pekat imaginer yang keluar dari balik punggung tunangannya.

Daisuke mengangguk lalu menyerahkan plastik minuman pada Haru yang tentu saja di terima dengan senang hati oleh pemuda abu-abu kecokelatan tersebut.

Mereka kembali melanjutkan perjalanan pulang mereka, Haru tak henti-hentinya menatap layar ponselnya dengan tatapan berbinar sementara Daisuke hanya bersandar pada jendela kaca. Diam-diam mencoba merenung dan mengingat lagi apa salahnya sehingga membuat Haru badmood seperti tadi.

"Ne ne, Suke kau mau" Gelas berisi cappucino dingin di sodorkan ke arahnya, Daisuke mengangguk lalu menyedot sedikit cairan yang ada disana.

"Terima kasih"

Dia sebenarnya tak terlalu menyukai cappucino, karena menurutnya rasanya manis dan ia tak begitu menyukai manis. Beda halnya jika manis itu adalah Haru, dia bahkan rela diabetes karena Haru yang terlanjur manis tersuguh di hadapannya.

Tak lama keduanya telah sampai di kediaman keluarga Kambe, Haru keluar pertama dengan riang seolah tak ada beban sedikitpun. Dia juga menyapa beberapa pelayan dan tukang kebun yang kebetulan sedang beristirahat di taman.

Membuat beberapa pelayan menjerit histeris karena keimutan sosok Haru. Mereka bahkan tak segan untuk mencubit pipi Haru sangking gemasnya.

Daisuke berdehem keras, menyadarkan para pelayan yang seenaknya menyentuh Harunya. Haru itu miliknya! Dan itu sudah paten! Tak ada yang boleh mengambil Haru darinya.

"Haru, ayo masuk" Haru mengangguk dan melambai pada para tukang kebun itu. Dia kemudian berjalan mendekat ke arah Daisuke dan segera menarik pria itu untuk masuk ke dalam. Lupa siapa yang memiliki rumah itu.

"Haru! Syukurlah kau sudah bisa pulang" Sosok Ibunya adalah yang menyambut Haru pertama kali. Wanita itu memeluk erat putra semata wayangnya yang kini sudah nampak lebih sehat daripada pertama kali ia bertemu dengannya.

Haru menunjukkan sebuah cengiran kecil, balas memeluk sang Ibu erat.

"Selamat atas kesembuhannya Haru-nee" Sosok bersurai cokelat lainnya yang ada di belakang Katou Sakura muncul seraya menyerahkan se buket bunga mawar merah. Di sebelahnya ada sosok pemuda dengan wajah malas dengan surau biru memandangnya datar, namun ada binar senang dalam Iris merah darah tersebut.

Haru terkekeh setelah melepaskan pelukan Ibunya, berbalik memeluk sosok yang sudah ia anggap sebagai adiknya itu.

Shirota Mahiru hanya bisa tersenyum maklum di pelukan kakak angkatnya, jadi yang ia lakukan hanya membalas pelukan sang kakak seraya menyembunyikan wajahnya yang entah kenapa kini sudah basah oleh air mata.

Pelukan keduanya terlepas dan dengan begitu sosok Kuro mendekat dan berusaha menenangkan kekasihnya yang masih menangis.

Haru memandang sekitar, dimana Daisuke yang ada di belakangnya hanya tersenyum tipis. Dia mendekat dan mencuri satu kecupan di pipi Kambe Daisuke.

"Daisuki"

Senyum tak bisa lagi Daisuke tahan, dia memeluk pemuda di hadapannya erat dan menghujami kepala bersurai abu-abu cokelat itu dengan ciuman mesra membuat Haru yang di peluk hanya bisa terkikik kecil.

"Haru, segera lah beristirahat. Besok kau dan Daisuke harus pergi untuk fitting pakaian pengantin kalian" Perintah Sakura lembut.

Haru menoleh, menatap heran sang Ibu yang kini sudah senyum-senyum mencurigakan. Seketika itu pula entah kenapa perasaan Haru menjadi tak enak.

Dia melirik Daisuke yang ada di sebelahnya yang masih nampak tenang-tenang saja, seolah tak merasa ada hal aneh yang terjadi.

"O-oke?" Balasnya tak yakin, dia masih memandang Sakura yang kini nampak tersenyum puas di hadapannya.

"Bagus, Okaa-chan sudah pastikan bahwa pilihan Okaa-chan pasti akan membuatmu merasa wah" Kikik Sakura lalu melenggang pergi kembali menuju ke kamarnya.

Sementara pasangan KuroMahi sudah pamit sejak tadi pada Daisuke untuk berjalan-jalan sebentar.

Haru menoleh ke arah Daisuke dengan tampang horror, seolah ia baru saja melihat dengan langsung penampakan hantu di depannya.

Wajahnya pucat dengan keringat dingin yang mengucur deras di keningnya. Daisuke mendadak khawatir, dua mendekat dan mengusap lembut keringat dingin tersebut.

"Haru, kau kenapa?" Tanya Daisuke penuh perhatian. Tangan mungil ia genggam penuh kelembutan, memandang dengan tatapan khawatir tunangannya tersebut.

"TIDAK!!!!!!"

"Haru!! Kau kenapa? Astaga!! Sakura-san!"

****

Kamei mencak-mencak tak terima di sepanjang trotoar, kadang kala ia menggerutu penuh sumpah serapah namun selanjutnya bergumam bak sadboy di tinggal nikah pasangan. Banyak orang yang memandang pemuda itu dengan tatapan heran, berpikir jika saja pemuda itu baru saja putus dengan kekasihnya atau di pecat dari pekerjaannya.

Namun nyatanya, semua itu salah total! Alasan mengapa ia sejak tadi mencak-mencak tak tahu diri di jalanan adalah karena ia lah yang kedapatan mengurus WO pernikahan kawannya itu.

Jika saja ia boleh memilih, mungkin ia lebih baik memilih menjadi penyebar undangan saja daripada berputar-putar tak jelas di trotoar seraya mencari list WO yang di rekomendasikan oleh Yoko.

Karena tak menemukan tempat yang ia tuju, Kamei memutuskan untuk beristirahat sejenak di sebuah cafe yang lumayan ramai, tanpa melihat nama cafe tersebut. Ia langsung masuk dan duduk di kursi yang masih kosong.


Tak lama ia duduk, seorang waiterss menyerahkan sebuah buku menu padanya. Secangkir Latte dan sepiring Tiramisu ia pilih untuk mengganjal perutnya. Waiterss itu menyuruhnya menunggu dan ia hanya mengangguk sebagai balasan.

Ponsel ia keluarkan, mengabari pada wanita bersurai merah muda bahwa dirinya sedang beristirahat di sebuah cafe.

"Kamei-senpai?"

Kepalanya mendongak dan mendapati sosok wanita bersurai arang dan bermata biru gelap di hadapannya.

Kamei mengerutkan keningnya sebentar, berusaha mengingat siapa gerangan wanita tersebut.

"Aku Kambe Suzue, kita dulu pernah satu Universitas di Jepang" Seolah paham jika orang di depannya bingung, dia kemudian memperkenalkan dirinya.

Dan saat itu pula, Kamei ingat. Dia adalah salah satu wanita yang dulu pernah ia taksir namun tak kesampaian karena terlalu berbeda kasta. Bayangkan saja Suzue wanita elegan dari keluarga terhormat sedangkan dirinya hanya pemuda biasa yang harus tinggal di Tokyo sementara kedua orang tuanya ada di Hokkaido.

Dan karena ia sadar kalau ia tak sebanding dengan Suzue maka ia memutuskan untuk berhenti berharap dan mencoba mencari wanita lain.

Namun sialnya takdir malah mempertemukan mereka di sini. Mirip seperti drama picisan yang selalu Yoko, Saeki dan Haru tonton setiap akhir pekan.

Dia berusaha memasang wajah tenangnya, "Ah, ternyata kau Suzue. Duduk lah. Apa yang kau lakukan disini?" Tanya Kamei berbasa-basi.

Suzue duduk di hadapan pria itu, rambut miliknya yang turun ia selipkan di telinganya. "Ini cafe milikku dan kebetulan saja aku sedang berjaga di sini"

Awalnya Kamei terkejut, namun ia berusaha menutupinya. Dia segera mengalihkan pandangannya pada interior cafe tersebut.

"Kamei-senpai sendiri dari mana? Kulihat tadi sudah tiga kali Kamei-senpai berjalan melewati cafe ku" Tanya Suzue balik.

Diam-diam Kamei meruntuki kebodohannya yang masih ada, bagaimana ia tak sadar jika dia sudah melewati cafe ini tiga kali? Entah kenapa wajahnya memanas untuk sesaat.

"A-aku sedang mencari sebuah WO untuk pernikahan rekan kerjaku" Jawab Kamei agak gugup. Jujur ia masih belum terbiasa berbicara dengan primadona kampusnya dulu.

Suzue mengangguk kecil, "Mau mencari bersama? Kebetulan kakakku juga akan menikah dan aku mencoba membantunya"

Kening pemuda itu kembali berkerut, dia memandang Suzue dengan tatapan heran.

"Kakak?" Beonya tak paham, dia sepertinya tak asing dengan wajah Suzue yang mengingatkannya pada seseorang. Namun dia lupa siapa itu.

"Iya, Kambe Daisuke. Senpai tahu dia kan? Beritanya sudah menyebar kemana-mana sejak 2 minggu yang lalu"

Bagai di tampar oleh kenyataan, pemuda itu baru sadar jika--

"KAU ADIK KAMBE DAISUKE?!"












Kemungkinan saya akan mengupload buku baru, tentu pasangannya berbeda kali ini saya membuat tentang KuroMahi. Mereka adalah ship kesayangan saya nomor 3 setelah RivaEre dan DaiHaru >w<

Jika kalian tertarik untuk membacanya tolong untuk bersabar karena saya mungkin akan mengupdate nya pada malam hari.

See you next chapter~

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top