I With You!

Fast Enough
||Kambe Daisuke x Katou Haru||
.
.
Warning: Modern AU, Typo, BxB, Yaoi, Shounen-ai.
.
.
Rate: T
.
.
Fugou Keiji Balance Unlimited by
Taku Kishimoto

'I With You!'

Perjalanan dari Tokyo ke Inggris tidak lah sebentar, perjalanan yang memakan waktu 12 jam itu mereka tempuh sepanjang hari bersama di dalam pesawat.

Mereka bahkan sampai di Inggris saat senja hari.

Matahari sudah kembali ke peraduan, para burung pun kembali terbang ke sarang mereka masing-masing. Lampu-lampu jalanan sudah mulai dinyalakan dan dengan begitu para pekerja kantoran pun kembali ke rumah mereka.

Bulan yang bersinar terang perlahan muncul di balik awan hitam yang sempat menutupinya, cahaya putihnya dengan bebas menerangi setiap sudut kota London.

Suara petikan gitar mengalun lembut di sebuah taman yang ada di sana. Disambung dengan suara lembut bernyanyi mengiringi petikan gitar yang ia mainkan. Beberapa pemuda dan gadis yang melihatnya berdecak kagum, suara pemuda dengan surai abu-abu itu sangat merdu dan sangat menghayati.

Senyum di wajahnya nampak mengembang saat ia menyanyikan bagian reff, membuat beberapa yang ada disana bersorak.

"I Need you, baby
and if it's quite alright
I Need you, baby
to warm a lonely night
I Love you, baby
trust in me when I say"

Mengabaikan sorakan di sekitarnya, pemuda itu malah terkekeh kecil saat melihat sosok terkasihnya ada di barisan paling belakang para penonton dadakan tersebut.

Daisuke mendengus, antara ingin tertawa dan kagum dengan penampilan Haru tadi.

Pemuda abu-abu itu mengakhiri lagunya dengan sempurna membuat sorakan di sekitarnya semakin terdengar kencang. Wajah yang memerah itu dia padukan dengan sebuah senyum manis yang mana membuat beberapa gadis tersipu dan pria lain menatapnya menggoda.

"It's amazing bro! It's for your girlfriend?" Tanya seorang pemuda pirang jabrik seraya menerima gitar miliknya yang sempat Haru pinjam.

Haru tertawa gugup, Iris cokelat mentahan miliknya melirik Daisuke yang masih berdiri di bawah lampu taman nampak tidak senang karena berdekatan dengan pria lain.

Pandangannya kembali pada pemuda pirang, "Well, it's for my bestie"

"Ah, Is that the person?" Tunjuk nya pada Daisuke yang masih setia ada disana. Haru menoleh dan mengangguk.

"He is very handsome. I doubt he's your bestie. I thought you guys were lovers" Canda pemuda itu seraya tertawa memepuk pundak Haru sejenak.

Haru tersenyum kecil, sebenarnya mereka mereka memang berpacaran, bertunangan malah! Namun, ia terlalu malu untuk mengatakannya pada pemuda imut di hadapannya ini.

"Oi, Dobe! Let us go home. and let the young man meet her fiancée" Pemuda lain dengan rambut Raven bergaya pantat ayam datang seraya menepuk pelan kepala si pirang.

Pemuda pirang itu menghela nafas kasar seraya menepis tangan pemuda tadi, "Don't touch me Sasu! I still angry with you! Ah, Katou I hope we're meet again. See ya~"

"See you Naruto, Sasuke"

Keduanya saling melempar lambaian pada dirinya. Lalu kedua pemuda tadi berjalan berdampingan dengan si Raven yang membawa tas gitar di punggungnya sementara si Pirang nampak asyik berceloteh yang mana hanya ditanggapi sesekali oleh si Raven.

"Bukannya sudah kukatakan jangan pergi?" Bahunya di tepuk pelan dan dengan begitu sosok Daisuke pun ikut duduk disebelahnya.

Keduanya saat ini sedang duduk bersama di atas rerumputan. Niat awal mereka tadi hanya ingin bersantai sejenak selepas datang di Inggris namun Haru meminta Daisuke untuk membelikan makanan karena ia lapar. Namun itu hanya alasannya agar ia bisa ikut bernyanyi dengan segerombolan anak band yang kebetulan sedang beristirahat disana.

Haru mengulum senyum, "Aku bosan tahu, salahmu juga karena terlalu lama" Rajuknya seraya membaringkan tubuhnya di atas rumput. Tanpa sungkan, kepalanya dia taruh di atas paha Daisuke seolah tak malu dengan keadaan sekitar yang masih lah ramai.

Kelopak matanya perlahan tertutup merasakan angin kecil yang membelai halus kulit wajahnya. Sensasinya dingin namun sejuk, dia kembali membuka matanya tatapannya terkunci oleh wajah Daisuke yang ada di atasnya.

Pemuda itu menatap lurus ke arah dirinya tanpa ekspresi, tangannya yang lebih besar dari Haru mengelus dengan lembut wajah Haru.

"Kau tampan" Ucap Haru tanpa malu. Entah kemana hilangnya sifat barbar nya yang kemarin terlihat saat bersama Daisuke. Yang ada kini hanya sifat lembut dan penyayang Haru yang terlihat di mata Daisuke.

Tanpa sadar ia mengulas sebuah senyum di wajahnya, tatapannya masih menatap ke arah Haru yang juga masih menatapnya.

"Dan kau cantik, seperti bidadari" Punggung tangan mengelus dengan halus area sekitar mata, kemudian naik dan mengangkat sebagian kecil pony yang menutupi dahi pemuda abu-abu tersebut.

"Katakan padaku, kau tak akan meninggalkanku Suke" Ucapan lirih itu terbang terbawa angin malam, lalu masuk dengan tenang di telinga Daisuke. Suara Haru adalah kesukaannya, dia suka saat Haru berkata lembut tanpa emosi rasanya seperti ketenangan yang dimiliki Ibundanya dulu.

Suara halus bak sutra menyusup ke dalam telinganya, membuat sebuah memori suara yang akan selalu Daisuke ingat sepanjang masa. Wajahnya menunduk ke arah Haru, satu kecupan ia ambil lagi dari kening pemuda itu.

"Aku akan tetap bersamamu, selamanya sampai kapanpun. Tak peduli siapa yang menentang kita, aku akan selalu berusaha membasmi orang tersebut"

Tangan Haru perlahan merambat naik, memeluk leher kokoh tunangannya membuatnya kini hanya separuh terangkat ke udara. Wajah keduanya saling berhadapan, menatap satu sama lain dengan pandangan penuh kasih dan cinta yang kuat.

Entah siapa yang memulainya, ciuman hangat terjadi diantara mereka. Hanya ciuman sederhana tanpa nafsu di dalamnya, ciuman yang menunjukkan seberapa besar cinta mereka pada satu sama lain.

****


Pria paruh baya itu mengusap wajahnya gusar, keringat dingin terlihat jelas menuruni pelipis serta wajahnya. Giginya bergemelutuk menahan amarah walaupun tak bisa ia pungkiri bahwa hatinya pun was-was dengan apa yang akan terjadi kedepannya.

Anak sulungnya, Daisuke baru saja mengirimkannya e-mail ancaman. Berbeda dengan e-mail sebelumnya, kali ini Daisuke mengancamnya akan membuat perusahaan utama Kambe hancur lebur ditangannya jika ia masih berkeras kepala untuk menentang pertunangan anak sulungnya itu.

Kambe Masumi menghela nafas, tubuh tegapnya ia senderkan ke punggung kursi kebesarannya. Batang hidung ia pijat sejenak guna membuat peningnya hilang.

Dia tahu ancaman Daisuke kali ini serius, terlihat dari cara menulisnya yang menggunakan kata 'Otou-sama'. Dia hafal tabiat putranya, sangat hafal malah dan jika ia tetap bersikeras memaksa Daisuke, mungkin ia harus ucapkan selamat tinggal pada perusahaannya.

Apa yang akan ia katakan pada Istrinya nanti jika dirinya tiba-tiba bertemu dengannya? Dia pasti akan di kutuk langsung dari surga karena memaksakan kehendak putra tercinta mereka.

Dia sudah cukup pusing dengan tingkah Daisuke yang membakar perusahaan di Amerika dan membom perusahaan di Australia. Itu saja sudah membuat krisis anggaran baginya.

Dan lagi, dia baru saja menemukan adanya perusahaan lain yang bernaung di cabang perusahaannya yang di Jepang. Perusahaan itu nampaknya adalah perusahan yang dirintis Daisuke sendiri guna berjaga-jaga jika dirinya tetap menjodohkan Daisuke.

"Sial, siapa yang menurunkan sifat keras kepala itu pada dirinya?!" Runtuk Masumi geram, tangannya tanpa sadar mengepal erat karena marah. Tak sadar jika yang menurunkan sifat itu adalah dirinya sendiri.

Tak lama ponselnya berdering, nama salah satu bawahannya muncul di layar dengan segera ia mengangkat panggilan tersebut.

"Ada apa?"

"Pak, cabang perusahaan di Rusia meledak, kami tak tahu siapa yang meledakkannya. Banyak karyawan yang terluka namun tak ada korban"

Panggilan ia putuskan sepihak, rahangnya mengeras kala mendengar berita tersebut. Dirinya antara geram dan gemas dengan tingkah laku Daisuke yang seenaknya, dia sudah menghancurkan tiga cabang utama perusahaan. Apa lagi sekarang?

Ponselnya kembali berdering, tangan kanannya lah yang kali ini menelpon. Dia menarik nafas sejenak berusaha membuat hatinya tenang.

"Hn?"

"Pak, data perusahaan utama hilang! Tak ada yang tersisa di semua komputer! Bahkan-"

Belum sempat sang tangan kanan selesai berbicara, Masumi sudah menutupnya terlebih dahulu. Surai hitam miliknya ia acak kasar, gusar dengan hal yang terjadi sekarang.

Ancaman Daisuke benar-benar tak main-main. Dia benar-benar akan menghancurkan perusahaannya dalam 24 jam kedepan!

"Sial!!"

"Ayah, ada apa?" Seorang gadis muda memasuki ruang kerjanya. Wajahnya yang mirip dengan Daisuke menatap heran Ayahnya yang tampak kacau di mejanya.

"Kakakmu benar-benar berniat menghancurkan kita!" Seru Masumi murka. Matanya melotot tajam menatap putri bungsunya yang menatap angkuh dirinya.

Kambe Suzue mengangkat bahunya acuh, "Sudah pernah ku bilang, Nii-sama akan melakukan apa pun untuk bersama dengan Haru-nii. Itu salah Ayah sendiri karena masih memaksa Nii-sama" Tubuh mungil itu berbalik, berniat kembali ke kamarnya sendiri. Tak mau berurusan dengan Ayahnya yang keras kepala.

Masumi berteriak frustasi, bahkan anak bungsunya tak peduli padanya. Apa yang harus ia lakukan sekarang? Tubuhnya melemas, irisnya melirik ke arah foto yang ada di mejanya. Foto yang di ambil 20 tahun yang lalu, disana terdapat Daisuke, Suzue, dirinya serta sang Istri. Dia menatapnya sendu

"Apa benar aku harus merestui mereka?" Batinnya berkecamuk, Iris yang serupa dengan milik Daisuke menatap ragu ke arah ponselnya.

Dia menarik nafas, mencoba menenangkan dirinya sendiri untuk sejenak. Ponsel kembali ia hidupkan, mencari nomor kontak putra sulungnya dan langsung menelfon yang bersangkutan.

"Puas dengan apa yang kau lihat Tua Bangka?"

Suara di seberang nampak begitu dingin, Masumi yakin anaknya saat ini sedang tersenyum remeh padanya. Dia menghela nafasnya, berusaha mendinginkan kepalanya.

"Datang ke rumah utama besok" Ucapnya dengan berat hati. Mungkin ini memang yang terbaik, merelakan anak sulungnya untuk memilih jalannya sendiri dan mengawasinya dari jauh.

"Kuharap itu kabar bagus" Dalam akhir ucapannya ia mendengus remeh sebelum mematikan panggilan dari sang Ayah.

Masumi kembali menghela nafasnya, kakinya ia bawa menuju balkon, langit malam di atas nampak terang. Tampak beberapa bintang ikut bersinar malam itu menemani sang Raja Malam bergadang.

Angin malam berhembus menyusuri tubuhnya, matanya ia tutup sejenak mencoba meresapi ketenangan yang ada di sana.

Dia memantapkan hatinya untuk menjelaskan semuanya pada Daisuke bahwa ia menerima anaknya dan pemuda yang menjadi tunangannya.

Biarlah dia melepas satu permatanya hidup bersama orang yang berjenis kelamin sama dengannya, setidaknya dia masih memiliki Suzue untuk mendapatkan cucu.

****

Aroma roti di pagi hari saat itu nampak menggugah selera, roti panggang dengan selai kacang serta segelas kopi panas buatan Haru memang sangat pas di lidah Daisuke.

Mengabaikan sosok Haru yang kini merenggut kesal di hadapannya seraya mengoleskan selai ke roti panggangnya, Daisuke menikmati membaca koran paginya, berita utama yang ada disana adalah hilangnya data dari perusahaan utama Kambe menarik perhatiannya.

Tanpa sadar tawa ringan keluar dari mulutnya membuat Haru yang ada disebelahnya mengernyit heran. Pasalnya sejak mereka pulang dari taman kemarin, entah mengapa Daisuke seolah merencanakan sesuatu yang ganjil menurut Haru.

Haru sendiri sampai berpikir bahwa Daisuke sedang ketempelan hantu taman karena sikapnya yang berbeda sejak kemarin. Dia terlihat terlalu senang? Dan Haru tak dapat memastikan apa yang membuat sulung Kambe itu sesenang itu.

"Haru, setelah ini bersiap-siap lah. Kita akan ke pergi" Daisuke melipat korannya dan membawa piring serta cangkirnya ke wastafel berniat mencucinya.

Haru tersentak, dia mengangguk dan dengan cepat mengunyah sisa roti yang ada. Dengan tergesa-gesa meneguk cappucino-nya dan membawa bekasnya ke wastafel.

"Biar aku saja, kau mandi lah" Perintah Daisuke lalu merebut piring milik Haru, sebuah senyum kecil ia perlihatkan pada sosok yang lebih kecil membuat Haru salah tingkah sendiri.

"A-ah? U-un"

Agak ragu, Haru kembali ke kamar yang mereka tempati semalam. Mereka memang tak menginap di hotel melainkan menginap di salah satu teman dekat Daisuke yang kebetulan sedang pergi ke luar negeri.

Tak butuh waktu lama untuk dirinya membersihkan diri, Haru sudah kembali turun setelah lima belas menit berada di atas. Berjalan dengan tergesa menuju tempat Daisuke yang masih ada di dapur.

"Sudah selesai?" Tanya Daisuke saat menyadari Haru memasuki area dapur, dia masih ada di meja makan dengan ponsel ditangannya. Iris biru gelapnya melirik Haru yang berjalan ke arahnya.

"Ya, memang... Kita akan kemana?" Tanya Haru heran.

Daisuke yang ditanya hanya tersenyum misterius, dia dengan segera berdiri dari duduknya dan menyeret Haru keluar rumah.

"Tempat dimana semuanya akan menjadi bahagia"

"Huh?"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top