I Dissapoint You!

Fast Enough
|| Kambe Daisuke x Katou Haru||
.
.
Warning: Au, Typo, BxB, Yaoi, Shounen-ai
.
.
Rate: T
.
.
Fugou Keiji Balance Unlimeted by
Taku Kishimoto

I Disappoint You!


Ada yang pernah bilang, jangan pernah menilai buku dari sampulnya.

Terkadang manusia selalu lupa akan hal itu. Hal kecil yang jika di ingat lagi terasa begitu bermakna. Mereka selalu mengatakan hal tersebut dengan mudah, namun tak pernah mengoreksi lebih dalam.

Mereka bersifat alim di depan namun busuk di belakang. Mereka bertingkah seolah mereka peduli namun kenyataan mereka selalu mencaci di belakang.

Haru memandang puas hasil kerjanya, tak sia-sia dia membaca beberapa buku resep agar dia 'lebih' bisa memasak.

Di hadapannya kini telah tersaji dua mangkuk sup miso, tamagoyaki, tempura sayur, secangkir kopi panas dan segelas teh hangat.

Cukup sederhana dan simpel.

Salahnya juga sih karena ia hanya bisa memasak makanan sederhana. Padahal sejak kecil dulu sang Ibu selalu mengajaknya memasak bersama namun dengan segala akal bulus bocah 7 tahun, dia dengan mudahnya melarikan diri dan bersembunyi di kamar Kamei saat itu.

Alhasil sampai sekarang dia hanya bisa memasak beberapa makanan. Dan karena ia pun menyadari posisinya, dia harus secepatnya merubah sikap. Memang mau diberi makan apa Daisuke kelak? Dia tak akan kenyang hanya karena selalu di dekatnya saja kan?

Lagipula, Haru pun tak akan mau jika Daisuke memakan masakan pelayan. Dia tak semanja itu ingat! Dia masih lah Katou Haru, pemuda sederhana yang memiliki sumbu kesabaran pendek yang selalu ingin bekerja keras.

Bukannya terbantu, dia malah merasa terhina karena tak bisa memasak sesuatu untuk Daisuke -calon suaminya kelak-

Hoo.. Jadi ia sudah mau menerima Daisuke menjadi suaminya?

Tubuh mungil itu berjengkit kala merasakan ada lengan yang melingkar di pinggang rampingnya. Dia akan berteriak jika saja tak merasakan hembusan nafas mint khas Daisuke yang tercium.

Dia menengok ke belakang dengan mata memincing tajam menghunus ke Daisuke.

"Daisuke sialan! Aku kaget tahu! Kukira siapa tadi berani-beraninya memelukku!" Serunya menahan amarah sekaligus menahan malu.

Wajahnya memerah kala merasakan tangan Daisuke yang mulai menggerayangi pinggangnya.

Apron hijau dilepas perlahan, jatuh dengan sempurna di atas lantai dapur. Kaos putih di sibuk sebatas dada menampilkan kulit putih susu yang tampak lembut dan belum memiliki kecacatan apapun.

Tangan Daisuke memulai aksinya, bergerak sensual di sekitar pinggang ramping kekasihnya. Terus memanjat ke atas dengan gerakan menyeret secara halus.

Haru mengigil di dekapan Daisuke, tanpa aba-aba tubuhnya di balik sehingga kini wajahnya terbenam di ceruk leher Daisuke. Bibir bawahnya ia gigit kuat gunakan menahan sensasi geli yang terus ia rasakan kala Daisuke mulai meremas pinggangnya.

"S-Suke.. Ge-geli.. " Lirihnya masih berusaha menahan desahannya. Wajahnya yang semula biasa berubah menjadi lebih merah karena perlakuan Daisuke.

Daisuke menyeringai tipis, mulut ia dekatkan ke telinga Haru dan meniup udara hangat ke dalam membuat Haru refleks menutup matanya.

"A-aaa!!!" Dia berteriak kecil, merasakan hawa hangat itu meniup titik sensitifnya.

"Sexy"

****

Haru mencak-mencak dalam hati, dia mencaci Daisuke yang membuat bite dan kissmark hampir diseluruh punggung serta dadanya. Untung saja tak ada yang terlihat ataupun di leher jadi ia tak perlu menggunakan syal.

Langkah kaki jenjang Haru mulai memasuki lift kantornya, dia akan segera menekan panel angka jika saja Yoko tak muncul tiba-tiba di samping lift.

Surai yang biasanya tergerai rapi kini agak awut-awutan. Mungkin karena wanita itu baru saja mengejar lift?

Yoko masuk dan berdiri di samping Haru seraya menghela nafas, Haru melirik nya sejenak sebelum menekan panel angka ke lantai 7.

"Darimana kau?" Tanya Haru sesaat setelah lift naik. Dia menoleh ke arah Yoko yang membenarkan tatanan rambutnya.

Yoko mencibir, "Mengambil laporan. Salahkan Kamei yang pagi-pagi menelponku dan mengatakan kalau bahan laporan untuk rapat nanti tertinggal di lantai dasar"

Haru tertawa kecil. Maklum dengan tingkah sahabatnya yang satu itu. Ah, dia baru ingat bahwa hari ini dia akan ada rapat juga.

"Yoko, aku titip laporanku untuk sore nanti. Katakan jika aku ijin dari jam makan siang sampai jam pulang"

Perkataan Haru tadi sontak membuat Yoko menoleh ke arahnya, menatap tak percaya sahabat abu-abunya.

Sangat jarang seorang Katou Haru ijin bekerja setengah hari saja. Apakah dia sakit? Ah tapi kalau dilihat-lihat kembali Haru nampak sehat-sehat saja tak ada cacat sedikit pun.

Lalu apa yang membuatnya seperti itu?

"Aku akan pergi dengan Daisuke. Dia bilang ingin mengajakku ke suatu tempat" Tambah Haru seolah bisa membaca raut wajah Yoko yang menatap tak percaya pada dirinya.

Wajah Yoko yang awalnya terkejut, berangsur-angsur kembali. Dia menghela nafas kecil. 'Begini lah jadinya jika remaja telat puber kasmaran' batinnya miris.

Mau tak mau Yoko pun menyanggupi permintaan Haru. Toh, biar si Haru itu sedikit peka apa yang dimaksud dengan 'mengajak ke suatu tempat' yang dimaksud oleh Daisuke.

Pintu lift terbuka setelah obrolan kecil itu berakhir, mereka berdua lantas keluar secara bersamaan. Berjalan menuju ruang kerja masing-masing untuk segera menyelesaikan beberapa laporan.

"HARU!!!!!!"

Haru yang baru saja akan memasuki ruang kerjanya lantas menoleh, dia menoleh dan mendapati Mita yang berlarian di lorong seraya membawa beberapa berkas dokumen ditangannya.

Pemuda gempal tersebut berhenti tepat di hadapan pemuda Katou, menarik nafasnya sejenak guna mengisi paru-parunya yang menjerit kekurangan oksigen.

Setelah dirasa pernafasannya normal kembali, Mita segera menegakkan tubuhnya yang tadi membungkuk. Menarik nafas panjang sekali sebelum menghembuskannya pelan.

Tumpukan berkas tadi segera dia tumpukan ke dada Haru, "Ini beberapa bahan yang akan kalian perlukan"

"O-oh.. Terima kasih Mita" Haru menerima berkas tersebut dan membacanya sejenak.

Kelopak mata itu membola saat membaca nama client yang akan menjadi pemasok saham mereka kali ini.

"Ka-kambe Corp?" Gumamnya terkejut.

Mita yang ada di hadapannya malah nampak bingung dengan tingkah Haru yang seperti itu.

"Bukannya kemari kepala disivi sudah bilang? Kenapa kau terkejut?" Tanya Mita memastikan, sekilas wajah Haru merona tipis. Dia kemudian berdehem guna mengurangi kegugupannya.

"Aku.. -aku pergi ke toilet saat itu" Kilahnya asal, padahal waktu itu ia di tahan dua senior mereka yang sangat ingin tahu ada hubungan apa dirinya dengan Daisuke.

Tapi tak mungkin kan dia bilang ke Mita tentang itu? Bisa habis dirinya jika Mita tahu dan menyebarkannya ke pekerja lain.

"Oh" Haru menghela nafas kecil, bersyukur Mita tak mengetahui yang sebenarnya.

"Ya sudah ini laporannya, aku kembali dulu" Dan dengan begitu Mita pun berbalik menuju lift, berniat untuk mengecek keadaan di lantai dasar.

****

Sepiring makanan mewah tersaji di hadapan pemuda Katou, dia melirik ke arah Daisuke yang nampak tenang-tenang saja di hadapannya.

Tangan pemuda Kambe itu akan menyuapkan makanannya jika saja Iris biru lautannya tak melirik ke arah Haru.

Dia menaruh kembali sumpitnya, masing-masing jari tangannya saling bertaut dengan dagu ia letakkan di atas. Sebuah seringai ia munculkan kala melihat Haru yang nampak tak nyaman.

"Makan saja" Suruhnya dengan suara yang dalam. Haru sontak mengangkat wajahnya, dia memandang galak ke arah Daisuke.

"Te-tentu aku akan memakannya!" Dia mengatakannya dengan rona merah di wajahnya, nampak manis di matanya Daisuke.

"Baiklah, Oujo-sama" Daisuke kembali mengambil sumpitnya, mulai memakan makanannya dalam diam. Sesekali ia akan menatap ke arah Haru yang nampak belum terbiasa dengan makanan mewah.

Maklum, Haru selalu menolak jika mereka berkencan di tempat mewah. Dia lebih memilih di taman ataupun di rumah seraya menonton televisi.

Ini saja karena terpaksa Haru berada di resto mewah kalau tidak terpaksa dia mungkin akan lebih memilih ke cafe yang sebelumnya ia dan Daisuke kunjungi.

Keduanya telah selesai makan siang, dilanjutkan dengan mengobrol santai khas orang kasmaran.

Sesekali wajah Haru akan memerah kala Daisuke melontarkan godaannya pada Haru. Tak jarang pula Daisuke terkekeh geli karena tingkah Haru yang begitu menggemaskan.

"Tuan muda maaf menganggu namun Tuan Besar ingin berbicara pada Anda" Suara HEUSC terdengar di telinganya. Tanpa sadar Daisuke mengepalkan tangannya menahan amarah.

"Haru, aku ke toilet dulu" Ijinnya lantas segera berdiri dan berjalan tergesa menuju toilet.

Ia masuk dengan tergesa-gesa ke dalam, dengan segera mengunci pintu setelah memastikan toilet itu kosong. Perasaannya sudah tak enak sejak mereka sampai di restoran tersebut.

Dengan segera ia menyambungkan kembali intercomnya agar bisa tersambung dengan sang Ayah.

"Kemana saja kau?! Kau seharusnya ada disini! Bukannya keluyuran seenaknya!"

Suara marah Ayahnya adalah yang pertama yang ia terima, Daisuke berdecih. Tangannya sudah mengepal kuat karena menahan amarah karena tingkah sang Ayah yang selalu mengaturnya.

"Itu bukan urusanmu! Aku mau kemana pun itu terserahku! Kau tak bisa mengekangku dengan dengan peraturan tak bergunamu itu" Balas Daisuke sinis.

Dari seberang Daisuke mendengar gelak tawa Ayahnya dan hal itu semakin membuatnya terpancing emosi. Hal yang sangat jarang terjadi pada dirinya.

"Jika begitu ucapanmu, maka jangan salahkan aku kalau-kalau kekasih jalangmu itu terluka"

"Jangan panggil Haru jalang! Kau tak tahu bagaimana sikapnya! Dia bahkan lebih baik daripada wanita murahan yang kau beli untuk menjadi pengantinku!"

"Tsk, kau yang tak tahu apa-apa Daisuke. Kau hanya terjebak dalam kesenangan semu dengan pria itu! Lagipula dia bukan dari kalangan atas!"

"Aku tahu Ayah tidak kolot dalam hubungan sesama jenis tapi aku bahkan tak perduli lagi kalau Haru bukan dari golongan atas! Aku bahagia bersamanya! Aku merasa hidupku lebih bermakna jika bersamanya! Lagipula kami sudah bertunangan! Dan aku tak akan mau memutus pertunangan itu. Cukup sudah kau memaksaku kembali ke Inggris dengan alasan konyolmu itu! Aku hanya ingin hidup bahagia dan tenang dengan Haru. Bahkan jika kau mencoret namaku dari Kartu Keluarga maka aku siap menerima hal itu asalkan aku tetap bersama Haru"

Daisuke menutup panggilan tersebut, dengan segera mencopot intercom yang terpasang di telinganya dan segera menginjaknya dengan penuh emosi.

Tatapan matanya benar-benar tajam, setajam tatapan elang yang lapar. Emosinya masih diatas kala terngiang kembali ucapan sang Ayah yang mengejek kekasihnya.

"Tsk"

Daisuke mencuci wajahnya, berusaha mendinginkan wajahnya yang terasa panas karena menahan amarah sejak tadi. Dia berusaha menenangkan dirinya, bersikap seolah-olah tak terjadi apa pun.

Dengan segera ia keluar dari toilet dengan wajah datar andalannya.
Berjalan menghampiri meja mereka dimana terdapat Haru yang setia menunggunya.

Iris biru gelapnya melebar kala melihat air mata yang turun dari kedua mata Haru, dia dengan segera menangkup kedua pipi Haru. Ibu jarinya membersihkan air mata yang terus menerus jatuh dari mata.

"Haru. Haru.. . Hey ada apa? Ada apa denganmu sayang?" Satu tangannya ia gunakan untuk menggoncang bahu Haru pelan. Berusaha membuat Haru berhenti menangis.

Tanpa ia duga, Haru menepis tangannya dan mendorongnya agar mundur. Wajahnya tertunduk dengan kedua tangan terkepal di atas lututnya. Helaian anak rambut menutupi sebagian wajahnya membuat Daisuke kesulitan melihat ekspresi wajahnya.

Tak lama Haru berdiri dan membuat Daisuke menatap kearahnya. Dia bersiap memeluk Haru dan mengucapkan kata-kata penenang, namun yang terjadi malah sangat diluar dugaan Daisuke.

PPLAAKK

"Kambe brengsek! Aku membencimu!"

Dan setelah itu Haru pun pergi meninggalkan Daisuke yang terpaku tak percaya akan tindakan Haru.

Pipi kanannya memerah dan terasa panas, rasanya berbeda dengan waktu itu. Sensasinya kali ini begitu menyakitkan, seperti hatinya tertusuk sekumpulan benda tajam secara bersamaan.

Sakit.

Perih.

Nyeri.

Dia termenung di tempatnya, kembali mengingat kelakuan Haru yang tiba-tiba menangis dan menamparnya.

Iris cokelat mentahan yang selalu ia sukai itu tadi nampak berbeda. Seperti menyiratkan rasa sakit yang sangat terlihat, kekecewaan dan dikhianati yang tergambar jelas di sepasang Iris milik Haru.

Dia meraih ponselnya, otaknya berpikir cepat bahwa ini semua adalah kelakuan sang Ayah.

Dia melihat riwayat telepon, tak ada nama kontak sang Ayah disana namun satu hal yang membuatnya kembali terpancing emosi.

"Sialan!"

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top