Dream's?

Fast Enough
||Kambe Daisuke x Katou Haru||
.
.
Warning: Modern AU, Typo, BxB, Yaoi, Shounen-ai, Conflict, Hurt, Crossover.
.
.
Rate: T
.
.
Fugou Keiji Balance Unlimited by
Taku Kishimoto

'Dream's?'


Pandangan yang semula hitam kini telah berganti, iris coklat mentahannya bergulir kesana kemari melihat keadaan sekitar. Keningnya berkerut kala menyadari bahwa dirinya tak mengenali tempat itu.

Di sana banyak sekali anak-anak dengan pakaian putih yang membalut tubuh mungil mereka. Ada yang berlarian bersama, menanam bunga ataupun berbaring di atas rumput yang nampak enak untuk di tiduri.

Haru menatap sekitarnya heran, semua orang memakai baju serba putih. Banyak pohon dengan daun emas yang tumbuh subur di dekat mereka lalu ada juga sungai dengan air seputih susu.

Haru menerka-nerka apakah dirinya sekarang ada di surga? Tapi kenapa? Apa dia mati? Kenapa dirinya ada disini? Apa...

Matanya membulat, dia menatap tangannya yang gemetar lalu dengan kesadaran penuh ia menampar pipinya sendiri.

"Bangun! Bangun! Jangan mati bodoh! Jangan mati!! Suke! Suke! Tolong aku! Suke!! Aku tak mau meninggalkanmu!!" Racaunya masih tetap menampar pipinya agar dirinya tersadar dari mimpi aneh itu.

Bunyi lonceng terdengar keras, Haru sontak mengangkat wajahnya untuk melihat ke sumber suara. Di depannya sekitar 100 meter ada sebuah bangunan kecil dengan menara lonceng kecil di sebelah bangunan tersebut.

Pintu berwarna kuning terbuka, lalu dengan begitu ada sekitar 10 anak kecil yang keluar dari bangunan itu. Mereka berlari ke arah para wanita dan pria dewasa yang sudah menunggu mereka.

"Papa!!"

"Otou-chan, Tadaima"

"Kaa-chan!!!"

"Mama!! Kochi dayo!!"

"Haha!!!"

Mereka semua berlari seraya memeluk mereka, ekspresi senang dan bahagia terpancar dengan jelas di wajah para pria dan wanita dewasa yang memeluk putra putri nya.

Satu persatu dari mereka mulai menghilang, menyisakan dua anak kembar beda surai yang masih celingukan di depan pintu.

Haru mengernyitkan dahinya, entah mengapa mereka berdua terlihat tidak asing. Satu anak bersurai hitam arang dengan iris mata cokelat karamel memandang dengan raut sedih sekitar. Kedua tangannya mendekap erat sosok yang lebih kecil bersurai abu-abu dengan iris biru gelap.

Walau jarak mereka lumayan jauh, Haru bisa melihat ekspresi kesedihan di wajah keduanya. Dia menoleh ke sekitar, berharap menemukan orang tua dari dua bocah malang itu.

'Kenapa tak ada yang menjemput mereka?' Tanya Haru dalam hati, dia menggerutu kecil lalu bangkit berdiri untuk membantu dua anak kecil tadi.

Langkah semakin mendekat dan entah kenapa dirinya semakin merasa ada yang janggal dengan wajah bocah tersebut. Sekilas wajahnya mirip dengan dirinya dan Daisuke dan hanya di bedakan oleh rambut dan iris mereka.

Haru semakin dekat pada keduanya mencoba melihat lebih dekat kedua anak-anak itu lebih jelas.

Yang berambut hitam mengangkat kepala dan menatap Haru. Iris cokelat karamel nya berbinar senang, dia. kemudian menggoyang sedikit badan yang lebih kecil.

"Ne ne Ru-chan! Mommy datang!" Serunya senang. Sementara yang ada di pelukannya membuka mata lalu menatap ke arah bocah bersurai hitam lalu ke arah depan.

Tanpa bisa di cegah, bocah itu segera melepaskan pelukannya pada bocah tadi dan berlari kalap ke arah Haru seraya menangis.

"Mommy!!!!" Bocah bersurai abu-abu itu menangis di kakinya seraya terus mengumamkan kata 'Mommy' berulang kali.

Haru tergagap, dia memandang sekitar dengan wajah pucat. Takut-takut kalau dirinya di sangka telah berbuat buruk pada dua bocah itu.

"S-sstt... Su-sudah-sudah jangan menangis ya? Anak laki-laki itu tak boleh cengeng" Hibur Haru berusaha menenangkan bocah berambut abu-abu tersebut. Ditepuknya pelan kepala bermahkota abu-abu itu lembut sebelum mengeluh punggung kecilnya.

Dirinya berjongkok mensejajarkan tingginya dengan bocah itu dan memeluknya, "Jangan menangis lagi oke? Sst.. Diam lah"

"Mommy lama" Sosok yang nampaknya lebih tua dari bocah yang ada di pelukan Haru mendekat dengan wajah datarnya.

Iris cokelat karamel itu nampak mengintimidasi dirinya yang padahal tak salah apa-apa. Haru meringis, entah kenapa tatapan bocah bersurai hitam itu nampak seperti Daisuke yang marah padanya.

"Aku dan Rusuke sudah lama menunggu. Mommy seharusnya tahu kalau kami tak suka Mommy datang terlambat!" Si kecil memberontak dari pelukannya dan merentangkan tangannya di hadapan Haru. Dia menatap kakaknya dengan pandangan tajam.

"Dairu-Aniki!! Jangan membentak Mommy! Mommy pasti ada alasan kenapa terlambat menjemput kita! Dairu-Aniki jangan menyalahkan Mommy!!" Seru si Adik masih dengan tatatapn tajamnya. Dia menatap tak suka ke arah sang kakak yang berdecih seraya memasukkan satu tangannya ke saku.

"Terserah"

****

Kelopak matanya sontak terbuka lebar, nafasnya tersenggal karena mimpi yang baru saja ia alami. Dia benar-benar tak percaya dengan mimpi tadi.

Haru menghembuskan nafasnya perlahan, tangannya terangkat mengusap wajahnya. Agak terkejut karena mendapati selang infus ada di tangan kanannya, dia pun segera mengedarkan pandangannya ke sekitar.

Dia kini ada di ruangan bernuansa putih dengan sofa di hadapan ranjangnya, televisi tempel yang atas di atas sofa sehingga dia bisa melihat dari ranjangnya lalu--

"Daisuke?"

Dia bisa melihat wajah lelah itu tertidur di ranjang sebelah kirinya seraya mengenggam tangan kirinya erat namun tak sampai menyakitinya.
Sebuah senyum terlihat di wajah Haru, dengan perlahan tangan kanannya mengelus rambut hitam milik Daisuke lembut. Memperhatikan dalam diam sosok pujaannya yang tertidur di sebelahnya.

Daisuke sendiri yang merasakan pergerakan di atas kepalanya perlahan membuka matanya, Iris biru gelap itu berkabut karena mengantuk,  dia mengangkat kepalanya dan menguap kecil mencoba mengumpulkan nyawanya yang masih belum kembali.

"Haru? Sejak kapan kau bangun?" Tanya Daisuke dengan nada terkejut, dia segera menekan tombol yang ada di atas kepala ranjang untuk memanggil dokter. Tak lama beberapa suster dan satu dokter pun datang, Daisuke pun segera beranjak membiarkan dokter tersebut mengecek keadaan Haru yang telah bangun.

"Kondisinya sudah stabil, namun Tuan Haru masih belum diperbolehkan untuk pulang. Saya menyarankan untuk rawat inap 2-3 hari. Saya permisi" Dan setelah mengatakan itu mereka segera pergi dari ruang inap Haru meninggalkan si surai abu-abu bersama dengan si surai hitam disana.

Daisuke menatap penuh rindu sosok yang kini terduduk di atas ranjangnya, dia segera menghampiri sosok Haru dan memeluknya erat.

"Syukurlah kau bangun, aku sangat khawatir saat tahu kau tak bangun dua hari lalu" Daisuke mengecup setiap inchi wajah pemuda itu, berharap kalau itu semua bukan lah mimpi belaka.

Iris keduanya saling bertatapan, saling menyelami satu sama lain pada keindahan bola mata pasangan mereka.

Haru tersenyum kecil, "Maaf membuatmu khawatir"

"Ya, kau memang seharusnya meminta maaf. Dan aku akan menghukummu karena telah membuatku khawatir" Manik Haru membulat kala Daisuke yang kini ikut naik ke ranjangnya. Wajahnya memerah padam karena jarak mereka yang sangat dekat. Dia bahkan bisa mencium aroma maskulin khas Daisuke.

Daisuke menatap Haru dalam diam, dia elus sejenak helaian rambut itu dan mengecupnya lama.

"Aku tak ingin kehilanganmu"

"Begitu pun aku"

****

"Ayah, keluarga Fukiko tak ditemukan di mana pun" Lapor Suzue pada Masumi yang kala itu memasuki ruang tengah.

Masumi mendekat ke putri bungsunya dan melihat ke arah laptop wanita itu. Tangannya terkepal menahan amarah kala membaca berkas yang ada di laptop tersebut.

"Bagaimana ini Ayah?" Tanya Suzue cemas, dia takut kalau-kalau keluarga Fukiko akan nekat lagi dan kembali membahayakan Haru. Sudah cukup kejadian penculikan Haru kala itu, jangan sampai Haru kembali di culik oleh keluarga sialan tersebut.

"Lacak dimana terakhir mereka bergerak. Aku akan meminta bantuan" Tukas Masumi lalu segera beranjak dari duduknya. Dia segera menuju ke lantai atas, tempat dimana ruang kerja miliknya berada.

Sementara Suzue langsung mengorek segala sesuatu tentang keluarga Fukiko secepat yang ia bisa. Dimana mereka terakhir kali di lihat dan apa tujuan mereka saat ini.

Dia tak mau terlambat lagi, sudah cukup kasus Haru membuat mereka kewalahan. Dia akan memastikan bahwa keluarga Fukiko akan menerima ganjaran yang setimpal dengan perbuatan mereka karena telah bermain-main dengan keluarga Kambe.

Lihat saja.

Suzue akan menjamin itu 100% mereka akan binasa di tangan keluarga Kambe dan Suzue pastikan bahwa dia lah yang akan berurusan dengan Siera langsung.

Hanya tunggu tanggal mainnya saja dan keluarga itu akan hilang bak debu yang disapu.

****

"Katakan apa alasanmu kenapa aku harus mau melindungi kalian" Pemuda bersurai hitam itu memandang rendah tiga anggota keluarga yang kini menjadi buronan.

Dirinya memandang rendah Ryuu yang menunduk dalam pada dirinya, Iris blue navy miliknya berkilat sinis saat melihat ketiganya semakin memohon padanya.

Dia melirik pelayannya yang ada di sebelahnya, "Sebastian, bawa mereka ke kamar yang ada" Perintah pemuda itu lalu segera beranjak dari tempat duduknya.

Tak ia pedulikan tatapan terkejut dari pelayannya dan tatapan bahagia tiga buronan tersebut. Dia hanya terus berjalan menuju tangga yang akan membawanya ke kamarnya.

Diam-diam dia melirik sang pelayan yang masih berdiri kaku di tempatnya. Dia mengulas senyum mengejek, "Aku tak sebodoh itu untuk membiarkan mereka tinggal"

Bisa ia lihat sebuah senyum seringai terpatri di paras rupawan Sebastian, Ciel kembali melanjutkan jalanannya membiarkan Sebastian mengantar para tamu tersebut ke kamar mereka.

Kaki-kakinya melangkah menuju ruang kerja miliknya, masuk ke dalam dan segera mengambil ponsel miliknya yang tergeletak di atas nakas.

Icon telfon ia pilih dan segera mencari satu buah nomor yang akan senang mendengar kabar yang ia bawa.

Dering panggilan terdengar lalu tak lama panggilan tersebut terjawab, suara Daisuke adalah yang pertama menyapa dirinya.

"Ada apa?"

"Kau mencari keluarga Fukiko? Mereka ada bersamaku"

"Jangan bercanda Ciel, kudengar mereka pergi ke luar negeri untuk menghilangkan jejak"

Ciel terkekeh dalam obrolan, dia beranjak dari tepian kasurnya menuju jendela besar di ruangannya yang berhadapan langsung dengan taman belakang.

"Aku tak pernah berbohong"

"Walau aku tahu, tapi untuk kali ini aku tak percaya"

Daisuke hendak mematikan panggilan telfon itu jika saja suara pelayan setia keluarga Phantomhive itu tak terdengar.

"Bochan, mereka semua sudah ada di kamar masing-masing"

Daisuke terdiam, dia masih menimang-nimang apakah ucapan Ciel tadi benar atau tidak. Dia bukannya takut atau apa, dia hanya waspada jika pemuda 16 tahun itu akan memanfaatkan keadaan lagi.

"Aku temanmu ingat? Aku tak akan memanfaatkan dirimu lagi. Lagipula kau menginginkan mereka bukan?"

Pandangannya bergulir ke arah Haru yang masih tertidur, dia kemudian menghela nafas berat. Wajah ia usap kasar berusaha untuk tetap mengendalikan emosinya.

"Berapa yang kau mau?"

Tawa Ciel dari seberang terdengar dan hal itu membuat Daisuke mengernyitkan keningnya bingung. Dia memandang sejenak ponselnya sebelum mendekatkan kembali ke telinganya.

"Aku serius, berapa yang kau mau?"

"Hahaha. Kurasa aku tak memerlukan uangmu Kambe. Aku hanya ingin membantu orang yang telah menyelamatkan nyawaku"

Pandangan Ciel sejenak menerawang ke masa lalu, dimana untuk pertama kalinya ia bertemu dengan Haru yang kala itu berumur 15 tahun sementara dirinya 8 tahun. Pemuda itu menolongnya yang hampir sekarat karena preman yang memalak dirinya.

"Apa maksudmu?"

Lamunannya buyar, tanpa sadar Ciel menggelengkan kepalanya pelan.

"Cukup terima tawaranku atau tidak"

"Beri aku 2 hari untuk memikirkanya. Lalu setelah itu aku akan memberi jawaban"

Sebuah senyum mengembang di wajah manisnya, dia melirik Sebastian yang masih setia berdiri di belakangnya.

"Oke, tapi kalau kau tak segera memberikan jawaban maka dengan senang hati aku akan menyuruh Sebastian untuk membunuh mereka atas nama Haru Nii-san, jaa"

"Tu-tunggu apa maksudmu!"

Ponsel kembali ia taruh di meja kerja, Ciel berbalik dan duduk di atas kursi tersebut. Jari jemarinya saling bertaut dengan dagu di atas tangannya. Nampak memikirkan sesuatu.

"Apa yang Anda pikirkan, Bochan?" Tanya Sebastian sesaat setelah menuangkan secangkir teh dan menaruhnya di sebelah Ciel.

"Hanya mengenang masa lalu"













Hey, dua anak di atas apakah akan menjadi anak kandung Daisuke dan Haru? Apakah kalian akan senang jika mereka benar-benar memiliki anak?
Ah ya, apakah kalian memiliki saran nama untuk anak mereka kelak? Karena jujur saya agak kesulitan dalam menggabungkan kedua nama mereka.

Nama di atas tentu saja bukan dari saya, itu saran salah satu teman saya. Bisa kah Anda memberikan saya saran nama apa yang sekiranya cocok untuk kedua anak DaiHaru kelak?

Tulis di kolom komentar >w<

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top