(9) 1. Tidak Ada Yang Lebih Menakutkan Ketimbang Tidak Bersama 4
"Farrel!"
Hari yang amat cerah. Secerah semangat Esy. Yang membentuk senyum manis nan lebar di wajahnya yang cantik.
Esy masuk ke Ruang 2, tempat di mana kelas pertama hari itu akan berlangsung. Dengan penuh suka cita dan berniat untuk menyerukan nama Farrel kembali. Tapi, lidahnya mendadak kelu. Pun langkah kakinya berhenti. Tepat ketika ia melihat satu pemandangan yang membuat gatal matanya.
"Ntar kalau ada apa-apa tolong chat aku ya? Semisalnya kamu mau ketemu sama Bu Fatma, kabarin ya? Biar kita bisa pergi bareng."
Ada seorang cewek yang tengah berbicara dengan Farrel. Ia duduk tepat di sebelah Farrel dengan tangan yang memegang ponsel.
Mata Esy seketika menyipit. Tak sulit menebak skenario tersebut. Mereka pasti baru saja bertukar nomor ponsel.
Ehm ... dia siapa?
Biasanya Esy tidak peduli. Tapi, alarm mendadak berdenging di benaknya. Lantaran ia akhirnya tahu siapa cewek itu.
Dia ... Indira Ramaniya kan?
Esy mengerutkan dahi. Mencoba mengingat dan ia yakin seratus persen. Bahwa cewek itu adalah Dira. Mahasiswi baru yang terpilih menjadi Ratu OSPEK kemarin.
Dia satu PA sama Farrel ya?
Sepertinya itu adalah pertanyaan yang tidak membutuhkan jawaban. Dari anggukan Farrel, semua sudah terjawab.
Perasaan Esy seketika menjadi tidak enak. Tidak bermaksud berlebihan. Tapi, Esy merasa ada yang berbeda dari cara Dira tersenyum dan berbicara pada Farrel.
Mata dia. Ehm ... kenapa mata dia terus natap Farrel kayak gitu?
Esy tidak bisa membiarkannya. Maka ia kembali melangkah. Pun kembali menyerukan nama cowok itu.
"Farrel!"
Tentu saja. Bukan hanya Farrel yang menoleh padanya. Alih-alih Dira pun juga.
Tiba di sana, Esy dengan segera melirihkan permisinya pada Dira. Memanfaatkan sedikit celah yang ada dan ia mengisi kursi kosong di sebelah Farrel.
Farrel melirik acuh tak acuh. Memilih untuk tidak menghiraukan Esy dan memutuskan melanjutkan pembicaraannya dengan Dira.
"Sekalian sama teman-teman yang lain juga. Mungkin lebih enak kalau buat grup chat. Biar bisa bagi-bagi info juga."
Dira mengangguk. "Iya, ntar aku buat grupnya," ujarnya seraya melirik sekilas pada Esy. "K-kalau gitu ... aku gabung sama yang lain dulu."
Dira mengambil tasnya yang kebetulan ada di atas meja yang diisi oleh Esy. Tersenyum seadanya pada cewek itu dan ia lantas beranjak. Pindah ke kursi lain sementara Esy mengikuti kepergiannya.
"Ehm ...."
Mengamati Dira, Esy tampak geleng-geleng. Mungkin ia tengah melakukan perbandingan antara dirinya dan Dira. Sekilas melihat, maka Esy pun bisa menilai bahwa mereka ada dua orang yang benar-benar bertolakbelakang.
Bila Esy lekat dengan kesan feminin, maka beda lagi dengan Dira. Cewek itu memiliki kesan tomboy walau masih memiliki sisi manis.
Dira mengenakan pakaian ringkas dan praktis. Perpaduan kemeja dan celana jeans yang ditutup dengan sepasang sepatu kets. Rambut hitamnya tampak nyaman dalam potongan pendek sepundak. Dan ketika ia menghampiri teman-temannya, tawa pun berderai.
Esy pun dengan cepat menarik kesimpulannya. Bahwa Dira adalah tipe cewek yang mudah bergaul dengan siapa pun. Dan bila dilihat dari gelar Ratu OSPEK yang ia dapatkan maka Esy bisa mengambil satu hal lainnya. Yaitu, Dira lumayan pintar.
Ehm ... semoga aja dia nggak sampe naksir Farrel deh.
Mengucapkan amin berulang kali di dalam hati, entah mengapa perasaan Esy kian tidak mengenak. Tepat ketika kelas pertama hari itu berakhir dan tanpa disangka Dira langsung menghampiri Farrel.
Mengabaikan Esy yang mengajak dirinya untuk makan siang bersama, tentunya Farrel lebih memerhatikan perkataan Dira. Dan itu bukan tanpa alasan.
"Bu Fatma kosong siang ini, Rel. Gimana kalau kita datang sekarang? Yang lain juga bisa."
Farrel mengangguk tanpa berpikir dua kali. "Boleh."
Ketika Farrel bangkit dari duduknya, Esy melongo. Ia menahan tangan cowok itu dan lantas menunjuk hidungnya sendiri.
"Terus aku gimana, Rel?"
Farrel mengerutkan dahi. "Kamu?"
"Iya," angguk Esy. "PA aku bukan Bu Fatma. Dan kita juga belum makan siang."
Mengatakan itu seraya menatap Farrel, bukan berarti Esy tidak bisa menangkap ada sesuatu yang janggal. Dira pun turut melihat pada Farrel. Bahkan lebih dari itu, Dira lantas berkata.
"Rel, ntar keburu Bu Fatma pergi loh."
Farrel melepaskan tangan Esy. "Kamu makan sendiri ya? Atau kalau nggak ... gabung sama yang lain. Aku mau ketemu Bu Fatma dulu."
Tentu saja Esy tidak terima. Tapi, sebelum ia sempat membalas kata-kata Farrel, cowok itu sudah keburu beranjak seraya mengajak Dira.
Esy bangkit dari duduknya. Berniat untuk mengejar Farrel, tapi ucapan Dira membuat ia mengurungkan niatnya.
"Kami pergi bentar ya."
Dira menutup perkataannya dengan satu senyuman. Dan itu membuat Esy tak bisa berbuat apa-apa. Lantaran ia berpikir bahwa mungkin tidak seharusnya ia menahan Farrel yang ingin bertemu dosen PA-nya.
Namun, melihat Farrel pergi dengan cewek lain tentu saja bukan hal yang disukai Esy. Maka tak aneh bila manyun seketika hadir di wajahnya.
"Sy."
Satu suara membuat Esy menoleh. Ada dua orang cewek menghampirinya. Dulu sempat satu kelompok dengannya saat OSPEK. Bernama Bellani Rosmalia dan Mia Sartika.
"Ditinggal Farrel?"
Esy mengangguk demi menjawab pertanyaan Bella. Masih manyun, Esy pun tak peduli ketika Bella dan Mia saling pandang dengan penuh arti.
Tentunya Bella dan Mia pun juga sudah mengetahui bagaimana hubungan Esy dan Farrel. Berkat kehebohan yang melibatkan dekan dan juga kejadian-kejadian lainnya, maka hal tersebut menjadi konsumsi publik dalam waktu cepat.
Rasa-rasanya tidak ada seorang pun mahasiswa baru yang tidak mengetahui latar belakangan hubungan antara Esy dan Farrel. Berikut dengan fakta bahwa Esy menyukai cowok itu walau sudah pernah ditolak.
"Udah," ujar Mia seraya meraih satu tangan Esy. "Daripada mikir Farrel ... mending kita makan di kantin."
Bella mengangguk. Turut meraih tangan Esy yang lainny dan mereka bertiga keluar dari ruangan bersama-sama.
"Karena di kantin nggak cuma ada makanan, tapi juga cowok cakep."
Itu adalah hal menyenangkan yang biasanya terjadi di antara mahasiswi baru. Terlebih lagi bila menyangkut senior.
"Ada yang namanya Kak Surya. Kamu ada lihat nggak? Dia yang pas OSPEK suka kasih air ke kita loh. Kalau kita lagi kehausan gitu."
Esy yang diseret di sepanjang koridor, menggeleng. "Nggak tau."
Decakan sekilas terdengar. Lalu Bella dan Mia kompak berhenti. Tepat ketika mata mereka menangkap satu sosok di lantai dua gedung kuliah.
"Itu," lirih Mia sambil melotot. "Itu yang namanya Kak Surya."
Esy mengangkat pandangannya. Melihat pada titik yang dituju oleh Mia. Seorang cowok yang sedang bergurau dengan teman-temannya.
Mata Esy menyipit. Ada yang aneh di sana. Yaitu, semua teman Surya di sana adalah para cewek.
"Namanya Surya Mandaka. Emang sih udah senior banget. Beda enam tahun sama kita."
Esy terkesiap. "Udah angkatan tua dong."
Meringis, Bella mengangguk. "Dia memang cakep. Tapi, mungkin di akademik nggak terlalu cakep."
"Aku bisa ngerti," angguk Esy kaku. Sekali lagi ia melirik pada Surya dan para mahasiswi itu. "Dia benar-benar tau cara memanfaatkan wajah ganteng dia."
Tak ingin, tapi Esy mengakui bahwa Surya memang adalah cowok yang tampan. Ia persis seperti aktor Hollywood yang dikaruniai rahang tegas dan senyum memikat.
Lama melihat pada Surya yang tertawa-tawa dengan amat santai, ketiga orang cewek itu lantas membuang napas panjang. Hingga satu deru motor di parkiran menyentak dirinya dan matanya membesar.
"Nah nah nah! Yang ini ini!"
Buru-buru Esy dan Bella beralih. Melihat ke luar dan mendapati ada satu motor Ninja bewarna merah hitam terparkir. Pengemudinya mengenakan satu jaket kulit bewarna hitam. Pun celana jeans dan sepatu yang ia kenakan juga bewarna senada. Dan ia menyandang tas ransel di punggung.
"Kamu ingat sama Kak Abid kan? Yang sering nyamperin kamu sama teman-temannya pas OSPEK?"
Esy mengangguk menjawab pertanyaan Mia. Lantas cewek itu kembali bicara.
"Itu teman dekat Kak Abid. Kalau kamu naksir dia, aku yakin kamu bisa deketin dia lewat Kak Abid."
Bibir bawah Esy seketika maju. Mencibir.
"Aku itu sukanya sama Farrel. Aku nggak mudah berpaling hati. Kamu harus tau ya. Farrel itu nggak cuma cakep. Tapi, dia pintar dan baik hati. Beda banget sama yang lain."
Kali ini Bella yang berdecak. "Kalau sama Kak Surya sih memang jauh menang Farrel sih ya. Kak Surya soalnya nggak pinter. Tapi, yang satu ini beda, Sy."
"Beda?"
"Iya."
"IPK dia 4. Bukan IP loh ya. Tapi, IPK," tambah Mia.
Bola mata Esy membesar. Setidaknya ketika OSPEK, ia lumayan memerhatikan penjelasan dengan saksama. Berkat itu ia jelas mengetahui apa perbedaan antara IP dan IPK.
IP atau indeks prestasi adalah keseluruhan hasil belajar mahasiswa dalam satu semester. Sementara IPK atau indeks prestasi kumulatif adalah hasil pembelajaran mahasiswa dari semester awal hingga semester terakhir.
"Dia semester berapa sekarang?"
Mia menyeringai mendengar ketertarikan Esy. "Memang masih semester tiga sih. Tapi, kan nggak mudah dapat IPK 4."
Esy sependapat. Lalu ia teringat akan sesuatu.
"Kayaknya kapan hari Kak Abid bilang temannya itu lagi wawancara beasiswa ya?"
"Bener," jawab Bella. "Dia dapet beasiswa Gardu Radja. Sebulan dapat dua juta. Selama setahun."
"S-serius kamu?"
Bella mengangguk. "Gardu Radja kan perusahaan rokok terbesar di Indonesia. Dan banyak alumni sini yang kerja di perkebunan mereka. Makanya mereka tiap tahun ngadain beasiswa di sini."
Untuk hal yang satu itu, mau tak mau Esy harus memuji. Merasa takjub.
"Dan selain itu, dia juga cakep."
Tak ingin kalah, Mia kembali menambahkan. Tepat ketika pada akhirnya pengemudi motor Ninja itu memasukkan ponselnya ke dalam saku celana. Ia melepas helm dan sedikit melakukan atraksi seperti bintang iklan sampo.
Rambut pirang yang tampak halus itu berkilauan di bawah sinar matahari. Beterbangan ditiup angin tatkala si empunya mengacak-acaknya sekilas.
Wajah tampan itu terpampang nyata. Menguarkan kesan kokoh. Dalam balutan pakaian bewarna hitam, kulitnya yang kecokelatan tampak lebih maskulin. Sekali lihat, ia benar-benar memenuhi impian setiap cewek. Perpaduan antara tampan, tinggi, kuat, dan pintar.
"Namanya," bisik Bella di telinga Esy. "Rizki Adryan Wicaksana."
Esy bergeming. Tidak ingin, tapi tetap saja ia terpesona melihat pemandangan itu. Terlebih lagi dengan kesan santai yang memancar dari seniornya.
"Kan? Cowok cakep dan pintar di dunia ini bukan Farrel aja."
Sepertinya apa yang dikatakan Mia memang benar. Dan untuk itu Esy tidak memindahkan tatapannya dari sosok itu. Yang terus berjalan melewati koridor.
Ryan terlihat mengabaikan keadaan sekeliling. Fokus pada langkah kakinya. Yang lebar dan terkesan tenang.
Hal tersebut membuat Esy merasa sedikit goyah di hatinya. Karena dilihat dari mana pun jawabannya jelas. Ryan memenuhi semua harapan cewek.
"Hahahahaha."
Esy mengerjap. Goyah di hatinya hilang seketika. Tepat ketika sang senior yang berjalan seorang diri itu mendadak tertawa seorang diri pula.
Ryan benar-benar tertawa. Terbahak seperti ada yang lucu. Tapi, apa?
Ryan berjalan seorang diri. Ia tidak sedang melihat ponsel. Dan mengapa ia mendadak tertawa tanpa ada sebab?
Untuk itu Bella dan Mia hanya bisa meringis kompak. Mereka lantas mengajak Esy beranjak dari sana.
"Kak Ryan memang katanya suka ketawa sendiri sih."
Esy merinding. "Aku yakin. Cuma Farrel cowok yang cocok untuk aku!"
*
bersambung ....
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top