(49) 4. Apa Semua Akan Baik-Baik Saja? 1

"Farrel."

Nyaris tak terdengar, Esy menyebut nama Farrel teramat lirih. Tapi, ternyata sudah cukup ampuh untuk membuat Farrel berpaling.

Farrel berdiri dari duduknya. Ia menghampiri Esy. Sekilas, ia melirik pada lembar pengajuan KRS semester empat.

"Aku ngambil Statistika lagi."

Farrel mengangguk samar. Ia tidak terkejut sama sekali. Lantaran itu adalah hal mutlak yang harus ia lakukan untuk bisa tamat.

"Terus?" tanya Farrel pelan.

Esy mengerjap. Melihat kosong pada lembaran kertas di tangannya. Ia tampak lesu ketika menjawab pertanyaan tersebut.

"A-aku nggak tau, Rel. Aku takut. Kalau aku gagal lagi ... gimana?"

Dua kali mengambil mata kuliah Statistika. Dua kali pula gagal dan mendapat nilai D. Farrel memaklumi bila Esy merasa takut.

"Tenang," ujar Farrel kemudian. "Semua bakal baik-baik saja. Kamu pasti bisa lulus."

Perlahan Esy mengangkat wajahnya. Menyilakan Farrel untuk melihat semua kengerian yang terbayang nyata di sepasang mata bening itu.

"Menurut kamu gitu? A-aku bakal lulus?"

Farrel mengangguk. "Aku yakin kamu bakal lulus. Kamu cuma perlu belajar dan teliti saja, Sy."

Terdengar mudah. Tapi, percayalah. Esy sudah membuktikan kalau itu tidak semudah yang terdengar.

Farrel tau pasti hal tersebut. Maka ia pun langsung lanjut bicara lagi.

"UTS kamu pas KAS kemaren udah meningkat, Sy. Itu artinya kamu cuma perlu fokus di UAS-nya lagi. Aku yakin kamu bakal lulus."

Apa yang dikatakan oleh Farrel memang benar. Kalau berkaca dari nilai pertama dan kedua, Esy pun bisa melihat peningkatannya. Pun Zidan selaku dosen Statistika dan pembimbing akademik juga mengatakan hal yang serupa.

Wajah Esy seketika berubah. Yang semula lesu dan tampak tak bersemangat menjadi cerah kembali.

"Aku bisa lulus kan, Rel?" tanya Esy demi memberikan keyakinan pada dirinya sendiri.

Farrel mengangguk. "Tenang saja. Kamu pasti bisa lulus."

Esy menarik napas dalam-dalam hingga pundak dan dadanya pun bergerak dengan penuh irama. Senyum mengembang di wajahnya. Berikut dengan tangannya yang lantas mengepal dan terangkat ke udara.

"Iya!" seru Esy dengan penuh keyakinan. "Aku pasti bisa."

Sekarang Esy merasa dirinya lebih sanggup menghadapi semester empat. Ia berjanji pada dirinya sendiri. Ia akan fokus dan tidak akan kehilangan konsentrasi sedikit pun.

Selain itu Esy pun tidak lupa untuk menghubungi keluarganya. Meminta doa agar kali ini ia bisa lulus Statistika.

"Tentu, Sy. Mama, Papa, dan Mas Bara pasti bakal doakan kamu."

Dhian tersenyum di panggilan video itu. Berikut dengan Nadiem dan juga Bara.

"Yang penting kamu belajar dengan tekun," imbuh Nadiem. "Mudah-mudahan kamu bakal lulus."

Bara mengangguk seraya menyipitkan mata. "Pokoknya kamu harus lulus kali ini, Sy. Biar kita bisa liburan!"

Tawa pun pecah berkat Bara yang menyuarakan keinginannya. Tidak bermaksud berlebihan. Tapi, itulah yang Bara inginkan.

Berkutat dengan skripsi nyaris setahun setengah lamanya, Bara harus menahan keinginannya untuk bisa meminta orangnya mengadakan liburan bersama. Bukan tanpa alasan. Melainkan karena Esy.

Bertepatan dengan berakhirnya semester tiga Esy, akhirnya Bara tamat. Esy bersama dengan Farrel pergi ke Bandung demi menghadiri wisuda sang kakak.

Tak bisa berlama-lama, Bara pun harus puas dengan sekadar jalan-jalan selama dua hari. Nanti. Saat libur tahun ajaran baru barulah mereka akan merayakannya dengan lebih baik.

Tentunya. Liburan itu akan sempurna bila Esy lulus Statistika. Bara tidak bisa membayangkan kalau ia tetap memaksa liburan ketika Esy bersedih.

Esy pun tau betapa kakaknya sangat menginginkan liburan tersebut. Bukan hanya karena ia ingin, melainkan karena mereka sudah lama tidak berkumpul bersama.

Itu pasti akan menjadi momen yang sempurna. Bara tamat dan Esy lulus Statistika.

"Iya, Mas, iya," kata Esy di sela-sela tawanya. Ia memamerkan kepalan tangannya yang penuh tekad. "Kali ini aku pasti akan lulus. Aku bakal belajar dengan lebih rajin."

Esy membuktikan perkataannya. Ia belajar dengan rajin walau rasanya memang sedikit canggung harus sekelas dengan junior. Terlebih lagi junior yang sempat ia bimbing saat praktikum Biologi semester lalu.

"Loh? Kak Esy ngambil Statistika?"

Esy mencoba untuk rileks walau wajahnya terasa kaku juga. "I-iya. Kemaren nggak lulus."

"Ah. Begitu."

Rasanya memang memalukan untuk Esy. Terlebih lagi ketika ia tanpa sengaja melihat orang-orang tengah bicara. Ia merasa seperti mereka tengah membicarakannya.

Itu jelas menjadi hal yang sulit untuk Esy. Berusaha untuk biasa-biasa pun semakin tidak mudah ketika pada satu kejadian ia bertemu dengan teman-teman seangkatannya.

Di saat mereka keluar dari kelas Metodologi Penelitian, Esy justru keluar dari kelas Statistika. Perbedaan itu benar-benar membuat Esy merasa malu.

"Kamu baru keluar Statistika, Sy?"

Adalah Dira yang menyapa Esy di koridor. Ia pun menyapa Esy dengan pertanyaan yang membuat wajah Esy terasa panas.

"I-iya."

Dira mengangguk. "Kamu pasti nyari Farrel ya?"

"Iya."

"Dia masih di dalam," ujar Dira kemudian. "Lagi ngambil salinan materi sama Bapak."

Esy mengangguk. Tidak mengatakan apa-apa. Terlebih lagi karena Dira kemudian berkata.

"Aku duluan."

"I-iya."

Kepergian Dira bersama teman-temannya membuat Esy membuang napas lega. Tidak tau mengapa, tapi merasa ada aura yang berbeda saat Dira menghampirinya.

"Sy!"

Mia dan Bella menghampiri Esy. Kedua orang cewek itu tampaknya melihat apa yang baru saja terjadi.

"Dira ngomong apa sama kamu?" tanya Bella ingin tau.

Esy menggeleng dengan penuh irama. "Nggak kok. Cuma ngobrol biasa."

"Oh."

Mia merengkuh tangan Esy. "Ngomong-ngomong ... gimana kelas Statistika kamu? Lancar?"

"Hari ini lancar," jawab Esy. "Semoga saja sampai akhir semester ntar lancar."

"Kami pasti doakan. Dan yang pasti kamu jangan kecil hati," kata Mia. "Karena kamu nggak sendirian loh."

Bella membenarkan perkataan Esy. "Sebenarnya kamu lumayan beruntung, Sy. Ehm kamu ada kenal sama senior namanya Ersya?"

Mata Esy mengerjap tanda berpikir. Tapi, ia tidak yakin kalau mengenal nama itu.

"Dia seangkatan sama Kak Abid. Dulu dia IP semester satunya juga 4 loh. Tapi, nggak lulus Matematika 2 empat kali."

Bola mata Esy membesar. "E-empat kali?" tanyanya syok. "Eh? Tapi, bentar deh. Matematika 2?"

"Kurikulum lama," jawab Mia cepat. "Gara-gara itu dia jadi kacau sekarang. Mana udah jarang ke kampus. Padahal dengar-dengar dia tuh saingan berat Kak Ryan loh."

Esy bergidik. Bukan karena mendengar persaingan IPK di antara seniornya. Alih-alih karena fakta mengerikan tersebut.

"Ya Tuhan. Amit-amit deh ya," ujar Esy. "Aku nggak mau kalau sampe gagal Statistika empat kali."

Mia dan Bella kompak tertawa. Mereka lantas menenangkan Esy.

"Tenang. Kami yakin kok kamu pasti lulus kali ini."

Esy mengangguk walau wajahnya masih menunjukkan kengerian. Lantaran ia sudah menyadari sesuatu. Bahwa terkadang keinginan, harapan, dan takdir bisa saja tidak sejalan.

Hal itu kembali Esy buktikan. Ketika untuk ketiga kalinya takdir memberikan kenyataan yang tidak ia inginkan.

Lagi-lagi, Esy tidak lulus Statistika.

*

bersambung ....

Please ya. Jangan ngamuk-ngamuk. Buat yang udah kuliah pasti tau dong. Ini memang realistisnya dunia perkuliahan. Udah biasa mahasiswa ngulang sampe 3 atau 4 kali.  Jadi ya nikmati saja dulu penderitaan Esy. Hahahaha

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top