(31) 2. Bersama dan Sama-Sama Hingga Terbiasa 16

"Farrel."

Esy buru-buru menutup mulutnya. Tepat ketika asisten dosen memukul meja dengan batu dan ia latah menyebutkan nama Farrel.

Kekehan tertahan pun sontak terdengar. Wajah Farrel berubah merah dan Esy meminta maaf seadanya seraya beranjak.

"Maaf."

Esy mengerjap. Mengabaikan geli teman-teman, asisten dosen, dan dosen, ia pun pindah pada meja selanjutnya.

Itu adalah ujian praktikum Konservasi Sumberdaya Alam dan Lingkungan. Lebih dikenal dengan istilah responsi, sistem ujian yang diterapkan sama seperti responsi praktikum lainnya. Yaitu, sistem ketuk.

Tanpa duduk, setiap praktikan akan menjawab lima puluh pertanyaan dengan berdiri. Mereka harus menjawab satu pertanyaan yang tersedia di meja dalam waktu tiga puluh detik sesuai dengan nomor yang tertera di soal. Ketika waktu habis maka asisten dosen akan mengetuk meja. Sebagai tanda bahwa praktikan harus pindah ke soal berikutnya.

Begitulah. Sistem ujian yang demikian dimaksudkan untuk menghindari kecurangan. Tapi, tak jarang juga menimbulkan hal-hal yang lucu. Persis seperti Esy barusan. Yang saking seriusnya menjawab, hingga ia pun sontak latah menyebut nama Farrel.

"Kamu ini malu-maluin aja," komentar Mia ketika ujian siang itu berakhir. Di sebelahnya, Esy hanya cengar-cengir.

"Aku kaget. Jadi spontan aja manggil nama dia."

Bella melirik. "Jangan bilang kalau di kos kamu juga gitu? Kalau ada apa-apa, kamu manggil nama dia."

"Tentu saja," angguk Esy tanpa ragu. "Aku nyaris kepleset aja aku manggil nama dia. Ya walau tentu aja Farrel nggak bakal dengar sih."

Esy mengulum senyum. Seandainya kos mereka berdekatan, dijamin. Pastilah Farrel bisa mendengar ketika Esy memanggil namanya tiap saat.

Sayangnya, kos Farrel dan Esy benar-benar berada di kawasan yang berbeda. Berjarak tiga gang tepatnya. Dan bukan tanpa alasan. Melainkan lingkungan Farrel yang memang cenderung dipadati oleh mahasiswa. Maka dari itu orang tua Esy pun mencarikan kos di lingkungan lain yang lebih didominasi oleh mahasiswi. Tentunya pun yang aman dan dijaga oleh petugas keamanan.

Sekarang Esy sedikit bersyukur juga karena hal tersebut. Lantaran ia tidak bisa membayangkan kalau kosnya dan Farrel dekat. Mungkin tiap saat ia akan sering main ke kos Farrel.

Esy mengulum senyum geli. Tak peduli dengan Bella dan Mia yang melihatnya dengan sorot tak habis pikir. Sungguh! Mereka baru kali ini melihat cewek seperti Esy.

"Kayaknya Farrel benar-benar jadi dunia kamu," lirih Bella seraya geleng-geleng kepala.

"Emang. Makanya dunia aku jadi indah banget."

Mia meringis. "Walaupun setelah kamu ditolak berulang kali?"

Esy terkekeh. Tidak merasa tersinggung sama sekali. Ia malah menjawab dengan santai. "Farrel itu cuma lagi lihat keseriusan aku aja."

Bukannya terbalik?

Itulah yang menggema di benak Bella dan Mia. Bukankah seharusnya keseriusan cowok yang harus dilihat?

Namun, Bella dan Mia tampaknya sudah cukup bijak untuk tidak mendebat hal itu. Walau mereka baru sebentar mengenal Esy –praktis belum sampai setahun, tapi mereka sudah cukup tahu sifat cewek itu. Bahkan seisi kampus sepertinya juga tahu.

Sebagian ada yang kagum dengan kegigihan Esy. Tapi, tak sedikit yang memandang miris padanya. Kasihan. Terlebih lagi karena Esy pun termasuk ke dalam golongan cewek yang pasti mudah mendapatkan cowok lain. Seandainya ia mau.

Esy cantik. Dan ia ramah pada siapa pun. Bahkan tak jarang ada mahasiswa yang mendekatinya dulu. Ketika perkuliahan baru dimulai. Tapi, mereka langsung mundur ketika tahu fakta tersebut. Bahwa di mata Esy hanya ada Farrel seorang.

Persis seperti pagi itu. Ketika Esy keluar dari kos dan ia melihat kedatangan seseorang yang telah ia tunggu sedari tadi.

"Farrel!"

Esy melambaikan tangan. Tepat ketika Farrel menghentikan laju motornya di depan gerbang kos Esy dan cewek itu buru-buru mengunci pintu kosnya.

Esy berlari-lari kecil. Menghampiri Farrel yang segera menyodorkan helm padanya. Ketika Esy mengenakannya, Farrel bertanya.

"Malam tadi begadang sampe jam berapa?"

Esy sedikit beranjak. Becermin di spion sambil menjawab. "Nggak begadang kok. Jam sebelas aku udah tidur. Soalnya ujian hari ini kan Manajemen Nurseri."

Masa-masa responsi praktikum telah berakhir. Sekarang adalah masa-masa ujian akhir semester. Dan ini adalah hari pertama mereka ujian.

"Cuma satu mata kuliah dan materinya nggak terlalu sulit sih," lanjut Esy tersenyum.

"Oh."

Farrel mengangguk. Apa yang dikatakan oleh Esy memang benar. Bahwa hari pertama Ujian Akhir Semester mereka hanya diawali oleh satu ujian. Manajemen Nurseri yang kebetulan pun hanya berbobot dua SKS.

"Tapi, sebagai gantinya besok ada tiga MK yang ujian," ujar Esy seraya naik ke atas motor. Senyumnya sontak menghilang. "Kayaknya malam ntar aku baru bakalan benar-benar begadang."

Ketika motor mulai bergerak, Esy memejamkan mata. Berusaha mengenyahkan kiamat yang membayang di depan mata. Dalam bentuk Botani, Kimia, dan Statistika yang akan menghantam hari esoknya secara bersamaan.

Ya Tuhan. Siapa sih yang buat jadwal UAS? Ada dendam apa coba? Kenapa bisa tiga MK pembunuh nilai jadwal ujiannya malah barengan?

Esy mencoba menenangkan diri. Setidaknya ia harus sukses di hari pertama. Untuk ujian selanjutnya biarlah takdir yang bicara. Walau tentu saja ia tidak akan pasrah begitu saja.

Setelah ujian Manajemen Nurseri selesai, Esy pun langsung pulang ke kos. Kala itu hari masih menunjukkan pukul sepuluh dan ia tidak akan membuang-buang waktu. Ia mengganti pakaian dan langsung belajar.

"Perbedaan antara daun tunggal dan daun majemuk adalah satu," ujar Esy seraya mengingat. "Daun tunggal tumbuh sendiri-sendiri dan mati sendiri-sendiri. Daun majemuk, tumbuh barengan dan matinya juga barengan."

Esy menarik napas sejenak. Matanya menatap langit-langit kamar.

"Kedua ...."

Esy memutuskan belajar Botani dulu lantaran besok memang adalah Botani yang menjadi ujian pertamanya. Ia pun tak lupa mempelajari kembali lembar kerja praktikum Botani.

Esy memastikan bahwa ia membaca semua buku. Tanpa ada yang terlewatkan. Dan jelas bahwa nilai bukan alasan utama mengapa ia belajar sedemikian keras. Melainkan ia tidak ingin nilai buruk membuat ia tidak bisa sekelas dengan Farrel.

Hari berganti hari. Esy menyadari bahwa semester dua memiliki tingkat kesulitan yang lebih berat ketimbang semester satu. Dan itu dibuktikan dengan lingkar hitam yang terus menggelap di bawah matanya. Bukti nyata Esy yang memaksa diri untuk belajar tanpa henti.

"Ini hari terakhir."

Esy melangkah gontai. Di sebelahnya, Farrel melihat dengan penuh waspada.

"Kamu nggak mau pingsan kan, Sy?"

Esy berpaling dengan lesu. "Aku nggak mau pingsan, Rel. Aku cuma mau kamu."

"Hah?"

Esy membuang napas panjang. Hanya untuk berkata pada Farrel.

"Aku rela banget begadang, Rel. Bukan karena aku mau nilai tinggi. Tapi, aku cuma mau terus sekelas sama kamu."

Farrel melongo. Sontak kakinya berhenti melangkah ketika Esy justru terus berjalan. Masuk ke ruang sepuluh di mana ujian Sistem Pertanian Berkelanjutan akan diadakan, seolah tak terjadi apa-apa.

*

bersambung ....

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top